“Ya Allah, jangan hujan dulu, kasihan anak-anak itu sudah latihan dan dandan,” ujar mbak Donna cemas.
Langit gelap. Rintik hujan mulai berjatuhan. Namun aku, mbak Donna dan mbak Evi tetap bertahan duduk ngepor di sisi kanan panggung, persis di depan para pejabat yang asyik menikmati penampilan para peserta Festival Teluk Semaka sebelum pada akhirnya mereka turun ke jalan dan melakukan parade menghibur masyarakat Tanggamus.
“Wah udah beneran hujan nih, yuk kita berteduh,” ajak mbak Donna kemudian. Aku dan mbak Evi mengekor dari belakang. Basah di badan tak begitu masalah, cuma kamera ini loh yang perlu diselamatkan. Dan benar saja, begitu sampai di bawah tenda besar, hujan turun semakin deras bertepatan dengan penampilan tari Tortor Sigale-gale dari perkumpulan masyarakat Sumatra Utara yang ada di Lampung.
Hebat sekali para penampil dari Batak ini. Walaupun hujan membasahi badan, mereka tetap menari. Tak ayal performa mereka diganjar tepuk tangan dari semua penonton. “Sebetulnya, rencana awal kami ingin Bapak Bupati turun ke bawah dan menari bersama kami. Namun karena hujan, biar kami saja yang ke atas sambil memberikan kain ulos ini,” ujar salah seorang yang kutaksir merupakan ketua kelompok.
Beberapa orang naik ke atas panggung dan mulai menyelimuti para petinggi Kabupaten Tanggamus dengan kain ulos. Mereka melakukannya sembari bernyanyi dan menari. Meriah sekali! Dari ujung lapangan terlihat rombongan penampil berikutnya masih tetap betahan walau kehujanan.
Ini hari yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Tanggamus, “hujan tak akan menghalangi kami,” begitu mungkin isi hati semua penonton. Dan ajaibnya, begitu penampilan tarian dari Sumatra Utara selesai hujan mulai berhenti dan dalam hitungan menit langit kembali cerah. Luar biasa!
“Tadi aku lihat pawang hujannya sampai muntah-muntah di belakang panggung,” ujar Encip.
“Benarkah itu, Ncip?”
* * *
Sabtu, 21 November 2015 bisa jadi adalah hari yang paling ditunggu oleh segenap warga Kotaagung, Tanggamus. Bagaimana tidak, puncak acara dari Festival Teluk Semaka akan berlangsung di hari tersebut. Benar saja, sejak pagi puluhan petugas baik dari kepolisian ataupun segenap jajaran pemerintahan Kabupaten Tanggamus nampak sibuk mempersiapkan puncak pentas budaya siang itu.
“Acaranya dimulai pukul 09:30. Nanti dari hotel kita berjalan kaki saja ya ke alun-alun,” pinta bang Elvan.
Dan memang, jarak antara hotel dan alun-alun itu sangat dekat. Tak sampai 10 menit berjalan kaki, kami semua sudah sampai. Terlihat ratusan peserta parade Festival Teluk Semaka tengah bersiap-siap. Cuaca terang benderang bahkan cenderung panas. Sambil menunggu festival dimulai, aku, mbak Rien dan Halim sempat berkeliling area taman. Bang Indra, mbak Donna dan mbak Evi berkeliling ke area backstage. Sedangkan Om Yopie and the gank nampak duduk ngadem di bawah pohon.
Ikon utama Kotaagung ini adalah lumba-lumba. Kenapa? Karena teluk Kiluan yang terkenal dengan atraksi lumba-lumba di laut itu juga menjadi bagian dari Kabupaten Tanggamus. Tak heran jika banyak sekali patung lumba-lumba yang dibuat di kota ini. Seperti halnya patung yang berada di taman ini.
Merasa bosan, kami bertiga memutuskan untuk berkeliling. Aha, ini kesempatan bagus untuk foto bareng dengan peserta parade budaya Festival Teluk Semaka. Kapan lagi, kan? Hehehe. Bisa dibilang, semua peserta parade itu berpenampilan total! Mereka memakai pakaian tradisional dengan perpaduan warna yang cerah dan meriah.
Kami (Halim yang lebih dulu memulai tepatnya) sempat berbincang kepada bapak Abu Sahlan, salah seorang panitia mengenai apa itu Festival Teluk Semaka.
“Jadi sebetulnya festival ini diperuntukkan untuk prosesi Pengetahan Adhok.”
“Apa itu pak?”
“Jadi semacam pemberian gelar kepada orang-orang yang dinilai berjasa terhadap Kabupaten Tanggamus.”
Pak Abu Sahlan banyak sekali bercerita mengenai Tanggamus, termasuk sejarah zaman kerajaan di masa lampau. “Semaka sendiri merupakan nama salah satu kerajaan tua yang dulu ada di sini,” ujarnya lagi. Setelah berapa lama, ketika acara akan dimulai, aku meminta kepada Pak Abu apakah boleh berfoto dengan adik-adik yang memakai pakaian tradisional. Kebetulan sebelumnya terlihat Pak Abu-lah orang yang mengkoordinir mereka.
Ada sekelumit cerita lucu saat kami mencoba meminta foto tersebut. Saat kami belum selesai berfoto, ada seorang ibu-ibu yang tiba-tiba datang menyuruh mbak Rien untuk mengambil foto. Hahaha, mbak Rien yang udah dandan kece bak Dewi Perssik eh Sandra tiba-tiba dipalakin jadi fotografer dadakan. Begitu selesai, aku berkata kepada adik-adik yang sebelumnya kami ajakin foto bareng.
“Makasih ya, Dik!”
Eh si ibu tadi minta foto dan sudah berlalu tiba-tiba menoleh dan berteriak kecil ke arahku. “Yey, tadi aku sudah bilang makasih!”
Lha? Hahaha, dikiranya aku menyindir dia. Ya sudahlah, ingat pasal 1, lelaki tampan, baik hati nan semok tidak akan pernah menang berdebat dengan ibu-ibu doyan selfie. Hahaha. Ya sudahlah, daripada terjadi pertumpahan serapah aku lalu memutuskan bergegas ke arah barisan parade dan sempat mengabadikan beberapa foto menarik. Misalnya saja dua pemuda dengan topeng serta penabuh gamelan yang berjongkok dan berlatih ringan. Suka!
Proses Pengetahan Adhok molor dari jadwal yang direncanakan. Resikonya, cuaca Kotaagung terasa sebegitu teriknya. Walau begitu, aku tetap semangat mengikuti prosesinya. Salah satu bagian unik dari Pengetahan Adhok ini adalah ketika orang yang diberi gelar harus ditandu dan tidak diperbolehkan menyentuh tanah.
Jadilah, sepanjang jalan dari taman ke Lapangan Merdeka/alun-alun, dua pasangan ini ditandu menggunakan tandu khusus dengan foto Buraq di bagian depannya. “Jadi seolah-olah mereka dibawa oleh tunggangan Nabi Muhammad ketika dulu peristiwa Isra Mi’raj terjaadi.” Wuih, kece banget ya!
Selagi 2 pasangan penerima adhok ditandu, jajaran petinggi Kabupaten Tanggamus dan semua orang yang hadir mengiringi dari belakang. Meriah sekali! Jalanan Kotaagung yang biasanya lengang mendadak macet karena pengguna jalan ingin melihat secara langsung proses ini.
Begitu sampai di Lapangan Merdeka, wuiiihhh rameeee banget! Masyarakat setempat sangat antusias terhadap festival ini. Nih ya kerennya Provinsi Lampung. Untuk festival sekelas kabupaten saja acaranya sudah sekeren ini! Dan aku dengar-dengar, kabupaten lain juga memiliki festival serupa. Tak heran jika kelak Provinsi Lampung akan semakin terdepan dalam hal pariwisata.
Sesampai di sana, acara dimulai dengan segala macam pidato dari para petinggi. Terus terang, bagian ini menurutku harus dikemas dengan lebih baik dikemudian hari. Pertama, dengan cuaca yang sangat terik dan keramaian masyarakat (dan juga pedagang hihi), apa yang dibicarakan dalam pidato menjadi tak begitu menarik. Setidaknya aku merasa begitu ya…
Kedua, dengan molornya acara, pidato ini berlangsung bertepatan dengan jam (mendekati) makan siang, masyarakat jadi asyik dengan jajanan mereka masing-masing. Nganu…. Kami juga begitu sih, kita malah asyik ngadem di stand kopi Tanggamus yang rasanya enak banget itu! Hahaha.
Festival Dimulai
“Wah peserta parade sudah berbaris, yuklah kita lihat, Lim!” ajakku ke Halim.
Aku bergerak menuju panggung utama. Biasaaaa… nyari pewe (posisi uwenak) buat motret. Eh ternyata sudah ada mbak Donna & mbak Evi di sana. Dengan jalan menunduk aku langsung bergabung ke sana. Ini posisi motret yang paling strategis karena gak bakalan dihalangin orang lain hahaha.
Festival dimulai dengan penampilan pelajar SMA yang menarikan tarian tradisional Tepui-Tepui. Tarian ini juga beriringan dengan penampilan paguyuban asal Jawa Barat yang menampilkan kesenian angklung. Harmonis!
Festival Teluk Semaka ini sesungguhnya cerminan dari festival nusantara. Kenapa? Karena berbagai macam kesenian ditampilkan di festival ini. Misalnya saja kesenian dari pulau Jawa berupa Kuda Lumping & Reog Ponorogo. Kelompok Tionghoa yang tinggal di Lampung juga unjuk gigi dengan atraksi Barongsainya.
Sayang, cuaca panas dari pagi mendadak berubah saat parade budaya ini berlangsung. Seperti yang kuceritakan sebelumnya bahwa hujan sempat turun saat kelompok masyarakat Sumatra Utara beraksi, hal ini mengakibatkan beberapa atraksi berlangsung dengan durasi lebih cepat. Untunglah, begitu cuaca kembali cerah, keceriaan penonton kembali terasa. Bahkan menurutku pasca hujan, atraksi parade budaya terlihat semakin atraktif.
Aku juga senang dan bangga festival ini banyak melibatkan siswa-siswi/pelajar dari Kotaagung. Misalnya saja dengan penampilan gerak jalan oleh polisi cilik atau tarian-tarian oleh pelajar dengan usia yang lebih besar. Semua tampil bersemangat! Membuat yang nonton juga ikutan bersemangat.
Kemegahan Tari Sekura
Saat bersantai di tenda kopi, aku bertemu dengan kelompok penari dengan pakaian yang “terbungkus” dari berbagai jenis tumbuhan. Dari awal saja penampilan mereka sudah bikin penasaran. Ternyata, mereka adalah pelajar SMP yang akan menampilkan tari Sekura Kamak. Untuk menari tarian itu, mereka menggunakan daun-daun kering dan juga daun kepala. Dalam menari, mereka menggunakan topeng kayu dan ikat kepala.
Tarian yang dimaksudkan sebagai bentuk syukur dan suka cita ini sangat menarik! Apalagi yang menari jumlahnya ratusan! Huaaaa keren banget! Coba, untuk lebih jelasnya lihat video ini ya.
Parade budaya Festival Teluk Semaka ini akhirnya ditutup dengan parade yang ditampilkan oleh masyarakat Bali yang ada di Lampung. Dari segi persiapan, sepertinya mereka yang paling total karena mereka menyediakan kereta khusus yang disebut Jagannatha Ratha Yatra. Rombongan mereka juga paling banyak dan sembari berjalan melewati lapangan Merdeka mereka menari tari-tarian India. Asooooy! 🙂
* * *
Sungguh sebuah kesempatan yang luar biasa bagiku dapat melihat langsung Festival Teluk Semaka yang pada tahun 2015 ini terselenggara untuk ke-8 kalinya. Rasanya seneeeeng banget bisa berada di kota Lampung yang ternyata… aduhai, menyimpan begitu banyak pesona. Sepertinya aku akan sering-sering pelesiran ke Lampung ini bersama keluarga. Soalnya masih banyak tempat wisata yang belum aku datangi. Ya syukur-syukur bisa barengan lagi sama temen-temen blogger <- ada makna tersirat dari kalimat terakhir ini hahahaha.
Terima kasih kepada Kabupaten Tanggamus atas kesempatannya. Juga kepada semua sosok-sosok manusia muahaha yang aku temui di kota Lampung. Maaf, sengaja gak disebutkan satu persatu namanya. Aku menghindari kelupaan nyebut nama yang akan berakhir pada keributan rumah tangga –eh haha. Pokoknya makasiiihhh banget! –salim satu-satu 🙂
“Untung ya hujannya sebentar,” gumamku.
“Iya, itu pawang hujannya sempat kebobolan ya. Untung udahnya cerah lagi. Dia sampe muntah-muntah di belakang panggung,” ujar Encip serius.
“Bener Ncip sampe muntah pawang hujannya?”
Encip, si gadis Thailand ini hanya tersenyum. Senyum yang terlalu lambat untuk aku artikan sebagai jawaban dari semua guyonannya tentang pawang hujan. Huaaa Enciiiipppp!
P.S : Bagi yang sudah menonton video-video perjalanan di Festival Teluk Semaka, nah si Encip inilah orang yang bertanggung jawab atas semua video kece itu hahaha. Memang pesonanya tiada tara si Encip ini, tuh lihat, si Kiki aja bahkan sampai dimabukkan begitu. Alhamdulillahnya si Kiki segera sadar. –langsung elus dada.
Alhamdulillah, ya Yan… cuaca akhirnya bersahabat. Bagian ini salah satu bagian terbaik buat aku. Ngepor duduk sampai bener2 parade tuntas. Btw, itu Sekura Kamak yg mukanya hitam aku kok nggak nemu ya hehehe
Mereka ada di depan mbak, ini pas bagian mbak Donna, mbak Evi dan bang Indra melipir ke lapangan hahaha. Ntah kemana tuh Sekura Kamak hitam pas sudah sampe lapangan, jangan-jangan berganti jadi power ranger #eh
Sebagai sesama penonton festival, daku membenerkan bahwa pidato petinggi itu buang-buang waktu dan kasihan banget lihat anak-anak kecil yang sudah sedari pagi dandan cantik-ganteng disuruh sabar menunggu ( lagi ) pidato panjang lebar yang terdengar seperti dengungan lalat karena saking membosankannya hahaha. Tapiii… ini yaaa ampunn foto terakhirnya. Ngakakkk Yan!! Encip ama Kiki co cuit banget, jadi jeleeees dehhh hahahaha. *save as picture* 😀 😀
Iya, ini pesta rakyat, dan pemimpin harus tahu mana yang benar-benar ditunggu rakyat. Jikapun mau pidato, lebih efisien aja sih hehe. Tapi rata-rata acara begini pasti ada pidatonya ya hehehe
Kalau hujan itu pasti basah.. 😄😄
Kalau dijemur pasti kering 🙂 🙂
Ih untung Kiki tidak khilaf, ngusap dada Gadis Thailand hahaha..
Aku ngusap dadaku sendiri aja mbak, aman, gak kena pasal pelecehan terhadap makhluk goib -eh hahaha *sungkem ke Encip
saluutttt bget… keren mas ndut blog nya… wah knapa gak dari duluu ikutan acara begini yakk… kok namaku ervan yaa… elvan lhoo
Sengaja disalahin, biar yang punya nama komen buahahaha *ngeles banget yak.
Kenapa baru sekarang? soalnya baru tahu dan baru diajakin. Makanya besok-besok ajakin aku ke festival lainnya ya bang <— kode bertebaran di komen ini. Tenang aku gak akan teriak "dureen dureeen" kok hahaha
“ada makna tersirat dari kalimat terakhir ini hahahaha.” <~ kode bertebaran :)))
Foto terakhir mesra luar binasa 😀
Iya tuh, si ibu main nyosor aja minta difotoin wkwkwk. Mana kesindir lagi padahal ga disindir ahah
Festivalnya seru banget
Hahaha kode bertebaran :)) pingin ngerasain festival yang lain, biar ada perbandingan.
Foto aib itu harus disebarkan, biar mereka makin femes hahaha
Titip salam buat titisan Dewi Sandra. Seksi sekali difoto dari belakang. Sering-sering ya :p
Kalo madep depan jadi Dewi apa ya? hahaha
Festival setingkat kabupaten kalau digarap serius jadinya gak kalah keren ama festival propinsi atau nasional, yah… ira
Iya mbak. Eh tapi aku belom pernah sih ngehadirin festival kelas Provinsi hehe jadi gak bisa membandingkan #kode lagi
paling doyan acara beginan om
Sama 🙂
Festival yang keren. Semoga banyak kabupaten di Indonesia yang mengikuti jejaknya. Biar makin banyak pariwisata yang terkenal. Ngiler liat foto-foto kecenyaa
Rata-rata setiap kabupaten pasti ada acara kayak begini tinggal kemasannya aja mau dibikin bagus atau nggak 🙂 balik-balik ke dana juga sih.
Seruuuuuuuu….. Trus seneng liat foto2 dan cerita lengkapnya..
Itu beneran si pawang muntah gara2 brentiin ujan? *dibahas* :))
Iya beneran muntah, tapi karena ngidam hamil 3 bulan *makindibahas* hahaha
wah ini kalau acaranya kebudayaan paling seneng, semoga bisa join acara begini di jogja
Aku pingin juga melihat langsung festival apaaa gitu di Jawa. Kental adat budayanya
Seru banget.. Mudahan bisa punya kesempatan juga buat ngeliat langsung festival Teuk Semaka 🙂
Seru banget… Mudahan aku juga punya kesempatan untuk ngeliat langsung festival Teluk Semaka.. Aamiin
Amiiin, sekalian melipir ke Palembang ya mbak Dee hehe
Aamiin… i wish, Yan…
Mungkin Lampung bisa kita bilang “La Petite Indonesie” ya Om, Indonesia versi kecil, karena semua suku bangsa ada di sana, menjalin harmonis satu sama lain *tutup file-file investigasi kerusuhan yang ada di laptop :hihi*. Mudah-mudahan dengan tahu bagaimana budaya-budaya yang ada di Lampung, provinsi ini bisa menjadi contoh damai buat bagian Indonesia yang lain–karena bagaimanapun, kita berbeda tapi tetap satu, kan :)). Maju terus, dan mudah-mudahan undangannya juga nyasar ke tempat saya *mimpi di siang bolong boleh dong ya :haha*.
Aha bener, bahkan konflik mengerikan di Mesuji, Lampung sama sekali nggak terbersit di otakku sejak aku menerima undangan dan aku menulis di blog. Jadi teringat kembali waktu Gara komen inilah haha.
Amin, semoga Indonesia semua damaaaaaiiii. Mengenai undangan, nggak ada yang gak mungkin, dan siapa tahu kita dipertemukan dalam sebuah undangan :))
Kok saya berpikir undangan nikah ya Om :haha.
Ga tahan liat foto terakhir…
Semoga mereka ga kebobolan untuk yang kedua kali 😀
Muahahaha komennya om Yopie 😀 😀 😀
yayaaaan…. ado mawak gadis lampung dak ?
Dide kande 🙂
hahaha… iyolah 🙂
Aarrrgghhh ini aku bangettt, paling demen festival beginian… Itu yang dipoto kudu kursus senyum tiga jari ke aku deh hwehhe
Ya ya beneer kayaknya berapa kali aku baca postingan festival beginian di blognya.
Kenapa pawang ujan nya muntah2 ???? #Kepo
Dia telah dinodai om. Perutnya besar dan suka muntah. *busunglaparmabokperjalanan*
Ping balik: Lampung Krakatau Festival 2016 : Keindahan Disela Bayang-bayang Mimpi Buruk | Omnduut
Ping balik: Restoran Kece di Bandar Lampung | Omnduut