Pelesiran

Way Kambas, Aku Datang!

Foto oleh @Raiyanim | Raiyani.net

Sebelum benar-benar tiba di Way Kambas, tadinya aku pikir Way Kambas letaknya sangat jauh dari Bandar Lampung. Setelah dijalani, eh ternyata nggak juga. Masih jauhan Pulau Pisang yang ada di Kabupaten Pesisir Barat. Maklum, Sumatra ini luas. Mau ke kabupaten lain aja rasanya bisa jalan ke provinsi sebelah kalau di pulau Jawa sana.

Rasanya, aku pertama kali tahu tentang Way Kambas itu saat SD deh. Spesifiknya, baca di buku pelajaran sekolah. Iya nggak sih? Hayo coba bantuin aku buat mengingat hehe. Itupun sekadar tahu bahwa ini tempat miara gajah. That’s it. Sesederhana itu. Padahal, Way Kambas merupakan taman nasional yang nggak hanya ngurusin gajah. –PR banget kan kalau gajah mau dibikin kurus syalala.

Monyet di Sarang Gajah

Perjalanan ke Way Kambas ini masih satu rangkaian dari perjalananku menghadiri Festival Panen Padi beberapa waktu lalu. Dari kediaman rumah Bu Bupati, butuh waktu sekitar 1 jam lebih untuk mencapai lokasi TN Way Kambas ini.

Monyet di sepanjang jalan menuju TN Way Kambas

Jalanan relatif baik walaupun gak sepenuhnya mulus. Emang sih ada beberapa kondisi yang berlubang. Tapi ya, dibikin asyik aja. Terasa makin adventure, kan? Hwhw. Nah, “lucunya” sepanjang jalan menuju pusat taman nasional, kami banyak bertemu dengan monyet yang berada di sisi kanan dan kiri jalan. Monyet-monyet ini makin berkerubung saat diberi makanan. Ya, semacam roti dan biskuit gitulah. Kalau makanan yang kayak ada di restoran instagramable di Bandar Lampung ini sayang dong, ah!

Ada sebuah gapura besar sebagai tanda kami sudah memasuki kawasan TN Way Kambas. Taman nasional yang terletak di Kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur ini ternyata cukup modern dalam sekilas pengamatanku. Nampak beberapa bangunan berada di kawasan Way Kambas ini. Ternyata, itu adalah kediaman para pekerja/ranger, dan juga ada satu kawasan wisatanya yang berderet beberapa warung dan pertokoan sederhana.

Beda dengan TN Tanjung Puting yang aku kunjungi akhir tahun lalu, buat ketemu Orang Utan itu pengunjung harus berjalan kaki dulu. Kadang melewati sungai kecilnya segala. Nah, di TN Way Kambas, pengunjung gak perlu susah payah untuk menemui gajah. Sepanjang pandangan mata, mudah ditemui gajah-gajah yang tengah makan.

Gajah-gajah ini kakinya dirantai. Sekilas nampak kejam ya, tapi sebetulnya itu demi keamanan juga. Pertama, keamanan pengunjung karena walau bagaimanapun mereka ini hewan yang insting pertahanannya dapat muncul jika merasa terancam, kedua, demi keamanan gajah itu sendiri karena kalau mainnya kejauhan dan hilang, kan jadinya susah dicari dan bisa berbahaya terhadap mereka sendiri.

Berkenalan dengan Maximus

Gajah yang ada di Way Kambas ini adalah jenis Gajah Sumatra (Elephas maximus sumantranus) yang sepertinya masih saudara jauh Elephas maximus indicus aka Gajah India yang aku jumpai di Taman Nasional Periyar , tepatnya di kota Kottayam, India setahun sebelumnya. Ukuran gajahnya memang besar. Lumayanlah, kalo kegencet, kayaknya tinggal nama doang deh aku mah hehehe.

TN Way Kambas ini sudah mulai berdiri sejak tahun 1985 dan menjadi sekolah gajah pertama di Indonesia. Dulu sih disebut sebagai Pusat Latihan Gajah (PLG), namun sekarang udah berganti nama menjadi Pusat Konservasi Gajah (PKG). So far sih, udah lebih dari 300 gajah yang dilatih di sini dan gajah-gajah ini kemudian disebarkan ke seluruh penjuru tanah air.

Nampak gajah-gajah ini dirawat dengan baik. Bayangin aja, sampe ada rumah sakitnya segala. Bangunannya bagus, modern dan pas ke sana, aku mendadak pingin diperiksa, gitu. –lha ngaku-ngaku gajah. Hehehe. Btw, aku sempat juga sih mampir ke bangunan tempat rangernya tinggal. Gegaranya sih mau ke toilet, tapi toilet umumnya rusak parah sehingga aku berinisiatif numpang ke kediamannya ranger ini.

“Mas, mau naik gajah nggak?” ujar salah seorang petugas.

“Berapaan, pak?” tanyaku.

“Rp.150.000 aja,” sahutnya lagi.

Aku lupa, itu tawaran untuk naik berapa lama. Berhubung aku jalannya rombongan dan waktu terbatas, tawaran itu aku tolak. Ironisnya, begitu sampai ke parkiran, aku ditinggal rombongan huaaaa –sekarang sih ketawa pedih kalau inget hwhwhw. Ya sudahlah, apa boleh buat. Mending aku cari dedek emesh aja di sekitaran situ.

Dedek Emesh di Kolam Pemandian

Serius! Ada beberapa dedek emesh yang duduk di salah satu pondok yang berada di pinggir kolam pemandian gajah. Sama Bang Endri –guide kami selama di Lampung Timur, diajak ngobrol sih. Lumayan, banyak juga yang diobrolin. Aku? Nggahlah, dedek emeshnya bukan Maudy Ayunda soalnya hahaha.

“Traveler?”

“Elo juga ya?”

“Iya, saya seorang traveler.”

Kalau kamu udah nonton film The Nekad Traveler, pasti ngeh kalau dialog antara Hamish dan Maudy Ayunda itu berlangsung di Way Kambas. Tepatnya lagi di kolam tempat dedeh emesh ini duduk-duduk santai. Hahaha. Adegan itu sebetulnya bullyable sih hwhw, tapi ya harus diakui juga memorable.

Taman nasional yang menempati lahan seluas 1.300 km persegi ini emang kadung terkenal dengan gajahnya. Padahal, ini adalah taman nasional tempat badak Sumatra, harimau Sumatra, Mentok rimba, buaya sepit, aneka burung (Bangau Tongtong, Sempidan Biru, Kuau Raja, dsb) dan berbagai jenis fauna lainnya tinggal.  Untuk flora, TN ini adalah tempatnya Api-api, Pidada, Nipah dan Pandan tumbuh.

Taman nasional tertua di Indonesia ini (karena sejak tahun 1937 area ini sudah dibuka oleh Belanda) juga telah ditetapkan sebagai kawasan Taman Warisan ASEAN ke-4 di Indonesia atau ke-36 di ASEAN. Sebelumnya, TN yang mendapatkan “gelar” Taman Warisan ASEAN adalah TN Gunung Leuser di Aceh dan Sumatra Utara, TN Lorenz di Papua dan TN Kerinci Seblat di Sumatra Barat, Jambi, Bengku dan Sumatra Utara.

Aku senang berada di TN Way Kambas ini. Kejadian tertinggal rombongan saat ke toilet juga menjadi indikasi bahwa suatu saat aku harus balik lagi ke Way Kambas untuk mengeksplorasi secara lebih lama. Semoga juga, ada pembenahan fasilitas penunjangnya (seperti toiletnya itu). Dan ya, mari berharap siapa tahu kan ketemu dedek emesh lainnya di sana. –lirik Chelsea Islan. Hihihi.

97 komentar di “Way Kambas, Aku Datang!

    • Dedek emeshnya terhalang tiang pondok itu mas hahaha.

      Menurutku cukup ramah untuk anak. Paling kebutuhan anak juga disiapkan sama ortu. Misalnya pakaian ganti, tisu basah (mengingat toiletnya apa adanya). Selebihnya oke.

  1. Gak cuma kalau denger Way Kambas, kalau denger Lampung pun aku langsung kepikiran gajah. Dulu ada teman SMA baru pindah dari Lampung. Trus aku nanya ke dia, Brarti kamu sering main ama gajah? 🙂 Padahal dia Lampung-nya di mana gitu…

    • Hahaha jadi semacam trademark-nya provinsi Lampung ya mbak Ira. Kalau di gedung-gedungnya sih ciri khasnya itu Siger. Kalo patung-patung, emang banyak gajah. Dan gak salah juga ya kalau orang berpikirnya Lampung identik dengan gajah. Emang khas sekali Way Kambas itu.

  2. “Padahal, Way Kambas merupakan taman nasional yang nggak hanya ngurusin gajah. –PR banget kan kalau gajah mau dibikin kurus syalala”. kok ini bikin ngakak ya? wkwkwk

  3. Hhhhmmmmm babak tertinggal itu aku ikut kesal… hhhmmm btw jangan jangan adegan hamish dan Mba Memyeh menyeh itu rekayasa Yayan yaaa hahahahahaha…. btw aku aja seneng tandang Ke way kambas… sering bawa keluarga kalo ada waktu senggang seharian

  4. Masya Allah, cintamu pada Chelsea Islan tampaknya sejati ya Yan? Sampai belum move on juga hahahaha.

    Kembali ke Way Kambas. Dirimu cerita di atas kalau selain gajah di TN Way Kambas juga tinggal hewan-hewan lainnya termasuk harimau sumatra dan badak. Pernah gak sih ada kisah, kalau hewan-hewan besar lainnya itu masuk ke areal pelatihan gajah? Dan apakah ada pagar pembatasnya? Khan serem aja kalau misalnya lagi lihat-lihat gajah malah ketemu harimau hehehehe … Maklum aku belum pernah ke sana, dan penasaran banget.

  5. Pengennnn bangett ke way kambasss..ajakin donk.omndut kalo jalan2 hahaahah…
    Itu keren banget sih..btw, mahal juga ya naik gajahnya…

    • Dari Palembang juga ini tergolong dekat. Naik kereta modal Rp.40 ribu doang udah nyampe ke Bandar Lampung. Tapi tetap dulu kesannya jauh banget haha, padahal masalah waktu dan kesempatan aja ya mbak.

  6. Besar dan menggemaskan. Tapi kalau ketemu yang jantan dan bergading panjang, keder juga sih hehe. Pernah kemari awal tahun 2016. Ketemu anak gajah sedang berdua induknya. Bukan induknya yg nyeruduk, malah anaknya. Yang diseruduk hampir kejengkang 😂

    • Rasanya aku tahu siapa yang diseruduk hahahaha. *opsss *sungkem

      Iya mbak, ini pas gajahnya gerak sedikit aja udah parno. Soalnya gak ada pawang. Pas ada pawang itu aku gak ikutan.

  7. sebenarnya kan Om, berinteraksi dengan anak gajah secara langsung itu tak baik. Selain tak aman untuk keselamatan kita, pun begitu bagi si anak gajahnya. mudah dan rentan terkena virus. apalagi pas kita nyampe dari perjalanan jauh.

    • Pertama, aku gak ikutan berinteraksi dengan anak gajah. Kenapa? alasannya udah ditulis di atas hehehe. Kedua, temen-temen yang berinteraksi sama anak gajah itu ditemani pawangnya. Bisa jadi memang sama pawangnya diingatkan untuk tidak berinteraksi terlalu “dekat” dengan mereka saat itu. Atau juga, jika tanpa larangan, pawangnya ngerasa interaksi teman-teman yang di lain masih dalam batasan aman. ^^

  8. Asyiknya yang lihat gajah~

    Di Lombok baru-baru ini juga ada buku Elephant Park gitu. Tapi masih gak begitu tertarik ke sana. Soalnya udah pastilah itu gajah-gajahnya didatangkan dari mana gitu. Di Lombok mana ada gajah heuheueheu~

  9. Iiri banget sih. Padahal Agustus kemarin rencana bakal traveling ke Way Kambas. Jadi pengen ke sana stelah nonton Naked Traveler the movie.

    Tapi, perjalanan Jogja – Lampung butuh biaya, tenaga, dan waktu tak sedikit Pak. hahahaha

    Ngmong-ngomong soal monyet, di Banyuwangi monyetnya liar banget, udah bisa buka tas. Di Uluwatu kasian, keseringan dikasih makan, ada yang obesitas. Eh, ga penting ya ini?

    • Ya mas, kok aku dipanggil pak sih. Panggil DIK aja muahahaha.

      Kalau ke Lampung sekalian mampir ke Palembang ya. Penting itu isu monyet obesitas. Mosok monyet mau nyaingin aku? huhuhuhu

  10. Wah gajahnya gendut-gendut ya sekarang. Aku blom pernah ke Way Kambas sih tapi awal tahun ini lihat postingan teman di path gajahnya kurus gitu. Syukurlah kalau sekarang agak ndut

    • Mungkin itu gajah anorexia yang baru ditemukan, lalu masuk ke Way Kambas untuk menjalani perawatan hihi. Alhamdulillah, so far yang kulihat gajah di sana terawat dengan baik mbak. Semoga akan selalu begitu, amiiin.

    • Untuk fasilitas umum berupa toiletnya emang parah banget mas. Bangunannya bisa dibilang hancur. Tapi kalau rumah sakit gajahnya masih bagus dan nampak terawat dan modern.

  11. Beneeer, Sumatera itu luas banget. Berasa banget pas tinggal di sini mau ke provinsi lain aja bisa seharian. Berapa lama ya om ke Way Kambas dari Bandar Lampung? trus kira-kira searah dengan jalan pulang ke Palembang ga?

Jika ada yang perlu ditanyakan lebih lanjut, silakan berkomentar di bawah ini.