
Salah satu resiko bekerja di bank 🙂 sumber gambar : Devianart
Apakah kalian tipe orang yang suka penasaran sama pekerjaan orang lain? Dalam artian positif tentu saja. Pernah berpikir gak sih gimana kerjanya petugas ATC di bandara sehingga mampu mengatur lalu lintas udara laiknya polisi lalu lintas? Atau gimana bisa seorang fotografer underwater atau sutradara film melakukan pekerjaannya?
Dulu, sewaktu belum kerja di bank, aku selalu penasaran bagaimana seorang teller bekerja. Apakah seperti anggapan kebanyakan kerabatku dulu yang bilang, “enaklah kerja sebagai teller. Kerjanya CUMA berdiri-duduk-senyum-hitung uang-berdiri lagi-senyum lagi. Gitu doang, kan?” *GUBRAK!*
Seperti yang tante Harper Lee tuliskan di novel To Kill a Mockingbird bahwa, “you never really understand a person until you consider things from his point of view. Until you climb inside of his skin and walk around in it.” Orang (baca : aku deh) kadang terlalu menggampangkan pekerjaan orang lain. Ibaratnya nih ya, rumput tetangga itu selalu kelihatan lebih pink. #eh. Jadi kita tidak akan pernah tahu kehidupan (pekerjaan) seseorang hingga kita menjalani kehidupan seseorang itu secara langsung.
Mengenai resiko bekerja di bank, di tulisan sebelumnya sudah aku singgung sedikit. Contoh paling gampang sih kalau selisih kas ya nombok atau juga jika salah posting ya dapat berurusan dengan hukum. Atau seperti gambar di atas…. Kerampokan! Kapan-kapan, aku akan bikin postingan terpisah jika penggemar pembaca blog ini menginginkannya. Heuheuheu. Sesuai judulnya, sekarang aku mau cerita aja beberapa pengalamanku menjadi nasabah dan ketika harus berhadapan dengan teller lain yang sedang bertugas.
FYI, kantor cabang di bank tempat aku dulu bekerja itu jumlahnya buanyaaak banget. Bahkan saking banyaknya, untuk di Sumatera Selatan aja, kita terbagi menjadi 2 area dalam satu pengawasan kantor wilayah (semuanya tersebar dari Padang hingga Lampung. Normalnya sih satu provinsi hanya punya satu area). Nah, walaupun satu perusahaan, ya belum tentu kenal sama karyawan lain. Jangankan beda area, sesama area aja kadang hanya sekadar tahu tapi belum tentu kenal.
Standar pelayanan perusahaan kami begitu tinggi. Wajar sih, soalnya sudah meraih penghargaan Service Excellence berkali-kali. Ngg… bagus sih, tapi honestly, bagi pegawai, hal ini kadang merepotkan. Contohnya paling sederhana aja, kita harus menyebut nama nasabah MINIMAL sebanyak 3 kali. Awal-tengah-akhir. Kalo masih pagi sih nyebut nama nasabah 100 kali juga hayok aja. Cuma, kalau sudah mendekati jam makan siang. Gak janji ya… :p
Di setiap cabang juga biasanya ada PIC Service. Officer yang ditugaskan untuk memantau service semua karyawan. PIC sendiri dibawahi langsung oleh SQO (Service Quality Officer) yang demen banget inspeksi dadakan. Kadang-kadang datang kayak hantu. Sembunyi-sembunyi dan selalu berusaha nyari cela kesalahan pegawai (hihi emang tugasnya gitu sih). Kalo kedapetan, ya siap-siap di coaching di kantor Area malam harinya. Pedih!
Selain prihal penyebutan nama, ada lagi tentang TNT-NaNo (Tanggal-NoRekening-Terbilang, NAma-NOminal) yang terdapat pada slip. Ketika training dulu, kami diajarkan untuk scanning TNT NaNo dalam hitungan detik. Ya maklum aja, waktu layanan per-orang itu gak banyak. Sekali lagi, untuk setoran maksimal 25 juta pun standar layanannya 1,5 menit. Lha gak kebayang kalo ngecek TNT-NaNo aja habis semenit, bisa-bisa di coaching tiap malam di kantor area haha.

TNT NaNo yang penting. Kalau salah tulis, bisa gawat!
Trus siapa sih yang berhak memberikan gelar service excellence pada suatu perusahaan? Yakni lembaga-lembaga independen yang memang melakukan penilaian. Sebut saja namanya MRI (emang itu sih namanya hwhw) alias Marketing Research Indonesia. MRI ini biasanya ‘mengutus’ penduduk lokal untuk ‘ngerjain’ kami para petugas bank. Dari OB, security, teller dan CS semua kena. Kalo di teller, salah dua-nya ya dari penyebutan nama dan TNT NaNo tadi. Mereka biasanya akan dengan sengaja menulis TNT NaNo dengan salah. Untuk mengetes ketelitian para teller ceritanya.
MRI ini bisa dibilang momoknya pegawai cabang. Terutama PIC Service. Gimana tidak, jika hasil penilaian MRI keluar dan ternyata nilai cabang kami kecil, maka akan berpengaruh terhadap nilai area secara keseluruhan. Juga berpengaruh terhadap nilai perusahaan secara nasional. Pokoknya kalo selip khilaf sama MRI mending udahnya mandi kembang di Sungai Musi deh. Buang sial hahaha.
Oke, kembali ke topik. Kalo selama ini aku berusaha menerapkan standar layanan terhadap semua nasabah gimana jika aku sendiri yang menjadi nasabah? Ke cabang yang orang-orangnya nggak kenal sama aku (karena beda area)?
Kesempatan itu datang suatu hari ketika aku bolos kerja potong cuti untuk mengantarkan tante yang akan berangkat haji. Kebetulan, salah satu cabang berlokasi di bandara. Aku masuk ke cabang seperti nasabah pada umumnya. Namun, ternyata CS-nya nampak familiar dengan mukaku (yalah, walau beda cabang, kan kalo kumpul acara besar, bakalan ketemu, walaupun selintasan). Security yang awalnya bersikap biasa, berubah menjadi lebih helpful. Menunjukkan letak slip setoran dimana dan mengajarkan tata cara pengisiannya.
OB yang tadinya berada di belakang, langsung berada di banking hall dan mulai bersih-bersih ala kadarnya. Sedangkan tellernya sudah tegang hahaha, kalo inget kejadian itu, lucu sangat! Untuk TNT-NaNo-nya nggak aku salah-salahin euy. Karena bukan maksud ngetes. Cuma pingin ngerasain jadi nasabah aja lagi setelah sekian lama nggak ngerasain.
Tellernya udah golongan senior. Cuma ketika menghitung uang yang nggak banyak itu nampak gugup. Bicaranya pun terbata-bata. Di akhir layanan, beliau tidak lupa tag on. Menawarkan produk bank lainnya. FYI, ini juga menjadi salah satu penilaian MRI.
“Bapak, sudah didaftarkan SMS bankingnya?”
“Sudah mbak. SMS banking punya. Aplikasi mobile sudah ada. Internet banking juga udah punya”
….lalu hening.
“Bagaimana dengan perlindungan asuransinya Pak? Kita punya produk investasi keuangan yang sekaligus mengkaver kesehatan bapak.”
“Maaf mbak, saya tidak tertarik. Kesehatan saya sudah ditanggung perusahaan,” jawabku sambil senyum.
…lalu hening lagi.
“Baik, terima kasih sudah menunggu. Ini sudah saya setorkan sejumlah blabla ke rekening bapak. Ada lagi yang bisa saya bantu?”
“Nggak ada, terima kasih.”
“Terima kasih bapak Rudi.”
Jreeeng, beliau salah sebut nama. Hahahahaha. Kalo aku petugas MRI, sudah tak kurangi satu poinnya. Belum lagi si mbak teller kelupaan closing greetings-nya. Harusnya sih, “Terima kasih pak Haryadi. SELAMAT PAGI.”
Ya ya ya, ternyata begitu ya kalo teller sudah gugup. Mau sesenior apapun dia. Endingnya, ketika ada acara employee gathering, aku ketemu sama si CS dan. “Lha, ternyata kerja di xxxx juga?” *sengaja pake simbol X, biar kesannya misterius hwhwhw*
Aku senyum. “Kamu yang waktu itu datang ke cabang bandara, kan?”
“Yoa,” jawabku. “Ya ampun, tak kirain kamu MRI! Aku bahkan LAN semua pegawai untuk stand by.” LAN itu semacam chatting gitulah, haha jadi si CS ini nih yang nyebarin berita kalo kedatangan MRI yang ternyata bukan.
Setelah sekarang resmi resign, aku masih suka datang kok ke cabang buat nyetor. Karena sebagian pegawainya kenal, jadi ya situasinya sedikit lebih santai.
Bagaimana dengan bank lain? Hmm… ntah apakah mereka kurang memperhatikan standar layanan atau memang perusahaannya tidak terlalu concern terhadap layanan. Bisa dibilang, layanan mereka kurang. Apalagi jika berdasarkan standar layanan penilaian MRI. Mulai dari penampilan, kesigapan, keramahan dan sebagainya.
Bayangin ya, aku pernah dibantu sama CS sebuah bank dimana CSnya asik mengunyah permen! Sialan banget tuh CS, kok gak bagi-bagi, sih? #eh, haha. Atau kalo ketemu teller yang ngitung duitnya lamaaaaa banget, kadang suka gregetan. Padahal aku sudah jadi nasabah yang baik loh karena uang selalu tersusun rapi persis seperti himbauanku di sini.
Yang kadang prihatin itu kalo dalam posisi jadi nasabah dan ketemu nasabah lain yang kurang menghargai kerjaan teller. Misalnya saja jika ada 4 counter teller, 2 diantaranya tutup. Nasabah langsung ngomel hebat. Hmm, padahal nasabah gak pernah tahu, bisa jadi teller tersebut sedang selisih kas atau sedang menjalankan transaksi pendingan.
“KAMU TAHU, NASABAH INI ADALAH RAJA!” teriak seorang bapak-bapak di lain waktu ketika aku mengunjungi cabang lain yang berada di komplek Pertamina. Ya keliatannya sih, si bapak pegawai disana. Kenapa dia marah? Hanya karena security belum membukakan pintu karena jam layanan belum dimulai. Sebelumnya si bapak mengedor-ngedor pintu dan minta dibukakan. Security sudah bilang bahwa belum bisa karena belum jam layanan. Ya gimana mau buka, lha wong semua pegawai masih briefing pagi. Bisa jadi saat-saat seperti itu teller coordinator masih melimpahkan dana awal kepada masing-masing teller. Kegiatan itu memang biasanya dilakukan 5 sd 10 menit sebelum jam layanan dibuka. Ya sabar sedikitlah, Pak.
Yang jelas, pernah berstatus sebagai orang yang bekerja di bidang jasa lebih mengajarkan aku untuk lebih respek dengan orang-orang yang tugasnya melayani. Namun, kadang-kadang suka dongkol juga ketika orang yang seharusnya melayani (ya minimal, bersikap baik, ramah dan santun) malah lebih galak ketimbang pembeli/nasabah. Kalo sudah begitu, ucapkanlah innalillah. Hihihihi.
Nah apakah kalian juga pekerjaanya berhadapan dengan orang banyak? Gimana jika suatu waktu kalian berada di posisi sebaliknya? Cerita dooong 😉
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Terkait
waini bank di kampungku banyak yg uda kenal wlo gak deket,,, baik dri sekuriti ampe teller dll. meski kenal dan santai tp layanan mereka jg masih prima.
orang kadang ga mikir misal dia ngamuk2 gak jelas. coba di posisi yg ngelayani. so far sy wlo ada masalah ga pernah ngamuk2 sampek bentak ato gebrak. klo ngomong baik2 kan pasti dilayani baik2
Iya bener Lid. Eh kita juga dibekali “ilmu” handling complaint sih. Cuma kadang-kadang, komplain nasabah itu kayak molotov. Sekali lempat meledak. Kalo bom waktu sih masih bisa disiasatin hehe.
Yang jelas, kudu respek sama pekerjaan orang lain, apalagi kalo pekerjaannya bener dan kesalahan terjadi karena ulah nasabah sendiri. Pernah loh ada yang kelupaan PIN ATM eh kita yang dimarahin. Salah siapa coba? :p
salahnya rangga karena beberapa purnama gak pulang :p
“Semua ATM saya 6 digit, jadi PINnya sama semua. Kalian sih masih 4 digit, jadi saya kelupaan gini dan terblokir.”
Heloooooo *ala Cintah*
hahaha.. langsung panik yak cs-nya 😀
Keliatan banget! Dan aura cabang mendadak berubah hahaha
Wah mau dong liat mb Fe di TV. Ada versi youtubenya nggak?
Mau tanya nih Yan, apa semua pegawai di bank diharuskan mengingat ingat wajah tamunya? Mba ada 2 pengalaman ,kagum sama daya ingat CS 2 bank yang berbeda.
Hmm, walau nggak diharuskan, itu semacam peraturan tidak tertulis ya 🙂 ini terkait himbauan perusahaan untuk lebih “mengenal” nasabah. Kalo aku pribadi, tanpa disuruh pun terkadang otomatis ingat sendiri mbak Fe. Misalnya, nasabah kakap *kayak mbak Fe 😀 *, nasabah baik hati, nasabah nyebelin, nasabah unik (misalnya namanya sama kayak sodara, adik, sepupu dsb), dan macem-macem kriteria lainnya hahahaha
ah ga juga Yan, mba bukan kakap kok, dan setahun paling2 ke bank kalo mau print buku tab dan paling males. tapi pas nongol tuh CS bisa langsung panggil nama..hebat. trus pernah sekali ke bank yang mba bukan nasabah..CS bisa ngenalin muka mba katanya di tv anu berapa hari sebelumnya, padahal serumah ga ada yg nonton pas tayangnya …salut banget tuh..
Wah mau dong liat mb Fe di TV. Ada versi youtubenya nggak?
ssssttttt…..
Huaaaa kasih judulnya dooong 😀
Paling bingung sih kalo ngadepin nasabah jadi”an(gak cewek gak cowok) di panggil ibu kok bukan ibu, di panggil bapak dianya nyeletus, “jangan panggil bapak, nanti eke jewer lo”, eh langsung gagap seketika, ngalahin ngadepin MRI. Hahaha
Buahahahaha mas, aku juga ngalamin kejadian kayak gini. Asli galau! hahahahahahaha
Hmm, padahal nasabah gak pernah tahu, bisa jadi teller tersebut sedang selisih kas atau sedang menjalankan transaksi pendingan—-> yoi bangettt. Be kind, for everyone is fighting their hard battle. Ini hard battle nya para teller ya oom
Iya tuh, mistery shopper suka bikin deg2an emg ya
Hahaha, MRI oh MRI. Belakangan aku malah curiga nih MRI ya kerja sama sama perusahaan juga, soalnya kok bisa rilis skornya sampe sedetail itu dibagiin kepada perusahaan yang dinilai :p
Bener. Yang jelas, teller nggak akan sengaja menutup counternya kalo gak ngapa-ngapain. Lha bisa kena marah kan. Kalo dia tutup, pasti ada seseuatu yang dikerjakan.
Yg penting sih sang pekerja service tau klo hakekat kerja di dunia itu buat bekal di dunia n di akherat kelak. Dgn bgtu dia akan melayani dgn hati riang n ikhlas. Klo ternyata ketemu nasabah ZONK ya tetep dilayani dgn ikhlas. Pas nasabahnya pergi silahkan gigit kursi, atau pukul lemari. Tapi lebih dsarankan utk ketawa sendiri n berdoa dlm hati. Tuhan, jgn sampai dia dtg lagi.. :p
Kerasukan apa mbak hingga bisa bijak kayak gini? hahahaha. Tapi endingnya antiklimaks hwhw. Biarin nasabah zonk datang lagi, siapa tahu mau nambahin DPK hwhwhw
Stress ya om? Kalo ditempat saya namanya site inspection. Biasanya dari travel agent ato future charter client. Belum dari head office sendiri. Belum kalo safety inspection,US coast guard,port state control,hygiene and health inspection and so on and so on. Stress dah..
Stress banget sih nggak mas Dee. Mungkin karena servicenya sebatas itu aja nggak kayak mas Dee kan yang berhubungan dengan keselamatan juga. Cuma kadang-kadang aku merasa konyol dengan keberadaan MRI ini. Aku malah mikirnya MRI ini antek-antek perusahaan agar pegawainya mengutamakan service hahaha.
kayaknya saya tau perusahaan bumn bank mana yg diceritakan, hehe. kebetulan sy msih bekerja di salah satu bank bumn yg kualitas service nya msih dinilai berdasarkan MRI.. dan memang smua pengalaman yg dituliskan di blog ini benar, seperti mewakili deh,
Halo mbak Gita, salam kenal. Makasih sudah mampir ya 🙂 Iya, saya bekerja di “Perusahaan Doyan Duit yang Nggak Manja” hwhwhwhw.
Tetap semangat menghadapi mystery shopper ya hahaha
nice story wkwkwkw … aku sih seringnya ke bank buat minta bank buat blokir rekening nasabah bandel… horeeee….yayan udah pindah ke dotcom yak? #traktiranpempek
Alhamdulillah, rezeki anak soleh #eh haha
Kalo blokir tetep lapor polisi dulu kan? 😀
gak… langsung ke bagian apa tuh, pokoknya yg atasannya CS 🙂 kalo di bangko langsung ke pincanya malah wkwkwk
Beeh, an perusahaan kan soalnyo. Siplaaah 🙂
hehehehe…atas namo negara 🙂
Kaka tolong blokir rekening aku, jangan lupo udahnyo diisi ye haha
nak diblokir berapo lamo 😀 ??
Sehari bae, tapi pas dibuka, saldo nambah 10 kali lipat. :v
saldo utang galak ?
Nehi nehi nehi
nehi = yes? :p
Nehi = saya lapar! *kirimin baso tahu dong* >.<
sip … apakabar GA kemaren?
Seru bangett ya ngerjain sesama pegawai bank he3
Aku kerjanya juga melayani orang banyak Yan, cuma lebih spesifik yaitu mahasiswa. banyak sekali pengalaman suka dukanya, kebetulan aku ngurusi denda jadi aku harus ngadepin anak-anak yang dendanya bauanyaak banget. Ada yang nangis2 sampe mereh2 karena dendanya banyak.
kapan deh aku cerita tapi agak ragu mau cerita pekerjaan di blog.
Menarik loh itu Wan 🙂 jadi inget Xerografer ya ^_^ *bukunya ada di Restu*
Seruuu Om, lanjutkan ceritanya. Sumpah aku tahu ini Banknya appaan. Pasti yang pelat meraah itu. yang punyaa logooooooooo (sensor) 😀
Logo apa hayoooo 🙂
Yang pasti kalau ditawarin kerjaan lagi *OMG, ditawarin, blagu banget :p* jangan Teller lagi ya Oloh. Karena Teller harus tetap senyum manis, konsentrasi dan fokus harus tinggi dari pagi sampe sore (karena menyangkut uang yg ga sedikit kan ya, bukan uang pribadi lagi), eh akhir hari tau-tau selisih itu rasanya kayag pingin gantung diri pake tali pengikat duit di tune bank. Hahah *miris*
Dulu Waktu jadi Teller juga ga mau ngitung uang pas jam istirahat, maunya akhir hari aja. Ini untuk menjaga konsentrasi biar tetap oke. Kan kalau udah tau selisih di tengah hari takut kerjaan seterusnya jadi berantakan karena konsentrasi udah buyar.*curcol*
Kesimpulannya adalah mari kita lebih menyayangi para Teller *loh*, hehe
Hahahahaha kesimpulannya 🙂 ya ini yang keliatan dukanya jadi teller, ternyata ada juga keuntungan-keuntungannya (ntar ya kalo proposal ke penerbit lolos, jadi buku deh amiiin).
Sama kayak aku dulu awal-awal, maunya cek kas kalo udah selesai. Tapi sesuai jam terbang heuheu, belakangan bisa ngecek bahkan ketika ngebantu nasabah 😀
Wah detail banget.. Jadi bisa sekilas merasakan “dunia” teller
Walopun mantan banker juga tp ga tau sampe se detail ini di teller berhubung ngurusin funding corporate
Salut untuk para teller 🙂
Hahaha saluuut 🙂
Baru baca ini setelah melihat statusnya njenengan. Saya teringat pada suatu riwayat, bahwa tangan kasar petani pun begitu mulia. Kaum yang rela berpeluh, bersimbah keringat, belepotan lumpur, menantang petir saat hujan, kadang pula masih kerap diremehkan oleh kaum yang status sosialnya di atas mereka, yang memakan nasi dan bahan pokok yang mereka tanam.
Bahwa sudah jelas janji Tuhan, yang mencukupkan rizki bagi setiap hambanya yang mau berusaha, apapun itu selama halal thoyyib.
Tabik. 🙂
Iya, walau tanpa menjadi pegawai pemerintahan kan ya 🙂 kayak aku sekarang, jadi pedagang 🙂
iya teller klo salah nambahin angka enol dua aja bisa bikin dia jantungan yo mas?
Aseli hahaha. Jangan sampe deh nombok gegara kesalahan kecil kayak gitu.
saya lagi mengikuti tahap tes akhir, tinggal interview dan kesehatan nih yang akan di laksanaan hari selasa 01-08-2015, untuk posisi frontliner di salah satu Bank BUMN , aku lulusan jurusan ilmu administrasi, soal pegang duit segepok aku jarang dan pasti ad rasa gerogi, takut selisih dll. cuma bisa berdoa n bilang dalam hati aku yakin bisa .
buat senior2 yang sekarang sdg bekerja sebagai teller maupun yang pernah kerja sebagai teller,, gmna caranya kalian bisa yakin untuk bekerja di posisi frontliner khususnya teller ini..dan gmna caranya bisa ngilangin prasaan gerogi, takut selisih itu dll. ? thanks
Halo mas Roher 🙂
Sebelumnya aku ucapin selamat dulu karena sudah berhasil melewati banyak tahap. Semoga 2 tahapan terakhir dapat dilalui dengan baik ya. Apapun hasilnya tetap disyukuri karena Tuhan tahu mana yang lebih baik untuk kita.
Mengenai kerjaan teller, bisa dibilang nggak terlalu rumit. Intinya, kita harus memastikan uang yang kita terima dan uang yang kita berikan dari/ke nasabah itu klop. Jadi, jangan sampe karena masih baru, digertak nasabah disuruh cepet langsung mengabaikan faktor kepastian jumlah dana itu. Nasabah juga banyak yang iseng, jika ngeliat badge-nya masih bertulisan “trainee” biasanya ada aja yang suka ngetes mental kita.
Menghitung uang itu juga akan lancar dengan sendirinya sesuai jam terbang si teller. Lagipula, sebelum kerja nanti akan di training dulu dan sama si trainer akan dijelaskan hal-hal krusial seputar layanan. Juga akan dilatih cara menghitung uang dengan baik, benar dan efektif. Kapan-kapan aku tulis secara khusus deh mengenai hal itu (kalo gak males) hehehe. Makasih sudah “tersasar” di blog Omnduut.
Salam
Seru ceritanya :))
Terima kasih 🙂
Haiii mas teller, mau setor donk :p *setor muka
Sejauh ini sih masih aman ya sama beberapa bank. Tapi kadang kesel juga kalau antrenya lama dan lelet 😀
Melayani orang emang kudu sabar sih. Etapi kadang kalau lagi kesel yaa keluar juteknya. untung nggak ngadu ke atasan :p
Kamu ngomong sama siapa? aku kan “mas mantan teller” *mantan potohmodel juga
Iyaaa ralat. Ini ngomong ke “mas mantan teller” :p
Owh mantan potoh model majalah trubus? *dijitak 😀
Bukan, tapi poto model NatGeo.
Yaoloo Ooom. Aku sampe guling guling baca iniii. Hahahahaha. Nostalgilaaaa meskipun bukan itu intinya. :-)) sering kena coaching dan mengcoach. Hahahahahaha.
Ini ngakak karena sering kena coaching ya duluk hehehehe
ya ampuun ini ya bank yang space buat nulis di bukti setorannya sempit amatt.. Padahal aku lebih sering nulis sambil ngantri.. :)))
Hahahaha aku sering kali juga begitu mbak, nulis sambil antri. Kalau gak sempet malah nulis pas di meja tellernya sambil tellernya ngitung duit. Asaaal nulisnya harus cepet hehehe
sejak banyak setoran tunai, aku jarang ke teller..
Tos sama! 🙂 bahkan aku udah lupa kapan terakhir kali ke teller hahaha.
Detail juga om penjabarannya, pengalaman yang seru… Saya mau tanya nih kalo jenjang karir laki laki sbg teller di sebuah bang BUMN, yg katanya kontrak 2 thn??
Bank apa sih? Mandiri ya? 🙂 kamu Kriya atau PAWT?
Suka sesak napas kalo ada org yg bilang “teller mah mah gampang, tinggal ngitung uang doang, sore2nya tutup ibarat ngawarung” hiks3x
Padahal tmpat gw kerja, tellernya kudu bisa macem2, bukan org nabung n ngambil aja, mulai dari pajak, kiriman ke luar negeri, nebus bensin SPBU, peti kemas, pencairan draft negara asing,
Kadang nasabah suka protes “lama amat sih mas?” Nyesek….
Yg kita kerjain tuh rumit banget . Gak sesimpel yg nsbah liat. 😦
Semangat mas Tomy 🙂 I feel u
senengnya baca postingan ini. bener emang aku sering di sindir nasabah di bbm gara2 cembetut. padagal mah waktunitu karna abis seliaih nombok limajeti. wajar atuh ih cembetut. wkwkwk tapi yaaa emang nasabah kan ga tau dan gak mau tau. toh fl itu tugasnya ya melayani sambil senyum heu
Piuuuh, jadi gimana, beneran nombok? gak ketemu selisihnya? hiks uang belajarnya gede amaaat.
belum sah kalau kerja di bidang jasa tapi belum dapa sumpah serapah dari kustomer wkwkwk, ya walaupun bukan di bank tapi beberapa kali kustomer yang marah-marah dan berkata kasar dan kami hanya diam saja padahal dalam hati ingin ikutan sumpah serapah tapi kan…kan..
Waduh komen ini nyelip hingga baru dibalas sekarang. Tetap semangat ya kakak! 🙂
iya kak (mantan pegawai) hahaha
Luar biasa crita nya mas.
Bs menjadi referensi saya yg msh kerja jd frontliner..
Saya cuma tdk setuju dg MRI karna penilain dialognya harus sesuai dengan script.
Lha ini peg bank atau pemain sinetron sih?
Awalnya Layanan dijadikan budaya agar terbiasa. Namun kenyataannya skg malah dijadikan lahan bisnis.
Intinya kan melayani dg baik,murah senyum,antusias,dan paling penting sehingga nasabah puas dan loyal..selesai
Bekerja sesuai script malah tdk bs mengexplore diri sendiri dan malah seperti itu jadi gugup,dsb..
Jadi saya msh bingung apa inti dari sebuah layanan?
Sesuai naskah kah?
Atau yg saya sebutkan tadi..
Beginilah cerita saya.
Makasih..
Haha betul. Niatnya bagus, tapi ya kadang jadi aneh karena kok bisa skenarionya diketahui sama pihak bank, kan? 🙂