“Yan di sini ada ruangan bawah tanah yang dulu dijadikan penjara, loh!”
“Oh ya, di mana?”
“Ada di bagian belakang. Nanti kita ke sana,” ujar Wulan lagi.
Ingatanku berlekebat pada sebuah novel berjudul Rahasia Meede karya E.S Ito yang aku baca beberapa tahun lalu. Di buku itu diceritakan bahwa ada pintu rahasia menuju terowongan tempat persembunyian emas VOC. “Apa benar ada pintu rahasia di Museum Sejarah, ini?” Hmm…
* * *
Walau sudah lama ingin berkunjung ke Kota Tua, kesempatan itu datang tanpa diduga takkala Wulan mengajak aku untuk mengunjungi Kota Tua. Sebagaimana kisah perjalananku sebelumnya di museum Bank Mandiri dan Museum Bank Indonesia, perjalanan ke Kota Tua ini pun masih satu paket karena lokasi antar ketiganya memang masih dalam satu kawasan.
Kota Tua Jakarta dulu dikenal sebagai Batavia Lama (Oud Batavia). Ternyata letak Kota Tua nggak jauh-jauh banget ya. Apalagi akses menuju Kota Tua cukup gampang yakni dapat ditempuh dengan menggunakan commuter line dengan tujuan akhir stasiun Kota Tua. Dari stasiun, aku hanya perlu berjalan kaki sekitar 10 sd 15 menit.
Walaupun cuaca cukup terik, namun kawasan Kota Tua ini cukup nyaman karena ada beberapa pohon kelapa nampak tumbuh subur menghiasi jalan-jalan di sepanjang gedung tua di kawasan seluas 1,3 km ini. Deretan café dan restoran juga terlihat menempati bekas gedung tua yang ada. Beberapa turis asing juga nampak lalu lalang di sekitaran café ini.
Ada beberapa museum di kawasan utama yang pada abad ke-16 dijuluki sebagai “Permata Asia” atau “Ratu dari Timur” ini. Museum Bank Indonesia dan Museum Bank Mandiri sudah kusebutkan di awal. Nah, di pusat Kota Tuanya ada 3 museum lagi yakni Museum Wayang, Museum Seni Rupa & Keramik serta yang terakhir ialah Museum yang bangunannya sering dipresentasikan sebagai perwujudan Kota Tua : Museum Fatahillah.
“Bang katanya museumnya di renovasi ya?”
“Masih bisa masuk, kok! Silakan beli tiketnya di sebelah sana.”
Niatnya ingin dulu-duluan beli tiket. Gak enak sedari jalan ditraktir terus sama Wulan. Ealadalah, aku kalah lagi. Untung ya tiketnya murah, jadi nggak begitu merasa bersalah ditraktir masuk museum hehe. Hmm bukan begitu juga sih, maksudnya kalau bener mau ditraktir, aku lebih demen ditraktir tiket liburan, jelas aku gak akan nolak hahaha. –ditimpuk Tomyam sama Wulan
Untuk masuk ke museum ini kami harus melepas sepatu. Sebagai ganti, disediakan pinjaman sandal jepit dan kantung untuk menyimpan sepatu. Hmm boleh juga nih, mirip di Wat Pho, Bangkok. Maklumlah, lantai museum Fatahillah ini kan sebagian besar terbuat dari kayu sehingga kalau terus menerus digesekkan pakai sepatu ya lama-lama bisa rusak.
Terus terang, menurutku koleksi di museum Fatahillah ini tidak begitu menarik. Agak timpang jika dibandingkan dengan 2 museum sebelumnya yang aku datangi. Walau begitu, aku tetap penasaran untuk mengulik tiap sudut museum ini.
Beberapa benda tua dipamerkan, misalnya saja lemari kayu antic berukuran besar ini. Sekilas mirip lemari ukir khas Palembang. Tapi ukirannya ini lebih khas dan jujur saya agak aneh dan menyeramkan. Coba lihat ukiran utamanya? Mirip muka manusia kan ya? Aku sendiri baru sadar ketika akan posting tulisan ini hehe. Untuk
Menurutku lagi, koleksi di museum Fatahillah ini agak random. Di satu bagian ketemu perabotan kayu. Di sisi lain eh nemu patung-patung khas Eropa. Trus ada lagi batu besar macam museum purbakala. Sayang, gak ada kertas keterangan di masing-masing koleksinya. Guide pun tak nampak bulu matanya. Ya sudah, enjoy saja! 🙂
Ada bagian-bagian yang memang sedang direnovasi. Ada ruangan-ruangan yang terlihat beberapa petugas nampak bekerja. Mudah-mudahan ke depan Museum Fatahillah semakin keren! Puas berkeliling di lantai bawah, aku dan Wulan beranjak ke lantai atas. Dan… kosong melompong! Haha. Aku lupa-lupa ingat, rasanya gak banyak barang di lantai 2 ini. Cuma serunya, bisa lihat pemandangan dari jendela atas.
Oh ya, aku datang memang mendekati peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. Makanya terlihat bendera merah putih berkibar dari balik jendela. Balik lagi ke novel Rahasia Meede dan gambaran mengenai kekejaman VOC di buku sejarah ketika masih sekolah. Nah aku jadi ingat lagi. Lantas di mana pintu rahasia itu berada?
‘Wulan, mana penjaranya?”
“Ada di luar gedung, Yan! Yuklah kita ke sana.”
Terus terang, aku mulai bosan. Makanya aku setuju saja takkala diajak turun ke bawah. Tak jauh dari pintu samping (atau belakang ya?) museum ini terdapat petugas yang berjaga. Nah di sini sandal jepit yang dipinjamkan harus dikembalikan.
“Yan, kita ke penjara wanita dulu ya,” ajak Wulan.
Kami lalu berjalan ke arah belakang. Tak lama, aku melihat tangga turunan ke bawah.
“Aku tunggu di sini aja, ya!” kata Wulan.
Aku lantas turun sendirian. Ntah ini karena perasaan aja, tapi begitu menjejakkan kaki ke pintu penjara badanku mendadak merinding. Dari kepala sampe ujung kaki. Aku sempat melihat ke dalam. Gelap! Udaranya juga pengap. Walau gitu aku penasaran dan tetap ingin foto dari muka pintu. Jepret! Foto di ambil dan aku beranjak pergi. Hasilnya? Buram! Jangan tanya kenapa bisa buram. Ya paling saking pingin cepatnya jadi aku kurang fokus ambil fotonya. Bisa jadi loh ya….
Kondisi penjara laki-laki terlihat lebih terbuka. Nggak nyempil ke belakang kayak penjara wanita. Kebetulan ada pengunjung lain yang juga ikutan ngelihat, jadi aku sedikit lebih berani dan berlama-lama sekarang. Aku sempat ngobrol sama pengunjung tersebut.
“Gak kebayang dulu orang bisa dipenjara di ruang sempit ini ya mas,” sahutnya membuka obrolan.
“Iya, trus bola-bola itu untuk apa ya?”
“Hmm, mungkin itu pemberat dan bola itu dirantai bersama kaki sehingga tahanan gak bisa kabur.”
Jleb, makin miris saja jadinya aku.
Halaman belakang (atau samping ya?) museum ini cukup asri. Tanaman dirawat dengan baik dan ada beberapa pondok kecil tempat beristirahat. Ada pemandangan menarik tak jauh dari sana. Apa sih? Aaaa, penjual Kerak Telor!
Kerak Telor adalah salah satu makanan yang aku penasaran banget gimana rasanya. Penjualnya anak remaja yang masih sangat muda. Bersama dengan Kerak Telor dijual juga minuman Selendang Mayang dan ada jajanan lainnya. Berhubung aku gak minum yang aneh-aneh, aku pesan Kerak Telor saja. Lagi-lagi aku ditraktir sama Wulan. Duh, jadi enak ini hehe.
Harga Kerak Telor yang dijual di sini Rp.20.000. Aku gak tahu apakah itu harga yang standar atau lebih mehal mengingat dijual di dalam area taman museum. Rasanya gimana? Enak! Tapi masih enak pempeklah hahaha. Bagi yang nggak tahu, Kerak Telor itu bahan utamana ialah ketan dicampur dengan telur dan dimasak menggunakan kuali berukuran khusus. Kerak Telor disajikan dengan taburan udang kering sebagai toping. Lumayan, akhirnya tahu rasanya kerak telor 🙂
Setelah menghabiskan satu porsi Kerak Telor, kami memutuskan untuk keluar. Kami sudah janjian dengan mbak Tintin [Tinsyam.wordpress.com] untuk ketemuan. Sambil jalan, Wulan terus berkomunikasi dengan mbak Tintin mengenai posisi tepat ketemuannya. Sambil menunggu, aku tentu gak mau ketinggalan foto-foto dong. Ternyata emang bener, museum Fatahillah ini cakep gedungnya.
Tak lama kemudian, hola! Akhirnya ketemuan juga. Aku sempat diajakin untuk menjelajahi dua museum yang tersisa. Sayang, aku harus segera kembali ke penginapan untuk mengejar damri ke bandara. Eh ya, untuk menutupi rasa kekecewaan, kita pose-pose dulu di depan museum Wayang. Lumayanlah 🙂 Semoga suatu saat dapat kembali ke Kota Tua dan mengunjungi Museum Wayang ini. Soalnya kata mbak Tintin dan Wulan, koleksinya keren banget! Katanya ada lebih dari 4000 koleksi Wayang di sini. Wah banyak, ya!
Kota Tua, tunggu kedatanganku di lain waktu ya!
P.S : Sampai akhir penjelajahan, aku tak kunjung tahu dimana ruangan rahasia yang dibicarakan di novel Rahasia Meede itu. Katanya sih sempat ada tur Rahasia Meede gitu ya dulu pas novelnya booming dan orang-orang pada penasaran. Ada yang pernah ikutan turnya? Share dong!
Sudah lama banget gak ke Museum Fatahillah. Terakhir ke sana cuma main di depannya foto-foto. Baca posting Mas Yan ini, jadi pengen ke sana lagi, masuk kali ini tentu saja 🙂
Mudah-mudahan nanti sudah selesai direnovasi dan benda-benda yang dipajang sudah ditata dengan lebih baik mbak Evi 🙂 koleksinya oke, cuma ya itu, terkesan asal-asalan. Tapi aku maklum karena sedang proses perbaikan.
Saya belum pernah mengikuti tur Rahasia Meede tapi memang ada lorong dan bunker di bawah Stadhuis. Satu lorongnya konon sampai ke Kafe Batavia (yang ada di depannya) dan Kastil Batavia (yang kini sudah tidak ada), dan satu lagi konon sampai ke Gubernemen Hotel (kini kantor Kementerian Keuangan) yang ada di Lapangan Banteng. Tapi Stadhuis memang masih menyimpan misteri sih, bahkan bagi saya yang sering ke sana. Saya kepengen ke perpustakaannya!
Well, well, kalau mau ke Museum Wayang, ajak-ajak ya Om :hehe. Sayang sekali kita tidak bisa bareng menjelajah sini. Pengunjung yang kadang terlalu banyak membuat jasa guide terlupakan, padahal setahu saya ada pemandu di sana. Yang ukirannya bagus itu kalau saya tak salah sebuah mimbar masjid dari Banten, batu besar itu replika Prasasti Ciaruteun, sepertinya koleksi wajib museum-museum Indonesia padahal benda aslinya pun, yah, agak… begitu deh ceritanya :hehe. Berarti sempat lihat pedang yang merenggut banyak nyawa yang kadang suka bergerak sendiri itu, dong? :hihi. Soal yang tampak seperti muka orang, seingat saya itu dulu emblem keluarga yang memimpin Raad van Justitie (atau College van Schepenen, ya? Lupa :haha), tapi memang setelah saya perhatikan, mirip muka seorang pak tua, ya… belum lagi dua dewi yang dulunya memegang pedang dan timbangan (ada kertas keterangan di samping lemari ini ketika terakhir saya ke sana, tapi sekarang kayaknya sudah tak ada, ya?)
Eh itu fotonya ada orbs-nyaa! *mulai spekulatif*. Ya, memang memprihatinkan sekali penjara wanita itu, tingginya yang tak bisa orang berdiri, berdesakan, belum lagi selalu terendam air karena tanah Stadhuis sebenarnya lebih rendah dari air laut kala itu membuat tahanan jarang ada yang keluar dengan selamat. Cut Nyak Dien setahu saya pernah ditahan di sana.
Aku memang menunggu-nunggu komennya Gara. Dan benar, beberapa pertanyaanku terjawab sudah. Dih nih orang pinter amat yak hahaha.
Iya mudah-mudahan bisa ke Museum Wayang bareng ya nanti. Mengenai emblem, jadiya serem gitu ya. Bisa jadi karena gak biasa aja mengingat ukiran nusantara biasanya bercorak hewan atau tumbuhan.
Tur Rahasia Meedenya gak ada lagi ya. Sayang, padahal aku pingin banget ikutan.
Nah bicara pedang, aku jadi inget kayaknya ada deh pedang yang dipajangin di sini cuma aku lupa foto. Tapi ya itu akunya sendiri lupa-lupa inget nih Gar.
Soalnya emblemnya sudah tidak jelas terlihat lagi Om… padahal kalau jelas bagus banget itu, lambang-lambang keluarga ningrat Belanda, konglomerat terkaya di masanya berkat rempah-rempah Indonesia. Konservasi peninggalan memang masih jadi peer banget sih buat kita, ada pembatas ruangan di sana yang di atasnya terdapat emblem lima kameral VOC plus lambang Batavia, sekarang sudah kusam dan tak tampak lagi, karena nasib yang sama.
Iya Om, ada pedang, katanya kalau malam suka bergerak sendiri :hihi. Di pedang itu kalau saya tak salah ada tulisan yang kira-kira artinya, “Semoga Tuhan mengampuni dosa orang ini.”
Serem amat ya pedangnya Gar. Duh jadi penasaran pingin lihat lagi nih.
Serem, Om 😣
Komennya cuma satu : IIYYYYY
Mas Bambaaaang selamat ulang tahun yaaaaaaa 🙂 semoga makin keren, makin mahir poligotnya, makin sehat, hepi selalu.
Wah Om… Dulu Kantor ku ya samping museum ini. Merinding disko sih belom pernah.. Cuma temen sering cerita begitu juga. Hihihi.
Soalnya mas Dani gak ke sana makanya gak kerasa merinding. Begitu kah? 😀
Aku juga kalau masuk penjara wanita itu bisa-bisa langsung jantung berdebar lebih kencang dan kepala mulai nyut2. Fobia pun kumat. 🙂
Fobia ruang tertutup ya mbak Ira? macam lift gitu? ibuku dulu kalo masuk lift merasa sesak, takut berlebihan dan keringat dingin.
Aku udah ilfil begitu masuk museum ini disuruh pake sandal jepit yg licin buat jalan. Mana sambil gendong Bara. Akhirnya sendalnya aku copot deh, jalan kaki nyeker di dalam museum. Krn udah ilfil ya gak maksimal eksplor. Gak sempet ke penjara bawah tanah.
Bener banget yang Ari bilang. Kualitas sandalnya kurang bagus. Macam terbuat dari potongan karpet busa untuk isi dalam kasur tipis gitu :p makanya licin. Kapan-kapan ke sini lagi Ri.
temenku fotografer pernah diminta untuk bikin film 3D utnuk musium fatahilah dan banyak ha yg bikin merinding disko, hehehe
Itu pemberat sekilas kayak kepala manusia 🙂
Karena memang ruangannya spooky gitu mbak Zulfa. Aku heran juga apa asumsi aja tapi aku waktu itu merinding hebat.
Aku malah baru denger novel Rahasia Medee ini 🙂 memang bukan penggemar karya fiksi sih.
Aku juga tahunya novel ini dulu karena heboh banget tapi baru dapet beberapa tahun kemudian pas ada yang jual bekas hehehe. Keren novelnya.
Ntar aku baca reviewnya 🙂
Ruang penjara bawah tanahnya memang agak sedikit seram. Walaupun dilihat siang hari, aura yang muncul tetap terasa kurang enak.
Duduk di belakang museum menikmati kerak telor dan es selendang mayangnya memang enak 🙂
Gak kebayang kalau malam hari ya. Bisa-bisa jadi acara Dunia Lain 😀
Lain kalo ke sini lagi, setel musik disko sekalian di HP (pasang headset), jadi pas masuk diskonya ga pake merinding :p
Aha boleh juga nih. Tapi kayaknya dangdutan lebih cocok hahaha
Om beneran itu lemarinya kayag ada muka orang di atasnya ya. serem bgt 😀
Tuh kan bener ya serem >.<
5 tahun yang lalu saya juga menikmati kerak telor di tempat yang sama dengan penjual yang sama..kala itu usia si penjual masih jauh lebih remaja
Wah artinya dia udah lama ya berjualan 🙂
Kondisinya sekarang makin baguslah dibandingkan beberapa tahun lalu. Cuma memang kebanyakan orang datang kesitu untuk foto-foto aja daripada eksplor sejarahnya. Dan mungkin itu bisa jadi masukkan untuk pengelolanya, supaya barang-barang yang ada di dalam museumnya diberi penjelasan bukan sekedar dipajang …
Kalau belum nemu jalur rahasia bawah tanahnya, artinya harus datang kemari lagi Yan. Dan gak lengkap eksplor Batavia tanpa ke Buitenzorg juga ,,,, so ditunggu kedatanganmu lagi yaaa 🙂
Maret lalu ke Buitenzorg cuma numpang lewat doang sambil icip roti unyil. Pasti, aku pasti balik lagi ke sana mas 🙂 mau diajakin jalan kayak si Pandah hehehe.
Iya, koleksinya gak ada nama >.< minimal banget nama dan sedikit keterangan seputar itu.
Kayak nya gw yg tinggal di jakarta raya ini sudah 15 th an ngak berkunjung ke kotu #AkuGagal
Ya maklum deh, soalnya kan kalo di Kota Tua susah bagi om cumi kancutan. Ntar kalo Kota Tua udah ada pantai baru deh om Cumi ke sana hahahaha
Wakssss ngak gitu juga keleuys, cius aku maluuuuu kancutan hahaha
Ah gak boleh maluuu, pan om cumi makin seksih dan keren kalo kancutan hahahaha
itu ruangan penjara sebelah mananya si om ? aku belum pernah masuk situ deh, gedung yang mana yaaa hehehe, Museum kesejarahan yang mana yaaa 😀 aku sering ke Fatahilla tapi palingan ke musem yang itu tuh sampingnya cafe batavia hmm apaan yaa namanya lupa 😀
Ada di bagian samping museum Fatahillah 🙂 museumnya persis yang pada foto pertama. Iya bener ada cafe Batavia juga deket situ, tapi aku gak masuk hehe
Aku belom pernah ke sini. Baiklah emang harus disempatkan dan nyicipin bersepeda ala-ala noni Belanda 😀 *tetep*
Hehehe, ajak mbak Rien, cocok suka pake topi lebar 😀
aku belum pernah sekali pun ke sini mba hehehe setelah baca artikel nya jadi penasaran pengen berkunjung ke sana deh 🙂
Yuklah ke Kota Tua 🙂 bakalan mendapatkan suasana yang baru deh. ^^
Berarti kalau mau ke museum-museum yang ada di sana pas siang-siang gitu ya om? Pernah waktu itu ke kota tua tapi pas malem, jadi ya nggak diajakin sama yang ngajak buat ke museum-museum gitu hehehehe
Kalo malam ada jelajah ke ruangan lain nggak?
Belum pernah om… orang Jakarta yang ngajakinnya juga nggak tau soalnya…
Kayaknya hanya orang tertentu yang tahu ya
Makasih sharenya tentang museum Fatahillah atau Museum Sejarah ini Om.
Rencana siang ini mau kesana, ada pergelaran Jazz Kota Tua yang dilangsungkan di area museum ini…
Salam,
Terima kasih sudah mampir ke blog Omnduut Pak. Semoga menyenangkan pergelaran Jazznya 🙂
Rahasia Meede sukses bikinmkita penasaran sama “Sejarah Jakarta” ya omndut. ES Ito eman keren bgt, sayangnya buku2 beliau hilang waktu saya pindahan T_T
Wah sayang sekali, padahal harta karun itu bukunya mas 🙂
Untung bisa lihat kota tua di sini, soalnya waktu di Jakarta dulu tahun 75-an gak pernah nyampe ke sini mainnya, abis dilarang ma om main jauh2 hehe..aku tinggal di cilandak.
Salam
Apa karena faktor keamanan juga dulu jadi gak boleh main sana ya? 🙂
Ga juga lah, sebenarnya amansih, hanya mungkin kakak nglarangnya krn dompetku kurang tebal aja wktu itu, hehee. aku nyadar juga. maklum masih nganggur blm kerja…
Oh ternyataaa 😀 kirain alasan keamanan ^^
Memang seru-seru disko sih kalau ke sini mas. Saya juga baca itu Rahasia Meede dan setiap ke sana selalu berusaha membayangkan jadi bagian dari RM itu. hahaha
Iya bettuuull 🙂 apalagi kalo ikutan tur malam ya.
Sudah lama ngga ke Museum Sejarah Jakarta ini. Setiap ke penjara bawah tanahnya, ga berani masuk. Sudah beberapa kali ke sana suka merinding pas di pintu masuknya dan ga berani buat foto. Biasanya salah satu foto paling antik itu bersama meriam si jagur yang ada di belakang museum, hihi. Jadi kangen pengen ke sana lagi >.<
Iya karena suasananya emang nyeremin ya 🙂 auranya beda banget.
Aku baru sampe depannya aja. Pas ke kota tua, museumnya ditutup karena renovasi. Eh beneran dalemnya gak seru? Gak banyak info sejarahnya ya? Eh salam ya buat Mas Kerak Telor yg senyumnya manis banget itu ;p
Mungkin karena aku lebih dulu ke museum BI dan museum Mandiri mbak, jadi Museum Fatahillah ini kebanting hahaha, tapi menariknya ya bagian penjara itu. Sereem
sayang ga sempet ke museum2 lainnya disekitar situ ; museum wayang, museum keramik …. sekalian sewa sepeda bsa gowes ke jembatan intan, musem bahari dan pelabuhan sunda kelapa …. tidak terlalujauh lokasinya dari sana
Iya, sayang banget waktunya terbatas saat itu 😥 gakpapa, artinya aku akan balik lagi ke Kota Tua nanti 🙂
Bangunan saksi sejarah Indonesia, kadang suka speechless liat bangunan kota tua mulai dari arsitektur bangunan sampe barang2 peninggalan kompeni dulu 😮
Iya, keren ya jika bangunan tua dapat dipertahankan seperti ini.
Aku baru kemaren nih jalan2 ke kota tua. Masuk ke museum fatahillah aja. Itu pun ga sempet ke penjara yg wanita, cuma yg penjara pria yg deket pintu masuk. Hawanya emang laen sih ya masuk ke dalem. Berasa ada yg merhatiin gitu. Hihihi
hiii, semoga si dia gak ikutan pulang ya hahaha