
Kalau kata Trinity, cara murah jelajah satu kota dengan panduan pemandu yang baik itu dengan mengikuti : free walking tour. Untuk mencari tahu informasi seputar itu juga mudah. Cukup ketikkan : Free walking tour in X. Nah X ini silakan diganti dengan kota yang mau kalian kunjungi. Jika kunjungan ke kota besar, biasanya dengan mudah kita akan menemukan fasilitas “gratis” ini. Sengaja aku kasih tanda petik di kata “gratis” karena umumnya peserta free walking tour biasanya akan ngasih tips ke pemandu. Itupun gak wajib.

Jalanan menuju Kampong Bharu
Nah, saat pelesiran dalam rangka kegiatan #AboutKL beberapa waktu lalu, ternyata kami semua diajakin buat ikutan free walking tour ini. Berbeda dengan free walking tour di kota/negara lain yang umumnya dilakukan oleh jasa perorangan (sebagian besar dilakukan oleh mahasiswa setempat untuk cari seseran), di Kuala Lumpur, Malaysia, tur ini diselenggarakan oleh otoritas departemen pariwisata secara resmi! Jadi, terang saja, pemandu yang akan memandu pun merupakan tenaga profesional.
Yuk, Jelajah Kampong Bharu
Kampong Bharu atau Kampung Baru, sebetulnya sudah ada sejak tahun 1890. Namun, baru di tahun 1900 kampung ini dikukuhkan oleh pemerintahan Inggris sebagai pusat pemukiman pertanian Melayu di Kuala Lumpur. Masih ingat nggak drama musikal Mud KL yang pernah aku ceritakan? Bisa jadi, Mamat, salah satu tokoh yang mempresentasikan pembentukan kota Kuala Lumpur berasal dari sini hehehe.

Ngeliatnya adem dan tenang gitu ya 🙂
Oh ya, untuk mengikuti free walking tour ini, pengunjung diharuskan mendaftar dulu di Kelab Sultan Sulaiman. Untuk detail pendafarannya nanti aku informasikan di akhir tulisan, ya! Yang jelas, pada saat itu, karena kami rombongan lebih dari 30 orang, kami dipecah menjadi 3 grup. Beruntung, aku ditempatkan di grup pertama yang dibimbing langsung oleh guide yang paling senior yakni bapak Aryadi Razak.
Dari brosur yang kami terima, terlihat bahwa perjalanan berdurasi sekitar 2,5 jam ini akan melewati setidaknya 10 titik pemberhentian. “Hah, ciyus itu jalannya 2,5 jam?” yup, bener banget! Makanya, disarankan untuk memakai pakaian dan alas kaki yang nyaman. Kedengarannya emang lama, tapi karena jalannya santai, jadi nggak kerasa. Gak jauh banget kok, 2,5 jam itu kan banyak berhenti-berhentinya.

Nah ini dia Kelab Sultan Sulaiman itu
Kelab Sultan Sulaiman sendiri ternyata masuk dalam 10 titik tujuan free walking tour. Ternyata, gedung ini merupakan gedung bersejarah yang sudah ada sejak tahun 1901. Dulunya, gedung ini digunakan untuk berbagai macam pertemuan. Dulunya juga semua bagiannya terbuat dari kayu. Namun, sebagian bagian bangunan kini telah dipugar menggunakan batu.

Pak Aryadi menjelaskan sejarah Kelab Sultan Sulaiman
Dari Kelab Sultan Sulaiman, kami berjalan bergerak ke destinasi selanjutnya. Yakni ke Master Mat’s House yang dibangun pada tahun 1921. Sekilas, rumah ini nampak sama dengan rumah-rumah panggung yang ada di Palembang. Bangunan dasarnya berpilar batu/beton, namun dindingnya terbuat dari kayu. Sekarang, rumah ini ditempati oleh generasi ketiga Haji Ahmad bin Mohamed.

Master Mat’s House
Di sekitar rumah Master Mat ini, masih banyak rumah-rumah tua berbentuk serupa. Saat datang ke sana, terus terang aku jadi teringat kampung arab Al-Munawar yang ada di Palembang. 2 kawasan ini sama-sama dihuni oleh bangunan-bangunan tua. Hebatnya, dari jalan utama rumah Master Mat ini, menara kembar Petronas dengan mudah terlihat. Wow, gak nyangka, tak jauh dari pusat kota Kuala Lumpur yang modern itu masih tersimpan kawasan tua seperti ini.
Seru-seruan di Pasar Transit Raja Bot
Namanya lucu : Raja Bot. Jangan tanya artinya apa hahaha. Yang jelas, di jalan Raja Bot ini kami sempat mampir ke kawasan pasar transit di zona 1B. Di sini, pusatnya pedagang sayur dan buah. Uniknya, kami banyak bertemu dengan pedagang yang berasal dari Indonesia. Salah satunya pedagang durian Mosang King ini.

2 Singgit…2 Singgit 🙂
“Saya berasal dari Sumatra Barat, bu,” ujar beliau saat ngobrol sama mbak Evi.
Baru tahulah aku, ternyata emang beneran ada durian bernama Mosang King. Kirain, durian ini hanya ada di serial Upin Upin, tanaman si Atok yang tinggal di Kampong Durian Runtuh hehehe. Beberapa teman sempat membeli durian kupas. Aku lupa harganya berapa, yang jelas nggak mahal dan emang (katanya) rasanya enak.

Si abang ini berasal dari Indonesia 🙂
Beranjak dari sana, lagi-lagi kami bertemu dengan pedagang yang berasal dari Indonesia. Namun, rata-rata mereka sudah tinggal lama di Kuala Lumpur sehingga diajakin ngomong pakai bahasa Indonesia pun sedikit kagok. Coba lihat pedagang bumbu dapur ini. Seingatku beliau berasal dari Lampung. Baguslah, jika mencari rezeki di negeri tetangga. Asalkan dokumen resmi ya abang-abang! 🙂
Penjual ikan asin
Jalan Raja Bot
Pasar transit
Serunya tur yang kami ikuti saat itu, para pemandu membeli beberapa buah-buahan serta makanan lokal. Mereka membeli rambutan dan pemandu lain membeli kerupuk lekor Trengganu. Kerupuk lekor ini rasanya sama dengan kerupuk/kemplang Palembang. Enak!
Sekilas kawasan ini mirip dengan pasar Induk Jakabaring yang ada di Palembang. Tapi keadaan di sini jauh berkali lipat lebih bersih. Padahal mereka berdagangnya ya ngegemper juga dengan terpal seadanya. Tapi semua nampak rapi. Mungkin ada standarisasi ukuran terpal jadi nggak timpang sana sini.

Kalap!
Asyiknya lagi, Kampong Bharu ini juga terkenal dengan kawasan kuliner. Di Jalan Raja Muda Musa bahkan terkenal sebagai Malay Food Street. Di Jalan Raja Alang, dikenal sebagai bazar pasar malam. Rame banget yang jualan. Bahkan ada kawasan yang disebut dengan Herbal and Sundry Shop yang menjual berbagai macam tumbuhan herbal. Nganu, di sini kami sempat ditawarin obat kuat hehehe.
Kuil Sikh Terbesar di Asia Tenggara
Masih di Jalan Raja Bot, oleh bapak Aryadi, kami diajakin untuk melihat Gurdwara Tatt Khalsa, kuil Sikh yang katanya terbesar di Asia Tenggara. Wuih, adanya di Malaysia, euy! Mesti penganut Sikh banyak tersebar di Malaysia ya. Tak heran pula ada tokoh Jarjit di serial Upin Ipin. Kami gak masuk ke dalam. Sekilas bentuknya kurang menarik. Jelas beda sekali jika dibandingkan dengan Golden Temple, kuil utama dan terbesar umat Sikh yang pernah aku datang di kota Amritsar, India sana.

Gurdwara Tatt Khalsa. Nampak kecil, tapi ternyata memanjang ke belakang
Kami kembali berjalan menuju titik pemberhentian terakhir. Di tengah jalan, kami menjumpai Masjid Jamek Kampong Bharu. Masjid yang gerbangnya dihiasi ornament dan ukiran berwarna biru ini dibangun di atas lahan hibahan dari pedagang Bachik Abdullah pada tahun 1880. Namun, masjidnya sendiri pertama kali digunakan pada tahun 1920. Karena keterbatasan waktu, kami tak sempat juga mampir ke dalamnya.

Pintu gerbang Masjid Jamek Kampong Bharu
Titik akhir pemberhentian free walking tour hari itu berlabuh di Rumah Limas. Saat pertama kali aku melihat di brosur ada bangunan yang dinamakan rumah Limas, aku kaget, soalnya namanya kok ya sama dengan rumah Limas khas Palembang. “Untung”nya, ternyata bangunan fisik keduanya bisa dibilang berbeda. Rumah Limas khas Malaysia ini tak ubahnya rumah panggung Master Mat yang sebelumnya kami datangi. Hanya saja rumah Limas ini jauh lebih bagus dan untuk bangunan yang telah dibangun sejak tahun 1949, bangunan ini masih nampak gagah.
Coba lihat, kegagahannya bahkan jauh lebih mempesona ketimbang gedung-gedung modern yang ada di belakangnya. Tuh, nggak kerasa, tahu-tahu free walking tour berdurasi 2,5 jam usai sudah. Aku beruntung sekali dapat blusukan ke kampung-kampung berada masih di tengah jantung kota Kuala Lumpur.
Nah, kamu mau coba juga pengalaman free walking tour Kampung Bharu ini? Jom simak!

Oh ya, terima kasih kepada Gaya Travel Magazine, Tourism Malaysia Kuala Lumpur dan Ministry of Tourism and Culture Malaysia (MOTAC) atas perjalanan Eat Travel Write yang menyenangkan 🙂 ditunggu kesempatan untuk mengeksplor Malaysia selanjutnya ^_^
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Terkait
Yan, obat kuat yang ditawrin si Abang, asalnya juga dari Sumatera Barat lho. Jangan-jangan orang Padang di sana diam-diam juga expor herbal hehehehe…
Ih baca ini kenangan manis di sini jadi segar lagi, Yan …
Hahaha iya mbak. Nah baru tahu dari Padang juga 😀
Aduhhh itu manggis, duku, rambutan, tolong dihempaskan dong ke sini😂
Hempas manjaaah! hahaha
Asyik banget turnya. Aku tiga kali ke KL rasanya belum pernah jalan2 hikmat. Cuma mampir sana sini dan bentar2…
Aku sendiri kagum, ternyata banyak tempat yang dapat dijelajahi di KL 🙂
Aku sering ke Malay ya nganter orang bolak balik ke tempat yang sama, hihihi.
Pasti sambil kulineran di sana ya mbak 🙂
kuliner fav : nestle green tea ice cream yang gak ada di siniiiii
Wah ikiii, mesti coba 😀
Jadi ceritanya adalah mblusuk ke pasar gitu, klo temanya pasar begitu mungkin aku skip ikutan free tour itu. Soalnya pasarnya nggak jauh beda dengan di sini haha. Kecuali pasar di India atau pasar ikan di Jepang ehehe. Dua singgit dua singgit.
Pasar salah satu bagian aja Lid. Sisanya ke rumah-rumah tradisional gitu. Sayangnya gak bisa dimasukin kayak di Kampung Arab. Kalo bisa masuk pasti lebih seru.
Master Mat’s House mirip di kampung ku om
Ya mirip juga dengan rumah tradisional di sini Win 🙂
Wah aku plg demen nih free walking tour! Baru tau kalo di KL ada 🙂
Mas Timo udah cobain yang di negara mana?
ini jalur nongkrong kita tiap weekend 🙂
mulai dari belanja murah di pasar Chow Kit situ sampai perbaikan gizi warung Padang
Memang bagus Kampung Baru ini, bener-bener bisa bertahan di tengah kota
Kemarin itu sempat makan di semacam warung besar gitu, lauknya pilih sendiri, nasinya ambil sendiri, ntar tinggal dihitung sama kasirnya. Menarik 🙂
diduga ini warung Ros, sebrangnya Garuda Baru ya, ini murah-meriah, RM 8-9 udah makan pakai lauk 2 ama es teh hehe
Lupa nama warungnya apa. Betul, sekitar segitu harganya 🙂
suasana disana memang tidak jauh beda dengan di INdonesia , apalagi wilayah melayu ya omdut..saya suka nih liat bangunan yg penuh sejarah gitu
Iya, kayak bukan di luar negeri hahaha. Kecuali di bagian jalannya yang rapi dan bersih 🙂
Kpn indonezia lapi nan belsih
Di beberapa daerah udah mulai berbenah. Perlahan. Mudah2an ini “mewabah” 🙂
Nice tips omduut. Bisa nih kalo ke KL nanti ngikutin cara omduut
Sama-sama mbak Liza 😉
Waaa aku ntr kalo ke sana mau ikutan walking tour gini aaah.. 😀 Lebih seru kyaknya.. Enak jg pakai guide jd lbh tau sejarah2nya ya om.. Itu yg rumah limas diantara bangunan modern tp malah keliatan keren bener yaa..
Betul betul 🙂 sambil jalan diajakin icip kuliner/buah lokal 😀
berasa ga di luar negeri ya…hihii
Hahahaha bener banget 🙂
Kerupuk Kemplang itu mungkin sama dengan Amplang ya, kalau di Kalimantan Timur, hehehe. Bikinnya dari ikan semacam Tenggiri, gitu.
Ya betul sama 🙂 juga, pempek, jika di Kalimantan jadinya kerupuk basah. Minus cuko (kuah pempeknya) aja 🙂
Ya di Pasar Chow Kit itu banyak banget orang Padang nya. Aku wawancara dengan seorang ibu penjual nasi padang di sana. Terus mas yang jual herbal mengatakan herbalnya didatangkan dari Sumatera Barat. Jangan-jangan orang Padang selain Merantau juga export barang-barang ke Malaysia 🙂
Bisa jadi haha. Hebat tapi emang orang Sumatra Barat, daya jelajah dan rantaunya warbiyasak.
Mau ikutan ke sini, deh bang… Moga2 suatu saat bisa plesir dgn cara asoy geboy begindang
Haha amiiin. Sambil kulineran di sekitar pasar 🙂
Master Mat’s House itu beneran mirip sama rumah-rumah panggung di Palembang. Umurnya sudah mau 100 abad. keren juga.
Iya bener 🙂 pernah ke Palembang, mas?
pernah makan di daerah sini, banyak ragam kuliner disana
berhubung dulu kesananya malam jadi kurang tahu kegiatan di siang harinya
Kalo siang/sore rame karena pasar 🙂
Wah orang Indonesia buka lapak juga ya mas. Asyik amat sih mas jalan” ke Luar Negri terus
Haha iya, mereka berjualan di sana. Hayo Fajrin next ikutan ke Malaysia 🙂
Amin, mudah”an y mas bisa ikutan ngetrip ke Malaysia..
Amin 😉
Ah sepertinya tips dari omndut untuk cobain free walking tour gini perlu dicoba untuk trip selanjutnya 🙂
Jadi bisa lebih tahu soal tempat wisata itu ya dari sisi outsider orang lokal 😉
Dee – http://heydeerahma.com
Iya betul 🙂 apalagi dengan walking tour ini kita dituntut untuk berinteraksi dengan masyarakat setempat 🙂
Asyik lah bisa keliling pasar eh, kampung gitu. Tapi beneran kan gratis ya? Boleh dicoba ntar Kalo jadi balik ke KL. Aku kemarin malah nyarik pasar nggak Nemu. Yang ada pasar wisata#eh,
Yup beneran gratis 🙂 semoga nanti bisa ikutan ya 🙂
Aku baru tau lho soal free walking tour ini, kapan-kapan kalau jalan ke mana bakalan cari-cari ah.
Iya mbak. Coba ntar kalo balik ke NYC cobain ini 😀 siapa tahu diajakin ke tempat-tempat unik.
Iyaaa. Will dooo
Wih baru tau kalau ada free walking tour gitu. Jadi bisa explore sudut kota yang mungkin juga menarik dan antimainstream hahaha.
Iya, lokasinya pasti bukan yang sering dilewati 🙂
iiihhh, baca ini jd kangen juga ama KL.. udh kyk rumah kedua itu :D.. dipikir2 aku udh lama ga kesana.. Biasanya dulu msh rutin balik mas, ketemuan ama temen2 kuliah… pgn jg ih sesekali nyobain free walking tour gini 🙂
Wah banyak temen kuliah ya? seru banget, bisa mampir kapanpun 🙂
buah tropisnya bikin aku ngiler tu omdut.. ada cempedak pulaa lagii Lope lope banget deh
Aku juga suka cempedak mbak. Harumnya itu enak banget 🙂
Pemandangan yg sungguh mempesona !
Terima kasih 🙂
Seru sekali (tes komen) 😀
Tes komen berhasil 🙂