Pelesiran

Menatap Sirik ke Unta Genit di Padang Pasir Jaisalmer, India

.

Saya sering sekali ditanya, “kenapa sih suka India?” haha. Bagi yang sering baca blog omnduut ini, pasti udah sering baca pengalaman ngehe saya selama di India. Dari yang ditangkap petugas di Taj Mahal, hampir dirampok di Delhi, kena tipu holy man palsu di Pushkar, sampai dicolek banci di Ajmer. Lengkap sudah penderitaan eh keseruan saya selama di India hwhwhw.

Lalu, apa jawaban dari pertanyaan itu? Tentu saja karena India itu indah! Terlepas dari hal-hal jelek yang sering kalian dengar termasuk dari postingan-postingan di blog ini. Saya banyak mendapati kebahagiaan juga selama 3 kali pelesiran di sana, loh! Ada banyak hal baru yang saya jumpai di India. Sebagaimana dulu saya akhirnya dapat menyentuh salju pertama kali di Gulmarg dan saya mengendarai kuda untuk pertama kalinya hingga berlagak bak pangeran di Pahalgam.

Nah, di perjalanan terakhir saya ke India akhir tahun 2018 lalu, untuk pertama kalinya seumur hidup, saya akhirnya dapat mendatangi sebuah padang pasir sekaligus mengendarai unta! Aaaa, betapa senangnya, apalagi ini semacam keinginan yang sempat tertunda. Ya, di tahun 2015 saat pertama kali ke India, saya dan travelmates sudah merencanakan mendatangi Jaisalmer, tapi batal dikarenakan tidak cukup waktu. Alhamdulillah, 3 tahun kemudian, impian itu dapat saya wujudkan!

Kalah Taktik Menawar Paket Perjalanan

Saya tiba di kota Jaisalmer jam 5 pagi setelah menempuh perjalanan kereta kurang lebih 12 jam dari kota Jaipur. Sengaja saya pilih kereta malam jadi bisa menghemat satu malam penginapan. Di Jaisalmer, saya menginap di Thais Guest House yang ternyata berlokasi tepat di Benteng Jaisalmer. Ya, saya benar-benar menginap di sebuah benteng! (Btw, sekarang penginapan ini berganti nama jadi Sagar Guest House)

Saya tahu penginapan ini dari seorang traveler luar saat saya melempar sebuah thread di grup travelingnya India. Intinya, si cewek ini bilang, “saya kemarin menginap di Thais Guest House. Enak, kamu bisa dijemput gratis. Kalau mau, nanti saya kasih kontak Rahman, pengelolanya.”

Setelah beberapa kali WA sama Rahman, saya memutuskan untuk menginap di sana. Pertama, karena dia cukup responsif menjawab WA saya. Kedua, saya diperkenankan early check in sejak pagi. Ketiga, selain dijemput di stasiun, saya juga dijanjikan diantar ke stasiun pakai motornya. Oke deal, saya langsung pesan 3 malam di sana melalui situs booking dot com.

Pemandangan dari area rooftop penginapan saya. Saya pilih kamar privat dengan kamar mandi sharing. Murah, 70 ribuan saja permalam.

Saat sarapan pagi di bagian atapnya, saya berjumpa dengan 2 traveler asal Thailand. Nama mereka Patt dan Apinya. Patt sendiri kuliah di Manchester, Inggris. Mereka sahabat yang kerap traveling bareng. Jadilah, selama di Jaisalmer, kami bertiga jadi kawan jalan yang seru. Saya ikut senang karena bisa patungan ongkos kendaraan selama di Jaisalmer, kan, jadinya.

Oh ya, sejak komunikasi awal dengan Rahman, saya sudah bertanya tentang paket perjalanan di padang pasir. “I’ll explain to you later,” gitu terus jawabnya. Hinggalah kemudian saya tiba di sana, dan saya diberitahu kalau Camel Safari One Day Tour itu harganya sekitar 3500 sd 5000 rupee. Atau sekitar 700 ribu hingga satu juta.

Mahal euy!

Saya berusaha nawar, tapi harganya mentok di 2500 rupee. Saya sempat komunikasi dengan Patt dan Apinya soal tur ini. Mereka setuju ikutan. Saya bilang, “kita kan bertiga nih, pasti jadinya lebih murah.” Sayangnya, begitu saya tinggal mandi, ternyata Patt dan Apinya udah deal sama Rahman di angka 2000 rupee atau sekitar Rp.400.000.

Tawar menawar demi mengendarai unta.

Duh, kalah taktik, mestinya saya ikutan nawar ini haha. Si Patt lantas berbisik, “saya cek di tripadvisor, normalnya di atas 3000 rupee Haryadi.” Jadilah, saya ikutan dengan mereka. Tur dijanjikan mulai pukul 2 siang hingga malam hari. “Itu harganya sudah semua. Nggak akan ada biaya tambahan lagi,” janji Rahman.

Saya sih gak mudah percaya, ya! Haha secara ini India gitu. Tapi, ya mari kita lihat apakah omongan si Rahman ini sesuai atau nggak.  Baca sampai habis ya, biar ketahuan apakah harga 2000 rupee ini harga yang pantas atau tidak.

Mampir ke Desa Gurun Sebelum Mencapai Padang Pasir Thar

Pukul 2 siang, saya, Patt dan Apinya sudah siap di ruang tamu di lantai dasar. Tak lama, Rahman datang dan memperkenalkan kami kepada seseorang yang akan jadi supir merangkap pemandu kami di Camel Safari hari itu. Namanya saya lupa hiks, catatan perjalanan di India saya hilang. –curcol. Jadi, anggap saja namanya Budi ya. Eh, itu namanya Indonesia banget. Ya sudah kita panggil saja dengan Takasimura. –Serah loh deh Yan.

Begini jalanan di Jaisalmer. Jeepnya mirip yang di kanan itu.

Bersama Takasimura, kami jalan menuruni Jaisalmer Fort menuju mobil yang terparkir di bawah. Mobil yang dipake jenis jeep gitu. Gagah deh kayak saya. Dan, ternyata peserta turnya ya hanya kami bertiga. Jadi nggak ada orang lain yang ikut dalam mobil kami. Haseklah!

“Bang, perjalanan ke padang pasirnya berapa lama sih?” tanya saya.

“Nganu, sekitar 1 sd 1,5 jamlah,” jawab Bang Takasimura.

Oke, jadi pulang pergi 2,5 sd 3 jam-lah ya. Lumayan juga sih buat ajepajep di mobil jeepnya Bang Takasimura haha. Mobil lantas jalan dan sempat mampir ke sebuah warung. Bang Takasimura beli satu dus minuman buat kami. Tak lama, jeep mulai meninggalkan perkotaan Jaisalmer dan mulai menembus tanah-tanah gandus. Untungnya, jalanan relatif mulus. Kayak paha saya.

Penduduk lokal, duduk pinggir jalan menunggu kendaraan.

Tak lama, di tengah perjalanan, mobil kami diberhentikan orang-orang di pinggir jalan. Kayaknya nih orang mau nebeng. Ada seorang bapak yang lantas ngomong ke Takasimura pakai bahasa India. Saya gak ngerti, tapi dari gesture-nya sih paham.

“Bang, tolong titip anak saya, ya. Anterin ke rumah kami di Desa Nganu.”

“Kok kamu sok tahu banget, Yan? Macam paham bahasa India saja!”

Iya tahulah, soalnya, si anak kecil yang namanya saya-lupa-tapi-kita-panggil-saya-James itu lantas naik ke mobil dan duduk di samping Bang Takasimura.

“Nanti kita mampir sebentar ke rumahnya si James, ya. Gak jauh kok dan dekat sama gurun pasirnya,” pinta Bang Takasimura. Kami bertiga setuju. Lagian saya penasaran, gimana bentuknya ya desa di tengah gurun pasir. Hmm.

Sekitar sejam berkendara, mobil masuk ke sebuah jalanan kecil di sisi kanan. Jalanannya tak beraspal. Untungnya kering dan tak terlalu banyak lubang. Ternyata, di sinilah lokasi desa-nya James. Kami sempat berpapasan dengan mamak-mamak yang membawa guci air di kepalanya.

Berjalan jauh demi segentong air. Hiks.

“Bang, di sini air susah. Mereka tuh jalan lebih dari 5 km untuk dapetin air,” cerita Bang Takasimura.

Duh kasihan. Jadi keinget di rumah saya yang bisa wudhu lebih dari 5 kali sehari dengan sangat mudah, tinggal putar kran saja –nganu, agak pamcol dikit. Biar disangka alim.

Mobil menepi dan si James lantas pamit ke Bang Takasimura.

“Kalau mau lihat-lihat dulu boleh loh,” ujarnya.

Jadilah, saya, Patt dan Apinya berpencar dan mulai mengoperasikan kamera masing-masing. Desanya sangat sepi. Hmm, mungkin karena panas ya, jadi penduduknya memilih tinggal di rumah. Tak lama, saya bertemu dengan seorang anak. Lalu, anak-anak lain mulai keluar dan menghampiri saya.

Desa di sekitaran gurun

Rumahnya kayak gini. Tapi lumayan ada listrik ya.

“Duh, bakalan kena palak, nih,” batin saya.

Tapi, tahu apa yang mereka minta dari saya.

“Sir, do you have a pen?”

“What? Pen? For writing?”

“Yes,” jawabnya.

Haaaa. Mereka maunya pena gaes, bukan duit. Duh, terenyuh saya. Mana mereka baik-baik, nggak gragasan kayak anak-anak di kota lain. Dan, yang bikin saya sebel ke diri sendiri, saya nggak bawa pena. Padahal biasanya selalu ada di daily pack saya loh. Lalu, saya nyesel banget kelupaan bawa permen. Padahal saya udah bawa permen dan beberapa cokelat bengbeng dari Indonesia. Sejak awal, saya emang udah niatin buat bagi-bagi ke anak-anak seperti mereka.

Duh, kenapa pula di saat diperlukan saya sampai kelupaan. Hiks. Saya bilang ke Takasimura, “bang lain kali kalau bawa tamu ke sini, bilang aja ke tamunya bakalan ketemu anak-anak dan mereka senang dikasih alat tulis.” Mendengar itu dia anggukan kepala. Eh, soal permen ini ada kejadian lucu. Esoknya saya selalu bawa dan saya tawarin ke Patt dan Apinya. “Oh ini kamu bawa dari Indonesia ya? Mau deh. Kalau dari India aku gak mau ah. Ntar dibuatnya pake kaki.” Heuheuheu.

Tiba di Gurun Pasir Thar

Setelah berpamitan dengan anak-anak desa gurun, kami langsung menuju ke gurun pasir. Benar yang dibilang Takasimura, lokasinya gak jauh. Seingat saya, berkendara 15 menitan, udah sampai di titik pemberhentiannya. Di area parkir, saya mendapati beberapa jeep lain. Tak jauh dari sana, puluhan unta beserta pawangnya pun sudah siap mengantarkan kami menuju padang pasir yang nampak terbentang di depan mata.

Ada sebuah bangunan di sana. Ternyata sebuah restoran. Kami dipersilakan masuk dan diberi minuman dingin.

Sekawanan unta yang siap dipilih.

Tjakep!

Si unta genit beserta pawangnya.

Di perkarangan, nampak beberapa wisatawan lain tengah asyik gegulingan santai. Kami memilih duduk di dalam. Ada kipas angin di sana. Pun, wifi ternyata lebih kencang di bagian dalam. Yes, di sana ada wifi, loh! Lumayan, kan buat pamer-pamer di IG Story hehe.

Kami ditawari minuman hangat. Saya memesan teh tanpa susu. Patt dan Apinya memilih chai. Kami duduk sekitar 30 menit di dalam. Selagi kami santai, jeep-jeep lain mulai berdatangan. Saya lupa, kayaknya ada 30-an orang yang nantinya akan sama-sama mengeksplorasi kawasan gurun pasir hari itu.

Oh ya, sedikit informasi tentang Gurun alias Padang Pasir Thar. Padang pasir ini dikenal juga sebagai Great Indian Desert alias Gurun India Besar. Maklum saja, areanya mencapai 200.000 km2 atau sekitar 77 mil persegi dan membentuk batas alami antara India dan Pakistan. Gak kebayang gedenya ya, walaupun ternyata dengan seluas itu, Gurun Thar ini berada di posisi ke-17 sebagai gurun terbesar di dunia dan jadi gurun subtropis terbesar ke-9 di dunia.

Rombongan lain.

Yang satu camel, yang satu comel. Njay.

Jaisalmer termasuk di kawasan Rajashtan. Tapi ternyata gurun pasir ini meluas juga ke kawasan Gujarat, Punjab dan Haryana. Ah, pantaslah di kota Pushkar juga ada paket wisata perjalanan ke padang pasir ya, walau tetap kalah pamor dengan gurun yang ada di Jaisalmer ini. Oke, kembali lagi ke perjalanan saya.

Sekitar pukul 4 sore, Takasimura mulai kasih aba-aba, “yuk kita jalan.” Kami bertiga mengikutinya dari belakang. Takasimura lantas menghampiri beberapa pawang unta. Tak lama, dia bilang, “silakan pilih mau unta yang mana.”

Pandangan mata saya edarkan ke sekeliling. Saya mau cari unta yang nampak kuat. Ya maklum, lemak saya banyak. Saya kan khawatir di tengah jalan untanya pingsan saat membawa saya. Jadinya kan berabe. Jadilah, saya akhirnya memilih seorang pejantan yang kayaknya kuat perkasa. Duh maaf, lagi-lagi saya lupa namanya siapa. Anggap saja unta ini he-who-must-not-be-named ya kayak Voldemort.

Duh harusnya saya pakai turban kayak gitu juga biar ganteng maksimal.

Ntah bangunan apa yang nyempil di atas sana itu.

Terus berjalan di padang pasir.

Saya naik ke punggung unta dengan sedikit khawatir. Takut dia gak kuat mengendong saya. Eh tahunya kuat loh. –pukpuk unta. Patt dan Apinya juga nampak takut, tapi setelah saya bilang, “tenang neng, ada abang.” Mereka lantas tenang dan mulai menikmati perjalanan sore itu.

(unta) saya berjalan di depan dan memimpin rombongan. Kawasan yang tadinya masih dapat ditemukan pepohonan dan semak, semakin jauh semakin gersang. Yang ada hanya pasir, pasir dan pasir. Ya ampun indahnya Ya Allah. Beneran deh, saya kira yang indah itu hanya pantai. Gak tahunya, gurun pun bisa seindah itu.

Saat unta mulai mendaki bukit pasir, sensasinya terasa lebih mantab. Soalnya kan, tiap kali kaki unta menginjak pasir, kakinya mblesek ke dalam. Saya sebagai penumpang merasakan sensasi goyangan ala unta. Badan digoyang depan-belakang-kiri-kanan. Seru banget! Kurang lagu mbak Via Vallen aja ini.

Nyosor ke kanan.

Nyosor ke kiri.

Dasar unta mesum!

Di beberapa titik, unta diberhentikan dan kami diturunkan. Kami dikasih kesempatan untuk menikmati lembutnya pasir Gurun Thar. Saya sempat khawatir sih karena pakai sepatu biasa. Bukan sepatu gunung ala Indiana Jones. Tapi ternyata berjalan di atas pasir masih dapat saya lakukan.

Nah, saat akan kembali melakukan perjalanan, barulah saya sadar bahwa si Voldemort ini unta jantan yang genit! Pas disuruh pawang jalan, eh si Voldemort ini malah asyik cipokan sama untanya Patt. Saya dan Patt melihat adegan itu dengan ketawa dan (agak) sirik dan mupeng hahaha.

Belum lagi selesai, eh ternyata si Voldemort ini juga asyik cipok untanya Apinya. Ya ampun, unta apaan ini playboy gini? Jangan-jangan, masih ada 2 unta lainnya yang dia jadikan istri. Oh tidaaaak. Jiwa jomlo saya berontak. Bagaimana mungkin seorang unta bisa laku sedemikian keras sedangkan saya, adeknya Ranveer Singh ini satu wanita saja belum berhasil saya dapatkan. Huaaaaa.

Menikmati Sunset dari Puncak Gurun Thar

Unta terus berjalan hingga ke satu titik tertinggi gurun. Dari atas Voldemort, saya menikmati pemandangan yang terbentang di depan mata. Di kejauhan, saya juga melihat mamak-mamak yang berusaha keras mengumpulkan para domba dan menggiringnya ke kandang.

Si mamak ini hebat. Ngangon domba segitu banyak sendirian.

Di titik ini, lagi-lagi kami diturunkan. Nah di sinilah kami menghabiskan waktu lebih lama. Semakin sore, semakin banyak unta yang datang. Masing-masing dari kami membentuk kelompok kecil. Ada yang selonjoran, ada juga yang memilih untuk turun ke bawah foto-foto dan ambil video.

Saya sendiri bersama Patt dan Apinya milih duduk berdekatan dan ngobrol banyak hal. Kami menikmati betul momen matahari tenggelam dan perubahan langit yang tadinya terang menjadi gelap. It was incredible sunset! Ya ampun, betapa syahdunya suasana saat itu. Di sisi lain, saya menatap sirik ke Voldemort yang juga tengah menikmati suasana dengan dua cem-cemannya. Ugh.

Menjelang sunset. Syahduuu.

Ada satu pertanyaa di benak saya. “Apakah unta dapat berlari?”

Eh ternyata bisa euy! Saya melihat ada satu pawang yang membawa untanya berlari dan ternyata cepat banget! Udah kayak kuda. Jadi, udah paling benar naik unta harus disertai pawang ya. Ngeri juga kalau tiba-tiba untanya lari tak terkendali, trus aku terjungkal dan diinjak-injak. Belum kawin sob. Heuheu.

One of my fav photo. Wallpaper hape saya ya foto ini.

Tarian dan Makan Malam

Setelah puas menyaksikan proses matahari tenggelam, semua rombongan kembali ke markas awal. Ternyata, di sana sudah disiapkan meja dan kursi yang dibuat mengelilingi halaman utama. Nampak juga di sana beberapa orang yang sudah bersiap memegang alat musik.

Begitu datang dan duduk di kursi, kami langsung ditawari minuman dingin dan beberapa camilan. Ada kacang, kue dan kerupuk. Tak lama, kami dipersilakan untuk ambil makanan yang disajikan secara prasmanan. Sayangnya makanan India yang saya kurang cocok. Saya ambil beberapa jenis makanan saja. Itupun ternyata nggak semuanya cocok di lidah saya.

Bersiap menyaksikan tarian padang pasir.

“Oh ya, kalau mau pesan bir boleh ya. Tapi harus bayar sendiri,” kata Takasimura.

Well, untungnya saya gak ngebir. Patt dan Apinya pun nggak minum. Ya lumayan berhemat sih hehe. Lalu, saat makan, para pemain musik mulai melancarkan aksinya. Pun dengan beberapa penari yang mulai meliuk-liukkan badan mengikuti irama musik padang pasir. Lumayan seru, sih!

Bule-bule nampak sangat menikmati. Bahkan ada di satu sesi saat mereka diajak joget bersama haha. Saya sendiri memilih untuk stay calm. Kalau nanti saya pamerin goyang Inul, takutnya mereka pada minder. Jadi, lebih baik duduk saya di kursi.

“Mau pulang sekarang?” tanya Takasimura.

Kami mengangguk setuju. Udah capek banget. Lagian tariannya ya begitu-begitu saja. Jadilah kami memilih pulang melewati jalanan yang sama di mana tanpa ada cahaya sedikit pun. Karena lelah, kami semua tertidur dan terbangun saat mobil mulai masuk ke area parkir Jaisalmer Fort. Selesailah perjalanan kami hari ini.

Akak padang pasir mulai joget.

Lantas, apakah kami dimintai biaya tambahan? Ternyata nggak loh. Sesuai apa yang dibilang Rahman. Terus terang, untuk pengalaman seperti itu, harga 2000 rupee itu worth it banget! Coba kalau di Indonesia. Naik mobil 3 jam PP aja udah mesti bayar berapa. Belum lagi makanan dan minuman dan biaya pake untanya. Oh ya, saya sempat kasih tips ke pawang unta. Lupa berapa. Kalau gak salah 50 rupee. Gak banyak kok, tapi dia senang sekali saat saya kasih.

Salah satu tips di India, ya sebelum mereka minta tips, mending langsung kasih aja hahaha. Oh ya, saat saya lempar pengalaman saya ini ke facebook, ternyata 2000 rupee itu kemahalan untuk standar India dan… mestinya harga segitu sudah termasuk paket menginap semalam di gurun. Teman saya bahkan bayar 1800 untuk paket yang sama plus menginap di gurun. Wakakak. Ya sudahlah, rezekinya Rahman dan Takasimura.

Kalau kamu ada rencana ikutan tur yang sama, kamu bisa cari agen perjalanan lain dan dapatkan harga di bawah 1000 dolar untuk paket yang sama seperti yang saya dapatkan. Tapi tentu kondisinya jelas beda. Shuma, teman seperjalanan saya di kota Jodhpur bahkan cuma bayar 500 rupee! Tapi ya dia nebeng naik bus yang ramai gitu. Selundupan rombongan oranglah ibaratnya.

Yang jelas, saya senang dan naik unta di Gurun Thar adalah salah satu pengalaman tak terlupakan saya selama menjelajahi Rajashtan. Eh doain saya biar bisa jelajah gurun lainnya, ya!

37 komentar di “Menatap Sirik ke Unta Genit di Padang Pasir Jaisalmer, India

  1. Aduh lihat judulnya Jaisalme aja aku udah khawatir sama untanya, kuat gak ya bhuahahaha. Btw itu untanya ada biji pelernya semua dan saling cipokan, jangan-jangan…………….

    Duh aku belum sampai ke Jaisalmer neh huvt.

  2. Cerita India-nya memang gak abis2 ya Yan, selalu seru dan rame. Aku mah takut naik onta, guncangannya itu. Dan kan lumayan tinggi ya.

    • Haha iya gak habis-habis. Bahkan perjalanan 2015 dan 2016 aja masih ada yang bisa diceritakan. Nah yang 2018 ini lebih banyak lagi cerita menariknya mbak hehehe

  3. wkwkwkwkwkwk jgn sirik ama unta mas :p. btw, seruuuu bangettttt. duuh aku ngebayangin naik unta setinggi ini, trus jalannya megol megol kaki setengah masuk ke pasir, trus bdn kita agak jungkit ke depan :p. aku lgs takut jatuh sih jujurnyaa :p. naik kuda aja aku ga berani wkwkwkwkk…

    kalo ke india sepertinya aku lbh tertarik wisata unta gurun inii :D.

    anak2 di sananya jg sopan yaaa.setidaknya ga minta duit :p. agak nyengir pas kamu udh ngejudge mereka mau malak hahahahah. tp akuoun mungkin bakal mikir yg sama. lah wong kebanyakan memang gt :p

    • Menurutku naik kuda lebih serem ketimbang naik unta haha. Eh apa karena medan saat aku naik kudanya jauh lebih serem ya? soalnya naik ke tebing gitu. Pikirku, kalau kuda ngamuk, dia bisa langsung lari kencang. Kalau unta lebih selow. Cara naik unta juga lebih mudah ketimbang naik kuda. Soalnya untanya dinaiki saat untanya posisi duduk.

      Iya, anak di desa itu manis-manis. Di kota lain jangan harap. Bisa-bisa dipegang dan dimintain duit sampe dapet hehe

  4. Yang menarik itu, kita mendapatkan pengalaman yang lebih beragam dan menantang. Tidak seperti di negara yang “mudah” lainnya. Nah, betulan aku cemburu kalau soal biaya transportasi. Murah meriah, beda jauh dari Indonesia.

  5. Itu pasirnya diinjek panas kah? hehehe *beneran nanya.
    btw, suka banget sama gurun. thx om buat sharing pengalamannya.

  6. Oalah, Patt sama Apinya itu cewek toh. Hm, mungkin mereka kurang kenceng risetnya, jadi buru-buru menyimpulkan bahwa harga standarnya adalah 3.000 rupee.

    Momen melihat ibu-ibu India bawa guci air di kepala itu epik banget, om!
    Haha, kocak kelakuan unta lu, mas. Mungkin dia sedang birahi tinggi 😀

    • Iya, mereka cewek Nug haha. Omongan orang yang bilang, cowok kadang lebih jago nawar ketimbang cewek itu berlaku di kami hwhw. Padahal si Patt itu kali kedua ke India loh. Dia pernah tinggal sebulan lebih di Hadirwar, mestinya paham kelakuan orang India haha. Ya sudahlah rezekinya si Takasimura. Untung pelayanannya oke.

      Barangkali ya, untanya lagi berahi buahahaha. Soal ibu guci, aku ambilnya dari mobil dan udah mentok lensanya. Andai pake lensa tele, makin cakep tuh.

  7. Saya seumur-umur naik unta cuma sekali itupun di kebun binatang haha, sepertinya nggak akan berani untuk coba naik lagi karena guncangannya yang keras :)) tapi dari baca cerita di sini jadi tau juga kalau unta pun bisa jatuh cinta dan punya pacar di mana-mana hahahaha. Untung juga ya nggak kena charge lebih, dan hebat lho bisa menawar sampai turun 50%. Saya paling nggak bisa menawar soalnya haha.

  8. Apalah aku yang baru lihat unta di zoo hahaha. Ga kebayang juga gurun nomor tujuhbelas aja udah segini luas apalagi yang nomor satunya. Tapi aku prihatin dengan ibu yang jalan 5 km demi segentong air, jadi pingin meluk sungai musi hahahaha

  9. Ping balik: Patwon Ki Haveli: Kediaman Saudagar Benang Emas di Jaisalmer, India | Omnduut

  10. Wah ini dia postingan tentang Gurun Tharnya. Berarti dimana-mana konsep wisata Gurun ini mirip-mirip ya, berkendara dulu sampai batas gurun, lanjut menikmati gurun dari atas unta, sunset, lalu bermalam dan makan kuliner lokal.

    Itu beneran mamak-mamaknya ngangon domba segitu banyak sendirian? Gila gahar amat hahahaha..

  11. Ping balik: Terkenang Raisa dan Mendadak Pikun di City Palace of Udaipur | Omnduut

  12. Ping balik: Jelajah Jaisalmer, Kota di Tengah Gurun Pasir | Omnduut

Tinggalkan Balasan ke omnduut Batalkan balasan