Pelesiran

Menyusuri Old Delhi : Dari Qutb Minar, Tersesar di Labirin Urdu Bazaar & Chandni Chowk Hingga ke Jama Masjid

subtitle

.

Oke, lupakan kejadian buruk saat  hampir dirampok saat tengah malam  di dalam sebuah bajaj. Perjalanan harus terus dilanjutkan. Apalagi itu perjalanan di India. Mestinya semua pejalan sudah siap dengan hal terburuk yang akan dihadapi di sana. Begitu pun kami. Pengalaman menegang sehari sebelumnya tidak boleh menyurutkan langkah kami untuk menapaki keindahan negeri Hindustan ini. Dan, lihatlah kami sekarang, “terdampar” di sebuah kawasan yang disebut dengan Old Delhi.

“Lho, ternyata beda ya New Delhi dan Old Delhi?”

Itu  yang ada di benakku saat pertama kali menginjakkan kaki di sana. Sebelum ke India, aku sama sekali tak tahu jika ibukota negara-nya babang Aamir Khan ini terbagi menjadi 2 kawasan yang dikenal dengan nama New Delhi dan Old Delhi. Dari pandangan mata, untuk membedakannya sederhana sekali. New Delhi adalah kawasan bisnis yang dipenuhi oleh bangunan modern, sebaliknya, Old Delhi –sesuai namanya adalah kawasan lama yang masih menyimpan bangunan tua berusia ratusan tahun.

dsc_0571

Gang-gang di Old Delhi

Pada tahun 1639, kawasan Old Delhi ini pernah dihiasi dengan keberadaan rumah bangsawan dan pemukiman anggota istana. Masjid dan  kebun megah pun dibangun di kawasan ini. Sayang, ketika Inggris mengambil alih kekuasaan penting di India, keberadaan bangunan megah yang ada di sana mulai tak terurus dan hancur. Puncaknya, kawasan ini berubah pesat dan menjelma menjadi kawasan yang…. kumuh. Walaupun, di sisi lain, sebagai pelancong, aku “beruntung” karena dapat melihat “wajah” India yang sesungguhnya di sana.

Maka, berterima kasihlah kepada Shah Jahan. Berkat kepemimpinannya, setidaknya dulu kawasan ini pernah begitu gemilang. Sisa-sisa bangunan penting pun masih dapat dijumpai hingga sekarang. Jika di Agra, beliau membangun Taj Mahal yang indah (sayangnya, aku sempat ditangkap petugas saat berkunjung ke sana), di Old Delhi, dia menyisakan kehidupan peradaban yang tak kalah luar biasa.

Takjub di Qutb Minar

dsc_0544

Si Qutb Minar

Jika dari foto, Qutb Minar tak lebih dari sebuah reruntuhan bangunan yang nampak biasa. Aku bahkan sempat heran kenapa bangunan ini masuk ke dalam daftar situs warisan dunia oleh UNESCO. Namun, setelah tiba di sana, barulah aku paham bahwa bangunan ini penuh dengan ukiran indah yang dipahat di permukaan bata merah. Bahkan, bangunan utamanya, si Qutb Minar itu disebut sebagai minaret berbahan bata tertinggi kedua di India dengan ketinggian 73 meter.

Qutb Minar sendiri merupakan bagian penting dari masjid Quwwat Ul Islam, masjid pertama yang dibangun di Delhi. Dulunya, minaret ini dapat dimasuki oleh pengunjung. Namun, pasca insiden yang menewaskan 45 orang (yang sebagian besar anak-anak) yang disebabkan problem listrik sehingga orang panik dan turun berdesakan di tahun 1981, sejak itu, pengujung tidak diperbolehkan lagi masuk ke dalam dan menuju puncak menara. Sayang sekali ya.

Aku sangat menikmati Qutb Minar. Areanya cukup luas namun sangat nyaman dan rindang karena banyak pohon. Tak heran, tupai dan burung kecil nampak hidup tentram di sana. Tak jauh dari taman tersebut, terdapat pondasi minaret yang belum terselesaikan. Ala’I Minar namanya. Oleh Sultan Alau’ud Din Khalji, minaret ini direncanakan akan berukuran dua kali lebih besar dari Qutb Minar. Sayang, pembangunannya terhentikan teriring wafatnya beliau.

https://www.instagram.com/p/BMRIf-cBP7R/%20

Labirin di Urdu Bazaar & Chandni Chowk

Kami menghabiskan malam pertama di Old Delhi di sebuah hotel kecil yang berada tepat di belakang Jama Masjid. Adalah pertemuan kami dengan mbak Zulfa pasca diajak mencicipi makanan Kaisar Mughal  di restoran terbaik se-Asia, yang kemudian mentakdirkan kami untuk tinggal di kawasan Old Delhi sehingga kami dipermudah untuk menjelajah tempat bersejarah yang berada di sekitar itu.

dsc_0563

Urdu Bazaar, tak jauh dari Jama Masjid. Kelihatan kan masjidnya?

Untuk wisatawan asing, ternyata mencari penginapan di sekitar Old Delhi ini tidak sepenuhnya mudah. Harusnya, pemilik hotel senang okupansi terpenuhi, bukan? Nah, hal itu tidak berlaku di Old Delhi. Kami sempat ditolak beberapa hotel sebelum pada akhirnya mendapatkan sebuah kamar untuk bertiga. Itupun setelah suami mbak Zulfa negosiasi alot. Bahkan paspor kami harus ditinggal selama kami menginap di sana. Alasan utamanya demi keamanan. Keamanan seperti apa? Entahlah. Padahal Old Delhi bukanlah kawasan konflik seperti di Srinagar, toh?

dsc_0586

Segar!

Untunglah kami tidak mendapati kendala apapun selama menginap di sana. Pagi menjelang, kami langsung bersemangat untuk mengeksporasi Old Delhi. Dan, pagi itu kami memulainya dengan menyusuri lorong-lorong yang berada di sekitaran Urdu Bazaar. Bazaar bisa juga diartikan pasar. Memang, di sekitar situ para pedagang nampak memenuhi jalanan sambil menggelar beraneka macam dagangan.

dsc_0558

Sarapan kami di Old Delhi

Kami sempat mampir ke sebuah pedagang yang menjual roti berisi telur dadar. Harganya murah, hanya 10 rupee atau sekitar Rp.2.000 saja. Padahal, untuk membuat satu porsi makanan, si penjual harus menggunakan 2 butir telur ayam kampung dan 2 tangkup roti tawar. Tapi tidak heran juga, karena apa-apa di India murah!

dsc_0565

Penarik becak di Urdu Bazaar

Sambil duduk di kursi plastik milik pedagang, aku, Indra dan Ahlan mengamati sekitar. Kawasan yang dihuni oleh mayoritas penduduk beragama Islam ini memang berbeda. Pedagangnya banyak yang memakai baju muslim khas Arab dan memakai peci. Para ibu-ibu yang lalu lalang juga banyak yang memakai jilbab.

DSC_0562

Pedagang di Urdu Bazaar

Baru di Old Delhi pula aku melihat nampak penjual daging. Ya, walaupun yang dijual adalah daging sapi atau kerbau. Demi menghormati umat Hindu, penduduk muslim di sana tidak menjual sapi walaupun sebetulnya sapi dapat mereka konsumsi. Sungguh menarik melihat aktifitas pagi warga di pasar tradisional ini. Aku lupa siapa yang bilang, namun aku sepakat bahwa cara terbaik untuk melihat kehidupan masyarakat lokal adalah dengan mendatangi pasarnya.

dsc_0574

Penjual daging di Old Delhi

Urdu Bazaar sendiri berada tak jauh dari gerbang selatan Jama Masjid. Dikenal dengan nama pasar Urdu karena kawasan ini dikenal sebagai tempat penjualan buku Urdu. Koleksi buku terkenal seperti Anjuman Tarakki dan Jamia Maktab dapat ditemukan di kawasan ini.

Urdu Bazaar nampak semerawut. Belum lagi kabel-label listrik yang tumpang tindih. Melihatnya saja aku sudah ngeri. Nggak kebayang jika terjadi korsleting dan kebakaran. Jalanan di sana cukup sempit dan aku yakin mobil pemadam kebakaran akan kesulitan masuk ke sana. Namun itulah India. Kadang, keunikan sebuah daerah itu datang dari hal-hal diluar nalar seperti ini.

Tak berbeda dengan Urdu Bazaar, Chandni Chowk, pasar yang dibangun pada abad 17 oleh Shah Jahan dan dirancang oleh putrinya Jahanara ini pun keadaannya tak jauh berbeda. Bahkan, salah satu pasar grosir terbesar di India ini bikin kami tersesat dan kesulitan mencari jalan pulang. Padahal, awalnya pasar ini hanya memiliki 1500 toko. Namun sekarang, pasar ini tumbuh sangat pesar sehingga kawasannya melebar ke area sekitarnya.

dsc_0633

Chandni Chowk padat merayap

Kami mengunjungi pasar ini untuk mencari beberapa oleh-oleh khas India. Ahlan bahkan berniat mencari sari untuk adiknya. Jadilah, kami blusukan dari satu kawasan ke kawasan lain untuk mendapatkan sari yang diinginkan. Sialnya, karena lokasinya yang jauh lebih besar dan jalanan yang lebih sempit (ajaibnya, becak masih diperbolehkan masuk ke dalam karena membawa wisatawan), ditambah lagi orang yang sangat padat, kami berkali-kali tersesat di sana dan rasanya mau pingsan akibat dehidrasi dan cuaca yang sangat panas.

DSC_0626

Dipilih sarinya om!

Mengagumi Kegagahan Red Fort

Tujuan utama kami hari itu adalah untuk mendatangi Red Fort atau Benteng merah, bangunan megah yang juga masuk ke dalam daftar Warisan Situs Dunia oleh UNESCO. Dari penginapan, seharusnya kami dapat menjangkau bangunan ini dengan menggunakan jalan lurus. Namun, untuk merasakan sensasi petualangan, makanya kami mengambil jalan memutar melewati Urdu Bazaar.

dsc_0595

Kemegahan Red Fort

Selamat datang di Red Fort! Inilah benteng bersejarah yang sekaligus jadi kediaman utama kaisar dinasti Mughal selama hampir 200 tahun! Benteng yang dibangun pada tahun 1639 ini juga dibangun oleh kaisar kelima mughal –Shah Jahan.

Terus terang, kami tidak menghabiskan banyak waktu di benteng ini. Selain dana yang terbatas, kami juga diburu waktu untuk berpindah ke kota Amritsar pada sore harinya. Jadilah, kami hanya menikmati bangunan megah ini dari luar.

Ternyata, di saat yang bersamaan, kami melihat cukup banyak pelancong yang memutuskan untuk tidak masuk. Alasannya bermacam-macam, namun aku yakin bahwa kendala terbesarnya adalah : waktu. Maklum saja, benteng ini sangat besar! Dari petunjuk buku panduan yang kami bawa, setidaknya luangkan satu hari penuh jika ingin mengunjungi tiap sudut area yang ada di dalam benteng.

dsc_0604

Indra dan Ahlan jadi turis

Kami hanya duduk sejenak di sebuah bangku panjang yang berada di dekat pintu utama. Banyak penduduk lokal nampak terlihat santai. Hmm, dari pakaian yang mereka kenakan, sepertinya mereka datang dari kota lain dan sengaja ke sana untuk berwisata. Beberapa diantara mereka menghampiri kami dan mengajak kami untuk berfoto bersama. Well, kami serasa “artis” saat itu.

Salah Paham di Jama Masjid

Begitu besar jasa seorang Shah Jahan bagi India. Banyak sekali bangunan penting yang ia tinggalkan, termasuklah Jama Masjid yang ia bangun selama 12 tahun (1644-1656) tepat di tengah-tengah Old Delhi.

dsc_0643

Keindahan Jama Masjid

Untuk masuk ke dalam, pengunjung dapat melaluinya di 3 buah gerbang yang berada di depan dan sisi kiri dan kanan. Karena penginapan kami tak jauh dari sisi selatan, kami masuk melalui pintu tersebut. Tak nampak penjaga di sana sehingga kami masuk tanpa kendala berarti.

Masjid yang dapat menampung jamaah hingga lebih dari 25.000 orang ini memiliki ruang terbuka yang berada di tengah-tengah bangunan. Ada sebuah kolam besar di sana. Kami sempat bertanya kepada seorang pengunjung, apakah itu tempat mengambil wudhu.

dsc_0650

Kolam yang berada di tengah masjid

“Iya, kalian bisa mengambil wudhu di sana.”

Setelah mengambil wudhu selesai, barulah kami sadar, di sisi kiri masjid telah disediakan keran untuk mengambil wudhu. Ya sudahlah, tak mengapa. Kami memutuskan untuk shalat bergantian dan bagi yang shalat belakangan ditugaskan untuk menjaga barang bawaan.

Saat tiba giliranku menjaga barang, di saat itulah aku dapat melihat jelas 2 menara masjid yang memiliki ketinggian 40 meter. Dari bawah sana, nampak tinggi menjulang. 2 menara lain ukurannya jauh lebih pendek dan berada di sisi belakang.

Banyak sekali orang yang berada di area tengah masjid. Dari penampilannya, jelas mereka bukan umat muslim. Namun sebagaimana fungsi masjid yang tidak hanya digunakan untuk beribadah (namun bisa jadi tempat segala aktifitas), kedatangan orang-orang ini ialah untuk berwisata. Wisatawan asing pun banyak berkeliaran di sekitar masjid. Mereka melihat aktifitas peribadatan dari jauh.

dsc_0637

Salah satu pintu masuk Jama Masjid

Begitu semua sudah shalat, barulah kami memutuskan untuk mengambil beberapa foto. Saat tengah asyik memotret, datang seorang petugas dan mengajaku berbicara dalam bahasa India. Aku tidak mengerti apa yang ia bicarakan. Apakah dia meminta sumbangan, melarang kami memotret, atau apa, semua tidak jelas.

Belakangan, setelah pulang ke Indonesia, barulah aku paham dan dapat menerka, bisa jadi petugas tersebut menanyakan tiket masuk. Ya, untuk masuk ke dalam Jama Masjid ternyata harus membayar tiket, walaupun pengunjung muslim datang untuk beribadah (tentu saja diluar waktu shalat). Kami yang masuk melalui pintu selatan tidak mendapati adanya petugas penjual tiket. Apa boleh buat, itu adalah kesalahan yang tidak disengaja.

Sungguh, jika bukan karena petualangan seru yang tak diduga sebelumnya (itu, saat hampir kena rampok, juga pertemuan dengan mbak Zulfa), rasanya belum tentu kami dapat mengeksplorasi kawasan Old Delhi sebanyak ini. Kami sempat mampir satu kali lagi ke Karim, sebelum kami bergegas ke stasiun untuk melanjutkan petualangan berikutnya. Ah, semoga aku dapat kembali lagi ke sana. Kenapa? Karena masih banyak tempat lain yang belum sempat kami datangi. Semoga.

 

Iklan

94 komentar di “Menyusuri Old Delhi : Dari Qutb Minar, Tersesar di Labirin Urdu Bazaar & Chandni Chowk Hingga ke Jama Masjid

  1. Kenapa kok malah ngak suka kalo penginapan nya penuh ??? Takut penipuan atau takut teroris atau mereka pilih2 tamu ???
    Eh ini lokasi nya jejeran gitu antara old sama new ??? Macam jakarta bekasi ???

    • Gak begitu jauh om. Kalo Jakarta ke Bekasi kayaknya kejauhan. Deket dia, aku agak susah ngejelasinnya karena gak terlalu familiar dengan kondisi ibukota.

      Bener, pemikiran orang India itu emang selalu out the box haha, wong biasanya seneng nerima tamu, mereka malah sangat selektif. Bisa jadi alasan keamanan.

  2. menurutku inilah uniknya India, di tengah kesemrawutan, ketimpangan hidup antara si kaya dan si miskin tapi banyak orang dari seluruh dunia yang ingin ke sini dengan tujuannya masing-masing tentunya.

    • Indonesia itu kebudayaannya nggak kalah. Tapi jujur kurang kerasa apalagi di kota besar. Misalnya dari segi berpakaian. Di India, anak muda sudah mulai meninggalkan sari, tapi tetap saja orang tua-nya memakai sari, laki-lakinya memakai kurta. Jadi masih terasa kental di sana walaupun di kota besar. Kalo di Indonesia, paling di kawasan tertentu kayak Bali dan Yogya ya.

  3. Sayang bgt minaretnya ada yg belum jadi ya. Tapi bangunan belum jadi gitu malah unik keliatannya.. Itu roti macam apaaaa 2 rebu perak Ooomm.. Murah banget siihh, mana pake telor pun.. Ngiri karena lebih murah 😀

  4. iya, Hotel di India yang menerima tamu asing harus memiliki Form C. Entah mengaa harus demikian.

    Aku dulu pernah jelajah kawasan oled Delhi jalan kaki untuk kilas balik sejarah besar. halah! dulu old Delhi dikenal Shahjahanabad dikelilingi tembok semua hingga dikenal walled city, klo mbusuk lebih dalam ada museum walled city dan juga ada pasar rempah terbesar se Asia.

    tempat mblusuk paling …. neg sekaligus mengasikkan. banyak sari pati kehidupan yang bisa diserap

  5. waaaaw berhasil bikin kangen India nih Oom.

    Akupun lebih suka maen ke pasar, lebih hidup suasananya. Selain itu, kemampuan kantong pun cukupnya ya sampai pasar tradisional aja. Keberadaan pasar tradisional emang penting banget, pak JK waktu pembukaan pasar modal awal tahun ini aja menegaskan itu.

    ¨Saya selalu mengatakan bahwa pasar modal penting tapi yang lebih penting lagi Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang. Menjadi tidak penting kalau bursa ini naik, tapi di Tanah Abang turun¨, JK.

    #timpasar

  6. Jadi India itu rupanya kayak Nepal ya, di balik kesemrawutan mereka ternyata kalo diliat lebih deket, indah! Sayang waktu ke Nepal aku nggak punya kamera yang mumpuni, dan belum bisa teknik edit untuk bikin warna aslinya keluar. Jadi fotoku biasa aja kalo diliat, padahal aslinya Nepal indah banget. Mudah-mudahan bisa ke India suatu saat nanti!

  7. Heheheh benar banget omndut klo mo lihat karakter masy lokal bisa lewat aktvitas pasarnya… btw aku suka di bagian urdu bazzarnya.. pas baca ngayal cantik menelusuri old delhi 🙂

  8. Duh itu gimana rasanya ya kudu rebutan jalan ama becak di jalanan yang sempit begitu 😀 Tapi gak tau, meski terlihat semrawut begitu.. Aku suka ngeliat suasananya. Terasa lebih ‘hidup’. Bener gak sik?

  9. Qutub Minar cakep banget..suka aku motret tiang-tiang gitu…
    Luar biasa ya sejarah India..mereka punya banyak omset buat turis. Kayak kita sih Indonesia..sayang banyak tangan-tangan jahiil dan pihak pemda tidak terlalu perduli.
    Ah mupeeeng 😀 pengen ikut blusukan 😀 #wanita

  10. dari buku bukku travelling yang aku baca, dengan tanpa melihat seutuhnya seperti apa India, aku memutuskan … India adalah salah satu tempat yang gak kepengen aku datengin hahaha … sereeemm mas sama cerita penipuan penipuannya, ditambah lagi salah satu teman baru yang hobby banget travelling abis dari sana juga dan diapun tertipu .. makin mantap dah gak kepengen ke india. Etapiiiii …. pertahanan mendadak tergerusss setelah liat Qutub Minar ! aahh keren banget iniiiii ………..

    • India itu emang unik. Rata-rata orang yang ke sana akan cinta dan benci sama India di saat yang bersamaan hahaha. Walaupun pengalaman jelek banyak, ketemu orang nyebelin banyak, tapi tetep aja ngangenin dan bikin rindu. Aku udah 2 kali ke sana masih gak bosen hehehe. Coba cek di sini, terutama tulisan kawasan Kashmir, dijamin mbak akan makin mupeng 🙂

  11. Beneran itu cuma 2 ribu perak roti pake telur gitu?#mupeng #haruskesana
    Tapi, kalian bertiga nyaris dirampok ya (padahal cowok)#aaargh #mundurlagi
    Pokonya, semoga bisa kesana aman lancar brkah deh #aamiin..

  12. Baru banget tahu, kalau ternyata New Delhi itu ada karena adanya Old Delhi 😀
    Kirain semacam New York tanpa Old York
    Btw, India tu cantik dan menarik banget sebenarnya ya tapi nyali belum ada, masih takut digrepe-grepe mas-mas India kalau ke sana T.T #PedeBanget

    • Haha iya, kayak Selandia Baru yang nggak ada Selandia Lama-nya 😀 bisa ajak temen ke sana mbak 🙂 yang jelas dibalik “kekusaman”nya, India itu cakep banget.

  13. Ping balik: Ini Yang Terjadi Jika Pria Ber-BLANJA | Omnduut

  14. Wah jadi baper nih liat redfort.. Omndutt.. Aq msh bisa masuk ke red fort dan explore didlam nya.. Sgt indah dan rindang.. Apalagi aq masuk pake tiket lokal.. Bayangin aja perbedaan tiket asing ama tiket lokal jauh bgt. Tiket asing 250 rupee.. Tiket lokal cuma 10 rupee. Dan gara2 blog omndutt jg direstoran karim.. Aq jg mengharuskan diri makan disana.. Alhamdulillah bisa makan ayam sepuas nya.. Wkwkw.. Pokok nya insyaallah tahun ini back explore india lagi. Amien

  15. omnduut, dari new delhi ke old delhi naik transportasi apa? rencana mau solo travelling ke sana awal maret nanti. thanks infonya om

  16. Kalau bukan karena baca beberapa tulisan blogger yang sudah pernah ke India, termasuk tulisan Omnduut, aku nggak bakalan tau kalau selain Kuil, di India juga ada masjid yang keren. Budaya Islam pun ada dan berkembang di sana. Tapi ada satu pertanyaan yang mungkin terkesan, kok aku dodol banget sih.

    Om, apa benar, perempuan di India jarang kelihatan shalat di masjid dan kesulitan untuk shalat di masjid karena di sana, nggak disediakan tempat untuk shalat bagi perempuan?

    • Hi mbak Cha, makasih udah mampir ya 🙂 Sebetulnya ruang shalat bagi perempuan ada. Namun di sana cewek nggak biasa shalat di masjid. Ntah kenapa, kayaknya karena budaya aja, yang gak biasa, trus dipertahankan, lalu jadi aneh jika ada cewek yang shalat di masjid. *cmiiw*

      Kebanyakan yang shalat di masjid turis lokal/asing 🙂

  17. menarik juga ya ternyata India. selama ini paling was-was kalau-kalau dapat jatah business trip ke India. dengan membaca ini mulai berharap semoga dapat jatah business trip ke India. biar gosah bayar tiket. bayar hotelnya aja. hehehehe

  18. Udh lama pengen banget ke India, tapi suka bentrok jdwalnya sama trip lain. Makasih referensinya mas, sukses bikin saya makin mupeng pengen ke sana

  19. Halo Mas, semoga komen saya tidak terlalu terlambat ya 😆

    Makasih buat sharingnya, kepengen banget bisa traveling ke India.
    Dan saya baru banget tau kalo India itu ada new dan old-nya juga.

    Duh, liat foto2 kerenmu bikin saya makin mantep buat liburan ke sana.
    Keep sharing ya, Mas!

  20. Ping balik: Mengintip Jantar Mantar: Jam Matahari Terbesar di Dunia | Omnduut

Jika ada yang perlu ditanyakan lebih lanjut, silakan berkomentar di bawah ini.

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s