Pelesiran

Perjalanan Sebutir Biji Kopi di Festival Kopi Al-Munawar

dsc_0430

.

Bukti bahwa aku bukan penikmat kopi ialah sampai detik ini aku masih saja berpendapat, “apa enaknya kopi yang pahit?” nah, bagi pecinta kopi garis keras, kata-kata itu terasa begitu menyakitkan. Well, mungkin kata-kata itu selevel kayak aku ngatain orang, “apa gunanya ganteng/cantik tapi jomblo?”(1) yekan yekan yekan?

Jadi inget saat terakhir kali ke Jambi, diajakin ke sebuah garasi eh kedai kopi eh emang garasi kok, trus diicipin seteko kecil kopi (tenang, diminum rame-rame), trus rasanya pahit bukan main. Saking pahitnya udah mau dilepehin aja. Melihat ekpresiku yang nge-eneg-in (tapi tetep kiyut) itu lalu aku dibilangin, “coba biarkan kopinya menari-nari di lidah, nanti akan muncul rasa asam kopi yang nikmat.”

dsc_0441

Kopi Sumsel

Dih, emang mbak Natalie Portman yang jago nari. Tapi, gak ada salahnya dicoba, kan? Dan…eyaladalah, emang bener euy! Dari kopi yang pahit itu muncul rasa lain (yeah, walaupun belakangan aku mikirnya, apa rasa asam itu muncul dari iler?).

Intinya sih, aku suka kopi. Tapi yang minumnya nggak sambil ngucap istighfar. Titik.

Lalu, apa jadinya jika si-bukan-penikmat-kopi-tapi-penikmat-kecantikan-dik-Chelsea-Islan ini diajakin blusukan ke kabupaten-kabupaten di Sumatra Selatan hanya untuk main ke kebun kopinya? Iya jelas aku mau. Itu kan namanya jalan-jalan. Walaupun jalannya ke kebun. Mau deket atau jauh, kalau itu labelnya pelesiran, aku pasti mau (2).

Rombongan Siru bin Seru

Siru itu artinya hmm heboh kalau dalam bahasa Palembang. Dan memang, perjalanan kunjungan ke kebun kopi di beberapa kabupaten ini berlangsung dengan siru dan seru. Sesuai arahan ketua rombongan, Senin pagi (17/10) aku sudah tiba di kantor Gubernur Sumatra Selatan. Ceritanya bakalan ada pejabat gitu yang akan melepas rombongan. Acara yang dijadwalkan berlangsung pukul 7 pagi itu baru berlangsung pukul 9 pagi. Hmm…no wonderlah ya.

Oke, lupakan acar-nunggu-pejabat-datang yang bikin perjalanan molor. Dengan mengendarai beberapa kendaraan, tujuan kami yang pertama ialah bertamu di kantor bupati Lahat. Perjalanan ke kebun kopi ini cukup ramai. Ada sekitar 30-an orang. Sebagian berangkat dengan mobil pribadi (sponsor sebuah perusahaan otomotif), sebagian lagi mengendarai bus. Nah aku sendiri berangkat menggunakan bus.

Risikonya perjalanan lebih lambat, tapi serunya, teman seperjalanan yang sebagian besar bapak-bapak itu gokilnya bukan main. Sepanjang perjalanan isinya ketawa mulu, walaupun bahan guyonannya mayoritas dengan membully salah satu anggota rombongan hehe. Siang hari, kami mampir ke kantor bupati Lahat dan dijamu makan siang. Kami rombongan yang terakhir tiba, ya maklum saja, namanya juga naik bus kan?

dsc_0349

Pertemuan dengan bupati Lahat

Di sini, aku sempat mencicipi kopi Lahat. Rasanya sih enak ya, soalnya ada gula hehe. Tenang, walaupun aku gak suka kopi pahit, aku juga nggak terlalu suka makanan/minuman yang terlalu manis. Sedang-sedang saja kalo kata mbak Petih Perah. Yang penting dapat dinikmati tanpa mengernyitkan dahi. Agenda selanjutnya berkunjung ke Desa Pelajaran dan kunjungan ke kebun kopi yang ada di Jarai. Rombongan lain sih sampai ke Jarai. Namun tidak dengan rombongan kami yang lagi-lagi bergerak lambat akibat hal teknis. Alhasil, kami melewatkan main ke kebun kopi yang ada di sana.

Ngopi di Tengah Hamparan Kebun Teh

Malamnya kami diagendakan menginap di Pagar Alam. Tepatnya di hotel paling kece yang ada di sana : Besh Hotel & Villa Pagar Alam. Kami menghabiskan malam yang dingin namun hangat ditemani kopi Pagar Alam yang terkenal itu. Aku sendiri paling suka kopi Pagar Alam ini. Harumnya nendang, rasanya pahitnya pas dan cocok banget diminum selagi hangat.

Saat sarapan keesokan harinya, kami lagi-lagi dikunjungi pimpinan daerah setempat. Kali ini walikota Pagar Alam, yang mengajak kami berdialog mengenai kopi produksi daerahnya. Penggiat usaha yang ada di Pagar Alam juga pamer produk mereka di sana. Kami juga diperlihatkan bagaimana cara mengolah biji kopi sehingga menjadi bubuk dan dapat diseduh dengan mudah.

dsc_0402

Pengolahan biji kopi di Besh Hotel & Villa

“Sudah saatnya petani kopi mengolah kopi dengan cara yang lebih baik,” ujar bu Salamah.

“Jadi, seharusnya tidak ada lagi orang yang menjemur kopi di tengah jalan agar dapat dilindas oleh ban mobil,” sahut beliau lagi.

dsc_0413

Sengaja dijemur di jalan agar dilindas ban kendaraan

Hoho, memang, begitulah pemandangan yang terlihat saat melintasi daerah-daerah penghasil kopi. Aku sendiri awalnya merasa heran, kok iya kopinya dijemur di tengah jalan gitu. Ternyata sengaja dilakukan untuk sekaligus mengelupas kulit kopi. Sayangnya, cara yang dilakukan penduduk tersebut adalah cara yang salah dan dapat menurunkan kualitas dan harga jual kopi.

Gagal mengunjungi Jarai, Alhamdulillah aku dan rombongan dapat mengunjungi kebun kopi lainnya yang berada di desa Bumi Agung. Aku suka main-main ke kebun kopi yang ada di desa Bumi Agung ini. Soalnya, untuk mencapai lokasi, kami harus melewati anak sungai dan harus meniti jembatan gantung. Lumayanlah, bisa pose ala-ala hehehe.

dsc_0419

Jembatan gantung di desa Bumi Agung

Ini kali pertama aku main ke kebun kopi. Ternyata pohon kopi itu tidak terlalu tinggi dan buahnya tumbuh rapat. Di kebun yang sama, terdapat juga beberapa batang cokelat. Aku sempat mencicipi buah cokelat yang belum matang. Saat dimakan, rasanya asam namun enak.

dsc_0432

Petani kopi dengan motor andalannya

Di kebun kopi, kami diajak berkeliling oleh pemilik kebun dan juga berkesempatan bertemu dengan beberapa petani kopi yang ternyata kebanyakan pendatang dari pulau Jawa. Ternyata lagi, beda pohon, beda pula jenis kopi yang dihasilkan. Asli aku baru tahu. Kukira, semua pohon sama, nanti setelah diolah menjadi berbeda hasilnya.

Semoga selepas perjalanan ini aku jadi pinter soal kopi. Hehehe.

dsc_0438

Si pemetik kopi ala-ala 😀

Melipir ke Semendo

Dari Lahat, ke Pagar Alam, lanjut ke kabupaten Muara Enim, tepatnya di Semendo. Nah, salah satu alasan aku mau diajakin pelesiran adalah saat melihat rutenya yang ke Semendo ini. Kopi Semendo adalah salah satu jenis kopi yang tersohor seantero Sumatra Selatan. Konon, kawasan Semendo juga apik tenan. Tak jauh beda dengan Pagar Alam karena sama-sama berada di kawasan pegunungan.

dsc_0429

Pohon kopi

Sambutan bupati Muara Enim adalah yang paling meriah selama di perjalanan. Bagaimana tidak, saat tiba ditengah guyuran hujan, kami dijamu dengan makan malam sederhana namun berkesan di kediaman pribadi beliau. Setelahnya, ternyata beliau sudah menyiapkan serangkaian acara yang juga mengundang para petani untuk datang sekaligus memamerkan hasil produk mereka.

dsc_0459

Salah satu petani kopi yang datang.

Malam itu juga kami menginap di villa peristirahatan milik pribadi bupati. Kami butuh beristirahat sebelum menjelajah kebun kopi keesokan harinya. Walaupun tidurnya empit-empitan, tapi ya dibikin asyik aja. Kapan lagi kan tidur di villa rame-ramean sambil tanding-tandingan ngorok? Hehehe.

dsc_0483

Pondok kecil di tengah kebun kopi

Keesokan harinya, pasca tidur dan sarapan, kami bersiap menuju Desa Segamit untuk melihat kebun kopi yang ada di sana. Sebelum sampai ke tujuan, kami sempat mampir ke sebuah kebun stoberi dan mencicipi storberi yang asam nikmat itu. Uniknya, stoberi yang belum sepenuhnya matang menurutku lebih enak ketimbang yang sudah matang. Nah loh, tanya kenapa hehe.

dsc_0494

Suguhan nikmat

Kami mengunjungi sebuah kebun kopi milik salah seorang warga yang ternyata memiliki pesantren juga di sana. Kunjungan kebun kopinya sih terus terang biasa saja, nggak jauh beda dengan kebun kopi yang ada di desa Bumi Agung. Yang menjadikan kunjungan kami spesial hari itu adalah saat mampir ke pesantren Darul Ulum dan dijamu dengan panganan lokal.

dsc_0495

Makan gak makan yang penting ngopi 😀

Ada pisang dan ubi rebus. Namun, yang aku paling suka adalah bongkol yang diolah dengan pisang. Nah, jika bongkol/lemang biasa hanya terbuat dari ketan dan campuran kelapa parut, bongkol yang aku makan saat itu dicampur dengan pisang yang sudah dihaluskan. Rasanya? Enak sekali! Apalagi sambil minum kopi Semendo. Hidangannya boleh sederhana, namun karena dimakan beramai-ramai dengan suasana kekeluargaan yang kental, kegiatan itu terasa jauh lebih nikmat.

dsc_0485

Biji kopi dijemur di area pesantren

Selamat Datang di Festival Kopi Al-Munawar

Sebagai bentuk apresiasi terhadap petani kopi dan sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap hasil kopi di Sumatra Selatan, tecetuslah ide untuk membuat Festival Kopi Al-Munawar yang pada tanggal 29 hingga 30 Oktober lalu berhasil diselenggarakan dengan sukses untuk pertama kalinya!

dsc_0558

Model : Astari RAISO Ivegotago

Selain mengumpulkan semua hasil kopi di Sumatra Selatan, festival ini menjadi sangat spesial karena mengambil tempat di kampung Al-Munawar, salah satu cagar budaya di Palembang yang berisi rumah-rumah berusia ratusan tahun. Kawasan ini memang tengah dikembangkan secara serius oleh Dinas Pariwisata dan Budaya provinsi Sumatra Selatan dan keberadaannya kian gaung dan makin diminati oleh wisatawan.

dsc_0591

Diantara rumah-rumah tua

Berbagai macam kegiatan dilakukan selama pelaksanaan Festival Kopi Al-Munawar. Misalnya saja lomba barista (yang mempertemukan barista-barista handal se-kota Palembang), nonton bareng film bertema kopi, workshop penyajian kopi dan tentu saja bagi-bagi kopi gratis!

dsc_0594

Racik kopi paling enaknya bang!

Aku datang di hari pertama. Dan wow! Sambutan pengunjung sangat luar biasa. Ramai sekali! Festival ini nggak hanya didatangi oleh para penikmat kopi, namun masyarakat biasa pun banyak datang untuk membunuh rasa penasaran mereka akan kampung arab yang terkenal itu. Akuilah, walaupun letaknya tak jauh dari Jembatan Ampera, masih belum banyak orang yang tahu tentang keberadaan kampung ini, loh!

dsc_0589

Biji-biji kopi

Pada saat pelaksanaan Festival Kopi Al-Munawar, semua rumah tua aksesnya dibuka untuk umum. So, pengunjung nggak hanya dapat melihat dari luar namun dapat masuk ke dalam, melihat langsung perabotan yang digunakan bahkan pengunjung dapat melihat dapur rumah-rumah tua ini!

Di hari kedua pelaksanaan, agendanya lebih seru lagi. Ada perlombaan melukis dengan kopi. Banyak yang ikutan dan kreatifnya juara! Ada yang melukis dengan ampas kopi, bubuk kopi atau bahkan biji kopi. Lalu, ada pula talkshow sejarah Palembang, talkshow pemanfaatan limbah kopi, lomba puisi, bagi kopi gratis (lagi) hingga pertunjukan gambus, permainan musik ala Palembang. Kece bana!

Mengingat festivalnya berlangsung dengan sukses, aku yakin tahun depan Festival Kopi Al-Munawar akan dilaksanakan lagi dengan kegiatan-kegiatan yang lebih seru dan meriah. So, bagi kamu yang ngakunya pecinta kopi, jangan sampai kelewatan Festival Kopi Al-Munawar tahun depan, ya!

dsc_0601

Sampai jumpa di Festival Kopi Al-Munawar tahun 2017

  • (1) Persis yang kayak orang omongin ke aku. Prikitiw, langsung merasa cantik eh ganteng.

  • (2) Apalagi kalo jalannya sama cewek cakep trus pulangnya dikasih sangu.

Iklan

67 komentar di “Perjalanan Sebutir Biji Kopi di Festival Kopi Al-Munawar

  1. Moga perjalanan2 seperti ini nambah awareness dan kecintaan terhadap kopi Indonesia, yah. Di Jerman, baru dikit banget kopi dari tanah air. Kebanyakan dari Amerika Selatan dan Afrika. Aku kalau mudik, suka bawa oleh2 kopi buat teman2 kami di sini.

    • Iya, sudah seharusnya kopi Indonesia berjaya di negeri sendiri. Syukur-syukur dapat mendunia kayak kopi Vietnam yang terkenal itu. Di Palembang sendiri, kopi rencananya akan dijadikan welcome drink di semua hotel/kantor selama pelaksanaan Asian Games 2018 nanti mbak 🙂

  2. Bentar om biar ga gagal paham, jadi bu Salamah itu tukang kopi apa walikota om?
    Stoberi bukannya mateng ato mentah tetep asem ya?
    Mana om foto lomba lukis pake kopinya? pengen liat, ga kebayang soalnya

  3. Hooohh baru tau itu biji kopi sengaja dilindes. Abis itu dicuci gak yaaa.. 😀 Aku jg bukan penikmat kopi tapi klo jln2 buat tau gimana proses kopi dibuat aku pasti bakal tertarik juga buat ikut om.. 🙂

    • Nah itu dia hahaha. Aku juga mikirnya kalau mobilnya habis melalui jalanan berlumpur gimana? trus kalo ada kotoran gimana? makanya teknik menjemur dan pengolahan kayak gini mulai ditinggalkan walaupun sebagian masyarakat masih menggunakan cara yang sama.

  4. Kopi indonedia banyaj macamnya dan rhe best, tapi nggak bisa ngopi. Bukan karena pahitnya tapi jantungku lsg berdetak kenceng trus pingin muntah tiap minum kopi. Dag dig dugnya sekenceng ketemu mantan, eh ….

  5. aku pun taunya rasa kopi ya begitu-gitu saja, maklum bukan penggemar kopi. tapi kalau denger curhatan para “ndatuk” atau maniak kopi dalam bahasa Banjarnegara rasanya sungguh mantap deh mereka-mereka ini bercerita mengenai rasa, aroma, sisi asam dan efek kalau nggak ngopi gitu. dulu apaan sih kebun kopi gitu jadi tempat wisata tapi sekarang hmmmm malah jadi destinasi favorit apalagi bagi para pecinta kopi sejati

  6. Dulu hampir setahun sruputannya kopi gayo, tapi ya tetep aja ditambahin gula, gula aja tanpa mariyuana, ahahaha.
    Tapi kebun kopi di tempat saya dulu pas di Aceh gak bisa buat jalan-jalan kayak gitu, bisa2 ketemu babi atau beruang, ahaha

    • Iya, aku mikirnya juga bakalan ke hutan-hutan, eh ternyata gitu doang hehehe, tapi ya bagus, jadi nggak lelah #eh haha.

      Aku penasaran sama mie aceh PLUS PLUSnya buahahaha

  7. Mauuu..buat suami tapi…aku nggak begitu suka kopi pahit Har 😀 ha ha ha…
    Ada lemang pula..dah lama banget nggak makan lemang..disana ada juga ya ternyata 😀 kirian makanan orang Sumut aja itu…

  8. Palembang harusnya juga sudah mengenalkan dan bikin terkenal kopi. Soalnya Sumatera Selatan dengan luasnya tanaman kopi juga penghasil kopi terbesar.

    Saya juga baru tahu ada festival kopi al munawar ini. Festival ini sudah memasuki tahun keberapa?

  9. Keren ya Om tur kebun kopi. Pasti enak tuh bongkol pake pisang. Nak cuba lah kapan2, plus Festival Kopi Al-Munawar.
    Serius di situ ada Kampung Arab?? Penasaran dengan sejarahnya. 😀

  10. Aduh suka banget sama postingan oom yg ini. Aku pecinta kopi garis keras tp sayang pengetahuan aku ttg kopi asal negara sendiri sangat minim. Malah tau nya kopi2 dr benua lain!

    • Wuih terima kasih udah mampir mbak 🙂 Waktu aku ke Malaysia, mampir ke kedai kopi terkenal “itu” dan dipresentasikan cara bikin kopi, si mbak tukang ngeracik kopinya bilang bahwa kopi fav-nya malah dari Sumatra, Indonesia (pasti mbak udah bisa nebak kopi yang mana ya hehe).

      Aku sebagai orang Indonesia jadi ikutan bangga mendengarnya 🙂

      • oyaa?wah kopi mana?sidikalang? aku suka banget kopi toraja. betul, disini ada juga championship barista gitu se-Eropa aja sih, dan favorit mereka satu diantara nya juga kopi sumatra dan toraja. yg dengernya jg bangga ya 🙂

  11. Ping balik: Pelesiran ke Takengon? Jangan Lewatkan 12 Hal Ini | Omnduut

Jika ada yang perlu ditanyakan lebih lanjut, silakan berkomentar di bawah ini.

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s