Pelesiran

Pengalaman Menggunakan Bus di Eropa: Terjerembab di Heidelberg, Jerman

Ntah ini sebuah prestasi atau malah semakin menunjukkan betapa gembelnya perjalanan saya ke Eropa tahun lalu hahaha di mana 99% perjalanan saya keliling Eropa menggunakan bus. 1%-nya saya menggunakan pesawat saat berpindah dari kota Ljubljana, Slovenia ke Paris, Perancis. Itupun karena saya cek harga tiket pesawatnya nggak jauh beda dengan harga bus. Dan saya dapat menghemat waktu belasan jam.

Sebagaimana yang sudah saya ceritakan di itinerary perjalanan ke Eropa ini, saya memilih untuk menggunakan bus hanya dengan satu alasan: HARGANYA MURAH. Well, kalau beruntung sih naik kereta kadang lebih murah ketimbang bus. Tapi, sayangnya saat saya buat itinerary dan membandingkan harga bus dan kereta untuk rute yang akan saya tempuh, selisih harganya lumayan, bisa belasan atau puluhan euro.

Jadilah, keberadaan beberapa perusahaan bus di Eropa turut berperan besar dalam kelancaran perjalanan saya. Ada banyak sekali perusahaan bus di Eropa yang dapat dijadikan pilihan. Harganya pun bersaing walau di pengalaman saya, faktor harga gak jadi penentu utama. Ialah ketersediaan waktu yang sesuai dengan kebutuhanlah yang kemudian menentukan.

Untuk pemesanan tiket bus, saya percayakan di situs omio.com (dulu situsnya bernama goeuro.com). Nggak hanya tiket bus yang dijual di sana. Tapi juga tiket pesawat dan kereta. Nah, di perjalanan lalu, saya sempat mencicipi 4 perusahaan bus yakni OUIBus, Eurolines, DBBus dan yang paling banyak saya pilih Flixbus. Saya sempat akan mencoba National Express Bus yang berbasis di UK. Tadinya saya mau langsung sekalian melipir ke Skotlandia, tapi batal.

Saya mengincar satu perusahaan bus lainnya, yakni Regiojet. Namun sayang, jadwal perjalanannya nggak cocok sehingga saya pilih bus lain. Padahal, menurut beberapa teman, Regiojet ini paling oke busnya. Apa boleh buat, mungkin saya akan mencoba Regiojet lain kali.

Oke, saya akan cerita tentang beberapa pengalaman saya selama menggunakan bus di Eropa. Apa saja? Cekidot!

Bus di Eropa Tidak Melulu Tepat Waktu

Eropa sangat terkenal dengan ketepatan waktunya. Tapi, ternyata saya harus berhadapan juga dengan yang namanya delay. Ceritanya, saat akan berpindah dari Brugge menuju Luksembourg, bus yang saya tumpangi kena terkena macet ketika akan memasuki kota Brussels. Ya, sebelum ke Luksembourg, saya harus berganti bus di kota Brussels karena nggak ada rute langsung dari Brugge ke Luksembourg.

Siapa sangka, jalanan menuju kota Brussels padat merayap. Alhasil, bus yang saya tumpangi terlambat 1 jam. Saya sempat deg-degan akan tertinggal bus lanjutan. Untungnya, jeda waktunya masih cukup dan saya tiba di terminal Brussels 30 menit sebelum bus lanjutan tiba. Ironisnya, bus lanjutan juga terlambat 1 jam sehingga saya yang harusnya tiba di Luksembourg pukul 6 sore terlambat menjadi pukul 7 malam. Untung sesampai di Ray –host couchsurfing saya, dia sudah menyiapkan makan malam. Alhamdulillah.

Bus khas di London

Oh ya, ini dapat dijadikan catatan penting bahwa usahakan memilih bus yang ada rute langsung alias bukan transit. Walaupun harganya lebih mahal sedikit namun kita terbebas dari risiko ketinggalan bus lanjutan. Bisa jadi bus lanjutan tidak bayar memang, namun rugi waktu. Belum lagi kalau rutenya jarang sehingga busnya ada 2 atau 3 kali aja dalam sehari. Kalau lagi apes, ya mesti nunggu besok untuk dapat naik bus lanjutannya.

Halte/Terminal Bus di Eropa Nggak Selalu Bagus

Untuk sekelas London aja, terminalnya jauh di bawah espektasi saya. Iya sih besar, tapi tempat duduk terbatas, toiletnya berbayar tapi kondisinya kurang oke. Bahkan, di beberapa kota lain seperti Budapest, toilet yang dijaga om-om bertampang preman kondisinya jorok dan bau serta tidak tersedia tisu. Bayar loh ini padahal. Untung bawa tisu sendiri, walaupun sekedar pipis, kan tetap harus pake buat elap si otong.

Terminal bus paling juara itu ada di kota Praha dan Bratislava. Di Praha, masing-masing “gate” tempat parkir busnya ada TV plasma yang menunjukkan informasi itu tempat parkir bus apa, no berapa dan tujuan ke mana. Sama seperti yang ada di Wina, juga bagus. Tapi yang super keren itu di Bratislava. Walaupun terminalnya kecil, tapi bersih, ada colokan dan… toiletnya GRATIS!

Di Luksembourg Central, terminalnya gini doang.

Amsterdam? Aih, boro-boro. Terminal Flixbusnya hanya “nempel” di stasiun Amsterdam Sloterdijk. Saya yang harus berangkat pagi mesti nunggu di ruang terbuka dengan cuaca musim gugur yang dingin banget. Nggak ada juga papan petunjuknya. Sebagai gantinya, ada petugas yang memakai jaket kuning bertuliskan FLIXBUS dengan muka malas-malasan yang akan mengatur penumpang.

Kondisi terminal Flixbus yang ngehe juga ada di Brussels. Ya ampun gak ada kursi sama sekali. Kayak pinggir jalan doang gitu aja. Padahal Brussels itu ibu kota loh. Petugasnya juga kerap menghilang, bikin penumpang bingung apalagi banyak bus yang telat. Di kota Cesky Krumlov juga tempat nunggunya halte doang tapi masih ada tempat duduk loh.

Kesimpulan saya, semakin kecil kotanya, semakin apik halte/terminalnya. Asal Budapest gak masuk hitungan ya hahaha. Eh Budapest kota besar apa kecil sih? Hehe.

Di Brussels, terminalnya gini doang. Gak ada tempat duduk sama sekali.

Masukan dan Ambil Bagasi Secara Mandiri

Dalam satu bus, biasanya akan terdiri dari sopir dan kenek. Hmm, kayaknya kenek ini sopir juga deh, untuk rute panjang kayaknya mereka gantian nyetir. Nah, baik sopir atau kenek, mereka akan melakukan verifikasi tiket dan mengatur bagasi.

Tapi ingat, sekadar mengatur loh. Jadi kebiasaan di tanah air yang apa-apa mau diurusin jangan dibawa ke Eropa. Ya kamu harus meletakkan sendiri bagasi di perut bus. Soal ini juga harus menunggu aba-aba, gak boleh sembarangan. Kenapa? Soalnya satu bus itu kadang rutenya panjang. Misalnya saja, rute dari A ke D, maka akan melewati pemberhentian B dan C dulu.

Nah, petugas bus akan mengatur area penyimanan bus sisi X adalah untuk rute A, sisi Y untuk rute B. Hal ini untuk mempermudah pengambilan bagasi nantinya di tiap-tiap pemberhentian. Begitu bagasi sudah ditempatkan di tempat yang benar, maka antre di dekat pintu bus dan kasih lihat tiketnya. Petugas akan verifikasi tiket dari barcode yang ada di lembaran tiket/aplikasi ponsel kamu.

“Paspor wajib kasih lihat?”

Pengalaman saya mayoritas iya. Tapi ada juga yang udah dikasih paspor malah dibilang, “gak usah, gak perlu, kamu simpan saja.” Oke siap bapak.

Mau Duduk di Posisi Uenak? Bayar Lagi!

Iya, apapun perusahaan busnya, kalau kamu mau duduk di posisi tertentu, ya kamu harus bayar lagi. Ada kan yang mabokan, jadi maunya duduk di depan. Ada juga yang mau sekalian ena’-ena’ (sambil makan duren misalnya hehe) maka maunya di belakang. Terserah aja mas bro-mbak sis. Bebas kok mau duduk di mana saja ASAL nggak ada orang yang sudah lebih dulu memesan dan membayar kursi kamu secara online.

Saya beberapa kali liat orang-orang yang “terusir” setelah duduk di posisi A, eh ternyata sudah ada yang memesan kursi tersebut. Ya wes, pindah hehe. Niat hati duduk di posisi terbaik malah dapetnya posisi gak enak jadinya wakakak. Makanya, saya selalu ambil posisi tengah karena kursi yang dipesan itu biasanya di bagian depan.

Jika kedapatan bus 2 tingkat dan mau duduk di bagian atas misalnya? Belum tentu diizinkan. Pengaturan tempat duduk ini sama kayak koper. Jadi, untuk penumpang rute pendek duduk di lantai 1, dan rute panjang di lantai 2. Soal ini pengalaman saya kebalik. Saya mau duduk di lantai 1 biar lebih cepat keluar dan dekat toilet, eh malah disuruh duduk di atas. Yalah gakpapa, hitung-hitung nyobain  bus bertingkat. Di Palembang gak ada soalnya bray!

Bus dan tram di kota Wina

Soal tempat duduk ini saya sempat lihat ada penumpang yang berantem. Saat itu perjalanan dari Paris ke London. Pasca turun di perbatasan untuk kontrol paspor, ada penumpang yang tiba-tiba pindah tempat duduk padahal sebelumnya sudah ditempati orang lain. Ribut deh mereka. Saya sendiri biasanya meninggalkan barang yang penting-nggak-penting untuk nge-tek-in kursi. Biasanya sih saya meninggalkan bantal leher dan kantung makanan. Makanya kursi saya aman gak pernah diambil orang.

Tentang Toilet, WiFi dan Colokan

Tentang toilet, semua bus yang saya coba ada kok. Kondisinya relatif bersih dan tersedia tisu dan air. Yang perlu diperhatikan ialah, jika kamu orangnya gampang mabuk darat, pakailah toilet saat mobil berhenti (ketika berangkat atau tiba). Soalnya pakai toilet saat mobil melaju itu nggak ada enak-enaknya. Belum lagi jika jalanannya berkelok-kelok.

Saya pernah juga kedapatan toilet yang bau. Hmm, kayaknya ada masalah dengan ruang penyimpanan kotorannya sehingga baunya menyeruak ke dalam bus padahal toiletnya bersih. Mana pas pula busnya tua, sehingga pintunya kerap terbuka sendiri. Alhasil, pemilihan tempat duduk adalah koentji haha.

Untuk WiFi, tiap bus juga ada. Tapi pengalaman saya, ada yang WiFi-nya nyala ada yang nggak. Ntah kendala di hape saya atau di WiFi-nya. Tapi karena saya udah beli Sim Card, ya aman sih. Jikapun ada WiFi, terbatas juga pemakaiannya. Kalau nggak salah sekali pakai maksimal 500 MB saja. Buat WA-an atau cek sosmed bisalah, tapi buat ngeyoutube gak bisa. Eh, kadang youtube diblok juga sama mereka.

Halte kecil di kota Cesky Krumlov. Masih mending ada kursinya.

Pun soal colokan. Mayoritas bus yang saya tumpangi ada colokannya. Herannya kebanyakan terletak di langit-langit bus. Makanya gak heran kalau kabel charger di sana panjang-panjang. Itupun ada yang colokannya hanya satu padahal satu deret berdua. Tapi ada juga yang colokannya di samping tempat duduk dan jumlahnya dua sehingga gak usah rebutan.

Kenapa bisa begitu? Menurut analisa abal-abal saya, ini dikarenakan Flixbus itu armadanya banyak ngambil dari perusahaan bus lain. Ya, banyak perusahaan bus yang kemudian dibeli sama Flixbus alias merger. Salah satunya perusahaan Megabus yang tersohor. Jadi, mengenai keadaan WiFi, toilet dan colokan, tergantung rezekinya dapat bus yang bagus atau nggak. Tapi kalau soal tempat duduk, I have no complaint. Sama aja kok di bus manapun.

Itu dia beberapa hal yang terkait dengan bus-nya itu sendiri. Dan, cerita selanjut ini adalah highlight utama tulisan ini. Yakni, saat saya hampir ketinggalan bus akibat informasi yang tidak jelas.

Juteknya Orang Jerman

Kejadian ini terjadi saat saya akan berpindah dari kota Heidelberg, Jerman menuju kota Praha, republik Ceko. Sebelum menuju Praha, di kota sebelumnya, saya naik perusahaan bus yang sama yakni Flixbus. Untuk penggunaan Flixbus sejauh ini sangat jelas. Jika saya tiba di satu kota di titik A, maka di kemudian hari saat saya akan berpindah ke kota lain, saya tinggal datang lagi ke titik A ini.

Ya anggap saja saya dari Palembang mau ke Jakarta, tiba di Monas, nanti dari Jakarta ke Semarang, saya tinggal naik bus dari Monas lagi.

Namun, perjalanan ini agak beda. Dari kota Luksembourg saya menggunakan Flixbus untuk mencapai Heidelberg. Namun, dari Heidelberg menuju Praha, saya memilih perusahaan bus DB/Duetsche Bahn’s, yakni perusahaan bus asal Jerman.

Suasana kota Heidelberg

Saya tiba di kota Heidelberg sekitar pukul 5 sore dan Flixbus yang saya tumpangi berhenti di sebuah halte kecil. Ada beberapa papan petunjuk di tiap halte yang ada, namun herannya saya tidak menemukan dimana temat DB Bus biasa ngetem.

Saya lantas nanya ke petugas Flixbus soal itu. Dan dijawab, “nanti kamu naik busnya dari sini juga kok. Sama saja,” ujar beliau.

Saya sempat menunggu beberapa saat di halte tersebut, ada sih perusahaan bus lain seperti Eurolines, tapi petugasnya bilang tidak tahu soal dimana saya harus menunggu. Saya bingung, dan hal seperti ini harus diantisipasi, jangan sampai besok ketika akan berpindah kota, saya akan gelabakan.

Saya dan adik lantas berjalan menuju Heidelberg Central setelah sebelumnya mampir ke sebuah toko yang suprisingly  menjual mi instan terkenal dari Indonesia itu (penting ini harus saya ceritakan hahaha). Sampai di Heidelberg Central, saya mendapati kantor DB Bus di bagian dalam gedung utama. Masuklah saya ke sana untuk menanyakan prihal tiket bus saya.

Ada seorang petugas wanita yang menemui, orangnya sudah tua, tapi senyumnya ramah. Belum juga nanya jelas, dia bilang, “maaf ya bahasa Inggris saya nggak bagus.” Hoho, yaelah tante, sama ajalah. Saya juga gak jago bahasa Inggris. Saya lebih jago makan sambil kayang.

Tiket bus saya yang berbahasa Jerman.

Dengan terbata-bata, dia bilang, “oh iya nanti besok kamu berangkatnya dari sini. Nanti kamu keluar dan belok kanan,”ujarnya sambil mengarahkan sisi jalan Heidelberg Central. “Kamu lihat jalan itu? Kamu jalan aja dan nanti akan ketemu tempat bus di sana,” sahutnya lagi.

Kami lantas keluar dan ngecek lokasi yang dimaksud. Herannya hanya ada halte tram dan tempat parkir sepeda. Saya tidak melihat ada tanda-tanda tempat parkir bus. Tapi, karena saya sudah capek dan harus segera ke tempat host, saya putuskan untuk cari tahu besok saja sesaat sebelum berangkat.

Lemparan Tiket dari Petugas

Bus dijadwalkan berangkat pukul 21:45. Tapi, pukul 5 sore saya dan adik sudah pamitan sama host menuju Heidelberg Central. Kami sempat makan malam di sebuah restoran cepat saji (yang harganya mahal amit-amit dan toiletnya bayar itu) sebelum mencari tahu di mana kami harus menunggu.

Tak jauh dari restoran itu, ada satu bangunan terpisah dari bangunan utama Haidelberg Center. Bangunan ini ternyata pusat informasi dan layanan pariwisata. Saya sempat masuk ke dalam, tapi lagi-lagi bertemu petugas dengan bahasa Inggris minim. Namun saya dikasih sebuah peta di mana saya harus menunggu.

“Oh kamu masuk saja ke dalam, nanti ke platform 2 dan nunggu di sana.”

Begitu kami masuk, ternyata platform yang dimaksudkan itu ialah platform untuk kereta, bukan untuk bus. Nah kan bingung, kami mau naik bus bukan kereta soalnya hiks. Kami lantas naik ke atas, dan ketemu konter informasi yang dijaga lelaki tua.

Saya menyerahkan bukti cetakan tiket berbahasa Jerman kepada dia sambil nanya di mana saya harus menunggu.

“Kamu turun ke bawah sana,” sahutnya ke tempat platform kereta tadi.

“Tapi kami pakai bus bukan kereta, “ ujar saya.

“Iya, turun saja ke bawah sana,” ujarnya kasar sambil melempar tiket kami. Sial banget, baru kali ini saya dijutekin petugas informasi yang semestinya membantu. Saya di Eropa kan ini? Bukan India, huh?

Terjerembab di Hadapan Banyak Orang

Bingung, saya lari ke kantor DB yang sehari sebelumnya saya datangi. Sayangnya, jam operasi sudah habis. Namun, masih nampak beberapa pegawai di dalam. Saya mengedor pintu, dan mereka melirik saya. Tapi sesaat kemudian langsung melemparkan pandangan ke komputernya.

“Sabodo, jam kerja gue udah selesai,” gitu kali batin mereka.

Saya terduduk di kursi di depan kantor DB. Bingung dan panik karena waktu terus berjalan. Saat duduk itulah saya menyadari ada seorang pemuda yang nampak memperhatikan saya. Nampak sekali raut mukanya ingin membantu, tapi agak segan untuk memulai pembicaraan.

Saya langsung berdiri dan berinisiatif menghampirinya. Saya utarakan permasalahan saya sambil memperlihatkan tiket berbahasa Jerman itu. Dia melihat dengan saksama dan kemudian dia berkata, “bus kamu ini adanya di kota Mannheim, jadi dari sini kamu harus naik kereta dulu ke sana, baru kemudian naik bus dari kota itu.”

GUBRAK!

Ternyata itu dia maksudnya saya harus ke platform no.2 itu. Haaa, sederhana sekali sebetulnya, tapi kenapa orang-orang yang saya tanya tak bisa menjelaskan dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pemuda ini? Hiks. Padahal mereka petugas resmi yang semestinya mengerti dan sepenuh hati membantu.

Cela inilah tempat dimana kaki saya terperosok.

Jarak antara Mannheim dan Heidelberg sebetulnya hanya 19 km saja. Gak begitu jauh, tapi tetap saja kan saya harus berpindah kota dan berjuang lagi untuk menemukan terminal bus yang dimaksud.

Kereta ke Mannheim dijadwalkan berangkat pukul 21:14. Jarak tempuh dari heidelberg 16 menit saja dan tiba di Mannheim pukul 21:30. Di sisi lain, bus berangkat pukul 21:45. Artinya, saya hanya punya waktu 15 menit untuk berpindah dari stasiun kereta di Mannheim ke terminal bus Mannheim.

Bagi yang sudah tahu medan sih mestinya gak usah khawatir ya. Tapi, bagi pendatang seperti saya, belum tentu. Saya lantas turun ke platform no.2. Dari papan informasi terlihat dalam beberapa menit ke depan ada kereta dengan rute menuju Mannheim. Saat itu sudah pukul 8 malam.

Saya memutuskan untuk naik kereta yang akan tiba tak lama lagi dengan asumsi saya lebih punya banyak waktu untuk berpindah dari stasiun ke terminal Mannheim. Kemudian, kereta datang. Tapi mendadak saya ragu, secara no keretanya beda dan juga waktu keberangkatannya tak semestinya. Walaupun jelas terlihat tujuannya Mannheim, tapi saya harus bertanya untuk memastikan.

Waktu tidak banyak, orang mulai bergegas masuk ke kereta. Saat itulah saya berlari ke arah pintu dan menghampiri seseorang untuk bertanya. Tiba-tiba….

BRUK!

Saya jatuh terjerembab dengan posisi kaki kanan saya masuk di celah antara stasiun dan kereta. Sakit? Iya lumayan. Malu? BANGET! Tapi saya cuek, lha nggak kenal ini kan. Saya langsung berdiri dan bertanya kepada seorang pemuda soal tujuan kereta ini.

“Kereta ini bukan jadwalmu. Tapi nggak apa-apa, naik saja jika memang kamu mau ke Mannhem,” ujarnya dengan nada ragu.

Tak lama setelah dia berkata itu, pintu kereta tertutup. Saya mencari tempat duduk yang kosong sambil memijat-mijat kaki saya yang tadi terperosok ke celah kereta. Hiks, lecet dan rasanya sungguh nyeri. Untung saja pakai jeans, jika nggak bisa jadi akan terkelopek kulitnya dan berdarah.

Dalam waktu 16 menit ke depan, kereta kami berhenti dan ternyata stasiun Mannheim ini lumayan besar. Jauh lebih ramai dari Heidelberg. Berbekal infromasi dari google map, saya bergegas mencari pintu keluar yang benar dan segera menuju terminal.

Sayangnya tidak semudah itu Ferguso! Saya sempat bertanya ke petugas berpakaian dinas namun dijawab sambil lalu dengan hanya menunjukkan sebuah arah. Saya bingung dan sempat bertanya ke warga lokal yang kemudian dibantu sama beliau. “Saya nggak yakin arahnya benar, tapi coba saja kamu jalan ke arah sana dulu,” ujarnya.

Sekitar 10 menit kemudian kami tiba di sebuah terminal kecil yang sepi dengan beberapa sampah di sana. Ada beberapa bus yang terparkir, namun tidak ada informasi no bus di bagian kaca sopir sebagaimana Flixbus yang selama ini saya alami.

Bus berhenti diperbatasan untuk pemeriksaan.

Terlihat beberapa penumpang mulai berdatangan. Tapi belum ada petugas yang terlihat. Barulah sekitar pukul 21:40 alias 5 menit sebelum berangkat, petugas muncul dan menempatkan papan berisi no bus di bagian kaca. Itulah bus yang kami cari dengan penuh drama. Sekitar pukul 21:45 (ya proses boarding cepat karena penumpang sedikit), bus langsung meninggalkan kota Heidelberg.

Butuh lebih dari 15 menit waktu yang saya habiskan untuk berjalan dari stasiun Mannheim ke terminalnya. Bayangkan jika saya menaiki kereta dengan jadwal sesuai tiket yakni 21:14, bisa-bisa saya ketinggalan bus walaupun belakangan saya ketahui bahwa jika ada pemeriksaan tiket di kereta, saya bisa saja kena denda (40 euro!) karena menaiki kereta yang jadwalnya tidak sesuai dengan tiket yang sudah saya beli.

Itu dia pengalaman paling tak terlupakan saya terhadap bus di Eropa. Kapok? Nggaklah. Kalau kapok saya nggak akan ke Eropa lagi dong hahaha. Yang jelas, spare waktu yang cukup itu penting banget! Dan memang mesti double check nggak hanya ke satu orang jika memang masih ragu. Buat kamu yang akan berkeliling Eropa dengan menggunakan bus… SELAMAT BERPETUALANG.

64 komentar di “Pengalaman Menggunakan Bus di Eropa: Terjerembab di Heidelberg, Jerman

  1. Orang Indonesia pancen banyak untungnya ya, mas. Hihihi. Untung lho itu nggak ada pemeriksaan di kereta 😀
    Aaaahhh kangen traveling ke negara baru kayak giniii.

    Ehem, kalau aku memang sudah expect orang Eropa itu nggak seramah di Asia, jadi ketemu petugas terminal yang jutek kayaknya siap kuhadapi, hahaha. Mungkin karena jarang warga lokal yang pake jadi terminal2 bus di Eropa banyak yang gitu doang, mungkin.

    Seru baca ceritamu, mas. Ditunggu lanjutannya!

    • Haha iya, memang kalau dibandingin warga Asia Tenggara, Eropa termasuk dingin. Tapi karena memang “urusan lo-urusan lo, urusan gue-urusan gue” dalam artian memang gak mau banyak campur urusan orang. Privasi nomor wahid.

      Amin Nug, sekalinya menjajal negara baru nanti langsung banyak, amiiin.

  2. wah masih bagusan pelayanan bus di turki dong , saran saya oomdut kalo someday ke turki dan mau jalan darat, pilihan bus metro itu favorit bgt, mereka punya terminal khusus sendiri, wc jg gratis, di bis jg keneknya jd pelayan, bagian ngasih snack, bisa request kopi, teh,softdrink dan itu free selama perjalanan. padahal nge klaim standar eropa, tspi baca dr cerita oomdut kok malah yg deropa gitu bgt:V

    • Nah lo. Jadi Eropa mana yang dijadiin standar? hahaha. Karena kalau sampe dikasih makanan gitu kece banget namanya. Aku belasan kali naik bus di sana gak pernah dikasih camilan dan minuman 😀

  3. Kemarin malah ga sempat sekalipun naik bus pas euro trip. Maklum bawa toddler dan baby. Syaratnya klo mau naik bus harus bawa carseat sendiri, yakaliii mau dr sini. Jadinya banyakan naik kereta tp emang lebih nyaman sih *ehm.

    Kejadian2 aneh pasti adaa aja klo kita traveling ya Om. Pokoknya ada aja. Sy malah udah jauh2 hari sebelum berangkat beli tiket kereta rencana dr Austria ke Jerman eh ternyata sy posisi di Hallstat beli tiketnya di stasiun yg jaraknya hampir 200km dan baru ngecek lagi sehari sebelumnya yaelaah hahaa..

  4. Ping balik: Pengalaman Tertahan di Perbatasan Kroasia dan Slovenia | Omnduut

  5. Pfiuuuuuuuh kelar sudah baca dramanya ehehehe. Sebenarnya di mana-mana sama aja, ada yang jutek, ada yang ramah, ada yang bikin kangen. Halah. Di Jepang yang katanya ramah-ramah, kedua kali ke sana kok ya ketemu banyak yang jutek. Orang Cina katanya nggak jutek-jutek. Lha kok sering ketemu yang ramahnya minta ampun meski mereka nggak bisa Bahasa Inggris. Di stasiun tanya emak-emak relawan, eh dianterin sampek loket. Di INDONESIA????? Banyak tuh orang BAZINGAN, palagi ustad abal-abal bhuahahahaha.

    • Haha iya sih, karena di Heidelberg juga aku ketemu banyak orang baik. Cuma emang petugas tua itu nyebelin bener. Aku serasa ada di India hahaha. Dan, aku jadi makin penasaran sama China.

  6. seru sekali pengalamannya om, dan membuka wawasan ternyata Eropa gak seperfect itu haha… anyway di jerman itu kok ngeselin2 amat ya petugas2nya wkwk.. Semoga rencanaku ke Eropa juga terwujud,, 5 tahun lagi sih nunggu dapet cuti besar lagi hihi..

    -Traveler Paruh Waktu

    • Amiin. Enaknya yang bakalan eksplor yurop bareng istri ea haha.

      Btw, aku banyak ketemu juga orang Jerman yang baik. Emang lagi sial aja petugas Heidelberg Centralnya ngehe hwhw

  7. Perasaan abang seneng jatoh-jatohan kl ke LN. Tapi asli, jln” keluar negeri yang pling ditakutkan pasti tranportasi. Waktunya mepet tp kendala bahasa membuat info yang didapat tidak nyambung.Apalagi kayak aku yang suka telmi dan panikan.

  8. Fokus sama foto Heidelbergnya. Hehehehe. Bagus bangeeet. 😍

    Tapi iya sih Mas. Makin gede kotanya, makin banyak orangnya ya. Kemungkinan toiletnya juga makin kotor.

  9. Beruntunglah mas, masih bisa mempertimbangkan naik bus atau kereta. Klo tipe2 kaya saya mah bus jalan langsung mabok, jadi opsi yg itu tertutup sudah wkwkkwkw

    Btw klo website booking tiket di luar negeri gitu pembayarannya pakai apa mas? Modelnya harus disambungkan ke kartu kredit atau gimana?
    #maklum berkali2 ketemu website kaya gitu tp belum pernah pake hehe

  10. Di eropa itu ada grup bismania-nya gitu nggak sih?

    Dari busa aja ceritanya beragam ya. Tapi baru tahu kalau ada orang Eropa yang jutek banget.

    Kalau gitu, saya rajin kerja dan nabunglah, biar ke antar negara di Eropa naik pesawat. Bahahaha

  11. Ping balik: Gagal Bertemu Anuskha Sharma di Bruges, Belgia | Omnduut

  12. Om dudut, mo nanya boleh? Kalo di setiap negara yang jadi tujuan kita naek bus itu ada pemeriksaan custom barang bawaan kayak di bandara gak? Soalnya aku mau bawa makanan rendang n beras. Makasih infonya ya om dudut.

    • Halo Mbak Susan.

      Untuk perpindahan antar negara, nggak dicek kok. Jikapun dicek biasanya random aja. Dan aku selama perjalanan kemarin gak kena. Ada beberapa temen yang kena. Jikapun kena random check, gakpapa, aku sering bawa beras, telur, makanan (walau bukan rendang, tapi kering tempe hehe), dan aman saja kok.

      Aku kena sekali di pemeriksaan, itupun karena masuk ke wilayah Balkan. Cerita lengkapnya ada di sini https://omnduut.com/2019/01/12/9925/

  13. Setelah sekian lama membaca blog ini dan mempraktikkan pengajuan Visa on Arrival India, baru kali ini memberanikan diri mengirimkan komen. Abis, adminnya kreatif banget disetiap tulisannya.
    Dan mau ucapin terima kasih juga, ulasan yang dikasih menginspirasi banget. Pula link yang dikasih sangat membantu untuk backpacker new born seperti saya.
    Next summer season saya berencana untuk ke Eropa Om Ndut. Rencananya perjalanan ini akan mengunjungi 7 negara (Jerman, Prancis, Belgia, Belanda, Italia,Spanyol dan Swiss).
    Untuk ulasan Visa Schengen sangat lengkap.
    Yang mau saya tanyakan adalah perjalanan dari satu negara ke negara yang lain.
    1. Apakah Om Ndut cenderung menggunakan Bus dari pada pesawat domestik ketika berpindah negara?
    2. Tips untuk menaiki bus lokal di eropa ketika berpindah negara
    3. Tips untuk menyusun itinerary supaya tidak bolak balik. (Sepertinya saya juga harus memeriksa peta dunia :D)

    Maaf bila sebelumnya ini sudah pernah dijelaskan & saya kurang membaca.
    Terima kasih

    • Hi Alessia 🙂 terima kasih atas komennya yang bikin pagi jadi menyenangkan hehehe. Senang jika tulisanku bermanfaat. Doain ya bisa makin sering jalan-jalan biar aku bisa makin sering share pengalaman wakakak.

      1. Sebagaimana tulisan ini, jawabannya iya. Aku mostly pake bus saat berpindah tempat. Alasannya karena murah hwhw. Sebetulnya pesawat juga nggak mahal. Tapi, mentok di jatah bagasi yang hanya 7 kg. Kalau mau beli bagasi sama aja bohong, lebih mahal dari bus.

      2. Tipsnya, tinggal baca tulisan ini.

      3. Iya, saat susun itin, cek di peta atau kalau aku sesuaikan dengan rute kendaraan. Jadi misalnya ya, aku dari Palembang, mau ke Yogya.

      Aku cek tiket ke Jakarta naik bus 100.000 nyambung ke Yogya 50.000
      Dibandingkan tiket ke Bandung 150.000 nyambung ke Yogya 75.000
      Karena ke Jakarta lebih murah, jadi aku ke Jakarta dulu. Ya kurang lebih samalah, di Eropa juga begitu.

      Semoga lancar persiapannya.

  14. Have a pleasant Monday omNdut.

    Terima kasih untuk fast responsenya.
    Pertanyaan lanjutan nih Om,
    Untuk rute kendaraannya, ada link yang bisa di intip kah?
    Karna (sejujurnya) saya kurang pintar di bidang geografi (selalu tidur pas ada jam belajarnya :D) untuk memastikan rute yang saya tuju.

    Thank you in advance

  15. Ping balik: Rekor Eksplor Satu Negara “Hanya” 2 Jam Saja di Luksemburg! | Omnduut

  16. hai mas…salam kenal..aku juga rencana mau keliling eropa, kl misalnya dari amsterdam naik bus yang jam 00.40 dan sampe brussels jam 4 pagi, kira2 aman nggak? karena biar saving hotel dan waktu juga..ngk kepake buat perjalanan. makasih ya

    • Hi Mbak Yanti, naik bus apa?

      Eropa overall aman. Tapi untuk Brussels terminalnya kurang nyaman untuk istirahat. Tapi ya gakpapa sih kalau memang mau pakai bus malam.

  17. hai mas…salam kenal..aku juga rencana mau keliling eropa, kl misalnya dari amsterdam naik bus yang jam 00.40 dan sampe brussels jam 4 pagi, kira2 aman nggak? karena biar saving hotel dan waktu juga..ngk kepake buat perjalanan. makasih ya…btw kl bisa kirim ke email ya

  18. Ping balik: Aha! Ini Dia Persiapan dan Itinerary 25 Hari Jelajah Eropa | Omnduut

  19. Ping balik: Gagal Klimaks di Kota Secakep Praha | Omnduut

  20. Ping balik: Menikmati Kelabu di Langit Budapest | Omnduut

  21. Salam kenal om ndut..kalo seandainya mau jalan ke 7Negara Jerman, Austria, Swiss, Luxemburg,Belanda, Prancis, Polandia apa cukup waktu 8 hari pulang pergi dan kira” biaya kost nya bera om saya rencanakan lebih banyak naik kereta Api/ der Zug..mau nabung dari sekarang..2 tahun lagi biar bisa ke Eropa..ditunggu jawabannya om🙂

    • Hi Halo Marta.

      Untuk itinerary sepadat itu kayaknya kurang jika hanya 8 hari pulang pergi. Apalagi negara-negara yang mau kamu datangi itu lumayan jauh.

      Cara paling mudah untuk memastikan bisa atau nggak kamu melakukannya, liat jadwal perjalanan transportasinya. Bisa coba di situs https://www.omio.com/

      Jadi nanti akan tergambarkan apakah mungkin atau tidak. Baiknya sih memang dikurangi ya, karena waktunya terlalu sedikit.

  22. Ping balik: Setengah Hari di Cesky Krumlov: Mo Nanges! | Omnduut

  23. Mixed feeling banget pasti ya. Emang rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau, padahal aslinya nggak selalu.

    Btw, exterior bus tingkatnya gemse bangettt yang warna merah.

  24. Wahhh seru banget perjalanan explorenya ke berbagai tempat sambil nyobain transportasi disanaa, terutama menggunakan bus.. Oiyaa untuk kedatangan atau perjalanan bus disana itu apakah bisa dipantau pergerakannya, misalnya udah sampai dimana, terus bus yang akan kita naiki dimana..

    Diatas tadi kan diceritakan kalau bus yang akan datang sering delay, trus mas nya bisa tau telatnya bus itu di kota mana. Nah untuk taunya apakah karena aplikasi atau di tempat haltenya itu keliatan atau gimana ?

    • Telat pas mau ke Luksemburg. Bus dari Amsterdamnya kena macet pas mau masuk ke Brussel. “Untungnya” bus dari Brussel ke Luksemburg jg telat sejam sehingga masih bisa terkejar 🙂

      Soal pantauan pergerakan bus, di sana nggak ada mas.

  25. Backpacking kayak gini bikin lemes juga kalo kudu pindah-pindah antar moda transportasi dengan spare waktu yang sempit. Aku rasa, aku lebih suka pakai private guide aja kalau mau pergi keliling Eropa.

  26. wahh ternyata bule juga ada yang gak ramah yaa, sebaliknya bila mereka datang ke sini kita ramah banget pada mereka

    dan baru tahu juga nih ternyata di sana gak sellau tepat waktu juga yaa

Tinggalkan Balasan ke omnduut Batalkan balasan