Pelesiran

Terpukau Keindahan Danau Laut Tawar di Takengon, Aceh

.

Jika mengetikkan kata kunci “Takengon” di mesin pencari, dapat dipastikan, lebih dari 95 persen gambar yang ada memperlihatkan keindahan Danau Laut Tawar. Ya, samalah kayak Jembatan Ampera dan Sungai Musi kalau orang nyari info tentang Palembang. Atau, Taj Mahal jika kata kuncinya diganti dengan Agra. Gak heran sih, karena Danau Laut Tawar adalah ikonnya Takengon, ibukota Kabupaten Aceh Tengah ini.

Sejak mendapatkan undangan dari Kementerian Pariwisata untuk menjajal keindahan Takengon, aku udah antusias sekali untuk menyaksikan Danau Laut Tawar secara langsung. Nah, dari namanya aja udah unik, kan? Ini danau tapi kok dibilang laut? –eerr, sama sih kayak (sebagian) masyarakat Palembang yang menyebut Sungai Musi sebagai laut hwhwhw.

Tambak ikan di beberapa bagian Danau Laut Tawar

Dari analisis abal-abalku, hal ini dikarenakan ukuran danau yang lumayan luas! Makanya, danau yang oleh penduduk setempat disebut Danau Lut Tawar ini dinamakan demikian. Jika dibandingkan dari segi ukuran, tentu masih kalah jauh dengan Danau Toba atau Danau Ranau yang ada di perbatasan Sumatra Selatan dan Lampung.

Walau begitu, untuk anak daratan yang jarang ngeliat danau –ih, paling banter Danau OPI atau Danau Stadion Jakabaring mah kalau di Palembang, mendapati danau dengan panorama indah seperti yang ada di Danau Laut Tawar, aku ya langsung takjub! Seperti apa sih keindahan Danau Laut Tawar ini? Yuk mari disimak.

Misteri Danau Laut Tawar

“Awas, jangan sampe berenang di danau!”

Mendapati kabar aku ke Takengon, seorang teman yang tinggal di sana (ironisnya dia malah ke luar negeri pas aku ke sana huhuhu) berkali-kali mengingatkan aku agar tidak berenang di Danau Laut Tawar.  “Kenapa?” tanyaku balik. Sayang, pertanyaan itu hanya dijawab, “pokoknya nggak boleh. Bahaya,” jawabnya lagi.

Panorama indah di sepanjang perjalanan mengitari Danau Laut Tawar

Emang ada apa sih di Danau Laut Tawar?

Yang jelas banyak ikan hwhw. Tercatat ada 37 jenis ikan di Danau Laut Tawar ini. Selama berada di Takengon, kami mencicipi beberapa ikan khas yang ada di sana. Lalu, apa sih yang dikhawatirkan? Hmm, mungkin terkait kepercayaan (sebagian) masyarakat akan mahkluk-makhluk asing yang mendiami danau ini.

Diantaranya Putri Ijo, makhkluk yang dipercayai berbentuk mirip dengan putri duyung. Belum lagi Lambide, makhluk menyeramkan yang diyakini doyan menghisap darah manusia –apalagi yang montok kayak aku. Belum lagi adanya naga yang dipercayai “menjaga” danau ini. Percaya atau nggak, kembali ke pribadi masing-masing.

Berdiri di sebuah tebing (nganu, aslinya ini warung) Yes, a shop with view!

Bisa jadi itu cerita orang lama yang dibuat agar anak-anak tak sembarangan berenang di danau. Atau juga karangan yang diciptakan demi menjaga danau dari hal-hal yang dapat merusak. Sederhananya sih perihal sampah ya. Danau Laut Tawar emang bersih banget! Secara kasat mata, aku gak melihat sampah.

Sayangnya, potensi wisata danau ini menjadi kurang berkembang. Harapanku agar dapat berkeliling danau dengan menggunakan perahu tak terlaksana. Tak ada orang-orang yang menawarkan jasa perahu di sana. Hanya nampak beberapa orang saja yang terlihat memancing. Itupun penduduk lokal dengan perahu kecil yang muat untuk 1-2 orang saja.

Nelayan mencari peruntungan di Danau Laut Tawar.

Seorang pemuda tamvvan sedang merenungi nasip.

Sisi lain Danau Laut Tawar. Cakep!

Aku membayangkan, jika Danau Laut Tawar bisa menggali potensi danau ini lebih banyak. Misalnya dengan menyediakan wisata air atau juga olahraga air. Bahkan, bisa banget bikin penginapan terapung model Kettuvallam yang ada di Alleppey, India. Pasti jadi pengalaman luar biasa jika hal itu dapat direalisasikan.

Guel di Danau Laut Tawar

Di satu sore, kami beruntung tak hanya melihat keelokan Danau Laut Tawar semata, namun juga disuguhi tarian tradisional bernama Guel yang dibawakan oleh Taufik dan Alma, dua pemuda asli Takengon yang senantiasa mempertahankan ragam kebudayaan melalui tarian.

Guel sendiri artinya membunyikan. Memang sih, selain memperagakan gerakan-gerakan (yang menyerupai hewan), penarinya juga mengeluarkan suara-suara unik yang seirama dengan gerakan. Para peneliti dan koreografer tari bahkan mengatakan Guel bukan sekadar tari, namun juga gabungan dari seni sastra, seni musik dan seni tari itu sendiri.

Menari bersama. Mesti kompak nih, kalau nggak, makna tariannya pasti gak dapet.

Tarian yang biasanya dipentaskan di apacara adat tertentu ini sepenuhnya berisi apresiasi terhadap wujud alam dan lingkungan. Antara penari pria dan wanita mesti kompak agar tarian ini berirama dan informatif.  Konon, tarian ini terinspirasi dari kisah putri Aceh yang bermimpi tentang gajah putih yang harus ditaklukkan. Secara garis besar, tarian dan tarikan gerakan yang diperagakan oleh penari prianya menggambarkan kisah tersebut.

Pakaiannya indaaaah! satu penyesalanku, gak nyobain foto dengan baju ini. (yeah, walaupun gak muat, minimal nyoba pake topinya)

Coba lihat pakaian yang Taufik dan Alma kenakan, bagus banget, ya! Kain yang digunakan oleh Taufik itu disebut Ulen-ulen. Sedangkan pakaian yang dikenakan Alma dinamakan Kerawang Gayo. Harganya juga mahal. Satu stel pakaian bisa lebih dari 1 juta. Dan, kain yang digunakan oleh Taufik itu harganya bisa lebih dari 3 juta. Wow!

Melipir ke Loyang Mandale dan Gua Putri Pukes

Berada di sekitaran Danau Laut Tawar, terdapat beberapa lokasi objek wisata yang cukup ramai didatangi wisatawan. Salah duanya adalah Loyang Mandale dan Gua Putri Pukes. Mengenai Gua Putri Pukes, ternyata kisah manusia yang dikutuk menjadi batu tak hanya terjadi pada Malin Kundang. Putri Pukes (dalam bahasa setempat Pukes = Cantik) –putri Aceh, ternyata mengalami nasip yang sama.

Di bagian tengah itu konon suka muncul air di waktu-waktu tertentu.

Banyak legenda yang melatar belakangi kejadian ini, namun, menurut pemandu Gua Putri Pukes, diceritakan pada zaman dahulu ada raja yang lama tak memiliki keturunan. Mereka berdoa diberi anak dan berjanji jika mendapatkan anak laki-laki, akan menjadi penerus raja, namun jika perempuan akan dijadikan penunggu setia Kampung Nosar.

Mereka memperoleh anak perempuan. Belakangan ketika menikah, si anak ingin mengikuti suami tinggal di desa lain. Orang tua memberi restu dengan syarat, si anak pergi tanpa pernah menoleh ke arah belakang. Sayang, karena rasa khawatir terhadap orang tuanya, si putri menoleh ke belakang lalu alam bergejolak. Petir menyambar dan putri lari ke sebuah gua untuk mencari perlindungan. Di sanalah ia berubah menjadi batu.

Gua yang berada di pinggiran danau laut tawar Kota Takengon Desa, Mandale Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah ini ramai dikunjungi wisatawan setiap harinya dari pagi hingga sore dengan tiket masuk Rp.5.000 saja. Lumayanlah bisa datang ke tempat ini, walaupun guanya tak terlalu besar dan seindah Gua Putri yang ada di OKU, Sumatra Selatan.

Selanjutnya, objek wisata lain yang juga menarik adalah Loyang Mandale, situs yang memuat bukti peradaban berusia lebih dari 9000 tahun lalu di Loyang Mendale, Takengon. Siapa sangka, situs arkeolog Loyang Mendale yang ada di tepian dulunya kandang sapi!

IF, penguasa Aceh. Semua udah pada kenal kan?

Yup, kawasan bebatuan dan berbukit ini dulunya memang digunakan warga untuk mengandangkan hewan ternak. Tak hanya itu, sebagian lahannya digunakan warga sebagai kebun kopi juga. Ternyata, ini kawasan yang menyimpan sisa peradaban manusia 9000 tahun lamanya. Temuan arkeologi yang ditemukan diantaranya kerangka manusia, pecahan gerabah/tembikar, alat batu masa mesolitik dan neolitik, manik-manik dari kaca, gigi binatang, maupun cangkang kerang hewan laut.

Berada di tepi jalan. Sebelah kiri itu Danau Laut Tawar.

Imitasinyalah. Yang asli udah disimpan untuk diteliti.

Rangka manusianya pertama kali ditemukan pada tahun 2009 yang berada di kedalaman 80-90 cm dimana jenazah ini diletakkan dalam posisi terlentang dan ditumpuk dengan batu pemberat. Situs arkeologi ini sekarang ditangani oleh  Balai Arkeologi Sumatera Utara dan masih terus diteliti hingga sekarang.

*   *   *

Danau Laut Tawar, dilihat dari Pantan Terong.

Sungguh pengalaman yang mengesankan. Saat mengetikkan tulisan ini pun aku terkenang dengan panorama indah yang disajikan dari danau seluas 5.472 hektare ini. Ingin rasanya berkunjung kembali ke Takengon karena rasanya ada beberapa tempat yang masih dapat dieksplor dengan lebih dalam. Semoga bisa datang lagi ke dataran Gayo yang indah ini. Amin.

55 komentar di “Terpukau Keindahan Danau Laut Tawar di Takengon, Aceh

  1. Indah banget, Yan. 7 tahun lalu pertama kali aku punya mimpi pingin ke sini, dan masih belum tercapai. Paling suka dengan tempat2 seperti ini, perpaduan keindahan dan kesejukan. Damai liatnya. Suka foto-fotomu Yan, bikin makin kepingin menjejakkan kaki ke sana. Foto paling bawah bagai negeri di atas awan ya.

    • Kebalikannya, aku gak pernah dengar tentang Takengon sebelum diajakin ke sini mbak Rien. Eh atau tahu dari nama lainnya : Gayo. Nah kalo Gayo mah udah terkenal banget ya 🙂

      Semoga ntar mbak Rien kesampaian ke Aceh amiiin.

  2. Setuju sih, kalo mitos2 seperti itu diciptakan untuk menjaga kelestarian tempat tersebut. Apalagi danau yg berkaitan dengan sumber air dan pangan. Tentunya harus dijaga sedemikian rupa, agar tetap lestari.

  3. Kok ada penampakan bang Yudi haha. Aku kalau dilarang malah kadang suka jadi tambah penasaran. Kalau dilarang jangan berenang di danau, mungkin makin penasaran pingin nyemplung juga.

    *awalnya cuma cemplungin kaki di dermaga*

    *lalu tiba2 dicaplok loch ness*

  4. Pantan Terong itu masuk list aku kalau diajak ke Takengon 😆

    Soal harga kain, kalau harga segitu murah yan tapi kualitas bagus.

    Pose andalan foto dari belakang yg ditunggu ado di blog 😃

  5. Buatku, danau itu tempat yang paling asik buat nongkrong sambil bengong, hehehe.. Itu keren bangeeet foto penari di tepi danau. Kolaborasi sempurna!
    Btw, salam ya buat pemuda tamvvan yg lagi merenungi nasib itu.. 😁😁😁

  6. lengkap bangett.. alam, seni, dan sejarah..
    kalo misalnya saya kesana trus pengen ngeliat tariannya juga gmn mas? kalo ga diundang sama Kementerian Pariwisata kayak mas Yan kan belum tentu bisa.. hehehe…

  7. Ping balik: Pelesiran ke Takengon? Jangan Lewatkan 12 Hal Ini | Omnduut

    • Ntah apa karena masyarakatnya sadar kebersihan atau emang rajin dibersihkan, atau takut ngotorin karena kepercayaan akan penunggu makhluk goib di sana, maka danaunya bersih 🙂

Tinggalkan Balasan ke @nurulrahma Batalkan balasan