::: Au Pair :::
Backpacking Keliling Eropa dengan Menjadi Baby Sitter
| 2012 | Penulis : Icha Ayu | Editor : Herlina P.Dewi |
| Penata Letak : Deeje | Desain Sampul : Teguh Santosa | Proofrader : Tikah Kumala |
| Penerbit : Stiletto Books | ISBN : 9786027572096 | Harga Rp. 38.000- |
| 232 Hal | Skor ala Omnduut : 8.8/10 | Rating GR : 3.92/5 |
“A journey of a thousand miles must begin with a single step,” Lao Tzu, Hal.113.
Sebagian besar traveler pasti ingin menjejaki tanah Eropa. Bukan hanya untuk menggalang gengsi, namun perjalanan ke benua biru itu tentulah akan menawarkan banyak hal baru di dalam hidup si pengelana. Bagi kalangan borjuis tentulah melakukan perjalanan ke Eropa bukan hal yang sulit. Namun bagi kalangan yang mengaku backpacker kere nan nekat sekalipun, Eropa masih sulit tersentuh. Apalagi jarak Indonesia-Eropa sangat jauh dan tentu tiketnya pun lumayan mahal.
Kenyataan ini tidak membuat Icha gentar. Melalui program Au Pair, Icha berencana menaklukan Eropa! Tidak hanya itu, di sana ia akan berkesempatan untuk belajar sekaligus bekerja. Bekerja sebagai pengasuh tepatnya. Ya, “Au Pair adalah sebuah program yang memungkinkan semua orang dengan batasan usia tertentu, dapat mempelajari bahasa dan budaya negara yang dia inginkan dengan bekerja sebagai pengasuh anak…” Hal.2.
Setelah semua persiapan telah selesai dilakukan, Icha pun memutuskan untuk cuti kuliah dan memulai kehidupan baru sebagai Au Pair di Annecy, Perancis. Akhirnya, cita-cita Icha untuk menjejakkan kaki dan merengkuh ilmu di Eropa berhasil ia gapai. Walau begitu, dari awal Icha sadar betul bahwa keberadaannya di Eropa bukanlah untuk pelesiran semata. Di sini ia harus belajar dan bekerja. “For some people, being an au pair might seem to be a fairytale, but it could actually be your worst nightmare,” sahut Icha.
Di Annecy, Icha bekerja di keluarga Abdul. Ia tinggal di rumah yang besar dan indah. Di sana ia bertugas untuk menjaga Sarah, “…gadis kecil yang sangat aktif dan tidak bisa berhenti bicara.” Hal.32. Sebetulnya Icha sangat diterima baik di keluarga ini. Namun, sayangnya kehidupan pernikahan host family-nya berada di ambang perceraian. Tentulah hal tersebut sedikit banyak mempengaruhi keadaaan di rumah. Di saat-saat tertentu Icha bahkan harus rela menenangkan Sarah yang sedang down.
Bulan-bulan awal Icha juga sangat kesulitan mendapatkan teman. Di lembaga bahasa tempat ia belajar pun Icha kesulitan untuk masuk ke salah satu kelompok belajar –karena mereka sudah mempunyai geng sendiri. Namun, untunglah melalui forum couchsurfing.com, Icha akhirnya mendapatkan teman-teman yang belakangan menjelma sebagai sahabat terbaiknya selama berada di Annecy. Bahkan, teman-teman baru di CS ini pulalah yang menjadikan impian Icha untuk keliling Eropa menjadi nyata!
Pasca perceraian host family yang berakhir menegangkan, dengan uang yang dikumpulkan dari bekerja sebagai Au Pair, Icha bersama sahabat barunya –Kanthy, memutuskan untuk menjelajahi Eropa dengan cara-cara yang lumayan ekstrem. Ya, hal ini mereka lakukan terlepas dari minimnya dana yang mereka punya. Untuk berpindah dari satu kota ke kota yang lain misalnya… alih-alih menggunakan angkutan paling murah sekalipun, Icha dan Kanthy melakukannya hanya dengan bermodal jempol! Ya mereka hitchhike dan berharap ada pengemudi baik yang bersedia memberikan mereka tumpangan.
Akomodasi sepenuhnya mereka dapatkan dari couchsurfing. Bahkan, dalam perjalanannya, Icha dan Kanthy juga melakukan Wwoofing! Yakni menjadi sukarelawan di perkebunan dengan imbalan makan dan tempat tinggal! Benar-benar perjalanan yang ‘gila’! Tak sedikit halangan menghampiri perjalanan mereka. Seperti terjebak di mobil pria hidung belang misalnya… namun syukurlah Icha dan Kanthy bisa melewati itu semua. “The most difficult situation is always being the most memorable thing that stays in our memory,” Hal.172.
Bahkan, dari pengalaman mereka wwoofing, mereka diingatkan untuk betapa pentingnya mengkonsumsi makanan lokal. “…karena produk impor membutuhkan banyak energi untuk sampai ke perut kita. Mulai dari proses pembekuan, hingga minyak yang digunakan untuk distribusi. Jadi, untuk membuat makanan sampai ke meja kita membutuhkan banyak energi yang bisa saja digunakan untuk makanan para anak kelaparan di belahan dunia sana…” Hal.181.
Au Pair adalah buku yang menawan. Icha berhasil menuliskan kegelisahan-kegelisahan hati dan impiannya yang meledak-ledak dalam bahasa yang ringan. Siapa sangka, buku dengan tampilan sederhana ini menyimpan sajian yang luar biasa. Terakhir kali aku merasakan nuansa yang sama ketika aku membaca Travellous-nya Andrei Budiman. Sama-sama ‘manis’, sama-sama ‘mencerahkan’.
Kaver buku ini sebetulnya sangat pas dan sangat menggambarkan tentang isi buku ini. Walau maaf, menurutku desainnya terkesan tua. Aku membayangkan, jika gambar kereta dorong diganti dengan ilustrasi dan warna kaver lebih berani menggunakan warna-warna ceria, pastilah Au Pair akan semakin menarik. Keberadaan foto-foto di bagian isi juga kurang kece. Saya yakin buku ini akan diterima baik oleh banyak pembaca. Siapa tahu akan dicetak ulang. Nah, ketika kesempatan itu datang semoga saja hal-hal itu bisa diperbaiki. Terlepas dari kaver dan tampilan buku secara fisik. Aku suka sekali buku ini. Keren! 😉
Reblogged this on aboealfanan and commented:
bacaan yg cerdas utk situasisaatini….
Iya 🙂 Terima kasih yaa…
itu jarangjarang hickhiker deh di eropa.. dan itu wwoofing? jadi inget natgeo ada acara work for food, ada yang suka jalanjalan, tapi kalu mo makan kudu kerja apa aja di tempat dia sampe gitu, hobinya jalanjalan deh, kerjanya gila aja.. ya bersihin kandang babi, ya peres anggur pake kaki, ya panggang roti sampe pagi.. macammacam..
Makanya aku salut banget sama Icha ini mbak Tin 🙂 Hickhiker sampe-sampe ada yang minta imbalan ‘bobo’ hadeeeeeh. Dan iya, wwoofing kerjanya di kebun. Urusin tanaman, pupuk dan segala macem 🙂 Nah, Icha juga kepingin kerja di kebun anggur, sayangnya gak kesampean…
Baru tahu thn lalu kalo kita bisa cb jd au pair kalau ingin jalan2 an menimba ilmu di Eropa ini, dan sudah telaaaat banget kalo mau nyoba. Soalnya kalo nggak salah ada batasan umur kan? Hehehehe…
Icha ini mahasiswi sastra perancis di Unpad 🙂 jadi dia udah punya basic bahasa. Beruntung sekali… aku sih masih punya 5 tahun kesempatan kalo mau coba hahaha *sok muda* tapi kudu belajar dulu bahasa Perancis nih hmmm
tetap harus ada bekal yah… nggak sembarangan 😀
Iya, betul mas Rifki 🙂 tapi balik-balik ke soal tawar menawar antara kita dan host family. Icha berhasil meyakinkan host family dan bahkan bisa ‘merayu’ agar mau membelikan tiket ke Perancis 🙂
au pair itu dari semua negara ya mas? kalo laki laki jadi apa ya 🙂
Mas Ario, menurut buku Au Pair, program ini sudah ada di Eropa dan Amerika Utara sejak puluhan tahun lalu. Untuk di Eropa terutama di negara-negara ‘besar’ seperti Inggir, Perancis dan Jerman. Cowok juga boleh ikutan kok 🙂 untuk informasi lebih terperinci bisa lihat di http://www.aupair-world.net ya 🙂
saya jd tkg cuci piring aja dah kalo mau nyambi di eropahh, hehe..
Haha, aku apa aja mau 🙂 Au pair juga boleh. Asal keluarganya baik dan mau nrimo aku yang cuma bisanya bahasa inggris pas-pasan hehehe
Reblogged this on the new life.
Wah itu annecy bagus banget ya om, *gagalfokus*
Betuuul 🙂 kalo kesana, ajak-ajak dong mas hihihihi