Pelesiran / Serba

Ketika Harus Traveling di Negara Non Muslim : ”Hmm, Makanan Ini Halal Nggak Ya?”

????????????????????????????????????

.

“Sir, do you want Biryani rice?”

Tanya seorang petugas kereta dalam perjalanan Kolkata ke Agra.

How much?” tanyaku kemudian.

Only 100 rupee,” sahutnya lagi.

Hmm sekitar Rp.20.000. Cukup mahal untuk ukuran India, namun harga tersebut masih reasonable. Terlebih aku terakhir kali ketemu nasi itu 1 hari sebelumnya di Kuala Lumpur. Artinya sudah 12 jam lebih perutku belum terisi nasi. Walau sudah diganjal beberapa potong biskuit namun tetap saja rasanya beda. Tanpa banyak pikir, aku lantas memesan satu porsi nasi biryani tersebut kepada petugas terlebih lagi perjalanan masih panjang. Masih ada 24 jam lebih waktu yang harus aku tempuh untuk mencapai Agra.

Apa tidak ada penjual makanan lain?

Sebetulnya ada. Jika kereta berhenti di stasiun di sepanjang perjalanan, biasanya pedagang akan masuk ke dalam dan menawarkan dagangannya. Namun jarang yang menjual nasi. Paling banyak menjual Samosa, yakni makanan sejenis pastel yang berisi adonan kentang dan kari. Rasanya? Ya begitulah.

????????????????????????????????????

Samosa. Ah jadi kangen….

Tak lama, mendekati jam makan siang, petugas yang sebelumnya menawarkan nasi biryani datang. Nasi dibungkus menggunakan kotak kecil. Porsinya tidak terlalu besar namun lumayan untuk menghilangkan lapar. Begitu tutup nasi dibuka aku melihat ada sepotong daging ayam di sana.

Hmm, ini ayamnya halal nggak, ya?” batinku dulu. “Bismillah sajalah,” pikirku kemudian. Setelah membaca basmalah, aku mulai mencicipi nasi biryani tersebut. Karena makan dalam kondisi ragu, ayam yang sebetulnya lumayan enak itu jadi terasa hambar. Aku lantas tak menghabisi ayam tersebut. Hiks, jadi agak mubazir, ya? Inilah salah satu tantangan dalam sebuah pejalanan ke negara non muslim.

Walaupun berkelana ke negara yang hampir semua penduduknya vegetarian namun tetap saja ada tantangan tersendiri. Karena halal menurut Islam itu tidak hanya bahan bakunya saja, namun juga prosesnya, bukan? Siapa yang tahu pasti ayam ini disembelih dengan atau tanpa menyebut nama Allah Swt.

Oke, prihal makanan ini akan jadi satu tantangan tersendiri di India,” pikirku nanar menatap rerumputan di luar jendela.

*   *   *

Pengalaman travelingku belum ada seujung kuku. Masih dikit banget. Walau begitu, setidaknya beberapa kali aku sempat mengunjungi kota/negara dimana penduduknya bukan mayoritas muslim. Salah satunya ya India itu.

Dulu, ketika aku berkesempatan ke Bangkok, tantangannya juga sama. Yakni sulitnya menemukan makanan halal. Eh, dibilang sulit banget sih nggak juga. Namun, jika ingin makan makanan halal, aku harus menuju mall terdekat dan tentu saja harga makanannya jauh lebih mahal. Makanan utamaku selama di Bangkok itu buah. Di sana emang surganya buah! Kualitasnya terbaik dan harganya pun murah.

????????????????????????????????????

Yana Restaurant, salah satu restoran halal di MBK, Bangkok

Eh ini mamang penjual buah, gak pake pisaunya untuk motong yang lain kan di rumah?”

Oalaah, kalau sampe sebegitunya dipikirin mah kagak bakalan makan apa-apa, atuh! 🙂

Lalu bagaimana dengan perjalanan gratisanku Hong Kong beberapa waktu lalu? Nah ini lebih-lebih deh susahnya menemukan makanan halal. Jika ingin mencari makanan halal, maka harus menuju kawasan-kawasan tertentu dulu. Kalau sudah begini, ransum bawaan dari Indonesia (biasanya berupa mie seduh) dapat dijadikan penolong. Kalau nggak, ya biskuit hehe. Lumayanlah daripada kurus di negeri orang. 🙂

*   *   *

Prihal makanan halal bagi sebagian orang bisa jadi satu topik yang sangat saklek. Dalam artian, jika tidak jelas kehalalannya (seperti kasusku menyantam chicken biryani di kereta) maka sebaiknya tidak usah di makan. Namun, sebagian lagi meyakini bahwa Allah Swt itu senantiasa mempermudah umatnya. Mau solat gak ada air, bisa tayamum. Lagi di jalan dan gak bisa solat, bisa di jamak. Begitupun soal makanan halal. Jika gak yakin proses masaknya, bacalah basmalah.

Namun…. Hal ini baru aku dengar sebatas angin lalu. Belum ketemu sumber yang betul-betul membahas mengenai ini secara serius. Dulu juga sempat baca hadist yang membahas mengenai ini. Nah, semalam gak sengaja kebaca lagi hadist tersebut di postingannya mas Thofan Meninao, mantan kru kapal pesiar yang telah mengelilingi separuh dunia dan menuliskan pengalamannya di sebuah buku berjudul “Traveler At Sea”. Gambarnya aku pinjem sekalian dan aku posting di sini ya mas Thofan.

11181798_10207502813587483_8784136703876632878_n

Dari komik “100 Kebiasaan Nabi” karya Wawan Kungkang

Ketika lihat gambar di atas, aku jadi ingat beberapa waktu lalu sempat baca buku yang salah satu sub bab-nya membahas mengenai makanan halal ini. Judul bukunya “Dari hukum Makanan Tanpa Label Halal Hingga Memilih Mazhab yang Cocok” karya Prof.H.Naddirsyah Hosen, Ph.D, beliau sendiri mrupakan Rais PCI Nadhlatul Ulama Australia-New Zealand sekaligus seorang pengajar School of Law di University of Wollongong, New South Wales, Australia.

Nah, karena informasi mengenai ini kurasa sangat bermanfaat (terlebih bagi tukang jalan dan mamamholic kayak aku), maka aku tulis saja sebagian isi sub bab-nya di blog ini. Nulisnya gak boleh banyak-banyak, nanti dikira pembajakan. InsyaAllah inti tulisannya akan terwakilkan melalui postingan ini 🙂 oh ya, sebagaimana isi bukunya, Prof.H.Naddirsyah Hosen memang menuliskan buku ini dengan gaya semi-fiksi. Pertanyaan-pertanyaan seputar kehidupan digambarkan dalam sebuah ilustrasi dan dialog orang-orang. Seperti ini….

*    *    *

Ini tentang si Ujang yang berkuliah di kampus University if Queensland, Australia.

Suatu hari ketika Ujang pergi ke supermarket di daerah St.Lucia dan memilih membeli daging sapi dan daging ayam. Sedang asyik melihat-lihat, Ujang disapa oleh seseorang brother dari Pakistan. Sajid namanya.

Assalamu’alaikum, brother. Anda sedang apa? Mengapa membeli daging di sini? Ini, kan, tidak ada cap halalnya.”

Wa’alaikumsalam,” Ujang menjawab sambil berusaha menyembunyikan kekagetannya. “Iya, saya mau membeli daging. Apa kalau tidak ada cap halalnya, berarti sudah pasti haram? Kan yang saya beli daging sapi dan ayam, bukan daging babi?”

Sambil tersenyum sinis Sajid membalas Ujang, “anda belum paham tentang aturan Islam rupanya! Beli daging halal itu di Halal Butcher, jangan di supermarket.” Sajid pun berlalu.

Karena tak enak hati, Ujang taruh kembali bungkusan daging sapi dan daging ayam. Ujang kemudian menuju bagian es krim yang nampak menggiurkan. Di saat sedang membanding-bandingkan harga, seorang kawan Indonesia menyapa, “Ya akhi, mau beli es krim, ya?” tanya Affan. Tanpa menunggu jawaban, Affan berkata lagi, “Diperiksa dulu Kang, apa ada kode E471 di es krim itu? Kalau ada, berarti es krim itu tidak halal.”

Ujang mulai garuk-garuk kepala. Jadi, belanja apa dong? Ujang sambil nyengir bilang ke Affan. “Kalau beli roti tawar, bagaimana? Mesti diperiksa juga?

Antum benar, ya akhi Ujang. Memang harus seperti itu, tidak semua roti di sini halal.”

Haddeeuh… Ujang langsung melongo. Susah bener, ya mau belanja aja. Ujang memutuskan untuk pulang dan mulai mencari informasi lebih detail soal penyembelihan, proses makanan dan seluk beluk sertifikasi halal di Australia.

Inilah hasil kajian Ujang. Pada dasarnya, sembelihan ahlulkitab menurut Al-Quran itu halal. Jadi, sembelihan mereka yang beragama Yahudi atau Nasrani boleh dikonsumsi oleh Muslim. Ini dasar hukumnya : Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (QS Al-Maidah : 5)

Persoalannya, tentu saja kita tidak pernah tahu apa agama tukang potong di rumah poting hewan (abbatoir) di Australia. Australia adalah negara multicultural, di mana orang dari semua agama termasuklah yang tidak beragama. Jadi ada kemungkinan yang menjadi tukang potong hewan itu mereka yang beragama di luar Yahudi atau Nasrani, seperti Sikh, Hindu, Buddha, atau Baha’i.

Bagaimana status hukum-nya memakan sembelihan orang selain ahlulkitab? Di dalam Shahih Bukhari diriwayatkan, “Bahwa ada sekelompok orang yang berkata kepada Nabi Muhammad Saw : ‘Sesungguhnya ada suatu jaum yang datang kepada kami dengan membawa daging, kami tidak tahu apakah disembelih atas nama Allah atau tidak’. Maka nabi Muhammad Saw menjawab : ‘Bacalah Bismillah atas sembelihan itu olehmu dan makanlah.’”

buku-Gus-Nadir

Buku yang keren itu

Jawaban Nabi itu ternyata sederhana. Dalam riwayat Imam Tirmidzi diceritakan, para sahabat membawa keju ke Nabi yang diambil dari perkampungan orang-orang Majusi. Nabi meminta pisau dan kemudian mengambil sedikit keju itu dan memakannya. Ada yang berseru, ‘Ini bukan dari binatang yang disembelih menurut aturan Islam.’ Nabi lalu mengatakan, ‘Bacalah bismillah dan makanlah.”

Lalu, bagaimana dengan pisau atau atau alat makan yang dipakai oleh non-muslim? Riwayat shahih dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dari Abu Tsa’labah Al-Khusyani radhiyallahu’anhu, bahwa ia bertanya kepada Nabi Saw, tentang hukum makan dengan menggunakan tempat makanan kaum musyrikin. Maka Nabi Saw, bersabda, “Jangan kalian gunakan untuk makan, kecuali bila tidak ada yang lain, cucilah terlebih dulu, baru gunakan untuk tempat makanan kalian.”

*   *   *

Kisah lain terjadi ketika Pak Joni yang baru datang dari Tanah Air dan ikut menginap di Australia bertanya kepada  Ujang, “Kang, bukannya kita tidak boleh memakan hewan sembelihan yang disebut selain nama Allah?”

Ujang kemudian membolak-balik kitab Bidayatul Mujyahid karya Ibn Rusyd, dan menemukan tiga pendapat soal wajib atau tidaknya bagi Muslim untuk membaca basmalah saat menyembelih. Pertama, membaca basmalah saat menyembelih merupakan kewajiban mutlak. Kalau lupa atau sengaja tidak membaca basmalah maka sembelihan itu tidak halal. Ini adalah sebuah riwayat pendapat dari Imam Malik dan sebuah riwayat pendapat dari Imam Ahmad.

Kedua, membaca basmalah itu wajib kalau dalam keadaan ingat dan menjadi gugur kewajibannya kalau lupa membacanya. Dengan kata lain, kalau tidak membaca basmalah dengan sengaja maka sembelihannya tidak halal, tetapi apabila tidak membacanya itu karena lupa, sembelihannya halal. Ini pendapat Mahzab Hanafi, Maliki dan satu riwayat dari Imam Ahmad.

Ketiga, membaca basmalah hukumnya sunnah. Kalau tidak membaca basmalah karena lupa atau sengaja, hukum sembelihannya tetap halal. Ini adalah pendapat Mazhab  Syafi’i.

Salah satu argument imam Syaf’I adalah kita tidak boleh memakan sembelihan yang disebut selain nama Allah. Misalnya menyebut tuhan berhala seperti Latta, ‘Uzza, dan Mana. Ini tidak boleh, karena seolah-olah hewan tersebut disembelih untuk dipersembahkan kepada berhala. Maka, Al-Quran datang dan melarang menyembelih dengan menyebut selain nama Allah.

Pertanyaannya, kalau tidak menyebut apa-apa bagaimana? Yang dilarang, kan, menyebut selain Allah. Kalau diam saja, tentu boleh, dong? Begitu kira-kira logika yang disampaikan Imam Syafi’i. Dalam satu hadis yang diriwayatkan Imam Baihaqi dan Imam Daruqutni bahwa ada yang bertanya pada Nabi, “Bagaimana kalau ada yang menyembelih hewan, tetapi lupa membaca basmalah?” Nabi menjawab, “Nama Allah ada pada setiap Muslim.”

*  *  *

Kembali ke kode E471 yang ada pada es krim.

E adalah singkatan dari Europe atau European Union. Sedangkan 3 angka di belakangnya adalah kode nomor jenis bahan. Adapun kode 471 adalah emulsifier yang berarti dibuat dengan dua bahan, yaitu tumbuhan dan hewan. Untuk yang dibuat dari tumbuhan insya Allah halal, tapi emulsifier E471 yang dibuat dari hewan tergantung pada hewan apa yang digunakan dan bagaimana cara penyembelihannya.

Perdebatannya adalah apakah kalau diambil dari babi sudah pasti hukumnya haram? Bagaimana kalau diambil dari dari selain babi, tapi tidak dipotong menurut cara Islam dan dipotong ahlulkitab atau selain ahlulkitab?

“Berarti E471 belum tentu haram, dong?”

“Ya belum tentu. Kalau diambil dari nabati, tentu idak ada perdebatan. Misalnya, kita tidak punya info lain apakah E471 itu dari nabati atau hewani. Bahkan, kalau dari hewani juga belum tentu otomatis langsung haram.”

Mengenai babi…

Fiqih Klasik mengenal apa yang disebut dengan istihalah, yaitu perubahan hukum suatu hal ke hal lain. Dalam kitab standar Mazhab Hanafi, Radd Al-Mukhtar ‘ala Al Durr Al Mukhtar, disebutkan contoh ekstrem dari aplikasi istihalah : ‘Bahwa menurut Ibn Abidin, kalau babi tenggelam di laut dan setelah itu tubuhnya hancur, kemudian berubah menjadi garam maka garamnya halal. Jika najis sudah menjadi abu, tidak dikatakan najis lagi. Garam (yang sudah berubah) tidak dikatakan najis lagi, walaupun sebelumnya berasal dari keledai, babi atau selainnya yang najis. Begitu pula dianggap suci jika najis jatuh ke sumur dan berubah jadi tanah.

Contoh lain prihal perubahan hukum ini ialah Khamar yang jelas haram namun jika didiamkan beberapa waktu dan berubah menjadi cuka maka berubah pula status hukumnya karena zatnya sudah berubah. Begitupun Anggur yang halal namun ketika perasannya diolah menjadi khamar maka menjadi haram.

Lantas, bagaimana soal lemak babi yang kemudian diproses menjadi gelatin? Mazhab Hanafi akan mengamplikasikan teori Istihalah dan menganggap telah menjadi perubahan dari lemak babi menjadi gelatin. Adapun Mahzab Syafi’I tetap mengharamkannya karena proses perubahan itu tidak terjadi secara alamiah melainkan melalui proses bantuan teknologi.

Yang menarik penjelasan Imam Daud Az-Zhahii seperti yang dipaparkan dalam Tafsir Al-Mawardi, yang diharamkan itu cuma daging babinya, karena secara literal Al-Quran menggunakan frasa “lahmal khinzir” (daging babi). Itu artinya, Al-Quran seolah-olah menginsyaratkan selain dagingnya babi tidak diharamkan.

Ya, memang ini pendapat kontroversial, karena menurut mayoritas ulama, disebut dagingnya saja bukan berarti selain dagingnya menjadi halal* Tetapi, paling tidak kita mencoba untuk bersikap jujur secara ilmiah, betapa ada pandangan lain soal lahmak khinzir ini.”

Jadi kesimpulannya bagaimana?”

Ujang mencoba menyimpulkan, “Jadi, kesimpulannya jangan terburu-buru kita mengatakan produk makanan itu haram, tanpa menelaah dulu perdebatan para ulama soal itu. Yang jelas-jelas disepakati keharamannya adalah daging babi (lahmal khinzir) dan yang jelas-jelas disepakati kehalalannya adalah sembelihan ahlulkitab. Di luar itu para ulama berdebat panjang lebar, seperti yang tadi didiskusikan bersama-sama.”

Paling tidak, Ujang sudah menyampaikan betapa Islam itu sebenarnya mudah, seperti yang ditunjukkan sendiri oleh cara Nabi mengatasi ketidaktahuan atau keraguan mengenai status hukumnya: baca bismillah dan makanlah.

*   *   *

????????????????????????????????????

Masjid Ammar di Hong Kong. Ada kantinnya, sayang tidak buka setiap hari.

Tips Menyiasati Konsumsi Saat Traveling di Negara Non Muslim

  1. Cari restoran yang menyediakan makanan halal. Informasi seperti ini di zaman secanggih ini tidak terlalu sulit didapatkan. Jika tidak menemukannya di internet, tanyakan kepada orang-orang yang sudah pernah menjelajahi wilayah tersebut. Di beberapa situs pariwisata bahkan ada yang merilis daftar restoran halal dengan sangat lengkap.

  2. Jika cukup sulit menemukan restoran halal coba cari ubah keyword pencarian di google menjadi “masjid di kota xyz” kenapa? Biasanya jika ada masjid maka akan ada komunitas muslim di sekitarnya dan biasanya akan ada penjual makanan halal. Seperti di Hong Kong, bahkan masjidnya memiliki kantin yang dapat didatangi oleh siapapun.

  3. Siapkan perbekalan yang cukup. Membawa mie instan seduh ataupun biskuit dapat menolong di saat “kritis” Jika tidak, belilah buah-buahan. Selain sehat, buah-buah juga mampu menganjal perut kok! 🙂

  4. Aku pribadi biasanya menyiapkan cue card yakni semacam percakapan dalam bahasa setempat yang aku cetak dan tempel di buku saku. Misalnya dulu ketika ke Bangkok, aku gunakan google translate ไม่กินหมู yang berarti “Tidak Makan Babi”. Ini sangat bermanfaat takkala bertemu dengan penjual makanan yang tidak berbahasa Inggris. Terlebih, hati-hati, babi itu banyak istilah penyebutannya. Misalnya saja bacon, ham, pork, sow, sow milk, porcine, pig dsb.

  5. Pernah baca di sebuah buku di mana penulisnya ke Korea dan berkata ke pedagang, “Saya tidak makan babi” yang dijawab, “tenang saja, ini babinya sedikit kok.” 🙂 Sadari bahwa tidak semua orang tahu bahwa kita tidak makan babi karena alasan prinsip bukan karena menghindari makan babi dalam jumlah banyak. Ini kesempatan menjadi agen muslim yang baik. Mereka tidak tahu? Jelaskan, atuh! 🙂

Catatan :

*Mengenai hal ini, aku sepakat bahwa lebih baik menghindari gelatin walau sebagian ulama menyatakan itu tidak haram.

– Terima kasih kepada Nana Dahlia yang sudah meminjamkan buku yang sangat bermanfaat ini 🙂

Penting : Aku bukanlah orang yang pengetahuan agamanya bagus dan dalam. Maksud dari postingan ini tak lebih dari usahaku untuk membagikan informasi yang menurutku sangat bagus yang aku dapat dari buku. Jika ada hal-hal yang masih diragukan, itu kembali ke masing-masing orang. Keputusan akhir tergantung dari siapa yang menjalankannya. Aku harap pembaca blog ini dapat bersikap bijak sebagaimana pendirian yang sudah diambil oleh masing-masing ulama tanpa harus menjatuhkan anggapan ulama lainnya.

116 komentar di “Ketika Harus Traveling di Negara Non Muslim : ”Hmm, Makanan Ini Halal Nggak Ya?”

    • Iya bener mas Priyo, kesimpulan yang aku tangkap sih seperti itu. Cuma memang jika ada pilihan makanan lain, tentu bisa pilih makanan lain (ayam atau ikan misalnya). Jadi memilih terbaik dari yang terbaik 😉

  1. aku juga gini sih yan biasanya kalo traveling ke LN….tapi tetep ya semua kembali ke keyakinan masing2 aja, gak perlu saling tuding atau menghujat 😀 *lanjut ngunyah samosa*

    • Pasti pernah denger selentingan ya yang bilang bahwa babi pun bisa jadi halal jika kondisinya sangat mendesak. Misalnya tidak ada makanan lain namun nyawa terancam maka bisa saja makan babi. Cuma hal ini nggak aku tuliskan di postingan karena nggak disebutkan di bukunya.

      Haha bener, bagi yang berkeyakinan dan masih saklek hanya memakan makanan halal baik bahan atau prosesnya monggo aja, cuma aku pribadi memilih lebih longgar sekarang. Yang penting jangan lupa bismillah 🙂

  2. Iya Om. Aku ke Bali aja udah binun mau makan dimana, padahal masih di Indonesia. Mana ga tau jalan. Jadilah pertamakali ke Bali malah ‘memasrahkan’ diri makan di fast food semacam Pizza Hut, KFC dll. Sambil hati dan mulut komat kamit baca Basmallah karena kita ga bisa pastiin itu halal apa ndak.

    Btw I really like this post karena sangat bermanfaat. Aku bacanya juga pelan-pelan biar paham, hehe 🙂

    • Ternyata betul 🙂 soalya sepupuku yang habis dari Bali juga bilang gitu. Dibilang sulit banget nggak juga kali ya, tapi yang jelas nggak segampang di Palembang yang ngesot dikit ketemu warung padang atau warung pempek hehehe.

      Alhamdulillah jika bermanfaat 🙂

    • Pas tahun 2009 ke Bali, aku jg mengalami kegalauan yg sama. Dr sana aku mikir: yaelah blm keluar negeri, baru keluar pulau Jawa aja udah begini perjuangan nyari halal food. Sejak saat itu aku mengubur keinginan tinggal di luar negeri. Walo pada akhirnya terdampar juga sih di Sydney 😆

      • Whahaha asik dong bisa tinggal di Sydney 🙂 bisa ditulis di blog juga tuh pengalaman pertama kali nyari makanan halal untuk sehari-hari disana 🙂

        • sudah ada beberapa yg ditulis mbak di blog ku 🙂 tpt beli daging sapi dan ayam, alhamdulillah 15 menit aja naik bus dari rumah. yg jual daging sapi malah orang Indonesia, hehehe.

    • Pulang dari India aku turun 5 kg hahaha. Kalo dari sisi ini harusnya bagus, gak butuh diet udah langsung dengan sendirinya hehehe.

      Aku belom pernah ke Bali *umpetinmuka* pinginlah kapan-kapan ke sana dan buktiin sendiri apakah bakalan susah nemuin yang halal di sana 🙂

    • Hidup ini memang nggak adil. Orang pingin kurus eh ada yang ingin ngemuk *menatapnanarkelipatanperut 😀

      Walaupun selama ini ke Singapura numpang lewat doang haha, aku tahu banyak resto halal di sana. Apalagi restoran India-nya. Di Mustafa Center misalnya, terkenal banget 🙂

      • Hahahaha bukan hidup yg ga adil tapi manusianya yg ga pernah puas Om 😀 Mustafa center yak? Ntar dicobain ah kalau ke Sing lagi 😀

  3. Aku pilih pulang ke tanah air aja deh as soon as my husband done with his study & internship in Sydney, hahaha. Lama2 capek juga tinggal di negara dimana mencari tpt sholat & makanan halal, menjadi tantangan sehari2. Alhamdulillah disana jg cuma 2 semester. Meski sebenarnya banyak loh produk2 yg sudah halal, di Aussie. Ada beberapa blog yg memberikan daftar produk halal yg puanjang & sangat bermanfaat selama setahun kami disana.

    • Kuliner Indonesia itu emang jawaraaa ya mbak 🙂

      Benar, walaupun negara non muslim, aku dengan mudah mendapatkan list restoran mana saja yang halal di Hong Kong. Walaupun yeah jauh dan mahal-mahal hehehe. Tapi paling nggak ada informasi tentang itu. Yakin, negara yang lebih maju dan aware terhadap pariwisatanya macam Oz dan negara-negara Eropa harusnya kayaknya info tentang itu akan mudah di dapat 🙂

      • krn di Oz apalagi di Sydney, komunitas Muslim cukup besar, oom 🙂 masjid pun ada yg besar, tp di suburb tertentu. pemandangan wanita berjilbab, umum ditemukan di pusat kota. klo sudah ke bagian Oz yg agak samping kiri atas, komunitas Muslim sedikit (org pake jilbab bisa diliatin). alhamdulillah aku di Sydney, hehehe.

      • Alhamdulillah setahun di Sydney, aku ga ngalamin diperlakukan gak enak krn aku org Asia atau muslimah berjilbab. Gak pernah denger jg temen2ku jd korban. Apa mgkn krn kami tinggal di suburb yg mayoritas org Asia ya? Tp aku keluyuran di city centre jg alhamdulillah baik2 aja kok 🙂 Sydney relatif aman lho. Kcuali pas ada #SydneySiege yg di Lindts Cafe, Martin Place itu.

  4. Next time kalau ke India juga info bagi traveller lain yang naik kereta India, Ambil menu vegetarian saja, karena ayamnya nggak halal. Memang, selama ini banyak teman2 yang tidak tahu. GPP, kalau tahu mending dihindari, ambil vegetarian saja, vegetarina banyak menu lentil, banyak protein juga. kalau mau makanan Halal, seperti yang Yayan jelasin. Cari makanan disekitar Masjid.

    • Mas, jadi inget obrolan sama anak CS (bule) yang nginap di rumah. Dia nanya tentang batasan halal-haram 🙂

      Aku bilang, hewan yang diharamkan itu diantaranya hewan buas, bertaring dan hidup di dua alam (ini masih diperdebatkan sih ya, macam katak, kepiting, siput).

      Trus aku bilang, kalau semua hewan laut itu halal. Pernah denger gitu (barusan sebelum aku komen ini aku googling dulu dan nemulah ini “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut.” (QS. Al Maidah: 96))

      Trus dia nanya, “bagaimana dengan hiu? dia kan berbahaya, hewan buas, lalu apa halal di makan?” dan aku gak bisa jawab dong ya >.< *ketahuan cetek banget ilmu agamaku*

      Cuma ngejawab normatif, "…. oh well, aku gak cukup ilmu soal itu, namun yang aku tahu hiu itu dapat dimakan walaupun dia buas" *cmiiw dah jadinya*

  5. Hihihi. Pas ke india dulu itu, awal2 sampe belain belinya di resto yg harganya ngorek duit bgt ma temen. Rekomendasi resto halal dari kaka2 PPI India. Itupun kita milih makan makanan non india. Eh pas lama2, malah penasaran juga kan street foodnya, tetep aja jadi melonggar. Meski yaa setelah dicoba masih enakan makanan negara sendiri menurutku, Kak, hehe

    • Aku banyak loh mencicipi masakan lokal India 🙂 karena rata-rata emang makanan vegetarian ya. Cuma di akunya yang gak kuat makan kari mulu. Di hari terakhir di India, ketika Indra sarapan masih dengan makanan lokal, aku sarapannya pake cup cake, egg roll macam makanan bule *gayaa haha, itu karena sudah gak sanggup lagi makan kari :p

      • Hihi. Masakan2 lokalnya kurang cocok di lidahku ka, banyak bgt lagi rempahnya ya mereka pake tuh. Karinya pun berasa enakan kari khas makanan aceh, emang lidah yaa masih lidah indonesia, ahaha.
        Tapi aku seneng minuman jeruk asem sepetnya ka yg dijual ma abang2 jajanan. Pas dateng pas summernya mereka dengan suhu 40 derajat ke atas. Berasa nemu oase minum jeruk pinggir jalannya. Kalo minuman jeruk mah insyaa allah ga haram lah ya :p meski jorok sih iya pas liat keringet abangnya netes2 ma kuku yg kotor :D. Tapi pas coba jus jeruk kotakan mereka malah aneh rasanya di lidahku, ahaha. Emang beda lidah bgt ini mah..

    • Haha iya, aku tahu banget dah penjual perasan air jeruk di sana 🙂 aku sempat icip tapi menurutku gak enak. kalo temenku ketagihan yang mangga, asli sedap katanya 🙂

      • Ahaha. Apa beda penjual beda rasa ya? Di lidahku masih asem2 sepet enak *trus jadi pacekcok gini wkwkwk*

        Waahh.. Aku ga sempet coba yang mangga euy, ka. Ga ngeliat apa ya. Aku penasaran pengen ke India lagi pas lagi musim dingin. Kata kaka2 di PPI lebih enak dan tentunya lebih adem, hehe..

  6. Susahnya mencari makanan halal, bukan jadi kendala buat traveling. Itu salah satu prinsip kami. Yang jelas, sebelum pergi, kami selalu membekali berbagai informasi mengenai makanan di destinasi tujuan. Kalau gak ada daging halal, masih bisa makan ikan dan makanan vegetarian. Betul juga kata Cek Yan, kami juga selalu bawa biskuit atau makanan kering sendiri buat jaga2. 🙂

    • Pas ke Hong Kong, separuh tasku isinya mie seduh sama biskuit + cokelat mbak Ira hahaha.

      Sampe-sampe si Ilham bilang, “bang suka banget makan biskuit ya?” soalnya ke mana-mana aku bawa biskuit. Tiap beberapa jam ngemil biskuit soalnya gak nemu makanan halal.

  7. Etapi ya. Di negara2 Eropa daging2 di supermarket itu ada label halalnya. Kalau di Indonesia belum semua daging sapi dsb dilabeli halal. Padahal kan kita tdk tahu siapa yang menyembelih atau apakah penyembelihannya dimulai dengan nama Allah. Kalau sdh begitu, yang harus kita lakukan adalah mengucap basmallah dan doa sebelum makan.

    • Iya, kalau mau objektif bener kata Zahra. Siapa yang dapat menjamin 100% daging yang dibeli di pasar, yang dijual pedagang memakai peci namun nyatanya si penyembelih lupa mengucapkan basmalah? 🙂 makanya balik lagi ke inti postingan ini. Ucapkan basamalah dan makanlah 🙂

  8. Kemaren aku mau komen di sini tapi error.. Sekarang balik lagi dan lupa mau komen apa 😀 😀 😀
    Tapi intinya, postingan ini keren banget, bermanfaat. Makasih, Yan..

  9. Ping balik: Dari Masjid Kapitan Keling Hingga Nasi Kandar : Penyelamat Dikala Lapar |

  10. walopun aku muslim, tp jujurnya, aku ga sampe segitunya sih mas kalo sdg traveling ke negara2 non muslim… abis gmn ya, susah juga kalo lg di eropa aku hrs saklek ama ajaran islam soal makanan..buatku sih, yg ptg makanan yg aku makan bukan porky aja.. pas di serbia dulu, kita pernah makan di restoran steak, aku dan suami jelas memesan steak sapi, tp supir yg nganterin kita selama di sana ya memesan steak daging babi. Tapi ya sudahlah… walo kmungkinan sapiku dan babinya disimpen dlm kulkas yg sama, aku tutup mata aja 🙂 selagi prinsipku bukan babi yg kumakan..

    tapi papaku amat sngt fanatik ttg begini… dia kuat bgt islamnya.. makanya honestly aku ga suka traveling dgn papa.. krn dia lbh milih bawa makanan dr rumah kyk indomie, rendang dll, drpd hrs mkn di restoran yg ga jls :D..

    • Ada banyak tipe tipe yg seperti ini , apapun dimakan yg penting ga makan babi. Itu prinsip sih , saya pun posisi di Bangkok dibenturkan dg kondisi ini dimana teman” saya berprinsip seprti itu. Tp hati saya menolak, krn sejatinya ada banyak makanan halal di Bangkok.
      Tapi kalo kasus di eropa , sepertinya saya lebih milih berlogo halal , saya ngga bisa menutup mata seperti itu .

    • Sebut aja terus, aku juga biasanya begitu, sebutin impian mau ke manaa gitu. Sebut secara spesifik, “Jadi panduan kalo kalo aku juga bisa traveling ke Perancis, Belanda atau apalah” gitu hehehe

  11. Kalo saya sendiri, untuk sehari-hari biasanya beli daging belinya di supermarket yang menyediakan halal, biasanya tiap kota ada tuh mas… ya memang harus niat banget sih. soale lumayan jauh dari rumah. 30 menit jalan kaki, kalo PP bisa 1 jam an hehehe…

    Kalo untuk sayur maupun makanan seperti roti, snack spt coklat, kacang atau cemilan lainnya biasanya belanja di supermarket deket rumah, tapi tetep liat ingredientsnya. kalo untuk pizza atau bumbu2 botolan biasanya cari yang ada tanda khusus vegetarian nya 😀

  12. Ping balik: Berjoang Demi Merasakan Sensasi Mie Ayam Roxy di Cikini |

  13. Klasik banget ya masalah ini buat kita Muslim yang jalan-jalan ke tempat di mana Muslim jadi minoritas. Reaksimu sama sewaktu makan dalam kondisi ragu. Selaper apapun makanan jadi hambar rasanya.

    BTW, waktu jalan kei Kamboja kemarin banyak restoran pasang logo halal tapi masih menyediakan bir dan wine, loh.

    • Wah makasih infonya Koh. Jadi kalo nanti ke Kamboja nggak usah khawatir-khawatir amat ya 🙂 Aku sih kalo jalan biasanya kesempatan buat diet haha. Soal restorannya mungkin buat mengakomodir turis asing yang mau pesan minuman alkohol, gakpapa, yang penting makanannya halal hehe

  14. Isshh.. pengalaman travelling baru seujung kuku. Itu ngejek atau ngeledek? Gimana guweh?? Hehe..

    Btw, nice share om. Bulan puasa kemaren selalu setia nonton acara abis sahur. Ngebahas kehidupan muslim di negara non muslim. Kebanyakan dari mereka punya masalah yang sama kyk yang om ceritain. Solusinya, mereka lebih sering belanja dan masak sendiri. Atau menunggu acara kopdar orang-orang Indonesia di kedutaan, karena biasanya masak masakan halal. Dan itung-itung penghilang rasa kangen masakan Indonesia

    • Iya, kan aku emang belum banyak jalan-jalan 🙂 di luar sana jauuuh lebih banyak yang pengalaman travelingnya berderet-deret hahaha.

      Iya, aku juga suka banget nonton acara itu. Kangen Ramadhan ya….

  15. Ping balik: Sensasi Terbang Bersama Vietnam Airlines |

  16. Yuhuuuuu Yan?

    Apa kabar?

    Maap ya, cerita kartuposnya gak berlanjut lagi. Kapan hari menelusuri email [lagi nganggur dan iseng], ketemu ama email2an kita. Wah udah lama beut, Februari tahun lalu. Ampir setahun. Hehehehehe…Maap yaaaaa.

    Meng ngemeng, urusan nyari makanan halal cukup menantang emang. Aku pernah tinggal di Shangi, jaman belum ada sosmed. Di Shanghai ada majalah buat orang asing yang terbit bulanan, gratis. Salah satu isinya, daftar restoran yang diklasifikasikan menurut jenis makanannya [dari negara mana maksudnya]. Eh ada restoran khusus muslim. Biasanya mangkal di kawasan muslim, dan gampang ditebak, banyak butcher muslimnya.

    Kalau sekarang lebih canggih lagi, ada situs zabihah.com yang memuat daftar restoran halal seluruh dunia. Ada appsnya juga.

    Kalau misalnya gak ada makanan halal gimana? Makan ikan dan sayur. Seperti di kotaku Duluth ini, gak ada butcher muslim. Kalau lagi ke kota besar, baru beli deh, biasanya nyetok buat 3 bulan bahkan lebih. Aku punya freezer gede yang kayak jualan es krim itu. Tapi sekarang dah berkurang banyak mengkonsumsi hewan ternak darat [sapi, kambing, ayam]. Gak sehat.

    Kalau belanja harian, udah jadi kebiasaan membaca labelnya. Bukan cuma babi aja lho yang dikhawatirkan, tapi bahan2 lain misalnya L-Cysteine, itu berasal dari bulu. Kalau impor dari Cina, serem, karena dibuat dari rambut manusia.
    Belum lagi kandungan bahan lain yang gak sehat, hadeuhhh mules gak sih bacanya.

    Paling aman bikin makanan sendiri. Dibilang parno, biarin aja.

    • Halo mbak Evia 😀

      Haha nggak apa-apa mbak, aku udah lupa isi emailnya apa aja. Aku sekarang udah nggak main postcard lagi hahaha, beralih ke lain hati *lirik magnet* hwhwhw.

      Wah makasih informasi tentang Zabihah.com-nya (aku langsung coba ngecek di Kamboja hehe. Kebetulan ada rencana mau ke sana).

      Tentang makanan halal ini ya begitu, agak susah namun jelas harus diperhatikan. Paling enak emang kalo ngetrip ke negara muslim atau vegetarian hehe

  17. itu bukunya Nadirsyah Hosen kan mas? saya jg udah baca, cukup memberikan pencerahan. bahasanya jg simpel. mudah2an suatu saat jg bisa jalan2 ke negeri lain. hehe 😀

  18. Menarik. Ketika awal sampai di Jepang sini, hal sama kualami. Akhirnya 2 pekan awal kulkas penuh dengan buah dan sayur-sayuran. Orang Jepang juga mayoritas bukan penganut agama ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani), jadi harus lebih hati-hati. Nah, untungnya sekarang dimana-mana menjamur “Halal Japan”, aplikasi banyak dan ada juga komunitas muslim yang punya rekomendasi tempat-tempat yang “Friendly for Muslim” alias sudah diinvestigasi tidak mengandung barang yang haram misalnya tidak menggunakan daging (termasuk babi), dan alkohol atau wine.

    Berpetualang di luar negeri membuat kita kaya akan pemahaman fiqih. Misalnya untuk wudhu dulu masih aneh dan bertanya-tanya, kok ada yang membolehkan gak harus membasahi kaki dan cukup mengusap kaos kaki, sepatu atau alas kaki yang dipakai. Disini saya lebih paham dan justru mulai menerapkan.

    Semoga ke depan, di negara kita khususnya sertifikasi halal itu lebih luas lagi penerapannya, prosedur mudah, murah. itu lebih menyelamatkan. Negara lain seperti Jepang saja sudah serius mengembangkan ini, tentunya logika mereka bisnis apalagi mendekati Olimpiade Tokyo 2020.

    Nice sharing, thank ya mas.
    Ohya, salam kenal. Blognya keren!

    • Tentang wudhu yang hanya mengusap alas kaki, apakah karena faktor cuaca mas? Mengenai harapannya tentang sertifikasi halal, semoga begitu. Sayangnya (sepertinya) di Indonesia, banyak kontroversi mengenai itu.

      Makasih udah mampir ya 🙂

  19. Gelatine ada yg halal…ga semua dari tulang babi. Yang beredar di Indonesia kebanyakan halal. Apalgi kalau di hotel besar atau resto terkenal, biasanya ada sertifikasi halal

  20. Thanks infonya gan, kadang bingung juga sih klo mau pilih makanan tp baiknya tahan lapar sedikit gapapa sih buat dapetin makanan yg bener2 halal 🙂

  21. hhmmmm memang kadang dilema yaaa.. dulu juga pernah ngalami pas ke negera tetangga lumayan deg deg an pas makan takut olahanya pakai Babi..apalagi kalo masuk restaurant yang menyajikan buffee dengan sajian daging yang berdekatan..aaiiihh…. seram. tapi memang harus hati hati yaaah Yan…. ini info bangus. akan jadi acuan next kalo ke luar negeri …ciee Ngarep.!!! hehehhehe

    • Iya bang, kalau ke resto yang emang menjual menu yang campur (misalnya jual babi juga) memang lebih baik dihindarkan. Aku ngerasain tuh saat di Bangkok, alhasil gak kemakan.

  22. Poin cari mesjid di suatu negara tsb aku praktekin pas di bangkok…. heheheh biasanya aku menyiasati bawa energen dan mie gelas plus rendang bubuk gituh dan sambal sachet. Satu lagi…biskuat.

  23. Aku hampir kurus rasonyo di thailand (padahal ngarep), cuma makan roti tawar plus juice 😂😂

    Berguna banget mas infonya

  24. Ping balik: Liburan Hemat Musim Panas di Sydney? Bisa! | Omnduut

  25. Ping balik: Sensasi Berkemah & (Pura-pura) Mendaki Gunung Phantom di Munnar, India | Omnduut

  26. Menarik bget infonya, tp mmg yaa jangankan ke negara yg non muslim bhkn ke bali aza kt hrus sgt hati2. Agak perjuangan jg seeh nyari restaurant dgn label HALAL, resto dgn menu halal seeh banyak tp bkan berarti mrk gk sedia menu non halal jg khan?? Nah ini neeh yg bkin ragu. Ms iya kt cm mampir ke resto fast food yg biasa kt makan di Jakarta. Justru klo traveling maunya bs cicipi makana khas daerah nya khan. Wktu ke singapore gk trll susah seeh dpt tmpt makan halal, krn kebanyakan penjual makanan jg org muslim malaysia atw paling gk bs ke mustafa centre. Yaa..wlpn bosen jg slma seminggu makan menu yg cm itu2 aza hehehhe… Tp gk apapa laah yaa justru disitu serunya. Salam kenal yaa ooomm nduutt, aq sering lho mampir ke blog ini. postingannya seru dan informatif… LANJUTKAN!!!! 🙂

    • Haha iya betul. Mosok udah jalan jauh ujung-ujungnya ke fast food ya. Padahal (kadang) makan makanan lokal juga lebih murah. Makasih loh udah mampir, baca, dan komen panjang kayak gini. Komen kayak gini yang bikin aku semangat untuk terus nulis 🙂

  27. kemaren ke selandia baru, cari seafood tidak gampang. padahal sudah ke supermarket besar. sy hanya nemu kerang dan udang. Pengennya sih makan ikan. Jadi pas di kota terakhir, saya bela2in cari toko daging halal yang lokasinya agak jauh dari pusat kota. Di sana sy beli daging ayam dan daging sapi, Alhmdulillah masi dapat makanan halal.

  28. Tulisan yg keren banget bang.

    Semua balik ke mahzab yg dia anut masing2, kalau Saya jika meragukan maka tinggalkan, Dan makan aja yg pasti2(seperti popmie bekal dari indo) kalau sedang di LN.

    Pengalaman di beberapa negara mayoritas non muslim(jepang, Hongkong, beberapa negara SE asia), kalau Kita riset dulu dimana restoran halal, Akan gampang kok nyarinya, istilahnya kalau buat nyari yg halal Insha Allah Akan dibantu Dan dimudahkan ketemunya.

Jika ada yang perlu ditanyakan lebih lanjut, silakan berkomentar di bawah ini.