“Pak perahu menuju Kampung Kapitan biasa ngetem di mana ya?”
“Oh di sana, di belakang River Side,” jawab petugas dermaga.
“Bukannya biasa nunggu di sini ya?”
“Udah pindah sekarang, nggak di sini lagi.”
Hmm, pantas saja aku tidak pernah melihat lagi perahu Kampung Kapitan-nya. Baiklah, setelah berpamitan dan mengucapkan terima kasih, kami lantas menyusuri keramaian Benteng Kuto Besak menuju River Side, sebuah restoran yang berada di tepi sungai Musi. Mataku awas ke sekeliling, tapi tanda-tanda keberadaan perahu Kampung Kapitan masih tidak nampak. Aku lalu memutuskan untuk bertanya ke seorang pedagang yang ada di sana.
“Ibu, perahu menuju Kampung Kapitan biasa ngetem di mana?”
“Oh di sana, di dermaga baru.”
“Loh, tadi petugas dermaga bilang adanya di sini.”
“Di sini nggak ada, adanya di sana.”
Duh lantas ke mana nih harus mencari perahunya? Pakai perahu umum sih bisa, paling juga bayar Rp.10.000/orang, tapi ya rugilah, toh ada perahu gratisan ini kan ya >.< Tapi harus cari di mana dong?
* * *
Untung ya sekarang hidup di zaman canggih hahaha. Daripada bingung mencari ke sana ke mari, aku lantas kepikiran untuk googling no telp Kampung Kapitan-nya. Dan, dapet! Ketika di telepon, petugas Kampung Kapitan meminta aku untuk mendatangi Kuto Besak Theater Restaurant (KBTR), restoran yang masih satu jaringan dengan Kampung Kapitan.
“Bapak ke sana aja temui securitynya, nanti akan diantarkan ke dermaganya.”
Ternyata, dermaganya terletak di jalan setapak yang berada di samping pintu masuk River Side Restaurant. “Duh, kok ya pakai dermaga kecil nan gelap ini, mana orang tahu, kan, ya?” batinku. Oh ya, dari tadi belum disebutkan ya? 🙂 Kampung Kapitan itu adalah nama sebuah restoran yang berada di tepian Sungai Musi lainnya. Jika Kampung Kapitan berada di sisi Ulu, River Side berada di sisi Ilir-nya.
Adalah mbak Diana & bang Jeff si Pasangantraveling.com yang mengajak aku ke sana. Kebetulan mereka lagi berada di Palembang dan menginap di rumah kami setelah sebelumnya mengontakku melalui situs couchsurfing. Pasangan yang sebentar lagi akan meluncurkan buku perjalanannya ini memilih Palembang sebagai tempat untuk menghabiskan jatah cuti di akhir tahun.
Hmm, aneh, ya? Biasanya kan orang akan memilih Bali. “Kami ingin mengunjungi kota yang belum pernah kami datangi,” kata mbak Diana & bang Jeff kompak. Wah, masuk akal banget, kan? 🙂 Aku juga begitulaaah.
Tak lama, setelah petugas KBTR mengontak kapten kapal melalui walkie talkie yang canggih, perahu yang akan mengantarkan kami menuju Kampung Kapitan akhirnya tiba. Perahunya cukup besar ketimbang perahu nelayan kebanyakan. Perahunya pun dilengkapi atap sehingga tak khawatir kehujanan.
Kami adalah satu-satunya penumpang malam itu. Tanpa mengetem lama, perahu mulai bergerak membelak riak Sungai Musi. Aih, syahdu sekali. Selagi mbak Diana & bang Jeff asyik menikmati pemandangan terutama Jembatan Ampera yang kerlap-kerlip, aku termenung dan membatin dalam hati, “Dik Chelsea… mana dik Chelsea Islan.” –lol.
Jika tidak mau menggunakan perahu, pengunjung dapat langsung mendatanginya dengan menyeberang Jembatan Ampera terlebih dahulu, lalu kemudian menuju restoran melewati kawasan pasar 10 Ulu. Tapi kan, ya serunya ke Kampung Kapitan itu naik perahunya, toh?

Meja-meja di luar dengan patung yang nyeni abis!
Tak sampai 10 menit terombang-ambing di atas perahu, kami pun tiba.
Pegawai menyambut kami dengan hangat dan kami langsung diarahkan di meja manapun yang kami mau. Aku lantas memilih meja yang berada di teras samping indoor restaurant. Dari sana, view Jembatan Ampera sangat terlihat jelas. Sayangnya, di sudut teras ada sepasang kekasih yang sepertinya merayakan hari yang spesial. Terlihat tatanan peralatan makan yang khusus di atas meja dan juga balon-balon yang dipasang di pinggir pagar. Ah sungguh nggak asyik. Apa ceburin aja mereka berdua ke Sungai Musi? –jiwa psycho mencuat.
“Mau pesan apa, mas?”
Tanya si mbak pegawai Kampung Kapitan.
Aku, mbak Diana dan bang Jeff lantas melihat menu yang tersedia. Keunggulan dari restoran ini memang terletak pada aneka hidangan bakar dan panggangan seafood kualitas premium. Makanya bang Jeff memesan Ikan Gurame yang ntah dimasak apa aku lupa dan juga cah kangkung. Aku sendiri? Hmm, sebagai pecinta mie garis keras, aku memesan mie kuahnya. Aku penasaran, mie yang harganya uhuk lumayan itu apa bedanya sih sama mie instan yang biasa aku makan hahaha.
Asyik mengobrol ini-itu sama mbak Diana & bang Jeff, tak lama makanan pun datang. Whaah, nampak sangat menggiurkan. Aku lantas mencicipi kuahnya dan… slruppp enaaak! Harga memang tidak pernah bohong hehehe.
Eh omong-omong, kenapa restoran ini dinamakan Kampung Kapitan? Ini terkait lokasi restoran ini yang terletak di kawasan 7 Ulu dimana warga keturunan Tionghoa pertama kali menetap di Palembang. Setelah Kerajaan Sriwijaya runtuh, datanglah Perwira China dari Dinasti Ming yang dikenal dengan nama Perwira Tjoa sekitar abad ke-14. Namun keadaan berubah saat Belanda datang, alih-alih mengusir etnis Tionghoa tersebut, Belanda malah memberdayakan mereka.
Kapitan atau Kapten adalah panggilan orang terhadap pemimpin kawasan tersebut, makanya sekarang dikenal dengan nama Kampung Kapitan.
Untuk sebuah restoran, Kampung Kapitan memang istimewa karena menyajikan view yang keren, terutama di malam hari. Bagaimana dengan harga makanannya? Harus diakui, harganya memang cenderung lebih mahal walaupun yeah, mahal dan murah bagi sebagian orang itu relatif. Aku jadi ingat omongan bang Jeff, “restoran ini yang bikin mahal karena viewnya.” Hehehe. Aku sih sepakat ya, ntah deh mas Anang –lirik mbak Dee.
Untuk aneka sup misalnya, harganya dimulai dari 45 s.d 90k. Untuk varian cah kangkung diantara 50 sd 65k. Bagaimana dengan daging dan ayam? Harganya dimulai dari 40 sd 90k. Untuk ikan harganya tidak dapat dipatok karena tergantung ukuran berat ikannya. Oh ya, jangan lupa, semua harga itu belum termasuk pajak dan service sebesar 15% ya. 🙂
Kami menghabiskan waktu cukup lama di Kampung Kapitan. Untuk jalan pulang, kembali kami menggunakan perahu yang sama. Namun kali ini aku meminta kepada kapten kapal untuk mengantarkan kami ke dermaga yang baru. Dermaga Point tempat beberapa restoran fast food berada dan kini dijadiin tempat anak muda nongkrong.
“Bisa kan pak?”
“Oh bisa, nanti saya antar.”
Semoga kelak Kampung Kapitan dapat meninjau kembali dermaga angkut tamu untuk dan menuju restoran Kampung Kapitan. Malam itu restoran cukup ramai. Namun, aku yakin seharusnya restoran ini harusnya bisa lebih ramai karena konsepnya sangat menunjang dan menarik minat wisatawan. Untukku sendiri, sebagai warga lokal, ini kali kedua aku mengunjungi restoran ini. Sekitar setahun yang lalu sempat diajakin dokter Zaki ke sana dan kini diajakin mbak Diana & Bang Jeff. Psst, dua-duanya aku ditraktir. 🙂 Kalo ke sana sering-sering, bisa bangkruut! Mending ditabung buat beli tiket pelesiran kan? Hahaha.
- Kampung Kapitan Restaurant
- Jl. KH. Azhari, Dermaga 7 Ulu Palembang
- Seberang Benteng Kuto Besak
- Situs : kampungkapitan dot com
- Telp : 0711-313978, Fax : 0711-352013
- Buka setiap hari mulai pukul 17:00 sd 23:00
- Untuk tamu lebih dari 20 orang diharapkan untuk reservasi terlebih dahulu.
aku malah ngga sempet piknik ke sini ya gegeara ujan…. next time muter ke palembang lagi ahhh
Wah iya, harusnya kan mampir ke Palembang lagi ya? hehe. Oke mas, nanti kota ngopi-ngopi cantik di sana. Kalo makan-makan gagah, mending tempat lain ya buahahaha, muahaaal.
wah… waktu ke musi, saya cuma nyampe seberangnya kampung kapitan itu.
Yang River Side ya mas Rifki?
entah apa namanya… tempat yang banyak jajanan… dan seperti pasar kaget gitu, mas
Oh itu yang deket pasar 16 Ilir berarti 🙂
Emang bener, yang bikin mahal itu view-nya yang super duper kerennnnnn. Tapi pengen juga ah kesini kalau ke Palembang. Semoga… ira
Siap mbak Ira, nanti diajakin icip kulineran di pinggiran sungai musi, tapi yang lebih merakyat ya hahaha
Hoah suka sama background jempatan amperanyaa…
Cakep yaaa 🙂 kayak penduduk penduduknya hahaha
Ciahh , kayak omnduut 😄😄
Lol sahaja 😀
Yang piknik sama dr. Zaki itu ramai juga pesertanya ya Om :hehe. Iyah, romantis sangat kalau bisa menatap dari kejauhan Jembatan Ampera, dengan kerlip lampu dan rona pantulannya di air yang bergoyang. Kayaknya saya bakalan betah banget berlama-lama di tepian sungai itu, sekadar bernyanyi-nyanyi mengusir sepi (asal tidak ada nyamuk saja sih :haha). Kalau kebetulan saya muncul ke sana, ajak ke Sungai Musi di waktu malam ya, Om?
Ngomong-ngomong, bagian ‘Ulu’ dan ‘Ilir’ itu membedakannya bagaimana yah Om?
Lha ini komentarnya kok belom dibalas >.<
Haha, yang sama dr Zaki, aku malah diajakin. Itu semua rombongan dokter Gar. Cakep-cakep ya? apalagi yang anuh, ntuh, sayang kita beda prinsip. Prinsipnya aku suka dia, eh prinsipnya dia gak suka aku *lha malah curcol buahahaha* abaikan, sekadar intermezo.
Ulu dan Ilir dipisahkan dengan sungai Musi. Posisi restoran ini berada di sebelah Ulu (rumahku jugaaaa, gak jauhlah dari sana). Sisi lainnya seberang Ilir. Yuklah Gar, kita kongkow kongkow ganteng di tepi sungai Musi hehehe
Pasti Gar. Setiap tamu yg ke Palembang pasti aku ajakin liatin Ampera di malam hari. Walau gak diajakin ke Kampung Kapitan hahaha mahaaal. Gantinya, diajakin makan di restoran terapung yg bener bener berbentuk kapal dan itu terombang ambing beneran :))
Sungai Musi membelah Palembang menjadi 2 bagian Gar, Ulu dan Ilir, aku tinggal di posisi Ulu. Yuklah buruan ke sini, aku ajakin jelajah museum dan kuliner hehehe.
Palembang seru kayaknya ya? Ke sana deh tahun ini. *berharap ada tiket promo*
Amiiin, semoga dapet tiket promo ya 🙂
yayan, gek kawani maen kesini sekalian ke rumah kapitannyo ye hehe…
mudah2an sempat..
Kalo ke rumah Kapitannyo boleh pak. Cuma kalo untuk nganjal perut, ke lain tempat baelah ye hahaha
hahahaha
Toloooong!!
Aku belum pernah ke Palembaaaang… Hehehe..
Ingat Palembang, ingat Mas Yan. 😀 *berasa iklan cosmos*
Bagus ya view-nya dari Kampung Kapitan. Foto yang siang-siangnya juga.. pas banget lagi cerah. Hmm.. harganya lumayan juga ya… *intip dompet*
Tenang, masih banyak cara yang murah-hepi-syalala untuk menikmati pesona Ampera dan Sungai Musi di malam hari Cha hehehe. Yuklah ke sini sama suami 🙂
sungaaiii , gede amat yaaaa kayak lautan… *belum pernah ke sini….
Ke sini dooong 🙂
Ping balik: romantisme perjalanan ala – PASANGAN TRAVELING – |
Keren banget foto jembatan Ampera dikala malam hari ya.. Bangga deh aku jadi wong Palembang..
Bu Rita kece, ngeblog juga 😀