Pelesiran

6 Hal Ngehe di Ahmedabad yang Bikin Ngelus Dada

Jujur saja, sebetulnya saya nggak ada rencana mengunjungi Kota Ahmedabad dalam rangkaian perjalanan saya 2 minggu di Rajashtan. Bisa dibilang, saya agak terpaksa datang ke kota yang menjadi bagian dari wilayah Gujarat ini. Penyebabnya ialah hanya karena tidak ada kereta langsung dari Kota Jodhpur ke Kota Udaipur yang menjadi target perjalanan saya selanjutnya.

Padahal ya, kota Udaipur itu letaknya antara kota Jodhpur dan Ahmedabad, loh. Ibaratnya nih ya, saya dari Palembang mau ke Lampung, tapi mesti lewat Jakarta dulu gitu. Lucu, kan? hehe. Tapi ya sudahlah mau nggak mau harus cari alternatif lain. Pertama, naik bus atau mobil travel gitu. Sempat sih kepikiran mau coba opsi ini. Tapi, bakalan lama banget di perjalanan.

Makanya, saya ambil opsi kedua, yakni “transit” dulu ke Ahmedabad sebelum kemudian… ya tetap naik travel lagi dari Ahmedabad ke kota Udaipur-nya. Tapi seenggaknya perjalanannya nggak selama jika langsung naik travel dari Jodhpur.

Oke sip, setelah dicek nampaknya ada beberapa tempat wisata menarik di Ahmedabad. Nah, sebagai UNESCO WHS hunter saya senang begitu tahu Ahmedabad ini adalah kota yang dilindungi oleh UNESCO. Beberapa tempat wisata menarik yang ada di sana misalnya ke Jama Masjid, masjid tua yang ada di sana. Trus bisa ke Adelaj Stepwell, sebuah sumur tua yang keren. Dan juga, saya bisa mampir ke Gandhi Ashram, sebuah rumah yang dulu pernah dijadikan kediaman oleh Mahatma Gandhi. Lumayan jugalah ya, saya punya waktu seharian buat eksplor kota ini. Ya sudah, langsung saya bungkus tiket kereta dari Jodhpur ke Ahmedabad-nya.

Sekilas Tentang Ahmedabad

Kota ini sudah dihuni sejak abad ke-11 dan dikenal dengan nama Ashaval dan berdiri di tepi Sungai Sabarmati, berjarak 30 km dari ibu kota negara bagian Gandhinagar yang disebut sebagai kota kembarnya Ahmedabad. Panjang deh sejarah perebutan kekuasaan di kota ini haha. Singkatnya, pada abad ke-14 Kesultanan Delhi berhasil menguasai Gujarat.

Namun, pada awal abad ke-15, gubernur muslim Zafar Khan Muzaffar berhasil merebut kendali Kesultanan Delhi dan memproklamasikan dirinya sebagai Muzaffar Shah I atau Sultan Gujarat dan mendirikan dinasi Muzaffarid. Saat kemudian kawasan ini berada di bawah kendali cucunya Sultan Ahmed Shah di tahun 1411-lah yang kemudian membuat kota ini dikenal dengan nama Ahmedabad.

Nah, hal lain yang bikin saya mantab ke Ahmedabad ya karena nama kota ini yang sangat nampak ke-Islam-annya. Saat saya menginjakkan kaki ke Ahmedabad Junction Railway station saja sudah nampak beda dengan kota di India lainnya. Saya banyak melihat pria memakai gamis kayak di Arab Saudi dan banyak perempuan yang menggenakan jilbab. Tak heran, 13% dari jumlah penduduk 6,3 juta orang beragama Islam.

Sorry, You’re Not My Brother

Setiap kali jalan dan ketemu orang lokal yang beragama Islam, mereka selalu bereaksi dengan berkata, “oh, you’re my brother.” Maksudnya saudara seiman gitu, ya hehe walaupun saya penasaran juga kalau ketemu turis beragama lain apakah di hati mereka terpatri, “hi enemy!” hahaha. Tapi, jujur aja ya. Saya nggak begitu suka dengan sapaan macam itu. Soalnya lebih sering ada udang di dalam panci-nya.

Saya tiba di stasiun Ahmedabad sekitar pukul 6 pagi dan galau antara mau ke penginapan dulu untuk titip barang atau langsung jalan aja. Bagi pembaca setia blog ini mesti udah tahu ya saya pilih yang mana? Yak benar sekali, saya langsung memutuskan untuk jalan aja. Gakpapalah sambil memanggul ransel 7-8 kg asalkan saya bisa berhemat ongkos bajaj karena gak mesti bolak balik penginapan-lokasi wisata wakakak.

Apalagi, penginapan yang saya pilih memang agak jauh dari kawasan Old Town yang letaknya lebih dekat dengan stasiun. Tujuan pertama saya ialah ke Jama Masjid. Saya sudah tanya ke penduduk lokal perkiraan biaya menuju ke sana.

Suasana kota Ahmedabad.

Saya berjalan keluar stasiun dan langsung dikerubuti oleh beberapa sopir bajaj. Saya pilih yang pake baju gamis. “Siapa tahu dapet diskon. Secara kan brother ya,” batin saya hehehe.

Saat saya sapa dengan assalamualaikum si sopir bajaj ini cukup kaget. Ya maklum, tampang saya ini kan oppa banget ya –batukbatuk. Saya bilang ke dia minta diantar ke Jama Masjid. Saya lupa berapa ongkosnya waktu itu. Kalau nggak salah 50 rupee. Tapi, si sopir ini malah minta 200 rupee. Lebih dari 3 kali lipat.

“Mahal bener. Bukanya biasanya 50 rupee?” protes saya.

“Mana ada, di mana-mana memang segitu tarifnya tauk!” ujarnya ketus. Lha, padahal semenit sebelumnya ramah banget loh.

Ahmedabad dengan bangunan tua-nya.

Saya masih berusaha menawar tapi alih-alih meladeni dengan baik eh dia malah pergi sambil ngedumel. Asli, gak enak banget diumpat-umpat pake bahasa lokal. Lha, sampean kasih harga kemahalan, mas!

Lalu, seorang sopir lainnya menghampiri. Nampaknya dia menyaksikan pergulatan tawar menawar saya sebelumnya. Dia berkata, “saya aja yang antar. 100 rupee, ya!” ujarnya sopan.

“50 rupee, ya,” tawar saja.

“Gini aja, kasih saya lebih sedikit ya, soalnya ini masih pagi banget. Kasih saya rezeki tambahan. 70 rupee, gimana?”

Lebih mahal 20 rupee dari harga pasaran, tapi menurut saja ini masih wajar. Saya langsung setuju dan mulai menaiki bajaj si sopir yang tak bergamis ini. Yeah, walaupun dia nggak berkata, “you’re my brother,” tapi paling nggak kami dapat bekerjasama pagi itu dan senang sama senang. Ihiy!

“Dipalak” di Jama Masjid

Benar saja, perjalanan tak begitu jauh. Belum sempat saya membayangkan joget sama Alia Bhatt eh udah nyampe aja gitu di Jama Masjid. Dari luar hanya terlihat sebuah gerbang. Saya melepas alas kaki dan mulai masuk ke dalam. Sepi!

Maklumlah, kan bukan jam waktu salat, ya. Hanya terlihat beberapa orang yang nampak baringan di sisi kanan tembok tak jauh dari gerbang masuk. Masjid Jama ini dikenal juga dengan nama Masjid Jumah/Jumat. Pertama kali dibangun pada tahun 1424 pada masa pemerintahan Ahmed Shah I. Kalau dilihat sih memang masih jadi satu kesatuan dengan Benteng Bhadra yang tak jauh dari situ.

Jama Masjid di Kota Ahmedabad

Ini adalah masjid terbesar di India saat periode dibangunnya. Kalau sekarang, ntahlah ya. Saya pernah ke beberapa masjid lainnya di India. Kayak di Delhi aja misalnya, Jama Masjidnya saya kira jauh lebih besar dari yang ada di Ahmedabad ini.

Di sisi barat masjid ini terdapat makam Ahmad Shah I, putra dan cucunya. Tak jauh dari makam ini juga ada kuburan ratu dan istri raja lainnya seperti Rani No Hajiro. Saya sempat sih melihat tanda bahwa ada makam. Tapi saat saya mengetikkan tulisan ini, saya lupa apakah saya sempat jalan ke area makam ini atau tidak. Hmm, karena nggak ada fotonya di folder komputer kayaknya saya nggak ke sana deh. Lupa karena apa. Kayaknya males ambil sepatu di depan hehe.

Istirahat sejenak di masjid.

Oke, ini masjidnya bersih banget. Saya nggak lihat ada sampah. Saat akan masuk ke bagian utama bangunan, saya sempat melewati sebuah kolam besar yang dipakai untuk wudhu. Banyak burung yang numpang minum di situ heuheu. Bagi yang ngerasa kurang oke wudhu di kolam, bisa pakai kran air yang terdapat di sekeliling masjid, kok.

“Jangan minum sembarangan di India, bisa kena diare!”

Alhamdulillah ya, saya 3 kali ke India perut aman sentosa. Mungkin karena udah kebiasa minum cuko pempek juga lol. Tapi, ya saya nggak sembarang minum dari air kran juga selama di India. Kashmir adalah pengecualian karena airnya langsung dari gunung. Nah, di kota lain, orang biasa minum langsung dari kran sebagaimana beberapa orang yang sengaja masuk ke masjid buat isi air di botol minum mereka.

Saat masuk ke dalam masjid, saya bengong. Ternyata banyak sekali tiang di dalam masjid. Jumlahnya ada 260! Untung nggak dinamakan Masjid Seribu Tiang kayak yang ada di Jambi ya hwhw, padahal jumlahnya mana ada seribu lol. Tiap-tiap tiang yang terbuat dari batu ini dipahat dengan apik.

Ada 260 tiang di masjid ini.

Kelihatan sajadahnya ya.

Monitor yang menunjukkan waktu salat.

Terlihat seorang petugas masjid nampak bersih-bersih. Dia tersenyum. Saya juga balas senyum. Tapi kok perasaan saya nggak enak, ya.

“Blukutuk bluktuk bluktuk,” sapanya pakai bahasa Gurajati. Aduh om, saya kagak ngerti. Bisa ngomong pake bahasa kalbu aja nggak?

“Sorry uncle, I don’t understand,” jawab saya.

Tapi dia lantas mengeluarkan bahasa tubuh yang semua orang juga paham. Itu, gesture mainin jari jempol dan jari telunjuk. Dia minta duit sodarah sodarah!

“Iya om, nanti saya nyumbang dan masikin ke kotak amal, ya!” jawab saya pake bahasa Indonesia. No english! Percuma, dia juga kagak ngerti.

Tempay wudhu-nya

Seseorang sedang berwudhu.

Kotak amal di Jama Masjid.

Di dekat pintu masuk emang ada beberapa kotak amal. Beneran loh saya masukin beberapa rupee ke dalamnya. Bukan karena kena palak. Tapi ya emang pingin beramal jariyah aja –benerin peci. Si uncle itupun kemudian pergi. Paslah, saya lebih leluasa mengeksplor masjid.

Cukup lama sih saya duduk santai di sana. Kenalan juga sama cewek lokal yang datang ntah buat apa. Yang jelas, karena ada dia, saya bisa minta tolong foto walaupun hasilnya yeah…. hahaha. Ini adalah satu-satunya foto saya di kota Ahmedabad. Lumayanlah ya, yang penting ada bukti kalau saya sudah pernah ke sana muahaha.

Bukti kalau saya pernah ke Ahmedabad ehehe

Jama Masjid ini bentuknya persegi panjang dan dibangun dengan batu pasir kuning. Panjangnya 75 meter dan lebarnya 66 meter. Tapi kayaknya lebarnya ini termasuk bagian lapangannya, deh. Saya yakin, sajadah baru dibentangkan di lapangan di waktu khusus misalnya saja salat Jumat.

Masjid ini memiliki 4 kubah. Sebagaimana yang saya singgung sebelumnya, bagian dinding dan tiangnya banyak terdapat ukiran. Umumnya berbentuk Bunga Lotus yang erat kaitannya dengan Jain Temple yang khas. Ada juga ukiran lonceng yang mirip dengan yang umumnya ada di kuil Hindu.

Jama Masjid with minarets, drawn in 1809 by Robert Melville Grindlay. Source Wikipedia.

Detail di menaranya. Ini bagian yang tersisa.

Tadinya ada dua menara yang mengapit pintu utama. Sayangnya, kedua menara ini runtuh saat terjadi gempa di tahun 1819 hiks. Untungnya bagian bawah menaranya masih berdiri. Gak sampai situ saja, gempa tahun 1957 juga turut memperparah keadaan masjid Jami ini hingga terbentuklah seperti sekarang. Sayang bange, ya.

Tapi ya namanya saja alam ya. Nggak ada yang mampu melawan. Sambil asyik duduk santai, saya masih cukup lama menghabiskan waktu di Jama Masjid sebelum kemudian memutuskan untuk keluar dan berjalan ke arah pasar di sekitaran Teen Darwaza.

Ditolak Abang Bajaj Di Sekitaran Teen Darwaza dan Bhadra Fort

Dari Masjid Jami ke Teen Darwaza sih jaraknya deket banget. Dari gerbang masjid juga udah keliatan Teen Darwaza-nya. Teen Darwaza sendiri adalah pintu gerbang bersejarah yang berada di sisi timur Benteng Bhadra. Gerbang yang selesai dibangun pada tahun 1415 ini memiliki tiga lengkungan/pintu masuk.

Ukuran lengkungan/lubangnya nggak begitu lebar. Tapi untuk dilewati satu mobil masih bisalah. Khusus yang tengah itu lebarnya 17 kaki atau sekitar 5,1 meter. Sedangkan dua lengkungan lainnya hanya selebar 13 kaki  atau 3,9 meter. Di sepanjang jalan menuju Teen Darwaza terdapat banyak toko yang baru sebagian saja buka.

Ini Teen Darwaza yang memiliki 3 lengkungan/lubang.

Tujuan saya masuk ke kawasan ini pingin ke Benteng Bhadra yang berada di ujung jalan. Nah, karena di sini sekarang udah jadi kawasan pasar jadi kondisi jalanannya banyak terdapat sampah walaupun nggak yang parah banget, sih. Saya melewati sebuah monumen sebelum mencapai gerbang utama Benteng Bhadra.

Sayangnya begitu saya sampai ke depan benteng ternyata masih tutup. Jujur saja, saya nggak merasa begitu tertarik juga sih. Nganu, agak spooky keliatan dari luar hehe. Ya sudah, saya hanya lihat sekilas saja dari luar sambil memperhatikan pertunjukkan gajah dengan iringan musik yang memekakkan telinga.

Ntah monumen apa ini. Terletak di tengah-tengah kota.

Gajah di dekat pintu masuk benteng.

Gerbang masuk Benteng Bhadra.

Piuh, saya capek banget. Pingin bisa mandi dan istirahat sejenak. Saya akhirnya memutuskan untuk segera ke penginapan. Ya sih belum waktunya check in, tapi seenggaknya saya bisa selojoran di ruang tunggunya kan. Bisa internetan juga pake Wifi-nya. Jadilah, saya lantas mencari bajaj yang dapat mengantarkan saya ke penginapan.

Saya menghampiri sebuah bajaj yang lagi mangkal.

“Nganu om, bisa antar saya ke alamat ini?” tanya saja sambil menunjukkan buku catatan berisi nama dan alamat penginapan.

Belum lagi catatan saya dilihat, si sopir bajaj ini langsung kabur. Saya heran, tapi ya sudah saya coba setop bajaj yang lainnya. Lagi-lagi mereka langsung pergi, tapi paling gak saya dapat petunjuk sedikit dari sopir kedua ini.

“No english,” katanya.

Heh, seumur-umur ke India baru sekali ini saya ditolak sopir bajaj hanya karena dia nggak bisa bahasa Inggris. Saya baru sadar, ternyata nggak hanya petugas di Masjid Jami yang gak bisa bahasa Inggris. Sebelumnya saat saya beli air mineral dan nanya ke penduduk lokal soal alamat penginapan semua juga nggak kasih respon karena kendala bahasa ini.

Ntah sudah berapa bajaj yang menolak saya. Tumben banget loh ini, biasanya bajaj di India ini pada suka rebutan cari penumpang. Saya akhirnya berhasil mendapatkan bajaj saat minta bantu seorang penduduk lokal yang bisa sedikit bahasa Inggris untuk menerjemahkan lokasi penginapan saya.

Tawar menawar pun dibantu sama si abang lokal yang ntah namanya siapa itu. Sekitar jam 10 pagi saya akhirnya tiba di penginapan In & Out Dormitory yang berada di satu gedung dengan mal Arved Plaza. Sayang, kejutan ngehe lainnya segera menanti saya.

Zonk di Penginapan In & Out Dormitory

Dari info di booking.com jelas banget kalau penginapan ini satu gedung dan terletak di lantai 2 Arved Plaza Mall. Tapi percayalah, saya butuh lebih dari 30 menit untuk menemukannya. Nanya? Lelah abang, dek! Setiap kali nanya, orang selalu ngasih arah yang berbeda. Puas saya turun naik pake eskalator dari lantai 1 sampai lantai atas buat nyari penginapan ini.

Bahkan, security yang saya tanya pun nggak tahu! Gila banget. Padahal di dalam mall jelas loh ada sign board bertuliskan nama penginapan, tapi tetap aja nggak ketemu haaaa.

Singkat cerita, ternyata penginapan ini punya akses lift khusus yang terletak di belakang mall. Tepat di terminal busnya. Yes! Ada terminal bus di bagian belakang mal ini. Ya ampun, jika nggak dibantu sama seorang pedagang asongan saya gak bakal nemu ini penginapan.

Arved Plaza dari luar sih modern. Dan emang. Tapi sayang mal-nya gak terurus. Source: arvedtranscube.com

Begitu sampai lobby benar saja saya belum diizinkan check in. Untung udah bisa pake Wifi-nya. Tak lama, ownernya memanggil seorang pekerja dan saya diminta untuk mengikuti pekerja ini. Saya dikasih izin check in lebih cepat. Tapi sayangnya begitu saya diarahkan ke ranjang yang akan saya tempati kondisinya masih kacau. Seprai berantakan, bantal ke mana-mana dan selimut belum terlipat.

Saya protes dong. Masa iya dikasih ranjang bekas yang belum dibersihkan. Oh ya, In & Out Dormitory ini konsepnya dorm ya. Jadi ranjang susun ditempatkan di sebuah ruangan besar.

Iya sih betul modern. Ranjangnya bagus tapi kotor luar biasa! Saya pindah ranjang 2 kali sebelum kemudian merasa mendingan dengan ranjang ketiga yang berada di pojokan. Gakpapa deh, asal ranjangnya bersih. AC untungnya juga dingin. Tapi, saya kaget bukan main saat ke kamar mandinya. Ampun, kotor luar biasa! kamar mandinya banjir. Bilik toiletnya dari 6 buah, separuhnya rusak dan luar biasa kotor.

Saya pikir ini karena manajemennya jelek. Padahal properti mereka bagus banget. Kalau saya lihat sih ini terjadi karena ada beberapa penghuni yang menjadikan penginapan ini selaiknya kos-kosan. Ntah mereka ini para pekerja atau ada urusan yang bikin mereka stay lama di Ahmedabad. Saya nggak tahu. Skornya 9. Yang ngasih ulasan ratusan. Tapi begitu ada yang kasih ulasan jelek, kesan mereka negatif sekali. Nah ini juga yang saya lakukan kemudian saat setelah check out.

Lucunya, begitu saya cek di booking.com, penginapan ini udah berganti nama jadi Hotel In & Out Dormitory haha. Jadi, data lama udah nggak ada, lenyap, termasuk dengan ratusan ulasan pengunjung termasuk ulasan saya. Kayaknya di take down ini sama booking.com-nya haha. Tapi, kalau bikin baru dengan kondisi yang sama, podo waelah ya lol. Bagi yang penasaran kondisi penginapan ini saat saya datang, silakan cek ulasan saya di google ini.

Gagal Ke Adalaj Stepwell

Setelah mandi, istirahat sebentar dan cari makan di area food court  mall, saya memutuskan untuk kembali eksplor Ahmedabad. Incaran saya itu ke Adalaj Stepwell. Bagi yang nggak tahu stepwell itu apa, simpelnya sih itu sebuah sumur besar. Kurang lebih samalah dengan Chand Baori Stepwell yang saya kunjungi di kota Abhaneri.

Saya sudah coba tanya rute ke Adalaj di tourism counter yang ada di area mall. Mereka bilang saya bisa naik bus semacam TransJakarta-lah. Memang ada sih haltenya di depan mall. Saya lantas ke sana dan nanya ke petugas. Lagi-lagi kendala bahasa. Saya putuskan kembali lagi ke konter pariwisata buat nanya lebih rinci.

Gagal ke Adalaj Stepwell. Source: outlookindia.com.

Saya kemudian diarahkan ke terminal bus yang ada di belakang mal. Di sana saya lagi-lagi ketemu petugas yang gak bisa bahasa Inggris. Mana jutek pula petugasnya. Ada kali saya setengah jam nunggu bus tujuan Adalaj tapi tak kunjung datang. Hari udah mulai sore. Saya khawatir perginya bisa eh pulangnya gak bisa haha.

Dengan cepat saya ganti rencana. Mending ke yang pasti-pasti aja. Jadilah, saya putuskan untuk ke Gandhi Ashram. Padahal niatnya sih mau saya datangi keesokan pagi sebelum pergi ke Udaipur. Inilah enaknya jalan sendirian, bebas mau berganti rencana sesuka hati. Kalau jalan sama temen, belum tentu bisa ke sini.

Melow Di Gandhi Ashram

Di perjalanan saat beranjak dari Jodhpur ke Ahmedabad menggunakan kereta, saya berkenalan dengan Mr.Ali, pria muslim yang antusias mendapati saya jalan sendirian di negaranya. Saya diperkenalkan dengan penumpang-penumpang lain yang ada di dekat situ. Mereka semua ramah, alhamdulillah. Bahkan ada satu keluarga yang berkali-kali kasih saya camilan. Waaa baiknya.

Mungkin karena penasaran, Mr.Ali nanya ke saya, “ngapain sih ke Ahmedabad? Gak ada apa-apanya di sana.”

“Dulu saya pernah ke rumahnya Mother Teresa. Nah, sekarang saya mau ke Gandhi Ashram,” jawab saya.

“Ah itu mah cuma rumah sementara dia saja. Mending kamu ikut saya saja ke Porbandar. Itu kota kelahiran Gandhi. Rumah tempat dia dilahirkan dulu gak jauh dari rumah saya,” tawarnya kemudian.

Duh sempet sih saya dibikin galau haha. Saya kepikiran, “jangan-jangan ini salah satu bentuk kejutan lain di perjalanan ke India kali ini.” Tapi, setelah saya pikir lagi, saya harus menolak ajakan itu karena jadwal perjalanan selanjutnya bisa kacau.

Pengunjung menyimak penjelasan di dinding.

Gandhi dan para pengikutnya.

Ruangan ini berisi lukisan Gandhi.

Dan, sampailah saya sekarang di Gandhi Ashram yang dikenal juga dengan nama Sabarmati Ashram. Sesuai namanya, letak Gandhi Ashram ini memang berada di tepi Sungai Sabarmati (yes, namanya seserem itu. S-A-B-A-R-M-A-T-I) dan menjadi rumah bagi Gandhi selama 12 tahun bersama istrinya Kasturba Gandhi.

Di Ashram ini, Gandhi membentuk sebuah kelompok yang hanya diperuntukkan bagi laki-laki. Mulanya, Ashram Gandhi didirikan sebagai Koncharab Bungalow of Jivanlal Desai oleh seorang pengacara yang dulunya teman Gandhi tepatnya pada tanggal 25 mei 1915. Saat itu masih disebut Ashram Satyagraha.

Namun, Gandhi mengharapkan tempat ia tinggal itu dapat dilakukan berbagai macam kegiatan seperti pertanian dan peternakan, makanya, 2 tahun kemudian di tanggal 17 Juni 1917 lokasinya dipindahkan ke area seluas 36 hektare.

Mengenai tempat ini, Gandhi berkata, “ini adalah tempat yang tepat untuk kami melakukan pencarian kebenaran dan mengembangkan keberanian.”

Kalau nggak salah ini adalah rumah tempat Gandhi dilahirkan.

Tulisan tangan Gandhi

Banyak sejarah besar terjadi di tempat ini. Misalnya saja pada tanggal 12 Maret 1930, Gandhi, bersama 78 anggota kelompoknya memprotes kebijakan British Salt Law yakni peningkatan pajak garam di India. Pada masa ini, pemberontakan masyarakat sipil membuat 60 ribu orang diantaranya dipenjara. Ashram ini pun diambil alih oleh penjajah pada saat itu.

Penjajah bahkan memutuskan bahwa tanggal 22 Juli 1933, Ashram resmi dibubarkan. Gandhi bahkan bersumpah untuk tidak akan kembali ke Ashram ini sebelum India memperoleh kemerdekaan di mana India kemudian merdeka pada tanggal 15 Agustus 1947. Sayang, beberapa bulan kemudian, tepatnya tanggal 30 Januari 1948, Gandhi dibunuh oleh sebuah tindakan pengeboman.

Nah, sekarang Gandhi Ashram ini tak ubahnya museum. Bangunan museum ini dibangun pada tahun 1963. Di bangunan utama yang terdiri dari beberapa bilik terdapat foto-foto dan diorama yang berisi tentang sejarah kehidupan Gandhi. Termasuk foto terakhir Gandhi sehari sebelum dia dibunuh. Huhu, bikin melow juga terus terang. Ah, jadi kepingin nonton film Gandhi jadinya.

Di area lain nampak juga foto-foto tokoh terkenal yang sudah mendatangi tempat ini. Wuih, lumayan ya, saya pernah berada di tempat yang sama dari tokoh-tokoh terkenal semacam Ratu Elizabeth, Dalai Lama, Ban Ki Moon atau juga Luther King. Aura tempat ini memang tak sedahsyat Mother Teresa House di mana jasad Bunda Teresa terbaring di sana.

Foto saat tokoh-tokoh dunia datang ke tempat ini.

Rumah yang ditempati Gandhi dan istrinya.

Belajar memintal/menenun.

Di bagian lain Ashram Gandhi terdapat sebuah rumah kecil tempat di mana Gandhi dan istrinya tinggal. Ukurannya kecil saja walau sedikit lebih besar dari kamarnya Bunda Teresa di Mother Teresa House. Saya bahkan sempat masuk ke kamar tempat Gandhi beristirahat. Di bagian teras, saya sempat melihat ada seorang turis asing kaukasian yang nampak sedang belajar memintal.

Saya suka berada di Gandhi Ashram ini. Suasananya asri, tenang dan sejuk. Saya sempat main juga turun ke tepi sungai yang sekarang sudah dibeton. Di seberang sungai nampak sisi modern kota Ahmedabad, salah satu dari 100 kota di India yang terpilih untuk dikembangkan sebagai Kota Pintar/Smart City.

Sungai Sabarmati

Perjalanan saya di Ahmedabad berakhir di Gandhi Ashram ini. Namun, drama ngehe ternyata belum berakhir sepenuhnya haha. Keesokan harinya saat saya menuju tempat kantor mobil travel, saya dibuat nyasar oleh sopir bajaj lagi-lagi karena kendala bahasa. Uuh, drama sekali muter-muter jalanan kota Ahmedabad. Ironisnya, kantor travel itu sudah kami lewati sebelumnya lol.

Kapok nggak ke Ahmedabad? Nggak sih. Nggak sekapok saat saya kena jebakan holy man palsu di kota Pushkar. Tapi, kayaknya cukup sekali deh ke Ahmedabad. Toh masih banyak sekali kota di India yang belum pernah saya datangi hohoho.

97 komentar di “6 Hal Ngehe di Ahmedabad yang Bikin Ngelus Dada

  1. Ngomongin Gujarat, sejarah mencatat kalau penyebaran Islam di Indonesia asalnya dari pedagang dari Gujarat.

    Kalau saya mah kenyang ditolak supir bajaj/bejaj/taxi di beberapa negara hanya karena kendala bahasa whehehehe.

    Emang ya Islam dikit dianggap sodara, tapi ujungnya nipu juga. Di Varanasi dulu juga ada bapak-bapak ngaku muslim dan sok sok guide ke kuil-kuil di sana. Ditunjukin api abadi Dewa Siwa. Ujungnya minta duit. Di Fatehpur Sikri juga gitu. Beberapa kali aku nyemprot kalau muslim kudu ikhlas nerima berapapun yang dikasih. “You know Ikhlas word?” terus mereka melipir sambil misuh-misuh bhuahaha.

  2. Wah, seru ya ke India. Entah kapan bisa ke sana, hahaha. Btw, itu kota kok serasa Indonesia di tahun 60-70-an gitu. Ini area-area tertentu saja yang gitu, atau seluruh kota ya. Penasaran, soalnya India terbilang maju dalam dunia IT, tapi masa iya kondisinya masih gitu ya.

  3. aku ke indianya main ama aman sih sewa van jadi nggak ngerasain yang menguras air mata dan peranakan. cuma sempet aja dibohongin di khasmir surut lihat kolam ikan tak seberapa tapi sudahlah….

    ke india itu memang backpacking yang sesungguhnya melatih iman dan kesabaran

  4. Hahaha, saudara palsu ya mas, saat bisnis ya kembali cari cuan sebanyak-banyaknya.

    Aneh ya sopir-sopir bajaj itu. I mean, mereka kan cari duit, masak iya menyerah cuma karena masalah bahasa doang. Mereka masih bisa baca huruf latin kan? Nggak eksplor daerah modern? Siapa tau warganya lebih bisa bahasa Inggris dan transportasinya lebih baik.

    Penasaran sama foto-foto hotelnya mas, penasaran separah apa sih.

  5. Hehehe sepertinya kalau main ke situs keagamaan di Asia itu suka begini ya. Ada aja udang di balik pancinya. Entah itu masjid kuno, candi berusia ribuan tahun, gereja, atau kuil sami mawon. Ada aja yang berusaha beramah tamah tapi ujung-ujungnya minta sesuatu, entah dengan minta membeli dagangannya pakai rate yang lebih mahal atau terang-terangan minta duit dengan alasan macam-macam seperti belum makan tujuh hari atau anaknya sakit dan sebagainya.

    Pemerintahnya harus tegas dan turisnya harus tega. Itu sih sebenernya resep paling manjur untuk memberantasnya. 🙂

  6. Selain Benteng Bhadra, tempat lain keliatan lebih bersih dibanding kota lain di India. Apa cuma di foto aja keliatan begitu ya

  7. Masnya seneng banget ke India ya. Ahahaha… dulu aku dari Jodhpur langsung ke Udaipur pake bis, lama si, tapi gak selama dari Udaipur ke Mumbai naik kereta. 22 jam!
    Salut banget deh kamu, ngambil kamar domitory. Yang kamar biasa aja belom tentu jelas mas, hehe…
    Semoga next time ke Indianya gak pake zonk ya 🙂

  8. Habis baca detail tulisan ini jadi ingin berkunjung ke Gandhi Ashram juga. Selalu suka baca sejarah-sejarah yang berhubungan satu sama lainnya. Dan saya penasaran sama Mother Teresa House-nya, mau lihat juga aslinyaaa. Hehe. Eniho, ternyata India itu merdekanya juga nggak begitu jauh dari Indonesia ya~

    Ohya, kalau bisa balik ke India, mau ke kota mana lagi mas? 😀

    • Aku lebih suka Mother Teresa House karena ada makamnya di sana. Bisa sekalian ziarah 🙂

      Kalau balik lagi, pingin ke utara banget macam Shimla atau selatan banget kayak Hampi hehehe.

  9. Seru bangeet ceritanya! Saya gak bosan baca dari awal sampai akhir. Ngakak di bagian dipalak di masjid yang “blekutuk blekutuk” hahahha. Sungguh pengalaman tak terlupakan ya.

  10. Keprok2 deh mas udah 3x ke India! Hebat! Itu ebneran ya tiang di masjid sampai 260 buah? Wiiih lihat dari foto aja merinding deh. Masjidnya pasti penuh sejarah yang kalau diulik2 ga kelar2 diceritain. Oh begitu? Jadi jangan minum air sembarangan di sana, konon bisa terkena diare? Kudu hati2 kalo gitu ya mas.

  11. Panjaaaang dan aku baca semuanya sampai akhir
    Meskipun banyak drama ngehenya tapi berkesan banget perjalanan ini ya
    Itu mesjid-mesjid interiornya bagus ya
    Lalu aku ngakak di bagian blukutuk blukutuk itu hahahaha
    Btw aku juga pengen banget suatu hari bisa Ashram Gandhi
    Semoga kesampaian

    • Amiin, mudah-mudahan ya Mbak Arni. Btw, dulu aku masuk suka menyamakan kebudayaan India = Hindu haha. Pas diwali, aku ngucapin selamat ke teman yang tinggal di Bali.

      “Kami nggak merayakan Dilwali,” katanya.

      Duh malu banget hahaha. Kalau mbak Arni ke India, yakin aku akan dapetin banyak sudut pandang baru dan menarik di blognya 🙂

  12. habis baca ini, aku langsung ngebatin coba, “sanggup apa kagak ya kalau aku solo traveling kesana sendirian kayak si mas ini.” Haha. Namanya juga perjalanan ya, gak semua menyenangkan. Dipalak, dijutekin, nyasar lah, warna-warni travelling.

  13. ya ampun om, kok baca ceritanya jadi banyak keselnya ya daripada senengnya wkwk. apa emang kalo mau backpacking ke India tuh harus selalu nyiapi mental baja & tampang ketus ya buat ngeladenin orang-orangnya? tapi seru sih ada tantangan tersendiri jadinya.

  14. Bagaimanapun cerita dalam perjalanan. melancong mengenali sisi lokal itu selalu seru. meski mangkel ampe ubun ubun tetep seru. dan tetep nagih. btw aku belum ke rumah Mother Theresa dan gandi itu lhoo..dan masih banyak akwasan India yang belum terjamah langsung. next deh..

  15. Kupikir Ahmedabad tu di Pakistan lho…Pas lihat foto-foto masjidnya aku mikir, ini kalo digambar kayaknya bagus banget. Ternyata memang ada gambarnya, keren. Lebih indah dari foto aslinya. Hehe…soalnya lihat fotonya agak spooky gitu masjidnya. Aman ga sih berkelana di India itu untuk cewe? Aku belum berani ke India, lihat fotonya aja deh. Karya arsitekturnya bagus-bagus…

  16. Walaupun banyak sekali hal menyebalkan di India entah mengapa saya punya ketertarikan sendiri dengan budaya dan arsitekturnya, pengen banget suatu ke India dan ke daerah Ladakh hehehe

  17. Ditolak memang bikin sakit, sih. Termasuk ditolak sama abang bajaj hihihi. Tapi, kalau bangunannya terlihat bagus-bagus, ya

  18. Kendala bahasa ini bikin perjalanan sedikit lebih seru ya.

    Bahahha foto satu-satunya yang menjadi bukti kalau pernah ke Ahmedabad itu luar biasa sekali komposisinya 😂

    Jalan bareng temen juga bisa ubah destinasi sesukanya kok, asal se-frekuensi. Emang pernah nge-trip sama yang nggak se-frekuensi, om? #EhGimana

  19. Wahahahaha ternyata ada aja hal menarik dari India ya mas apalagi di Ahmdabad. wkwkwk
    Ada kejutan tersendiri kalau bicara soal berpetualang disana.

    Salam dari kami Travel Blogger Ibadah Mimpi

  20. Pas baca yang bagian Gandhi Ashram, saya jadi inget film Gandhi yang dibintangin sama Ben Kingsley. Ada satu part film yang ceritain soal ashram-nya Gandhi itu. Kalau dalam film sih lokasinya di depan sungai besar. Di sana Gandhi, istri, dan teman-temannya beternak dan bertani. Sesekali ia didatangi sama tokoh-tokoh kayak Nehru muda yang pengen gali ilmu. Dan Gandhi punya anak angkat, perempuan Inggris yang tiba-tiba datang ke ashram karena baca tulisan-tulisannya Gandhi. Dia diajarin memintal kapas dan bikin baju, mirip kayak foto ibu yang sedang memutar mesin pintal itu.

    Bah… jadi tergoda pengen ke sana abis baca postingan ini.

    • Ah, apa yang digambarkan di film persis dengan apa yang sebenarnya. Ashram Gandhi ini emang letaknya di pinggir sungai besar. Dan, karena komentar kamu aku jadi pengen nonton filmnya.

      Btw, semoga kesampaian main ke Ahmedabad, ya.

  21. terus2 klo fasilitas disabled di sano ckmn kak yayan? btw orang india terkenal suka malakin turis asing sih walau tentu nggak semua. Molly sering baco blog2 traveler indonesia ke india nah mereka ado yg sampe dibuntutin kmno2. wkwk.. dak cuma di offline tp jugo di online hikzzz *pengalaman pribadi sering dikejer spammer dari india.

  22. Pas bagian cerita nyumbang di kotak amal di tempat ibadah aku malah keinget film PK. Tapi seinget aku di film itu ga ada manggil brother-brother ya, atau ada? ampun deh hahaha

  23. Om, enak menginap daerah mana, aku suka nginep deket pasae gtu kek delhi ku nginep d pahar ganj, nah kalo d ahmedabad enak dmn yah om

  24. euphoria eresyak membawaku ke tulisan ini. walaupun terlalu bersemangat sampe kelupaan cek cuaca dan terlanjur beli di bulan Juni. Makasih yayan tulisannya informatif sekali

  25. masih belum tahu mental saya bakal sekuat omndut apa nggak ya kalo solo traveling ke India,,haha. ahmedabad menarik juga ya.. kemarin ya allah ada promo AA KL-Ahmedabad 3ooribuan -__-PP

  26. MasYan, kamu kemarin sempet solat di Jama Masjid? Penasaran kayak apa sajadah pas digelar di antara tiang tiang segitu banyak. Dan tipikal tempat wudhunya persis kek di Nepal, kolam besar gitu dan airnya butek banget sampe penasaran jangan jangan ada ikan didalemnya wkwk

    • Sebenernya di beberapa area, terutama di depan masih ada yang dibentang sajadahnya. Sisanya emang pas lagi digulung buat dibersihkan.
      Kalau tempat wudhu, ya banyak yang kayak gitu.

  27. Eh, ruponyo aku lha komen dimari wkwkwk…

    Banyak pemimpin dunia lahir di rumah yang sederhana ye.. Misal bung Hatta, termasuk pak Mahatma Gandhi 🙂 rumahnyo sederhana nian…

Tinggalkan Balasan ke omnduut Batalkan balasan