Pelesiran

Terkesima di Balaputra Dewa : Museum Uang Rp.10.000!

Balayuda

.

“Lim, kita mau ke mana lagi nih?”

Tanyaku ke Halim pasca mengunjungi Bait Al-Akbar, galeri Al-Quran ukir terbesar di dunia.

“Enaknya ke mana lagi ya Yan?”

“Ke museum Balaputra Dewa, mau?”

“Ya boleh, deh!”

Halim si Jejak-bocahilang.com berada di Palembang pasca mengikuti Festival Teluk Semaka di Lampung. Sebelum pulang ke Jakarta, Halim memutuskan untuk singgah beberapa hari di bumi Sriwijaya. Nah, kebetulan aku ada waktu, jadilah aku ajakin Halim untuk mendatangi beberapa objek wisata yang ada di Palembang terutama yang letaknya cukup jauh dan susah diakses tanpa membawa kendaraan pribadi. Selebihnya sih karena aku harus jaga toko, Halim ya jalan sendiri.

Tenang Yan, aku bisa kok jalan sendiri,” ujar Halim menenangkan.

Okelah kalo begitu. Aku sedikit khawatir, aku takut Halim diciduk seorang guru TK dan dikira sebagai siswa yang tersesat hahaha.

DSC_0692

Bagian depan museum Balaputra Dewa

Museum Balaputra Dewa atau Museum Negeri Provinsi Sumatra Selatan yang sekaligus menjadi kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tingkat Provinsi ini merupakan museum yang pertama kali diresmikan tanggal 5 November 1984 dan mengambil nama Balaputra Dewa yang merupakan nama seorang raja yang membawa kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya.

Ada 10 klasifikasi jenis koleksi yang tersimpan di museum ini. Yakni Geologika, Biologika, Etnografika, Arkeologika, Historika, Numismatika, Filologika, Keramologika, Seni Rupa dan Teknologi Modern. Wow banyak ya? Terus terang tidak semua istilah itu aku ketahui artinya. Makanya, salut banget sama orang-orang yang mendedikasikan hidupnya terhadap museum. Apalagi orang-orang yang mendalami ilmu khusus mengenai ke-10 klasifikasi itu. Jelas itu bukan hal yang mudah.

DSC_0650

Salah satu koleksi museum

Begitu masuk ke museum, kami disapa oleh petugas jaga. Kami diminta untuk membayar tiket masuk. Murah, hanya Rp.2.000 saja sebagaimana harga tiket masuk museum kebanyakan. Herannya, murah gini kok ya tetap saja orang jarang bertandang ke museum, ya?

Aku dan Halim disambut oleh diorama berukuran besar. Di atasnya terdapat ukiran khas seperti yang sering kali ada di lemari ukir khas Palembang. Yang paling menonjol tentu saja warna kuning keemasannya serta corak bunga berukuran besar. Di samping kiri dan kanan terdapat pintu menuju ke dalam. Terserah mau pilih pintu yang mana, sama saja.

DSC_0688

Ukirannya cakep ya!

Di sisi kanan-kiri jalan terdapat ruang bersekat dengan pegawai berseragam. Seperti yang kuinformasikan di awal bahwa Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatra Selatan juga berkantor di lokasi yang sama. Di tengah-tengah perkantoran ini terdapat kolam ikan berukuran sedang yang dihiasi dengan beberapa patung di tengahnya. Tenang, itu patungnya replika sehingga tidak usah khawatir rusak atau dicuri orang.

DSC_0686

Kolam di tengah gedung

Kunjungan Ratu Beatrix & Pangeran Claus

Museum Balaputra Dewa ini memiliki koleksi unggulan diantara lain Koleksi Batu Gajah, Emas Swarna Patra, Archa Budhha Perunggu dan Songket Pinggir Pangkeng. Bisa jadi, dikarenakan keberadaan koleksi inilah sehingga pada saat Ratu Beatrix dan suaminya Pangeran Claus berkunjung ke Indonesia (Palembang termasuk yang didatangi) pada tanggal 29 Agustus 1995, mereka menyempatkan untuk mendatangi museum ini.

DSC_0652

Kerangka manusia

Sebagaimana pembagian klasifikasi koleksi, museum ini juga memiliki beberapa bagian. Oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, gedung itu dibagi menjadi Gedung Pameran Tetap, Gedung pameran Temporer, Taman Megalith, Bangsal Arca dan Rumah Limas. Gedung-gedung inilah yang aku dan Halim jajaki satu persatu.

DSC_0654

Bangsal Arca

“Hmm, agak panas ya Lim?”

“Iya AC-nya mati ya.”

Walaupun udara ruangan tidak begitu sejuk, namun aku dan Halim tetap asyik memandangi satu persatu koleksi yang dipajang. Mengenai pendingin udara, ya dapat dimaklumi tentu saja. Dengan jumlah kunjungan yang sedikit, tentu saja membiarkan pendingin udara menyala sepanjang hari merupakan keborosan. Yang pasti, jika museum ini didatangi rombongan dalam jumlah banyak, AC tersebut dapat menunjang faktor kenyamanan para pecinta museum.

Hubungan Erat Palembang dan Malaka

Tepat di bundaran Stadion Jakabaring Palembang, terdapat sebuah tugu besar, indah dan artistik yang oleh pemerintah dinamakan tugu Parameswara. Aku sama sekali tidak tahu apa atau siapa itu Parameswara. Hal ini baru aku ketahui saat aku dan Halim memasuki sebuah ruangan bernama “Malaka Historical Gallery”

“Hah, ada galeri Malaka di museum Balaputra Dewa. Kenapa?” pertanyaan itu bergelayut di benakku.

DSC_0635

Galeri Malaka

Aku sudah 2 kali mengunjungi Malaka. Dan aku suka sekali kota kecil yang tenang itu. Namun, aku tidak tahu jika kota itu berhubungan erat dengan Palembang. Ternyata semua itu berhubungan dengan Parameswara atau Iskandar Syah (1403-1424).

Parameswara adalah seorang anak raja dari Palembang yang ketika tanah jajahan jatuh ke Majapahit dan terlibat peperangan pada akhir abad ke-14, beliau pergi dan mencari perlindungan ke Siam (Thailand) hingga pada akhirnya Parameswara membuka sebuah wilayah yang kini kita kenal dengan Malaka. Sejarah Melayu menyatakan bahwa Parameswara memeluk Islam melalui seorang ulama dari Jeddah pada tahun 1414 dan sejak itulah namanya berganti menjadi Iskandar Syah.

Luar biasa ya benang merah sejarah masa lalu.

Rumah Limas di Uang Rp.10.000 

Naaah, ini dia bagian yang paling menarik dari museum Balaputra Dewa ini. Yakni keberadaan Rumah Tradisional Limas atau yang dikenal dengan rumah BARI yang terlihat pada bagian belakang uang Rp.10.000. Sebagai informasi, bagian depan uang Rp.10.000 itu merupakan sosok Sultan Mahmud Badaruddin II yang juga namanya digunakan sebagai nama bandara di kota Palembang.

DSC_0661

Rumah Limas yang berdiri kokoh di halaman belakang museum Balaputra Dewa ini dibangun pada tahun 1830 dan pada awalnya merupakan milik Pangeran Syarif Abdurrahman Al-Habsyi. Setelah beberapa kali ganti kepemilikan, pada tahun 1930 rumah ini dibeli oleh Gemeentebestuur Van Palembang dan diletakkan di Jalan Rumah Bari Palembang. Pada tahun 1985, rumah ini dibongkar-pasang dan diletakkan di bagian belakang museum hingga sekarang.

“Yan kita bisa masuk nggak, sih?”

“Wah aku nggak tahu Lim.”

DSC_0674

Bagian teras rumah limas. Ada sekat yang dapat dibuka-tutup

Terus terang, itu kali pertama aku datang ke museum. Dulu pernah datang ke sana namun hanya untuk berkemah karena di halaman belakang museum ini juga terdapat areal perkemahan. Dari jauh kami melihat ada beberapa orang yang sepertinya petugas Dinas Kebudayaan & Pariwisata tengah melakukan peninjauan. Kami memberanikan diri dan meminta izin untuk masuk ke dalam.

“Oh boleh-boleh silakan, mumpung dibuka,” sahut salah seorang petugas.

DSC_0684

Perabotan khas Palembang

Wow! Sungguh kesempatan yang sangat langka! Bergegas kami melepas alas kaki dan menaiki tangga kayu dan merangsak ke dalam. Dan… ini dia isi rumah Limas tersebut!

DSC_0671

Apik tenan!

Bagi yang sudah berkunjung ke museum Sultan Mahmud Badaruddin II yang berada di tepian sungai Musi, tentu tidak akan aneh dengan koleksi benda-benda berukiran yang ada di sana. Nah, hal yang sama juga terdapat di dalam rumah Limas ini. Namun, jumlahnya jauuuuh lebih banyak dan koleksinya lebih lengkap!

Masuk ke dalam rumah Limas ini, seolah-olah kita diajak untuk menapaki kehidupan masyarakat Palembang di zaman lampau melalui mesin waktu. Senengnya lagi, semua koleksi yang ada di museum ini masih terawat dengan baik. Hanya di rumah belakang aja yang nampak sedikit berdebu, namun masih cukup nyaman untuk dijelajahi.

DSC_0668

Jalan penghubung antara rumah depan dan belakang

“Halo mas dari mana ini?”

Sapa rama seorang ibu muda beserta rekan kerjanya.

“Saya dari Palembang, Bu, dan ini teman saya Halim dari Solo,” jawabku sambil berjabat tangan.

DSC_0682

Halim & Ibu Diah nampak asyik mengobrol

Ternyata yang menyapa kami adalah Ibu Diah, salah satu petinggi di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata khususnya yang menangani museum. Bu Diah lantas mengajak kami berbincang. Beberapa informasi seputar museum Balaputra Dewa dan sejarah Sumatra Selatan dapat dijelaskan dengan rinci dibantu sama rekan kerjanya.

“Wah kalian blogger, ya? Saya senang sekali dengan kedatangan kalian, dan saya sadar blogger kini berperan besar dalam bidang pariwisata.”

Wah, luar biasa ya apresiasi Ibu Diah terhadap blogger. Terus terang, tidak semua orang berpandangan seperti itu. Ingat kunjunganku di candi Muaro Jambi yang hampir tidak diizinkan masuk hanya karena aku blogger. Di museum Balaputra Dewa, aku merasa kedatangan kami berdua sangat dihargai

“Kapan-kapan Palembang juga mengundang blogger dari luar ya, Bu jika ada acara,” pintaku ke beliau. Setahuku Palembang memang belum menyentuh blogger dalam mempromosikan pariwisata. Bandingkan dengan Lampung yang setingkat kabupaten saja sudah aware dengan keberadaan para blogger.

Obrolan terus berlanjut mengenai banyak hal. Menyenangkan dan beruntung sekali dapat bertemu langsung dengan salah satu petinggi di dinas Pariwisata. Semoga makin banyak orang yang mencintai museum, datang dan berkunjung ke museum serta mempromosikan museum.

Di lain sisi, harapan agar Dinas  Kebudayaan dan Pariwisata Sumatra Selatan dapat mengundang blogger dapat terealisasikan. Betapa, peranserta blogger dewasa ini tidak dapat dipandang sebelah mata. Sumatra Selatan khususnya Palembang diharapkan makin terdengar gaungnya dalam kancah dunia pariwisata melalui para blogger tersebut. Semoga ya!

  • Museum Negeri Sumatra Selatan | Museum Balaputra Dewa
  • Jl. Srijaya I No.288 Km.5,5 Palembang
  • Telp : 0711-412636
  • Jam buka : Selasa sd Jumat Pkl 08:30-15:30, Sabtu & Minggu (08:30-14:00)
  • Senin dan libur nasional tutup, namun dapat diberikan izin khusus
  • Harga Tiket : Rp.2000 (dewasa), Rp.1000 (anak-anak)
Iklan

43 komentar di “Terkesima di Balaputra Dewa : Museum Uang Rp.10.000!

  1. Ternyata Palembang punya museum se keren ini. Duh aku tahunya Pulau Kemaro waktu ke sana. Kurang piknik ya kayak gini, banyak gak tahunya ya Mas Yan..

  2. Museumnya baguuuuus.. Masak iya sepi? Sayang yaaa 😦

    Padahal kan ketjeh ituu.. Fotoable banget buat dipamerin di IG.. hahaha…

    Aku trakhir ke museum taun lalu, di museum angkut di batu, yg mahalnya naudzubillah! Ya kale tempt wisata *ditoyor*

    • Manaaa mana link museum Angkutnya.
      Iya, sepi pengunjung. Kalau lihat buku tamu sih, beberapa malah warga asing yang datang 🙂 dan iyesh, Instagramable banget hehehe

  3. aku sempat mampir ke sini tapi sudah tutup, jadi sempat keliling luarnya rumah limas saja. seneng banget bareng duit 10 ribu ituu..
    (terus belum ditulis di blog juga – blum sempaatt..)

  4. dua kali kesini, pertama habis lulus kuliah, kedua sama teman dari palembang (belum kenal sama omnduut), rumah di belakang emang keren… kata bapak2 penjaga, helmy yahya dulu berminat mau beli rumah itu seharga sekian M 🙂

  5. Bisa masuk ke dalam Rumah Limasan di Museum Baladewa ini sungguh bikin hati tambah senang. Wow, wow dan woww pas lihat di dalamnya. Jangan ngaku udah ke Palembang kalo belum lihat Rumah Limasan Museum Balaputra Dewa 😀
    Eh iyaa ya untung pas jalan sendirian di Ampera nggak diciduk satpol pp karena dikira anak sekolah mbolos masuk kelas ya hahahaha

  6. Pengen ke sana Om… sejarah tiap provinsi itu sebenarnya masih merupakan bidang yang luas banget buat diselami, apalagi di sana ada Sriwijaya yang nantinya punya cabang di Bali dan membuat hubungan Bali dan Sumatra jadi erat banget, yang pada gilirannya juga berdampak besar di tanah Jawa khususnya Jawa Timur :)).
    Kalau saya ke Palembang, jangan lupa buat mengajak saya kemari ya Om :hehe.

  7. Menurutku museum ini museum paling keren diantara museum2 di palembang. Tapi sayang museum yg indah dan luas ini masih sedikit sekali orang2 yg mau berkunjung padahal harga tiketnya masuknya hanya 2000 aja. Waktu itu aku berkunjung ke museum ini dg teman2 sekelasku. Semacam mencoba menyegarkan otak yang penat dg tugas2 😀 tapi sayang waktu aku dan teman2 berkunjung kesini pintu rumah limas terkunci rapat, dan disekitat rumah limas tidak ada penjaga museum. Jd hanya dapat melihat isi2 rumah limas dr luar saja 😦 dan oh ya, di sekitar rumah limas kalo ngga salah juga banyak pohon cabe, sepertinya memang sengaja ditanam. Dan juga terdapat ayunan, lumayanlah bisa main2. Disekitar rymah limas ada juga meja dan kursi dari batu hehehe serasa kembali ke zaman batu 😀 overall museum ini wajib banget dikunjungi, jangan ngaku deh ke palembang kalo belum ke museum balaputera dewa 😀 salam kenal ya kak

  8. Ping balik: Free Walking Tour Kampong Bharu : Jelajah Perkampungan Tradisional di Jantung Kuala Lumpur | Omnduut

Jika ada yang perlu ditanyakan lebih lanjut, silakan berkomentar di bawah ini.

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s