
.
“Surakarta ini kota yang kecil. Jika mau berwisata alam, dapat jalan ke kabupaten sebelah.”
Kurang lebih, itulah yang disampaikan oleh Bapak Rudy, Walikota Solo saat saya dan rombongan menjumpai beliau beberapa waktu lalu. Hmm, kondisi ini sebetulnya tidak jauh berbeda dengan Palembang, sih. Untuk sebuah kota yang cukup besar, untuk wisata alamnya, Palembang “hanya” punya Sungai Musi.
Jika mau wisata pegunungan, air terjun atau perkebunan teh? Ya mesti jalan agak jauh ke daerah lain seperti Pagaralam. Pantai? Sumatra Selatan udah gak punya lagi pasca “berpisahnya” Bangka Belitung dari provinsi Sumatra Selatan. Jadi ya, mau gak mau melipir ke Babel atau Lampung, deh!
Nah keadaan yang sama juga berlaku di Solo. Untuk wisata alam, saya dan rombongan diajak melipir ke kabupaten sebelah. Lumayanlah, kami bisa melihat perkebunan teh tempat kami bersantap siang dan juga tempat ketinggian sekaligus melihat langsung cantiknya Candi Sukuh. Seperti apa sih? Cekidut, ya!
Sekilas Tentang Candi Sukuh
Candi Sukuh berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso yang ada di Kabupaten Karanganyar. Dari kota Solo, kami berkendara sekitar 1 jam dan harus berganti 2 kendaraan berbeda. Pertama, dengan bus pariwisata yang memuat seluruh rombongan undangan. Kedua, kami harus berganti kendaraan yang lebih kecil karena letak candi ini di ketinggian sehingga bus besar kesulitan melaluinya. Yang jelas, kalau mau ke sini, nggak bisa naik sepur Jaladara yang terkenal itu hehe.

Pemandangan dari sekitaran Candi Sukuh
Saya dan dan rombongan melewati kawasan ijo-royo-royo untuk menuju kompleks candi agama Hindu yang pertama kali ditemukan pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta atas “perintah” Thomas Stanford Raffles ini. Awalnya Raffles menungasi Johnson untuk mengumpulkan data demi melengkapo data bukunya yang berjudul The History of Java. Itu semua terjadi pada masa pemerintahan Britania Raya.
Selanjutnya, pada tahun 1842, Van der Vlis, arkeolog asal Belanda “melanjutkan” penelitian. Candi yang telah diusulkan ke UNESCO untuk menjadi bagian daftar Situs Warisan Dunia sejak tahun 1995 ini pertama kali dilakukan pemugaran pada tahun 1928 hingga sekarang kompleks candi ini sangat baik dan nyaman untuk didatangi wisatawan.

Yang kanan ini kayak musuhnya Nobita dan Doraemon di salah satu seri petualangannya hahaha. Kalau gak salah Nobita di negeri mimpi
Jangan Lupa Pakai Poleng
Untuk masuk ke kawasan Candi Sukuh, pengunjung diwajibkan mengenakan sarung khusus bermotif kotak dengan warna hitam dan putih khas Bali yang biasa disebut poleng. Ternyata ada maknanya, yakni Rwa Bhineda yang artinya hitam-putih, benar-salah, bersih-kotor yang intinya menggambarkan keseimbangan alam. Wow!

Relief ini menyambut kami di pintu masuk.
Buat saya yang belum pernah ke Bali –uhuk, ini menarik. Lumayanlah, saya bisa “bergaya” memakai poleng ini saat memasuki Candi Sukuh hehehe.
Untuk memasuki area candi, saya dan rombongan harus melewati satu pintu masuk/pigura berukuran kecil yang terdapat lingga dan yoni. Persis yang ada di Situs Megalitikum, Lampung, namun ukurannya saja yang lebih kecil.

Saya di atap candi. Pakai poleng 🙂
Terus terang ini “mengagetkan”, secara candi itu bisa dibilang tempat suci kan ya. Kok ya bisa ada lingga dan yoni-nya segala.Ternyata Relief lingga dan yoni sengaja dipahat di lantai gapura masuk agar siapa saja yang melangkahi relief terkena suwuk, atau segala kotoran terutama pada hati manusia bisa terlepas. Fungsinya adalah untuk meruwat siapa saja yang memasuki kompleks candi.

Candinya kecil, tapi cakep dan mirip seperti yang ada di Meksiko.
Dari pintu masuk ini saya bisa melihat dengan lebih jelas struktur bangunan candi Sukuh yang mirip dengan kuil peninggala suku Maya di Meksiko yakni Teotihuacan yakni menyerupai piramida karena berbentuk segitiga yang lagi-lagi, ukurannya lebih kecil. Sekilas, gak ada yang special dengan candi ini karena nampak sangat sederhana.

Keliatan kecil, tapi sebetulnya lumayan gede juga ini.
Ternyata kesan kesederhanaan inilah yang menarik perhatian arkeolog termashyur Belanda, W.F Stutterheim yang melakukan penelitian pada tahun 1930. Ia mencoba menjelaskannya dengan memberikan tiga argumen. Pertama, kemungkinan pemahat Candi Sukuh bukan seorang tukang batu melainkan tukang kayu dari desa dan bukan dari kalangan keraton. Kedua, candi dibuat dengan agak tergesa-gesa sehingga kurang rapi. Ketiga, keadaan politik kala itu dengan menjelang keruntuhan Majapahit, tidak memungkinkan untuk membuat candi yang besar dan megah.
Oh, Sungguh Bikin Salah Tingkah
Untuk menuju bangunan utama candi, saya harus melewati jalan setapak dengan taman yang tumbuhannya terawatt dengan baik. Ada banyak sekali patung-patung di sekitaran taman, termasuklah jejeran “lempengan” seperti diorama di sisi kanan candi yang berbatasan langsung dengan jurang.
Saya sempat duduk dip agar bawah candi sebelum saya menyadari di sisi lain candi terdapat tulisan larangan untuk duduk di sana. Opps. Walau begitu, surprise ternyata bagian atapnya dapat dinaiki dengan batasan pengunjung sepuluh orang.

Ini dia lubang/pintu menuju ke atap

Hanya muat satu orang
Satu-satunya akses untuk menuju atap yakni dengan cara melewati lubang yang ada di bagian tengah. Lubang ini sangat sempit. Pas untuk dilalui satu orang dewasa. Mau gak mau, untuk naik atau turun harus bergantian.
Walau begitu, view dari atas sana benar-benar juara! Saya sempat berdiam lama di atas sana sambil duduk-duduk, berfoto –eh, dan memperhatikan sekeliling. Ada sebuah wadah kecil berisi sajen. Mungkin digunakan untuk ritual ibadah bagi umat Hindu. Entahlah, yang jelas, saat itu saya tidak melihat satu kegiatan keagamaan di sana.

Pemandangan dari atas

Peralatan sajennya.
Tak lama kemudian saya memutuskan untuk turun karena yang mau naik kea tap lumayan banyak. Gantianlah ya hitungannya hehe. Walau begitu, bagian kiri candi ini ternyata menyimpan hal menarik lainnya. Yakni, keberadaan patung-patung telanjang yang memperlihatkan alat kelamin dengan jelas.
Bahkan ada satu patung tanpa kepala yang memperlihatkan penis yang tengah ereksi dan sedang dipegang seperti masturbasi –vulgar bahasamu, Yan! Hahaha. Dimana, banyak pengunjung yang berfoto di sini buat seru-seruan hwhw. Salah satunya Lenny dan kawan-kawan dari Malaysia. Saya yang jadi tukang fotonya aja salah tingkah hahaha.

Salah satu relief yang ada di Candi Sukuh

Patungnya lagi coli! :p
Masih ada beberapa lagi patung/diorama yang memuat simbol alat kelamin ini. Untung deh gak ada posisi senggama kayak kuil Khajuraho yang ada di India sana hehe. Dan, sebagaimana biasanya, para arkeolog menyebutkan bahwa arca dan relief erotis ini menggambarkan simbol kesuburan.
Oh ya, konon dulu candi ini juga digunakan oleh masyarakat untuk mengetes keperawanan dan keperjakaan. Caranya, baik wanita atau pria, masing-masing harus melewati lingga dan yoni. Bagi wanita, jika saat melewati kainnya robek dan tubuhnya meneteskan darah, maka dipastikan sudah tidak perawan.

Dindingnya penuh dengan pahatan
Hihihi jadi saltingnya gegara patung2 ituuu.. 😀 Jadi penasaran yang di India kayak apa bentuknya.. haha.. Aku bulak-balik Solo sampe belum pernah ke Candi Sukuh, nih.. Mainnya di kotanya doang.. Iya ya kalo mau wisata alam mesti ke tetangga sebelah-sebelahnya..
Coba googling dulu soal Khajuraho hahaha. *langsung bersemu merah hwhw.
Boleh banget nanti kalau ke Jateng lagi bisa ke sana. ^^
Sebagai orang Jawa, aku agak ngiri dengan ini. Soal, belum jadi-jadi melipir ke sini. Padahal udah ke Solo bolak-balik.
Btw, meski kontruksi asli Candi Sukuh sudah tidak ‘alami’ lagi karena pemugaran yang tidak sesuai tata cara kaidah arkeologi (begitu yang pernah aku baca) saat Orde Baru dulu, candi ini memang punya daya tarik sendiri. Salah satunya adalah relief erotis, termasuk lingga yoni yang bertebaran itu. Dan memang, yang paling diminati untuk berfoto ya patung tanpa kepala yang lagi masturbasi hehehe. Ukuran ‘itu’nya termasuk kategori superlatif di zamannya wkwkwk.
Kenapa jalan menuju atap candi itu dibuat sempit, agar orang setiap naik ke atas, selalu dalam posisi menunduk. Begitu kira-kira filosofinya. Dan sekadar saran, diet lebih disarankan agar suatu saat nanti kalau pengen kembali ke sini, tidak ‘terjepit’. #eh 😛
Saat aku mau nulis postingan ini, aku sempat googling dan ngeliat bentuk aslinya saat pertama kali ditemukan, iya agak beda sedikit. Sekarang lebih “rapi” yang ternyata tidak sesuai dengan kaidah arkeologi ya hiks.
Buahaha, bener, ukurannya gede. Aku sampe minder, wong penisnya sampe ke dada. Aku kan sampe ke…. aja *muahaha.
Siap kakak. Aku akan diet. Kalau inget yaaa.
hahahaa yang penting mah spot fotonya baguss, larangan pun jadi prioritas kedua haha
Tapi tetep fotonya gak aku posting di sini. Nanti aku dibully netizen hehehe
pantas dari tadi saya scrool2 ga ketemuu hahaha…
Cukup untuk dokumen pribadi haha
Beberapa kali saya ke Karanganyar tapi belum sempat mampir ke candi Sukuh. Karena tiap ke sana bawa rombongan banyak. Jadi pengen ke sana hahahah
Rame-rame juga seru. Bisa ngakak bersama liat relief vulgarnya haha. Tapi kalau foto cakep emang jadi susah :))
kamu gak foto di arca fenomenal Yan? 🙂
Malu pak haha
:p
kak Lenyyyyyy x))))
aku udah lama pengen ke sini tapi belum kesampaian nih, padahal lumayan deket… malah keduluan sama Yayan yang jauh2 datang dari Palembang
Haha iya, kadang suka gitu sih, yang dari jauh udah datang ke destinasi A, yang deket malah belom karena ngerasa nanti-nanti aja 🙂
Detail reliefnya bagus ya. Btw kebelet pipis nggak Om pas lewat lingga yoninya? Haha kidding. Aku lupa udah pernah ke sini apa belum ya, padahal di Jawa Tengah, provinsi asalku. Cerita intronya nambah pengetahuan baru buatku 🙂
Haha, aku pipisnya begitu udah selesai keliling dan ketika mau pulang. Hwhwhw. Jadi amanlah ya tes keperjakaanku hahaha.
Hayo datangi candinya. Aku suka banget suasana di sana.
Ah Candi Sukuh, jadi ingat memori jaman kuliah dulu, Kalau bosan di Jogja, saya suka mlipir ke Sukuh lalu sekalian ke Tawangmangu.
Btw dulu tahun 2014 ke sana belum diwajibkan pakai poleng 😀
Kalau dari Yogya gak jauh-jauh amatlah ya haha, masih ojekable hwhw maksudnya jalan motoran gitu pasti seru.
Aku srg lwt, tp ga pernah mampir ke candi sukuh ini :D. Biasanya tiap lebaran, trah dr mama mertua selalu ngadain acara di karanganyar. Selalu suka ama kotanya krn sejuk :). Ga nyangka candinya ternyata unik yaaa. Aku pikir sama aja kayaj candi2 lain mas. Dan takjub liat patung lg colinya wkwkwkwj..
Aku srg lwt, tp ga pernah mampir ke candi sukuh ini :D. Biasanya tiap lebaran, trah dr mama mertua selalu ngadain acara di karanganyar. Selalu suka ama kotanya krn sejuk :). Ga nyangka candinya ternyata unik yaaa. Aku pikir sama aja kayaj candi2 lain mas. Dan takjub liat patung lg colinya wkwkwkwj..
Pastung colinya bikin minder terus terang. GEDE BANGET muahahahahahaha.
Nah berarti next lebaran kalau ke Jawa Tengah lagi bisa mampir ke sini. Tapi kalau lebaran pasti rame banget ya hehe
Plus hawanya yang dingin di bawah kaki gunung Lawu, jadi enak kalo main ke Candi Sukuh :”D
Aha bener, Gunung Lawu. Jadi hawanya sejuk, apalagi kalau datang sore-sore. Nyaman sekali.
Patung-patung itu kok membangkitkan imajinasi banget ya, Kak Yan. Hahahaha😂. Sampe salah fokeus deh. Aku pingin ke candi ini tapi tempo hari ngga kesampaian huhuhu. Ngga nyangka juga pemandangan sekitarnya seindah itu.
Indah banget. Ntar kalau ke Jawa Tengah lagi coba niatkan ke sana Mbak Molly 🙂
Hahaha, iya patungnya bikin salfok dan salting hwhw
Waduh,gak mampir ke tempat saya om😃😃😃 tinggal nyebrang jembatan mBacem bengawan solo trus welcome to Sukoharjo.Kota tercinta,hmhmhm…
Mestinya kamu dong yang samperin aku hahaha. Sukoharjo ya. Noted, siapa tahu bisa main ke sana nanti.
Aku yang notabene tinggal nggak begitu jauh dari candi Sukuh ini malh beum pernah kesini *tutup muka. Itu patung yg lagi ….. emang bikin salting yang liat :p
Tuh kan hahaha. Liatnya aja salting apalagi berpose di sana hwhwhw.
Iya kuilnya mirip sama kuil suku maya di film doraemon kalo om tau.. Hhehehe
Gagal paham aku kok bisa ada orang buat patung kayak gitu di zaman dulu ya mas.. mungkin karna dulu urat malu itu belum ada kali ya.. Hhhaha
Hahaha Nobita dan Negeri Matahari kalau gak salah judulnya ya bang. Iya bener mirip wakakak.
Iya itu judulnya.. baru ingat aku.. 😂
Gimn mas..more than kama sutra dan pilem2 biru kan saru nya wkwkk
Haha, nggak sampe more than Kama Sutra sih. Tapi sungguh mengundang imajinasi. Muahahahaha
epic itu fotonya kak lenny hahaha..
Kalau datang ke candi2 mah tiba2 suka membayangkan kehidupan pada masa2 dibuatnya dulu..
-Traveler Paruh Waktu
Haha epic banget. Aku yang ngefotonya malah salting 😀
Q suka reliefnya. cantik ya? kmaren pas ke Solo mo mampir ke sini. tapi gak sempet hiks..
Butuh spare waktu khusus emang mbak 🙂
yoih. sepakat.
Patungnya lagi Coli. Ahahahaha
Bahasamu saya sukaaa. Tegassss
Hehehehe
duh kalau coli langsung muncrat ke mukaku dong ituuuu
Buahahahahahahaha
ini salah satu candi yang bikin penasara, karena belum pernah kesana..
enaknya kesana sendirian apa rame-rame ya?!
*tanya kenapa*
Enaknya ramean. Lebih seru haha
Berarti kalo mau masuk kesini mirip2 kalo mau ke Uluwatu ya, mesti pake sarung khas bali gitu.
Kayaknya kalo kesini bagusnya agak pagian ya jadi kalo mau foto gak bocor fotonya hahaha 😆
Iya pagi, biar masih sepi mas hahaha.
Candinya ada style piramid. Apakah saat dibikin para pembuat candi sudah tahu piramid di Mesir sana?
Jangan salting, anggap biasa aja, hehehe…
Haha gak tahu, bisa jadi udah tahu dan jadi mengispirasi ya hwhw
Ini kalo liat patungnya pasti langsung geli sendiri atau salting. :)))
Hahaha, patung aja bisa coli :p lol
patu e saruuuu…
hahahahahha 😀
Saru tapi bikin seru haha
Ping balik: Di Balik Layar Agra dan Wayang Orang Sriwedari di Kota Solo | Omnduut
candi ini memang unik, eh itu mirip musuhnya doraemon memang hehehe, belum pernah ke sini sih tapi ini lain dari yang lain kayaknya
Haha tuh kan, kayak kuilnya musuh doraemon 😀