
.
Bukti bahwa aku bukan penikmat kopi ialah sampai detik ini aku masih saja berpendapat, “apa enaknya kopi yang pahit?” nah, bagi pecinta kopi garis keras, kata-kata itu terasa begitu menyakitkan. Well, mungkin kata-kata itu selevel kayak aku ngatain orang, “apa gunanya ganteng/cantik tapi jomblo?”(1) yekan yekan yekan?
Jadi inget saat terakhir kali ke Jambi, diajakin ke sebuah garasi eh kedai kopi eh emang garasi kok, trus diicipin seteko kecil kopi (tenang, diminum rame-rame), trus rasanya pahit bukan main. Saking pahitnya udah mau dilepehin aja. Melihat ekpresiku yang nge-eneg-in (tapi tetep kiyut) itu lalu aku dibilangin, “coba biarkan kopinya menari-nari di lidah, nanti akan muncul rasa asam kopi yang nikmat.”

Kopi Sumsel
Dih, emang mbak Natalie Portman yang jago nari. Tapi, gak ada salahnya dicoba, kan? Dan…eyaladalah, emang bener euy! Dari kopi yang pahit itu muncul rasa lain (yeah, walaupun belakangan aku mikirnya, apa rasa asam itu muncul dari iler?).
Intinya sih, aku suka kopi. Tapi yang minumnya nggak sambil ngucap istighfar. Titik.
Lalu, apa jadinya jika si-bukan-penikmat-kopi-tapi-penikmat-kecantikan-dik-Chelsea-Islan ini diajakin blusukan ke kabupaten-kabupaten di Sumatra Selatan hanya untuk main ke kebun kopinya? Iya jelas aku mau. Itu kan namanya jalan-jalan. Walaupun jalannya ke kebun. Mau deket atau jauh, kalau itu labelnya pelesiran, aku pasti mau (2).
Rombongan Siru bin Seru
Siru itu artinya hmm heboh kalau dalam bahasa Palembang. Dan memang, perjalanan kunjungan ke kebun kopi di beberapa kabupaten ini berlangsung dengan siru dan seru. Sesuai arahan ketua rombongan, Senin pagi (17/10) aku sudah tiba di kantor Gubernur Sumatra Selatan. Ceritanya bakalan ada pejabat gitu yang akan melepas rombongan. Acara yang dijadwalkan berlangsung pukul 7 pagi itu baru berlangsung pukul 9 pagi. Hmm…no wonderlah ya.
Oke, lupakan acar-nunggu-pejabat-datang yang bikin perjalanan molor. Dengan mengendarai beberapa kendaraan, tujuan kami yang pertama ialah bertamu di kantor bupati Lahat. Perjalanan ke kebun kopi ini cukup ramai. Ada sekitar 30-an orang. Sebagian berangkat dengan mobil pribadi (sponsor sebuah perusahaan otomotif), sebagian lagi mengendarai bus. Nah aku sendiri berangkat menggunakan bus.
Risikonya perjalanan lebih lambat, tapi serunya, teman seperjalanan yang sebagian besar bapak-bapak itu gokilnya bukan main. Sepanjang perjalanan isinya ketawa mulu, walaupun bahan guyonannya mayoritas dengan membully salah satu anggota rombongan hehe. Siang hari, kami mampir ke kantor bupati Lahat dan dijamu makan siang. Kami rombongan yang terakhir tiba, ya maklum saja, namanya juga naik bus kan?

Pertemuan dengan bupati Lahat
Di sini, aku sempat mencicipi kopi Lahat. Rasanya sih enak ya, soalnya ada gula hehe. Tenang, walaupun aku gak suka kopi pahit, aku juga nggak terlalu suka makanan/minuman yang terlalu manis. Sedang-sedang saja kalo kata mbak Petih Perah. Yang penting dapat dinikmati tanpa mengernyitkan dahi. Agenda selanjutnya berkunjung ke Desa Pelajaran dan kunjungan ke kebun kopi yang ada di Jarai. Rombongan lain sih sampai ke Jarai. Namun tidak dengan rombongan kami yang lagi-lagi bergerak lambat akibat hal teknis. Alhasil, kami melewatkan main ke kebun kopi yang ada di sana.
Ngopi di Tengah Hamparan Kebun Teh
Malamnya kami diagendakan menginap di Pagar Alam. Tepatnya di hotel paling kece yang ada di sana : Besh Hotel & Villa Pagar Alam. Kami menghabiskan malam yang dingin namun hangat ditemani kopi Pagar Alam yang terkenal itu. Aku sendiri paling suka kopi Pagar Alam ini. Harumnya nendang, rasanya pahitnya pas dan cocok banget diminum selagi hangat.
Saat sarapan keesokan harinya, kami lagi-lagi dikunjungi pimpinan daerah setempat. Kali ini walikota Pagar Alam, yang mengajak kami berdialog mengenai kopi produksi daerahnya. Penggiat usaha yang ada di Pagar Alam juga pamer produk mereka di sana. Kami juga diperlihatkan bagaimana cara mengolah biji kopi sehingga menjadi bubuk dan dapat diseduh dengan mudah.

Pengolahan biji kopi di Besh Hotel & Villa
“Sudah saatnya petani kopi mengolah kopi dengan cara yang lebih baik,” ujar bu Salamah.
“Jadi, seharusnya tidak ada lagi orang yang menjemur kopi di tengah jalan agar dapat dilindas oleh ban mobil,” sahut beliau lagi.

Sengaja dijemur di jalan agar dilindas ban kendaraan
Hoho, memang, begitulah pemandangan yang terlihat saat melintasi daerah-daerah penghasil kopi. Aku sendiri awalnya merasa heran, kok iya kopinya dijemur di tengah jalan gitu. Ternyata sengaja dilakukan untuk sekaligus mengelupas kulit kopi. Sayangnya, cara yang dilakukan penduduk tersebut adalah cara yang salah dan dapat menurunkan kualitas dan harga jual kopi.
Gagal mengunjungi Jarai, Alhamdulillah aku dan rombongan dapat mengunjungi kebun kopi lainnya yang berada di desa Bumi Agung. Aku suka main-main ke kebun kopi yang ada di desa Bumi Agung ini. Soalnya, untuk mencapai lokasi, kami harus melewati anak sungai dan harus meniti jembatan gantung. Lumayanlah, bisa pose ala-ala hehehe.

Jembatan gantung di desa Bumi Agung
Ini kali pertama aku main ke kebun kopi. Ternyata pohon kopi itu tidak terlalu tinggi dan buahnya tumbuh rapat. Di kebun yang sama, terdapat juga beberapa batang cokelat. Aku sempat mencicipi buah cokelat yang belum matang. Saat dimakan, rasanya asam namun enak.

Petani kopi dengan motor andalannya
Di kebun kopi, kami diajak berkeliling oleh pemilik kebun dan juga berkesempatan bertemu dengan beberapa petani kopi yang ternyata kebanyakan pendatang dari pulau Jawa. Ternyata lagi, beda pohon, beda pula jenis kopi yang dihasilkan. Asli aku baru tahu. Kukira, semua pohon sama, nanti setelah diolah menjadi berbeda hasilnya.
Semoga selepas perjalanan ini aku jadi pinter soal kopi. Hehehe.

Si pemetik kopi ala-ala 😀
Melipir ke Semendo
Dari Lahat, ke Pagar Alam, lanjut ke kabupaten Muara Enim, tepatnya di Semendo. Nah, salah satu alasan aku mau diajakin pelesiran adalah saat melihat rutenya yang ke Semendo ini. Kopi Semendo adalah salah satu jenis kopi yang tersohor seantero Sumatra Selatan. Konon, kawasan Semendo juga apik tenan. Tak jauh beda dengan Pagar Alam karena sama-sama berada di kawasan pegunungan.

Pohon kopi
Sambutan bupati Muara Enim adalah yang paling meriah selama di perjalanan. Bagaimana tidak, saat tiba ditengah guyuran hujan, kami dijamu dengan makan malam sederhana namun berkesan di kediaman pribadi beliau. Setelahnya, ternyata beliau sudah menyiapkan serangkaian acara yang juga mengundang para petani untuk datang sekaligus memamerkan hasil produk mereka.

Salah satu petani kopi yang datang.
Malam itu juga kami menginap di villa peristirahatan milik pribadi bupati. Kami butuh beristirahat sebelum menjelajah kebun kopi keesokan harinya. Walaupun tidurnya empit-empitan, tapi ya dibikin asyik aja. Kapan lagi kan tidur di villa rame-ramean sambil tanding-tandingan ngorok? Hehehe.

Pondok kecil di tengah kebun kopi
Keesokan harinya, pasca tidur dan sarapan, kami bersiap menuju Desa Segamit untuk melihat kebun kopi yang ada di sana. Sebelum sampai ke tujuan, kami sempat mampir ke sebuah kebun stoberi dan mencicipi storberi yang asam nikmat itu. Uniknya, stoberi yang belum sepenuhnya matang menurutku lebih enak ketimbang yang sudah matang. Nah loh, tanya kenapa hehe.

Suguhan nikmat
Kami mengunjungi sebuah kebun kopi milik salah seorang warga yang ternyata memiliki pesantren juga di sana. Kunjungan kebun kopinya sih terus terang biasa saja, nggak jauh beda dengan kebun kopi yang ada di desa Bumi Agung. Yang menjadikan kunjungan kami spesial hari itu adalah saat mampir ke pesantren Darul Ulum dan dijamu dengan panganan lokal.

Makan gak makan yang penting ngopi 😀
Ada pisang dan ubi rebus. Namun, yang aku paling suka adalah bongkol yang diolah dengan pisang. Nah, jika bongkol/lemang biasa hanya terbuat dari ketan dan campuran kelapa parut, bongkol yang aku makan saat itu dicampur dengan pisang yang sudah dihaluskan. Rasanya? Enak sekali! Apalagi sambil minum kopi Semendo. Hidangannya boleh sederhana, namun karena dimakan beramai-ramai dengan suasana kekeluargaan yang kental, kegiatan itu terasa jauh lebih nikmat.

Biji kopi dijemur di area pesantren
Selamat Datang di Festival Kopi Al-Munawar
Sebagai bentuk apresiasi terhadap petani kopi dan sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap hasil kopi di Sumatra Selatan, tecetuslah ide untuk membuat Festival Kopi Al-Munawar yang pada tanggal 29 hingga 30 Oktober lalu berhasil diselenggarakan dengan sukses untuk pertama kalinya!

Model : Astari RAISO Ivegotago
Selain mengumpulkan semua hasil kopi di Sumatra Selatan, festival ini menjadi sangat spesial karena mengambil tempat di kampung Al-Munawar, salah satu cagar budaya di Palembang yang berisi rumah-rumah berusia ratusan tahun. Kawasan ini memang tengah dikembangkan secara serius oleh Dinas Pariwisata dan Budaya provinsi Sumatra Selatan dan keberadaannya kian gaung dan makin diminati oleh wisatawan.

Diantara rumah-rumah tua
Berbagai macam kegiatan dilakukan selama pelaksanaan Festival Kopi Al-Munawar. Misalnya saja lomba barista (yang mempertemukan barista-barista handal se-kota Palembang), nonton bareng film bertema kopi, workshop penyajian kopi dan tentu saja bagi-bagi kopi gratis!

Racik kopi paling enaknya bang!
Aku datang di hari pertama. Dan wow! Sambutan pengunjung sangat luar biasa. Ramai sekali! Festival ini nggak hanya didatangi oleh para penikmat kopi, namun masyarakat biasa pun banyak datang untuk membunuh rasa penasaran mereka akan kampung arab yang terkenal itu. Akuilah, walaupun letaknya tak jauh dari Jembatan Ampera, masih belum banyak orang yang tahu tentang keberadaan kampung ini, loh!

Biji-biji kopi
Pada saat pelaksanaan Festival Kopi Al-Munawar, semua rumah tua aksesnya dibuka untuk umum. So, pengunjung nggak hanya dapat melihat dari luar namun dapat masuk ke dalam, melihat langsung perabotan yang digunakan bahkan pengunjung dapat melihat dapur rumah-rumah tua ini!
Di hari kedua pelaksanaan, agendanya lebih seru lagi. Ada perlombaan melukis dengan kopi. Banyak yang ikutan dan kreatifnya juara! Ada yang melukis dengan ampas kopi, bubuk kopi atau bahkan biji kopi. Lalu, ada pula talkshow sejarah Palembang, talkshow pemanfaatan limbah kopi, lomba puisi, bagi kopi gratis (lagi) hingga pertunjukan gambus, permainan musik ala Palembang. Kece bana!
Mengingat festivalnya berlangsung dengan sukses, aku yakin tahun depan Festival Kopi Al-Munawar akan dilaksanakan lagi dengan kegiatan-kegiatan yang lebih seru dan meriah. So, bagi kamu yang ngakunya pecinta kopi, jangan sampai kelewatan Festival Kopi Al-Munawar tahun depan, ya!

Sampai jumpa di Festival Kopi Al-Munawar tahun 2017
-
(1) Persis yang kayak orang omongin ke aku. Prikitiw, langsung merasa cantik eh ganteng.
-
(2) Apalagi kalo jalannya sama cewek cakep trus pulangnya dikasih sangu.
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Terkait
Moga perjalanan2 seperti ini nambah awareness dan kecintaan terhadap kopi Indonesia, yah. Di Jerman, baru dikit banget kopi dari tanah air. Kebanyakan dari Amerika Selatan dan Afrika. Aku kalau mudik, suka bawa oleh2 kopi buat teman2 kami di sini.
Iya, sudah seharusnya kopi Indonesia berjaya di negeri sendiri. Syukur-syukur dapat mendunia kayak kopi Vietnam yang terkenal itu. Di Palembang sendiri, kopi rencananya akan dijadikan welcome drink di semua hotel/kantor selama pelaksanaan Asian Games 2018 nanti mbak 🙂
Bentar om biar ga gagal paham, jadi bu Salamah itu tukang kopi apa walikota om?
Stoberi bukannya mateng ato mentah tetep asem ya?
Mana om foto lomba lukis pake kopinya? pengen liat, ga kebayang soalnya
Bu Salamah ketua rombongan perjalanan, ketua persatuan industri ekonomi kratif begitulah hehe.
Fotonya bisa dilihat di IG dengan hastag #FestivalKopiAlmunawar
Hooohh… iya paham sekarang.
Wah… judulnya kudu cek IG omnduut ini mah, sip lah meluncur kesono
Ya main ya, like semua fotoku, jangan sampe ada yang kelewatan hahahaha
Buset… foto om kan banyak banget, meleduk dah hape eikeu 😐
Buahahaha beli baru dong. Harbolnas lagi nih hwhwhwhw
Hooohh baru tau itu biji kopi sengaja dilindes. Abis itu dicuci gak yaaa.. 😀 Aku jg bukan penikmat kopi tapi klo jln2 buat tau gimana proses kopi dibuat aku pasti bakal tertarik juga buat ikut om.. 🙂
Nah itu dia hahaha. Aku juga mikirnya kalau mobilnya habis melalui jalanan berlumpur gimana? trus kalo ada kotoran gimana? makanya teknik menjemur dan pengolahan kayak gini mulai ditinggalkan walaupun sebagian masyarakat masih menggunakan cara yang sama.
itu hidangannya enak banget. Bisa betah duduk selonjoran minum kopi dan teh sambil makan cemilan.
Tahun depan datang aahh…
Hayo om, rumahku selalu terbuka buat om Yopie. Dulu pas ke Palembang belom sempat main ke kampung Al-Munawar, kan ya?
Kopi indonedia banyaj macamnya dan rhe best, tapi nggak bisa ngopi. Bukan karena pahitnya tapi jantungku lsg berdetak kenceng trus pingin muntah tiap minum kopi. Dag dig dugnya sekenceng ketemu mantan, eh ….
Aku kalo ngopi langsung melek gak bisa tidur haha. Jantungku berdebar kalo ketemu ene(n)g mbak….
aku pun taunya rasa kopi ya begitu-gitu saja, maklum bukan penggemar kopi. tapi kalau denger curhatan para “ndatuk” atau maniak kopi dalam bahasa Banjarnegara rasanya sungguh mantap deh mereka-mereka ini bercerita mengenai rasa, aroma, sisi asam dan efek kalau nggak ngopi gitu. dulu apaan sih kebun kopi gitu jadi tempat wisata tapi sekarang hmmmm malah jadi destinasi favorit apalagi bagi para pecinta kopi sejati
Iya, rombongan kami kemarin sebagian besar pecinta kopi. Kalau denger mereka ngomong,udah kayak ngomong bahasa planet lain, gak ngerti hehe.
Dan bg yg awam cm melongo bingung 😁😁😁
Iya, ketimbang nimbrung tapi kena bully, mending diem 😀
apalagi komen…ini itu karena kita taunya kopi ya rasanya gitu, pasti bakalan disuruh diem saja hehehe
Dulu hampir setahun sruputannya kopi gayo, tapi ya tetep aja ditambahin gula, gula aja tanpa mariyuana, ahahaha.
Tapi kebun kopi di tempat saya dulu pas di Aceh gak bisa buat jalan-jalan kayak gitu, bisa2 ketemu babi atau beruang, ahaha
Iya, aku mikirnya juga bakalan ke hutan-hutan, eh ternyata gitu doang hehehe, tapi ya bagus, jadi nggak lelah #eh haha.
Aku penasaran sama mie aceh PLUS PLUSnya buahahaha
Mauuu..buat suami tapi…aku nggak begitu suka kopi pahit Har 😀 ha ha ha…
Ada lemang pula..dah lama banget nggak makan lemang..disana ada juga ya ternyata 😀 kirian makanan orang Sumut aja itu…
Banyak di sini lemang mbak. Enaknya dimakan pakai srikaya, suka banget 🙂
Eh kok sama ya..di kampungku juga makannya pake srikaya loh 😀
Masih sama-sama Sumatra sih ya 🙂 ibukku suka banget bikin srikaya. Jadi lavvar 😀
oh ya..minta resepnya Har..belum pernah seumur umur buat srikaya
Nah aku gak bisa hahaha, cuma bisa makannya doang. Tapi kalo kulihat cara ibuku masak (dan juga bahan yang digunakan), mirip sama yang ditulis di sini mbak.
oh gitu..ntar aku coba ah… 🙂
Semoga berhasil! 🙂
😉
sama sebenernya saya juga bukan tipe2 pencinta kopi, tapi demi ke-eksistensisan di kalangan teman2 kalo ada yg ngajak ke kedai kopi macam setarbak ngikut aja ;(
Aku seumur-umur baru sekali ke setarbak. Itupun saat di KL kemarin, diajakin buat icip kopinya (yang pahit itu) hahaha.
Saya penikmat kopi, tapi sayangnya gak diajak jalan-jalan ngelihat kebun kopi…:(
Next aku akan sodorin nama mbak Nur 😀 secara udah punya blog sekarang yihaaa
Asyikkkkk………hehehh
Jadi ingat pas ke Temanggung, ada banyak biji kopi yang dijemur 😀
Gak pake dilindas ban mobil kan ngejemurnya? 😀
Wah kapan ya bisa nyicipin kopi palembang di kampung al anwar mas.. hehehe asyik kayak nya
Hayo dong Fajrin, udah lama ditungguin di Palembang loh 🙂
Nanti y mas kalau aku dapat undangan nikahan mas yayan baru aku ksana deh.. *eehh kok hehehehe
Hei kalo nunggu aku nikah Pertama, NTAH KAPAN kedua, KUDU NGAMPLOP YANG GEDE Ketiga, aku gak bisa ajak jalan-jalan. Nah pilih mana? hehehehe
Yaaa ampun palembang kaya yaaa, berani ngendorse Natalie Portman buat ke munawar hehehe
Gubernur kita kan kaya raya om muahaha
Palembang harusnya juga sudah mengenalkan dan bikin terkenal kopi. Soalnya Sumatera Selatan dengan luasnya tanaman kopi juga penghasil kopi terbesar.
Saya juga baru tahu ada festival kopi al munawar ini. Festival ini sudah memasuki tahun keberapa?
Baru pertama kali diadakan mas 🙂 tahun depan ikutan yuuuk 🙂
Bentar bentar.. Sebelum lanjut baca, aku mau tanya dulu.. minum kopi pake istighfar dulu itu kopi apa ya? huahahaha…
Kopi yang harganya mahal hahaha
perkebunan kopinya masih luas ya, beda dengandi Bogor, ini bis ajadi produk unggulan daerah banget apalagi sudah didukung pemerintah
Iya, pemerintah berusaha meningkatkan produksi kopinya 🙂
wah …. cocok juga ni untuk para pecinta kopi Mas ……
Suka kopi juga mas? 😉
dirumah saya punya biji kopi dari bali, tapi gak punya alatnya..terus kalau di blender kira-kira gimana ya 😀
Kayaknya bisa hehe. Tapi mungkin pengaruh di cita rasa sedikit.
karena saya bukan ahli kopi tapi kalau minum ahlinya hahaha
Nah jika begitu kayaknya akan paham bedanya gimana dari segi rasa hahaha, kalo aku sih kagak ngerti kopi 😀
Keren ya Om tur kebun kopi. Pasti enak tuh bongkol pake pisang. Nak cuba lah kapan2, plus Festival Kopi Al-Munawar.
Serius di situ ada Kampung Arab?? Penasaran dengan sejarahnya. 😀
enak banget hehe, untuk panganan lokal lumayanlaaah 🙂
Iya, ada kampung arab di sini. Cek di sini untuk detilnya. Main ke Palembang atuh.
Aduh suka banget sama postingan oom yg ini. Aku pecinta kopi garis keras tp sayang pengetahuan aku ttg kopi asal negara sendiri sangat minim. Malah tau nya kopi2 dr benua lain!
Wuih terima kasih udah mampir mbak 🙂 Waktu aku ke Malaysia, mampir ke kedai kopi terkenal “itu” dan dipresentasikan cara bikin kopi, si mbak tukang ngeracik kopinya bilang bahwa kopi fav-nya malah dari Sumatra, Indonesia (pasti mbak udah bisa nebak kopi yang mana ya hehe).
Aku sebagai orang Indonesia jadi ikutan bangga mendengarnya 🙂
oyaa?wah kopi mana?sidikalang? aku suka banget kopi toraja. betul, disini ada juga championship barista gitu se-Eropa aja sih, dan favorit mereka satu diantara nya juga kopi sumatra dan toraja. yg dengernya jg bangga ya 🙂
Opps aku lupa namanya, tapi dari Aceh mbak 😉
Mana dulu kan acara blogger gitu, rame yang datang, termasuk blogger dari negara lain. Saat dijadiin kuis dan ternyata Indonesia, bangga 🙂
oohh iya itu juga enak banget kopi aceh aku dapet sample pas ke Indo kemarin…amazing!
aku pengen trip ke kebun kopi btw. hehe
Belum pernah sekalipun nyruput kopi palembang nih
Ayo mas Hari, ke sini, tak icipin kopi Sumsel 🙂
semoga barakah dan semakin sukseess…. kopi luaknya ada mas brooo???
Gak ada luwaknya di sana mas. Makasih doanya, sukses juga.
Ping balik: Pelesiran ke Takengon? Jangan Lewatkan 12 Hal Ini | Omnduut