Pelesiran

Free Walking Tour Kampong Bharu : Jelajah Perkampungan Tradisional di Jantung Kuala Lumpur

free-walking

Kalau kata Trinity, cara murah jelajah satu kota dengan panduan pemandu yang baik itu dengan mengikuti : free walking tour. Untuk mencari tahu informasi seputar itu juga mudah. Cukup ketikkan : Free walking tour in X. Nah X ini silakan diganti dengan kota yang mau kalian kunjungi. Jika kunjungan ke kota besar, biasanya dengan mudah kita akan menemukan fasilitas “gratis” ini. Sengaja aku kasih tanda petik di kata “gratis” karena umumnya peserta free walking tour biasanya akan ngasih tips ke pemandu. Itupun gak wajib.

dsc_0236

Jalanan menuju Kampong Bharu

Nah, saat pelesiran dalam rangka kegiatan #AboutKL beberapa waktu lalu, ternyata kami semua diajakin buat ikutan free walking tour ini. Berbeda dengan free walking tour di kota/negara lain yang umumnya dilakukan oleh jasa perorangan (sebagian besar dilakukan oleh mahasiswa setempat untuk cari seseran), di Kuala Lumpur, Malaysia, tur ini diselenggarakan oleh otoritas departemen pariwisata secara resmi! Jadi, terang saja, pemandu yang akan memandu pun merupakan tenaga profesional.

Yuk, Jelajah Kampong Bharu

Kampong Bharu atau Kampung Baru, sebetulnya sudah ada sejak tahun 1890. Namun, baru di tahun 1900 kampung ini dikukuhkan oleh pemerintahan Inggris sebagai pusat pemukiman pertanian Melayu di Kuala Lumpur. Masih ingat nggak drama musikal Mud KL yang pernah aku ceritakan? Bisa jadi, Mamat, salah satu tokoh yang mempresentasikan pembentukan kota Kuala Lumpur berasal dari sini hehehe.

dsc_0234

Ngeliatnya adem dan tenang gitu ya 🙂

Oh ya, untuk mengikuti free walking tour ini, pengunjung diharuskan mendaftar dulu di Kelab Sultan Sulaiman. Untuk detail pendafarannya nanti aku informasikan di akhir tulisan, ya! Yang jelas, pada saat itu, karena kami rombongan lebih dari 30 orang, kami dipecah menjadi 3 grup. Beruntung, aku ditempatkan di grup pertama yang dibimbing langsung oleh guide yang paling senior yakni bapak Aryadi Razak.

Dari brosur yang kami terima, terlihat bahwa perjalanan berdurasi sekitar 2,5 jam ini akan melewati setidaknya 10 titik pemberhentian. “Hah, ciyus itu jalannya 2,5 jam?” yup, bener banget! Makanya, disarankan untuk memakai pakaian dan alas kaki yang nyaman. Kedengarannya emang lama, tapi karena jalannya santai, jadi nggak kerasa. Gak jauh banget kok, 2,5 jam itu kan banyak berhenti-berhentinya.

dsc_0219

Nah ini dia Kelab Sultan Sulaiman itu

Kelab Sultan Sulaiman sendiri ternyata masuk dalam 10 titik tujuan free walking tour. Ternyata, gedung ini merupakan gedung bersejarah yang sudah ada sejak tahun 1901. Dulunya, gedung ini digunakan untuk berbagai macam pertemuan. Dulunya juga semua bagiannya terbuat dari kayu. Namun, sebagian bagian bangunan kini telah dipugar menggunakan batu.

dsc_0215

Pak Aryadi menjelaskan sejarah Kelab Sultan Sulaiman

Dari Kelab Sultan Sulaiman, kami berjalan bergerak ke destinasi selanjutnya. Yakni ke Master Mat’s House yang dibangun pada tahun 1921. Sekilas, rumah ini nampak sama dengan rumah-rumah panggung yang ada di Palembang. Bangunan dasarnya berpilar batu/beton, namun dindingnya terbuat dari kayu. Sekarang, rumah ini ditempati oleh generasi ketiga Haji Ahmad bin Mohamed.

dsc_0227

Master Mat’s House

Di sekitar rumah Master Mat ini, masih banyak rumah-rumah tua berbentuk serupa. Saat datang ke sana, terus terang aku jadi teringat kampung arab Al-Munawar yang ada di Palembang. 2 kawasan ini sama-sama dihuni oleh bangunan-bangunan tua. Hebatnya, dari jalan utama rumah Master Mat ini, menara kembar Petronas dengan mudah terlihat. Wow, gak nyangka, tak jauh dari pusat kota Kuala Lumpur yang modern itu masih tersimpan kawasan tua seperti ini.

Seru-seruan di Pasar Transit Raja Bot

Namanya lucu : Raja Bot. Jangan tanya artinya apa hahaha. Yang jelas, di jalan Raja Bot ini kami sempat mampir ke kawasan pasar transit di zona 1B. Di sini, pusatnya pedagang sayur dan buah. Uniknya, kami banyak bertemu dengan pedagang yang berasal dari Indonesia. Salah satunya pedagang durian Mosang King ini.

dsc_0255

2 Singgit…2 Singgit 🙂

“Saya berasal dari Sumatra Barat, bu,” ujar beliau saat ngobrol sama mbak Evi.

Baru tahulah aku, ternyata emang beneran ada durian bernama Mosang King. Kirain, durian ini hanya ada di serial Upin Upin, tanaman si Atok yang tinggal di Kampong Durian Runtuh hehehe. Beberapa teman sempat membeli durian kupas. Aku lupa harganya berapa, yang jelas nggak mahal dan emang (katanya) rasanya enak.

xdsc_0248

Si abang ini berasal dari Indonesia 🙂

Beranjak dari sana, lagi-lagi kami bertemu dengan pedagang yang berasal dari Indonesia. Namun, rata-rata mereka sudah tinggal lama di Kuala Lumpur sehingga diajakin ngomong pakai bahasa Indonesia pun sedikit kagok. Coba lihat pedagang bumbu dapur ini. Seingatku beliau berasal dari Lampung. Baguslah, jika mencari rezeki di negeri tetangga. Asalkan dokumen resmi ya abang-abang! 🙂

Serunya tur yang kami ikuti saat itu, para pemandu membeli beberapa buah-buahan serta makanan lokal. Mereka membeli rambutan dan pemandu lain membeli kerupuk lekor Trengganu. Kerupuk lekor ini rasanya sama dengan kerupuk/kemplang Palembang. Enak!

Sekilas kawasan ini mirip dengan pasar Induk Jakabaring yang ada di Palembang. Tapi keadaan di sini jauh berkali lipat lebih bersih. Padahal mereka berdagangnya ya ngegemper juga dengan terpal seadanya. Tapi semua nampak rapi. Mungkin ada standarisasi ukuran terpal jadi nggak timpang sana sini.

buah

Kalap!

Asyiknya lagi, Kampong Bharu ini juga terkenal dengan kawasan kuliner. Di Jalan Raja Muda Musa bahkan terkenal sebagai Malay Food Street. Di Jalan Raja Alang, dikenal sebagai bazar pasar malam. Rame banget yang jualan. Bahkan ada kawasan yang disebut dengan Herbal and Sundry Shop yang menjual  berbagai macam tumbuhan herbal. Nganu, di sini kami sempat ditawarin obat kuat hehehe.

Kuil Sikh Terbesar di Asia Tenggara

Masih di Jalan Raja Bot, oleh bapak Aryadi, kami diajakin untuk melihat Gurdwara Tatt Khalsa, kuil Sikh yang katanya terbesar di Asia Tenggara. Wuih, adanya di Malaysia, euy! Mesti penganut Sikh banyak tersebar di Malaysia ya. Tak heran pula ada tokoh Jarjit di serial Upin Ipin. Kami gak masuk ke dalam. Sekilas bentuknya kurang menarik. Jelas beda sekali jika dibandingkan dengan Golden Temple, kuil utama dan terbesar umat Sikh yang pernah aku datang di kota Amritsar, India sana.

dsc_0250

Gurdwara Tatt Khalsa. Nampak kecil, tapi ternyata memanjang ke belakang

Kami kembali berjalan menuju titik pemberhentian terakhir. Di tengah jalan, kami menjumpai Masjid Jamek Kampong Bharu. Masjid yang gerbangnya dihiasi ornament dan ukiran berwarna biru ini dibangun di atas lahan hibahan dari pedagang Bachik Abdullah pada tahun 1880. Namun, masjidnya sendiri pertama kali digunakan pada tahun 1920. Karena keterbatasan waktu, kami tak sempat juga mampir ke dalamnya.

dsc_0269

Pintu gerbang Masjid Jamek Kampong Bharu

Titik akhir pemberhentian free walking tour hari itu berlabuh di Rumah Limas. Saat pertama kali aku melihat di brosur ada bangunan yang dinamakan rumah Limas, aku kaget, soalnya namanya kok ya sama dengan rumah Limas khas Palembang. “Untung”nya, ternyata bangunan fisik keduanya bisa dibilang berbeda. Rumah Limas khas Malaysia ini tak ubahnya rumah panggung Master Mat yang sebelumnya kami datangi. Hanya saja rumah Limas ini jauh lebih bagus dan untuk bangunan yang telah dibangun sejak tahun 1949, bangunan ini masih nampak gagah.

Coba lihat, kegagahannya bahkan jauh lebih mempesona ketimbang gedung-gedung modern yang ada di belakangnya. Tuh, nggak kerasa, tahu-tahu free walking tour berdurasi 2,5 jam usai sudah. Aku beruntung sekali dapat blusukan ke kampung-kampung berada masih di tengah jantung kota Kuala Lumpur.

Nah, kamu mau coba juga pengalaman free walking tour Kampung Bharu ini? Jom simak!

xdsc_0240

Oh ya, terima kasih kepada Gaya Travel Magazine, Tourism Malaysia Kuala Lumpur  dan Ministry of Tourism and Culture Malaysia (MOTAC) atas perjalanan Eat Travel Write yang menyenangkan 🙂 ditunggu kesempatan untuk mengeksplor Malaysia selanjutnya ^_^

Iklan

61 komentar di “Free Walking Tour Kampong Bharu : Jelajah Perkampungan Tradisional di Jantung Kuala Lumpur

  1. Yan, obat kuat yang ditawrin si Abang, asalnya juga dari Sumatera Barat lho. Jangan-jangan orang Padang di sana diam-diam juga expor herbal hehehehe…

    Ih baca ini kenangan manis di sini jadi segar lagi, Yan …

  2. Jadi ceritanya adalah mblusuk ke pasar gitu, klo temanya pasar begitu mungkin aku skip ikutan free tour itu. Soalnya pasarnya nggak jauh beda dengan di sini haha. Kecuali pasar di India atau pasar ikan di Jepang ehehe. Dua singgit dua singgit.

    • Pasar salah satu bagian aja Lid. Sisanya ke rumah-rumah tradisional gitu. Sayangnya gak bisa dimasukin kayak di Kampung Arab. Kalo bisa masuk pasti lebih seru.

  3. ini jalur nongkrong kita tiap weekend 🙂
    mulai dari belanja murah di pasar Chow Kit situ sampai perbaikan gizi warung Padang

    Memang bagus Kampung Baru ini, bener-bener bisa bertahan di tengah kota

  4. Waaa aku ntr kalo ke sana mau ikutan walking tour gini aaah.. 😀 Lebih seru kyaknya.. Enak jg pakai guide jd lbh tau sejarah2nya ya om.. Itu yg rumah limas diantara bangunan modern tp malah keliatan keren bener yaa..

  5. Ya di Pasar Chow Kit itu banyak banget orang Padang nya. Aku wawancara dengan seorang ibu penjual nasi padang di sana. Terus mas yang jual herbal mengatakan herbalnya didatangkan dari Sumatera Barat. Jangan-jangan orang Padang selain Merantau juga export barang-barang ke Malaysia 🙂

  6. pernah makan di daerah sini, banyak ragam kuliner disana
    berhubung dulu kesananya malam jadi kurang tahu kegiatan di siang harinya

  7. Asyik lah bisa keliling pasar eh, kampung gitu. Tapi beneran kan gratis ya? Boleh dicoba ntar Kalo jadi balik ke KL. Aku kemarin malah nyarik pasar nggak Nemu. Yang ada pasar wisata#eh,

  8. iiihhh, baca ini jd kangen juga ama KL.. udh kyk rumah kedua itu :D.. dipikir2 aku udh lama ga kesana.. Biasanya dulu msh rutin balik mas, ketemuan ama temen2 kuliah… pgn jg ih sesekali nyobain free walking tour gini 🙂

Tinggalkan Balasan ke omnduut Batalkan balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s