Pelesiran

Pesona di Ulu Kota Palembang : Kampung Al-Munawar

DSC_0699

.

“Kampung Al-Munawar itu dimana, euy?”

Pertanyaan ini sudah mencuat takkala ajakan mengunjungi Kampung Al-Munawar bergaung pasca workshop fotografi bersama Barry Kusuma dan Setiadi Darmawan, Sabtu (23/1) lalu di salah satu aula kantor Gubernur Sumatra Selatan. Workshopnya sendiri berlangsung seru walaupun sayang rencana untuk hunting foto di Bukit Siguntang batal terkendala cuaca yang kurang bersahabat.

Workshop1

Foto diculik dari IG : @WonderfulSriwijaya Follow ya buat update info terkini seputar Palembang

Kebetulan, Dinas Pariwisata akan mengunjungi kampung Al-Munawar keesokan harinya (Minggu, 24/1/2016) dalam acara Kerja Bakti pembersihan kawasan tersebut.

“Bagi yang bersedia datang, nanti akan dikasih kaos Pesona Indonesia,” ujar Bu Mita. (1)

Tak ayal, kesempatan untuk mendapatkan kaos super kece itu disambut hangat sektar 50-an peserta workshop. Aku pun nggak mau ketinggalan dong, lha wong kaosnya kece gitu. Lagian, mumpung dekat rumah nih. Apalagi saat mendengar, “ada banyak bangunan tua di sana,” seperti yang dibilang Bu Irene selaku kepala Dinas Pariwisata Provinsi Sumatra Selatan. Wah, lumayan banget, bisa berwisata ke kawasan cagar budaya sekaligus berselfie ria –eh. Hehehe.

*   *   *

Kampung Al-Munawar berada di kawasan 13 Ulu Palembang. Seperti yang diketahui, keberadaan Sungai Musi yang membelah kota Palembang secara tidak langsung turut andil dalam pembagian kawasan kota Palembang menjadi wilayah Ilir dan Ulu. Nah, kebetulan aku sendiri tinggalnya di kawasan Ulu. Seharusnya sih perjalanan menuju kampung Al-Munawar lancar ya. Sayang, aku harus nyasar dulu sebelum tiba di kampung Al-Munawar, hehehe.

DSC_0599

Terlihat pasukan kerja bakti

Kawasan Tangga Takat Laut (16 Ulu) hingga arah pasar 10 Ulu sering kali aku lewati, namun terus terang aku belum pernah ke Kampung Al-Munawar ini sehingga aku harus bertanya ke beberapa orang hingga akhirnya menemukan kampung yang letaknya agak tersembunyi ini. Maklum, di lorong utama kampung ini jalannya tidak terlalu lebar dan tidak ada papan petunjuk yang cukup mencolok. (2)

Begitu sampai di sana, wuuiih, sudah rame banget orang yang bergotong royong melakukan kerja bakti. Ada yang menyapu, memotong dahan pohon, mengeruk got, memunguti limbah rumah tangga, membawa troli berisi pempek eh sampah hingga yang kepergok asyik selfie sambil pegang sapu –pencitraan. Siapa sih? Auk ah hahahahaha.

“Dek, motornyo parkir sano bae,” ujar seorang bapak.

????????????????????????????????????

Semangat membersihkan eceng gondok

Beliau mengarahkanku agar memarkirkan motor di sebuah halaman. Mataku nanar sekeliling. MasyaAllah, ini kampung kok ya kerennya kebangetan, ya? Dan… astagfirullah, masa iya aku warga 8 Ulu yang notabene dekat sama kampung ini kok ya nggak tahu dan nggak pernah ke sini ya? –jitak kepala sendiri.

DSC_0584

Ini rumah nenek Ust Al Habsyi, dijadikan lokasi syuting Ada Surga di Rumahmu

Ada sekitar 300 penduduk dari 30 Kepala Keluarga yang mendiami kawasan ini. Mayoritas mereka merupakan keturunan arab. Makanya, kampung ini disebut juga sebagai kampung arab. Katanya sih ya, mereka semua masih ada keturunan Arab Yaman sana. Pantesan aja dari tadi ngeliat orang-orang berkulit putih, hidung mancung mirip-mirip Ahmad Albar. (maaf, yang mirip Fachri Albar ntah ngumpet dimana, geng cewek-cewek Pesona Indonesia pada nyariin sih, tapi kagak nemu, ouch poor them hwhwhw).

DSC_0611

Kecil-kecil, nih lihat sampah yang mereka dapatkan 🙂

Sebagian besar rumah di sana terbuat dari kayu. Dan tahu nggak berapa usia rumah yang ada di sana? Antara 250 sd 300 tahun! Luar biasa, bukan? Hebatnya, walaupun berusia lebih dari 1 abad, kondisi bangunan di sana relatif baik. Bisa jadi karena kayu yang mereka gunakan berkualitas tinggi. Jika kayu-kayu tersebut terlihat kusam dengan cat yang sudah terkelupas, ah nggak apa-apa. Malah menurutku kondisi seperti itulah yang menjadikan kampung ini terlihat istimewa.

Ada sekitar 17 rumah di sana. 8 diantaranyalah yang berusia lebih dari 200 tahun sehingga termasuk dalam cagar budaya. Sempat ada isu bahwa kawasan ini akan digusur karena pembangunan Jembatan Musi III. Penolakan terhadap rencana tersebut sangat masif sehingga pembangunan Jembatan Musi III tersebut ditangguhkan dan setahuku akan dibangun dilokasi yang berbeda.

DSC_0709

Deretan rumah tua

Malah, kawasan ini akan terus dipercantik tanpa mengubah keautentikan bangunan aslinya. Makanya kerja bakti ini digalakkan. Selain memang untuk menjadikan kawasan ini lebih bersih dan terawat, Dinas Pariwisata juga melakukan pemetaan terhadap bagian mana saja yang harus diperbaiki dan difasilitasi agar semakin laik dan nyaman untuk didatangi para wisatawan.

“Pak nanti bagian ini dibikin teras dari kayu seperti yang ada di sebelah sana ya,” ujar Bu Irene.

Aku bukan bermaksud nguping sih hahaha, tapi ya wong Bu Irene-nya ngomong tepat di sampingku. Saat itu kami berada di pinggiran Sungai Musi dimana partisipan kerja bakti ini berkumpul demi fokus membersihkan eceng gondok yang menumpuk di teras air rumah warga. Jika nanti rencana Bu Irene dapat direalisasikan, wuidiihh, keren banget, bisa nongkrong ganteng di sana.

Eh btw, keren nggak tuh Palembang? Teras airnya langsung sungai Musi, euy!

Kampung di Tepian Sungai Musi

Seperti yang aku singgung sebelumnya, sebagian rumah warga kampung ini memang berada tepat di tepian sungai Musi. Bahkan, salah satu rumah yang ada di sana dijadikan sebagai lokasi syuting film berjudul Ada Surga di Rumahmu yang dibintangi oleh Husin, penyanyi jebolan ajang pencarian bakat. Sejak melihat cuplikan filmnya di laman youtube, aku sudah penasaran mengenai lokasi tempat pengambilan gambarnya.

DSC_0606

Tak jauh dari pinggir sungai Musi

Siapa sangka, ternyata rumah kediaman Elma Theana, ibu si tokoh Husin inilah yang berada di kampung Al-Munawar. Mengenai hal ini, aku jadi teringat film Laskar Pelangi yang begitu meledak dan kini turut menyokong pariwisata Provinsi Bangka Belitung. (3) Bayangkan, sebuah film dampaknya begitu besar ya terhadap kemajuan pariwisata suatu daerah. Ya, tidak menutup kemungkinan kelak akan semakin banyak film nasional yang memilih Provinsi Sumatra Selatan khususnya kota Palembang sebagai tempat lokasi syuting.

DSC_0635

Dari jendela atas

Sebelumnya ada Air Terjun Bedegung yang dijadikan lokasi syuting Mengejar Angin (Dibintangi Mathias Muchus). Ya, mumpung ngarep dan ngimpi itu masih gratis dan boleh setinggi-tingginya, siapa tahu kelak om Daniel Craig datang ke Palembang buat syuting film James Ngebon eh Bond. Bisa jadi loh ya! Asaaaal, lokasi wisatanya terus terjaga dan mampu menarik minat sineas nasional/internasional tersebut. Belitung aja pernah dipakai syuting film Hollywood The Philosophers, Palembang pasti bisalaaah. Apalagi Palembang punya makanan enak sejagat raya : pempek. –apasih hwhwhw.

Blusukan di Rumah Tua

Setelah ikutan “kerja bakti” (baca : ngefotoin orang yang kerja bakti), bersama kak Deddy, aku memutuskan untuk kembali ke depan dan mengeksplor rumah-rumah tua yang ada. Ternyata, oleh masyarakat setempat rumah-rumah tersebut diberi julukan. Ada yang disebut sebagai rumah batu, rumah kembar, rumah tua dan beberapa julukan lainnya.

“Dulu saat zaman perang Belanda, penduduk sembunyi di rumah batu itu. Katanya ada ruang bawah tanah di sana,” ujar salah satu pemilik rumah tua yang ada di sana. Aku dan rombongan tim hore –hehehe, sempat diundang masuk ke dalam oleh pemilik rumah batu tersebut. Luar biasa, bisa dibilang 95% bangunannya masih asli. Perabotan yang mereka gunakan pun masih model lama a.k.a jadul.

DSC_0622

Rumah batu. Walau dari luar banyak kayunya, dalamnya beda lagi.

“Ibu generasi ke-4 penunggu rumah ini,” ujar si ibu pemilik.

Lha, si ibu aja udah punya cucu. Jadi seenggak-nggaknya rumah batu tersebut sudah dihuni oleh 6 generasi. Emejing banget, ya!

DSC_0726

Di dalam rumah batu

Di sini pula kami mengenal siapa Habib Hasan Abdurrahman Al-Munawar, tokoh yang namanya kini diabadikan sebagai nama kampung tersebut.

DSC_0727

Eyang Al-Munawar

“Ini dia kakek buyut kami dulu,” ujar beliau sambil menunjukkan sebuah gambar (bukan foto) yang dibingkai dan diletakkan di area ruang tengah rumah batu tersebut.

“Coba lihat, lantainya pun menggunakan tegel model lama!”

DSC_0735

Lihat motif tegelnya!

Wow, benar sekali. Tegel dengan motif unik seperti ini sudah tidak ada lagi yang menjual. Aku sendiri pernah baca bahwa konon katanya tegel/marmer yang digunakan di rumah batu ini diimpor langsung dari Italia. Dan memang, harus diakui sebagian model rumah tua yang ada di sana ada sentuhan Timur Tengah dan Eropanya. Terutama dengan model tangga melingkar menyamping dan digunakannya pilar serta pintu dan jendela yang berukuran sangat besar (perhitungan kasat mataku bahkan ada pintu yang tingginya 5 meter lebih!).

 

DSC_0720

Dari dalam kelihatannya begini. Cakep ya!

DSC_0743

Pintu yang tingginya hampir 5 meter

DSC_0721

Ruang tamu di rumah batu

“Banyak orang yang datang ke sini. Dari mana-mana, ada yang dari luar kota, ada juga yang dari luar negeri. Bahkan ada yang pernah pakai rumah ibu untuk bikin foto pra wedding,” ujar si ibu lagi.

Duh ibu, tahu aja sama pra wedding hehehe. –baper detected.

Syiar Agama

Kawasan yang terus hidup selama ratusan tahun ini turut berperan penting dalam dakwah agama Islam. Salah satunya dalam bentuk pendidikan. Hal ini terlihat dari keberadaan sebuah bangunan yang kini “disulap” menjadi sekolah. Tepatnya bernama Madrasah Ibtidaiyah Al-Kautsar. Terus terang awalnya aku agak kaget, saat mengambil beberapa foto, beberapa siswa melonggokkan kepalanya melalui jendela. Ternyata ada proses belajar-mengajar! Kaget euy, soalnya di hari Minggu, kan?

DSC_0623

Ini sekolahannya. Bangunan tua!

DSC_0705

Abaikan modelnya. Hahaha, ini bentuk bangunannya dilihat dari samping.

“Iya, di sini liburnya hari Jumat,” sahut seorang warga.

Wuih, udah ngikutin kalendernya negeri Arab sana nih hehehe. Beruntung lagi, saat asyik narsis di tangga sekolah, kami bertemu dengan kepala sekolahnya.

“Hayo kalau mau lihat, naik saja ke atas. Nanti ibu bukakan pintunya, ya!” ujar beliau ramah.

DSC_0701

Teras belakang rumah eh sekolahnya

DSC_0681

Menyapa dari ruang kelas

Tentu saja kesempatan itu tidak kami siakan. Kami memasuki satu demi satu ruangan yang ada di sana.

“Dulu ini jadi tempat tinggal orang lama. Itu kamarnya sekarang dijadikan kelas,” ujar ibu kepala sekolah.

DSC_0659

Ruang kelasnya

Aku sempat melirik ke dalam, siswa-siswi nampak asyik bermain belajar. Mereka menempati kursi-kursi yang terbuat dari kayu. Bangkunya pun yang sharing berdua atau bahkan bertiga. Kalau sekolah SD sekarang mah udah pada pakai kursi plastik, ya? Duduknya pun sendirian. Melihat aktifitas mereka, aku jadi teringat saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar dulu, beberapa bulan tahun lalu. –tetep ngerasa masih abege :p

Al-Quran Tinta Emas

Sudah tahu dong kalau Al-Quran Ukir Terbesar di dunia adanya di Palembang? Nah ternyata Palembang juga punya Al-Quran emas. Nganu, maksudnya, ada di sisi-sisi tertentu dari lembaran Al-Quran itu yang dilapisi dengan emas. Luar biasa!

“Sebetulnya kita punya 3 Al-Quran yang seperti ini,” ujar Bu Retno, seorang arkeolog yang diamanahkan untuk menyimpan Al-Quran emas tersebut.

????????????????????????????????????

Mari kita dokumentasikan dulu.

“Apa Al-Quran ini memang biasa diperlihatkan ke pengunjung, Bu?

“Sebetulnya, dulu Al-Quran ini tidak sembarangan diperlihatkan orang.”

“Lantas jika ada pengunjung yang mau lihat gimana, bu?”

Si ibu hanya tersenyum dan berulang-ulang berkata, “dulu harus ada izin tertentu untuk melihatnya.” (4)

????????????????????????????????????

Emasnya kelihatan nggak?

Ya sudahlah, sepertinya memang Al-Quran itu nggak sembarangan diperlihatkan. Secaraaa itu Al-Quran tua dan terbuat dari emas, kan? Yang jelas, aku senang, kehadiranku di acara Kerja Bakti ini memberikan banyak sekali pengalaman baru beserta bonus-bonusnya. Ya diantaranya dapat melihat langsung Al-Quran emas ini.

Harapan ke depan, Kampung Al-Munawar akan semakin berbenah dan siap menyambut wisatawan baik lokal ataupun mancenegara. Sebagai sebuah kampung, Al-Munawar ditunjuang oleh beberapa aspek yang dapat dijadikan daya tarik. Misalnya saja akses ke sana yang dapat dilalui melalui jalur sungai. (5) Jikapun kelak kawasan ini akan dikomersilkan, nggak apa-apa, asalkan sepadan (dari segi kenyamanan dan keamanan) dan dana yang dikumpulkan sepenuhnya dikembalikan ke masyarakat demi terus menjaga kawasan tersebut.

Jadi, kapan mau ke Palembang dan main di kampung Al-Munawar? 🙂

Workshop2

Geng Pesona Indonesia tsaaah. Photo taken by Miera Pelangi

Catatan :

  • 1. Sayang yang datang nggak banyak. Hayo yang udah kebagian kaos, nanti dipakai di kegiatan selanjutnya ya! 😀
  • 2. Ada baiknya dibuat gapura dengan nama kawasan yang cukup jelas.
  • 3. Tidak masalah film Ada Surga di Rumahmu tidak semeledak Laskar Pelangi. Namun, menurutku sangat memungkinkan dibuat satu plakat/foto yang ditempel tak jauh dari rumah tersebut untuk mengingatkan kepada masyarakat yang berkunjung ke sana bahwa rumah tersebut pernah dipakai untuk lokasi syuting film nasional.
  • 4. Semoga si ibu berkenan memperlihatkan kembali Al-Quran tersebut jika kelak aku ke sana lagi dengan mengajak hanya 1 atau 2 teman.
  • 5. Tidak menutup kemungkinan nanti ada Musi Tur menggunakan perahu dan mengunjungi tempat ini seperti halnya river cruise di Malaka.
Iklan

80 komentar di “Pesona di Ulu Kota Palembang : Kampung Al-Munawar

    • Kalau Bu Diah sudah turun tangan kayak gini, paten! hehehe. Aku akan balik ke sana lagi Bu, menggali lebih detail tentang sejarah di sana. Kemarin itu ketemu penduduk lokal yang nggak banyak tahu juga.

  1. Ooom. Cantik banget ini kampung Al Munawarnya. Saya ingat dulu jalan darat Palembang – Lampung dan ngerasa syahdu banget lihat pemandangan rumah kayu di jalannya.

  2. Cek Yan, pertama lihat rumah dan suasana kampungnya, yang terlintas di kepalaku adalah film Ada Surga di Rumahmu. Jangan2 film itu pernah syuting di sana ya?

  3. ckckck….sudah 3 abad ya usia bangunan2nya.
    Memang sudah semestinya jadi kawasan cagar budaya.
    Hebat orang dulu, bangun rumah pakai material kayu yang awetnya ratusan tahun. Coba kalau sekarang, bangun rumah beton aja 6 bulan sudah retak rambut. Kalo pake kayu, udah rayapan 😀

    • Kayunya “masak” jadi proses pengeringan sempurna dan juga memang kualitasnya terbaik. Udah jarang ada kayu dengan kualitas terbaik itu ya mbak Rien.

  4. Aku suka wisata sejarah seperti di Kampung Al-Munawar ini karena kita bisa melihat kebesaran banga kita di masa lampau. Selain memberikan edukasi juga hiburan karena biasanya hal-hal berbau sejarah akan membuat kita takjub, seperti adanya Al-Quran bertinta emas itu. Semoga ada rezeki dan kesempatan untuk pergi ke Palembang dan pastinya Kampung Al-Munawar masuk di list-ku selain ingin makan pempek asli buatan orang Palembang.

  5. Pakdheeeeee…Mei temenin ke sini yak! Harus. Sik asik masuk list nih. Kece bingo ini kampung. Semoga makin kece ini kampung. Tetap dijaga kelestariannya. Nggak tergusur jaman 🙂

  6. Palembang tak sekedar empek empek. Jembatan, sungai Musi, Museum sekarang kampung Al-Munawar bahkan sudah digunakan sebagai lokasi Shooting. Boleh lah ya Yan, ajak dakuw keliling Bumi Sriwijaya yang cakep ini.

    eniwei, Fachri Albar bakalan nongol kalau ada aku :))))

    • Iyaaa, mbak Zulfa kalo balik ke Indonesia lagi ke Palembang doong. Biar kota Palembang bisa masuk blog kecenya mbak Zulfa gituuu. Syukur-syukur masuk tipi kayak liputannya mbak Zulfa hehe

  7. Duh keren nian. Aku mau dong diajak ke sini. Gak usah dikasih kaos Pesona Indonesia deh, aku mo jalan-jalan aja. Kok ya waktu itu ke Palembang gak tahu ada kampung sebagus ini 🙂

    • Aku aja baru tahu mbak Evi *ngumpet balik selimut* semoga bisa balik ke Palembang lagi ya mbak. Biar Palembang makin kece kalo nampang di blog mbak Evi 🙂

  8. Arggggg kenapa kemarin nggak dikenalin ama kampung Arab yang ini? Argggg tegelnya kerennn oi. Argggg marmernyaaaa… Yan, plis ini dimasukin list WAJIB DIKUNJUNGI kalo aku liburan lagi ke Palembang! 😀

  9. murahan banget, dibilang dapet kaos langsung mau hahaha

    ih itu tegel kayaknya jaman dulu hiets bgt ya, yg di istana maimun kan juga hampir mirip2 kayak gini ya

  10. Asyik ya menyusuri perkampungan tua seperti itu. Nuansa multikultur dan historisnya terasa banget.

    Pas ke Palembang aku nggak sempet ke Kampung Arab, cuma sempet lihat-lihat sebentar di pecinan kampung kapitan. Andai digarap & dipromosikan, Palembang bisa menjadi kota wisata budaya yg menjanjikan!

    • Pemerintah melalui Dinas Pariwisata terus berproses menuju ke sana Nugie 😉 doakan ya! biar makin luas cakupan wisata Palembang, nggak hanya kulinernya aja hehe. Aku selalu mengkomparasi Palembang dengan Malaka, karena bisa dibilang kedua kota ini brotherhood haha. Yang membangun Malaka ya orang Palembang juga soalnya.

      Dan Malaka itu dengan sungai yang kecil kok bisa bikin atraksi wisata air yang keren. Palembang dengan potensi yang jauh lebih besar ya harusnya bisa juga. Kalo udah selevel Malaka, baru deh komparasi dengan Bangkok yang sama-sama kota sungai 😉

      • Iya, mas. Dulu kan Palembang dikenal sebagai Venezia of The East karena kanal-kanalnya. Kalau dikembalikan lagi keadaannya seperti semula, that would be awesome! 🙂

        Betul, Melaka dibangun orang Palembang, bahkan desain kubah masjidnya pun sama. Tapi, yah, orang Melaka nggak mau mengakuinya ya? 😀

        Sama satu lagi, mas! Ketertiban orang Palembang dalam berlalu lintas, hihihi.

    • Baru aja nih ketemuan sama 3 blogger asal Malaysia, alhamdulillah mereka tahu sejarahnya Parameswara, sultan Palembang yang kelak membangun Malaka.

      Di museum Balaputera Dewa, ada bagian khusus yang menampilkan tentang ini, Nugie. Mengenai ketertiban pengguna kendaraan, iya betul banget :3 semoga kalau LRT udah jadi, lebih banyak yang pakai itu.

  11. Ping balik: Kopdar Mancanegara di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang |

  12. Ping balik: [Review] Pempek Palembang : Sebuah Ensiklopedi | djangki

  13. Om yaaaan.
    Jumat depaaaan akuh terbang ke Palembang ! nanti tolong diajakin kesini yaaah. 19 tahun stay di Palembang belom eprnah kesituuu hikkzzz 😦

  14. Ping balik: Perjalanan Sebutir Biji Kopi di Festival Kopi Al-Munawar | Omnduut

  15. Ping balik: Free Walking Tour Kampong Bharu : Jelajah Perkampungan Tradisional di Jantung Kuala Lumpur | Omnduut

Jika ada yang perlu ditanyakan lebih lanjut, silakan berkomentar di bawah ini.

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s