“Besok ada yang mau ikut nangkep sunrise?”
Aku lupa siapa yang mengkomandoi rencana menangkap matahari terbit itu. Yang jelas, semua rombongan fam trip #PesonaTakengon sepakat untuk bangun lebih awal demi mendapatkan momen kece tersebut. Aku sendiri tidak tahu lokasi mana yang akan kami tuju keesokan harinya, yang jelas, udara dingin Takengon bikin tidurku kian nyenyang hingga… aku dan Salman hampir kesiangan. Hehe. Hampir loh ini…
Terburu-buru mempersiapkan diri. (nganu, subuhan dan cuci muka doang hwhw), begitu tiba di lobi hotel, tim ternyata masih belum lengkap. Ternyata benar, udara sejuk Takengon ini memang membuai. Alhasil, rencana melihat langsung matahari terbit pupus sudah. Kami berangkat ketika hari mulai terang. Walau begitu, show must go on kalau kata band Queen. Kami semua tetap berangkat dengan menggunakan 2 mobil.
Nafsu Kuat Tenaga Kurang
Siapa itu yang butuh suplemen penambah tenaga? Haha, kagak ada. Yang butuh ternyata si mobil! Yup, satu dari dua mobil yang kami gunakan ternyata tak cukup kuat berjalan di jalan yang menanjak. Jika dilihat, emang sih, jalanan yang berada di kecamatan Bebesam, sekitar 7,5 km dari pusat kota Takengon ini memang cukup curam. Maklum saja, objek wisata Pantan Terong –lokasi yang kami tuju ini, berada di ketinggian 1.830 meter di atas permukaan laut.
Alhasil, rombonggan diangkut dengan cara bergantian. Aku beruntung berada di mobil yang perkasa, sehingga aku dapat lebih dulu tiba di atas. Lumayanlah, setidaknya aku bisa menatap panorama keindahan kota Takengon yang masih berselimut kabut tipis pagi itu.
Dingin!
Dan, tubuhku perlahan bereaksi. Aku sedikit menggigil.
Untuk aku yang terbiasa tinggal di kota panas semacam Palembang, udara pagi di Pantan Terong terasa begitu menusuk relung –alagh. Aku berusaha menghangatkan badan dibalik baju dingin yang kukenakan. Lumayanlah, setidaknya aku tak harus memeluk Salman buat menghangatkan diri –“yey, gue juga kagak mau dipeluk,” begitu tereak Salman hwhwhw.
Lokasi objek wisata Pantan Terong pertama kali diresmikan pada tanggal 17 Agustus 2002 oleh bapak Drs.H Mustafa M.Tamy, MM, Bupati Aceh Tengah kala itu. Konon, sebelumnya, Pantan Terong tak ubahnya hutan yang tak terurus.
Syukurlah, pemerintahan kota berinisiatif untuk membangun sebuah objek wisata seperti Pantan Terong ini. Terdapat sebuah bagunan bertingkat dua yang berbentuk seperti rumah panggung. Sekilas, bangunan ini masih berdiri kokoh. Namun sayang, keadaannya kotor dan tak terurus.
Ucok berulang kali berteriak memanggil penjaga bangunan. Ya, kali aja kan masih tidur. Ternyata, tak ada satupun orang di sana. Bangunan yang membentuk sebuah ruangan besar di bagian bawah tergembok. Begitupun pula toiletnya. Duh, untung banget saat ke Pantan Terong aku belom kena diare saat mengunjungi Air Terjun Mengaya, ya hehehe.
Duh pak penjaga, tiada lain cara untuk kami agar bisa masuk ke dalam selain : memanjaat. Hmm, baiklah, bakat terpendam penjaga pohon rambutan belasan tahun lalu harus aku praktikkan lagi. Yihaaa!
Menatap Keindahan Kota Takengon
Dari bangunan utama yang kusebutkan tadi, ternyata, untuk mencapai lokasi utama, kami masih harus berjalan sedikit ke arah bawah. Dari atas sana, terlihat di bawah terdapat sebuah lapangan besar berbentuk bundar, dimana, itulah lokasi terbaik untuk mengambil gambar karena tidak ada lagi bangunan penghalang.
Matahari kian cerah. Kabut tipis perlahan pudar. Sedikit demi sedikit, pemandangan indah mulai tampak. Subhanallah, itu viewnya kece bana-bana, dah! Bayangin, kota Takengon dengan hamparan Danau Laut Tawar yang dipagari oleh pegunungan Bukit Barisan, makin terlihat mempesona.
Kami mulai berebut mengoperasikan kamera. Rugi dong menyiakan momen kece ini lebih lama. Ada yang sibuk merekam, membuat video, selfie, mengoperasikan mode time lapse, macam-macam. Aku tentu gak mau ketinggalan. Kapan lagi kan bisa pose ganteng di Takengon? –padahal belum mandi hehehe. Ucok bahkan sampai mengeluarkan kain buat properti foto.
Itu ya, kamera mereka keren-keren bingits. Mau minta foto, segan muahahaha. Ya maklum, kan belum lama kenal. Padahal mupeng banget minta difotoin pake kamera canggih. –buka kartu. Baru deh besok-besoknya mulai berani minta fotoin sesekali hehe.
Awan Kembali Menyelimuti
Tuh kan, untung banget cepat menangkap momen ketika langit cerah dan panorama kota Takengon nampak jelas. Kenapa? Itu, tak lama berselang, entah kabut atau awan, kembali datang dan perlahan langsung menyelimuti seisi kota.
Prosesnya lumayan cepat, eh tahu-tahu, sejauh pandangan mata tertutupi kabut/awan tebal. Mirip kejadian saat Palembang diserbu kepungan asap kebakaran hutan hehe. Bedanya, ini gumpalannya tidak berbau dan tidak bikin mata pedih. Ya, ujung-ujungnya dinikmatin aja sih. Soalnya suasananya rada syahdu gitu –iya, kalau gak keinget film The Mist hehe.
Mau donk dipeluk salman #eh
Ngakak aku nafsu besar tenaga kurang Haha, gaya bae dak tau men jalan terjal
Maan man ada yang minta peluk nih. Sekalian tindih Man, biar kempes hehehe
Beeee, ngangenin banget.
Mudah-mudahan ada trip lain lagi dari Kemenpar yaaa, ditunggu sangat.
aulaandika.com
Haha amiiin, mudah2an bisa jalan bareng lagi 🙂
Wah pemandangan di dataran tinggi Takengon kece banget Mas.. Dengan jalan yg berliku seperti jalan mau ke Liwa..
Wah sayang banget y Mas bangunan utama nya kotor karena tidak diurus..
Nah, aku masih penasaran sama Liwa itu Fajrin. Kalo liat fotonya cakep-cakeeeep banget. Huhuhu mupeng.
Ayok Mas ke Liwa. Kan habis lebaran ada Festival Sekala Brak..
Iya, liat posternya di grup WA. Wuih kece yaaa.
Keren bingitz….saya malah suka lihat foto yang banyak kabut itu….mistis gimanaa gitu….😁
Magnificent scnery ya 🙂
Wew manteep pemandangannya
Yup betul 🙂
Benar banget kalau ada kata nafsu kuat tenaga kurang. Hampir sebagian dari kita mendambakan pemandangan indah sunrise, apa daya untuk ke sana butuh perjuangan.
Dan sampai di sana pun kabut lebih suka menyelimuti hehehhehehe. Tapi setiap perjalanan pasti ada cerita yang tak terduga om 🙂
Betul banget 🙂 jadi bener-bener harus dinikmati. Kecewa mungkin ada, tapi ya gak mesti sampe misuh-sumpah-serapah juga hahaha.
Seperti biasa, sunrise dan sunset bagaikan jodoh 😀
View awam bagus buat foto2 landscape
Hahaha bener. Kalo yang ini sih pure karena kami gak datang lebih pagi.
Semacam negeri eh kampung di atas awan yakk
Iya, jarang-jarang aku berada di ketinggian yang awannya ada di bawah kakiku *selain naik pesawat hehehe
kalau liat kabutnya yg bolak balik datang.. butuh perlengkapan lbh tebal utk pertahanan tubuh..
wooo dingin tuh dingin..
*beku*
tmpt Ucok pose bersama kainnya itu. sepertinya.. tmpt nge-hit hahaha
Iya mestinya pake coat yang lebih tebal. Lha ini hanya pake sweater hwhw.
Banyak yang pose di posisi ucok itu. Aku nggak, bukannya takut, tapi karena gak ada yang motoin muahaha
Takengon cakep ya om, mauuu hihih semua mau 🙂
Hahaha iya, traveler mah mau diajak ke Irak juga mau. Eh aku mau ding, ntah kalo Winny hwhwhw
Ah, kau sama bang Salman ini sama aja rupanya hahahaha.
Eh iya pemandangannya kece, maaasss. Ini sih kayak naik gunung tapi nggak usah susah-susah nanjak!
Iya, kita orang sama-sama tampan dan menggemaskan. Kamu pilih yang mana?
*macam acara tek mi ot di negeri tetangga *hiy hahahaha
Iya, pemandangannya asik. Tapi kalo naik gunung kayaknya lebih terpuaskan ya. *hmm sounds wrong
siapa yang paling anget di antara kalian? aku pilih yang itu deh.
buat jadi kasur.
Soal kehangatan, tak ada yang bisa mengalahkan kehangatanku. Boleh dicoba.
.
.
.
walau kadang agak becek-becek dikit. *cinta laura kali, bechek ga ada ojek
OOOHH Takengon di Aceh, toh? Disana penduduknya “mengkhawatirkan” untuk non-muslim gak sih, Oom?
Malah aku melihat beberapa penduduk lokal santai berjalan tanpa mengenakan jilbab 🙂 di sini lebih selow orangnya. Mungkin karena dataran tinggi, dingin, sehingga hati orang-orangnya juga adem Ge 😀
Soalnya ada blogger yang tadinya kerja disana, ‘diusir’ sama penduduk lokal karena pake jilbabnya gak sesuai sama yang mreka mau Oom. Ah berarti emang lebih aman gak jilbab-an skalian ya 😛 *yg baca komen ini jangan rajam gue plis*
Thank u infonya, Oom 🙂
Mungkin itu daerah Aceh yang lain. Atau kejadiannya udah lama. Karena setahuku kini peraturannya lebih fleksibel, terutama bagi yang non muslim, wisatawan dan bukan warga Aceh. *cmiiw
Tapi kalau pakai pakaian yang tertutup kayaknya masih wajib 😀 *maksudnya gak pakai celana pendek atau kaos tanpa lengan.
Oke Oom thank you 🙂
Macama 🙂
Ikutan balas ya, waktu 2012 saya ke Aceh, sempat kesal setengah hidup dibentak-bentak dan diusir karena dibilang pakaian saya nggak cukup syariah (pakak celana panjang, kaus lengan panjang, dan kerudung). Itu di Banda Acehnya.
Pas ke Takengon, orang-orangnya beda dan cenderung jauh lebih selow dan santai. Kerudung saya jatuh turun beberapa kali juga mereka nggak yang gimana gitu. Biasa aja.
Trauma dibentak, saya nggak cinta (Banda) Aceh dan nggak mau balik lagi. Tapi kalau diajak ke Takengon dan Weh mau. Hahahaha.
*tapi ke Takengon dan Weh harus lewat Banda. Hiks*
Bisa langsung ke Takengon dari Medan kak Bulan. Aku dulu juga begitu, malah mupeng mau ke Banda Aceh eh ternyata rutenya gak lewat situ.
Bener, kalau di Takengon lebih selow. Aku jalan sekitaran masjid raya, ada sepasang wisatawan asing jalan pakai pakaian pendek (tapi masih sopan, opa-oma gitu, pake sepatu, celana kargo, t-shirt, topi, istrinya kurang lebih begitu juga), dan reaksi orang biasa aja.
Eh tapi sempat ding, Salman ditegor saat ke masjid karena pakai celana pendek. Aku yang lagi di toilet (dan pakai celana pendek juga hwhw), jadi kudu pake sarung pas keluar. Selebihnya, jalan di kota celana pendek aman. Dan emang sejak awal diinformasikan oleh Bang Yudi kalau gakpapa celana pendek. *walau begitu aku bawa sarung kemana-mana 🙂
Mungkin karena King Salman udah ketauan pasti Muslim, Oom, makanya ditegur gitu pake celana pendek.. Ke mesjid pula 😆
Ke Takengon dari Medan naik apa, Oom, jalan darat? Belum sempet liat peta euy~
Kita ditegornya di luar jam shalat Ge. Ke masjid numpang ke toiletnya 😀
Eh pas pengurusnya ada, jadi kena tegur deh.
Dari Medan naik pesawat Ge. Dulu naik Wings dan kayaknya Garuda juga ada (yang pesawat kecil).
Fotonya Takengon, sweaternya tetep.. Joger 😂😂😂😂
*salahfokus
Om, ajakin aku ke sana om, ajakin..
Hahaha, catatan, itupun joger dikasih, soalnya kan aku belom pernah ke Bali. Hayo ajakin aku ke Bali #lhaaa
Aku baru mikir melihat fotonya ini tempat bisa dijadikan landasan take off paralayang! Lha ternyata emang dulunya iya tapi trus nggak lagi ya. Sayang banget.
Semoga pemerintah setempat lihat post kamu ini dan bergerak; seenggaknya membersihkan Pantan Terong ya.
Hmm, agak skeptis dengan pemerintah setempat kak Bulan. Ini pas jalan sama orang kementrian aja, pas dikontak gak respon loh. Ngenes hehe.
Tapi ya walau begitu, semoga pengelola tempat ini (pemerintah atau swasta) dapat lebih memaksimalkan potensi yang ada amiiin.
Kalau swasta, semoga surat-suratnya jelas yang membuat setelah nanti tempat ini masyhur, pemerintah setempat nggak bisa sok ambil alih. Kzl.
Ini problem “umum” banyak tempat wisata kita ya. Tapi di beberapa kasus kebalik. Kayak objek wisata hutan punti kayu Palembang sempat gak terurus karena dikelola swasta. Mau diambil pemerintah, eh kontraknya 25 tahun (baru akan habis beberapa tahun ke depan).
Tapi belakangan swastanya mulai berbenah, mulai banyak anak-anak muda main ke sana. Walau tetap kritik soal bea masuk yang berlapis-lapis masih jadi kendala.
Iya ada juga yang kebalik begini ya. Itu kebun binatang yang di Bandung, yang beruangnya sampai kelaparan dan minta makan ke pengunjung, milik swasta juga dan RK nggak bisa berbuat apa-apa karena bukan di bawah kendali pemerintah daerah. Hiks. Meuni ribet.
Oh iya bener. Sampe masuk di Dodo hiks 😦
Kenapa ya view alam yang berselimut kabut seperti ini menimbulkan sensasi mistis di kepala. Indahnya. Jadi pengen beli tiket ke Takengon hahaha
Iya mbak Evi, walau jadinya gambling. Kalau terus-terusan berkabut pemandangan indahnya jadi ketutupan 🙂
OMG, aku mupeng banget itu liat kabut kabut romantis ituuu.
jadi Pengen photoshoot disana. Emangg yaaah kalo udara sejuk mah, bisa bikin tidur nyenyak tentram dan damai hahaha.
Eh btw, yang ikut ini batangan semua om ? *eeeeh gimana
Kalau yang nggak batangan diajak, mana bisa aku dapat jatah hahahaha
jadi, siapa yang punya ide ke sana subuh2????? sumpah! malamnya kan ujan.. dan bobok itu enaaaaaaaaak banget 😦
Hahahaha, aku lupa 😀
Dan emang bobo di Takengon sedaaap.
Widiiwwww, negeri di atas awan ya cekYan. Kira-kira berapa ya suhunya?
Gak terlalu dingin mbak. Mungkin 20-an derajatlah ya. Eh apa ini karena kulitku tebel ya? hahahaha
Perubahan cuaca cepat sekali ya bahkan di pagi hari dari cerah ke berkabut. Takengon juwara banget alamnya.
Iya, langsung kontras gitu pemandangan yang ada di depan mata hahaha.
Agghhhhh kamu beruntung banget bisa sampe atas… Aku cuma di danaunya doang waktu itu 😦 … Sumpah kangennn banget ke takengon lagi mas.. Ini kota ga jauh beda yaa ama trakhir aku ksana. Padahal itu udh lama byangeettt.. Tp mungkin ada bgsnya, jd setidaknya udara di sana masih ttp sejuk, belum tercemar 🙂
Iya, dari segi cuaca masih dingin 🙂 gak kayak Bandung yang dulu dingin sekarang panas (katanya) hehehe.
dapat betul momen foto kece nya disitu berasa di negeri diatas awan
Alhamdulillah banget 🙂 makasih mas Roy
belum kesampaian menginjakkan kaki di bumi serambi mekah. penasaran banget dengan aceh. semoga suatu hari nanti.
Jadi bukit barisan ini membentang dari Aceh sampai selatan Sumatera ya? macam bukit Menoreh kalau disini mungkin ya
Iya mas, kalau gak salah sampe ke Bengkulu dan sebagian wilayah Sumsel 🙂
Kota yang cocok buat istirahat, karena udara dinginnya, 🙂
Cakep ya kota Takengon. Semoga suatu saat saya bisa juga berkunjung kesana, aamiin.
Amiiin, semoga ya mas 🙂
pemandangannya dari atas ke bawah sekilas mirip-mirip Rio De Janeiro, minus patung yesusnya aja
Yuk babang, kapan kita ke Brasil?
*bentukbodidulu *pakeroticobek
kak ices udh cerita soal Takengon, cakep emang ya, malah di blog kak Ices belum lihat hahaha
Iya aku belom baca juga tulisan kak inces soal Takengon hwhw
Dingin dingin gitu enaknya nge**opi huhu
Tanda bintang itu apa sih? aku gak ngeh nih.
Indah banget pemandangganaya, seprtinya udara d sana sejuk ya? jadi pengen ke sana 😀
Sejuk banget di sana 🙂 bikin betah
Seperti negeri di atas awan ya. Kalo dingin-dingin enaknya selimutan. Lol
Selimutan sama pasangan eaaa
menyenangkan ya?
sudah lama pengen ke Aceh, tapi belum ada rejeki hihihi
meskipun saya aslinya #AnakPantai tapi tetap saja pemandangan gunung begini bikin kepengen juga
Baca ini sambil membayangkan berada di sana. Kemudian gigi mendadak ngilu (karena biasanya begitu ketika berada di kawasan dingin)
Hahaha gak sedingin itu Ditoo 🙂
ya ampun. tak ada rotan, Salman pun jadi wakakakakkk 😀 😀
Hahahahaha, Man, dikau dibandingin sama rotan. Duh, kasihan rotannya sih hwhwhwhw
Ping balik: Terpukau Keindahan Danau Laut Tawar di Takengon, Aceh | Omnduut
OmNdut waktu di Takengon menginap dimana? Rencana ke sana minggu depan tapi belum bookin penginapan hehe..
Waktu itu kita menginapnya di Bayu Hill. Hotelnya lumayan 🙂 Sempat ada “isu miring” perihal makanannya, beberapa orang sakit perut (termasuk aku, kena diare hebat), tapi beberapa lagi sehat-sehat aja.
Ada juga “obrolan” seru soal hal-hal serem hehehe. Aku sih gak terlalu peduli ya soal yang begituan. Nyaman-nyaman aja sih walau emang beberapa kali sempat ngerasa gak enak, tapi so far so good.
Oh iya kmrn lihat Bayu Hill di beberapa penawaran booking hotel. Akhirnya aku booking hotel Bunda di Takengon. Nanti boleh tanya2 ttg Takengon lagi ya Om Ndut 😊
Siap, monggo 🙂 mudah-mudahan aku bisa bantu jawab yaaa 🙂
Ping balik: Pelesiran ke Takengon? Jangan Lewatkan 12 Hal Ini | Omnduut
waduh jadi kepengen kesana
Semoga kesampaian amin