Pelesiran / Serba

Dari Hotel “Mabuk” Hingga Pegawai “Lugu”

hotel_planet_433995Sebetulnya udah lama aku ingin menulis tentang hal ini. Pada akhirnya aku terpacu untuk menuntaskan tulisan ini dikarenakan kompetisi menulis The Ho[s]tel 2 yang diadakan Bentang Pustaka. Ya, jadi ada momennya kan 🙂 unfortunately, tulisan ini bahkan tidak masuk 50 besar. Ya wajar sih, dari awal udah ngerasa gak pede dengan tulisan ini. Sangat biasa apalagi ditulis mepet deadline dan dikirim last minutes sebelum tenggat waktu hahay :D, nah, daripada mubazir, aku posting saja di blog. Semoga ada manfaatnya ^_^ untuk melihat siapa saja yang jadi finalis 50 besar kompetisi antologi The Ho[s]tel 2, silahkan klik di sini. Untuk baca review The Ho[s]tel silahkan klik ini. Selamat menikmati tulisan yang garing bak kerupuk ini. 😀

* * *

Aku beruntung dilahirkan di keluarga yang doyan jalan-jalan. Gak melulu ke tempat yang jauh, sih! Bepergian ke hutan wisata tengah kota pun sudah terasa menyenangkan jika dilakukan bersama keluarga. Terlebih lagi jika berkesempatan mengunjungi kota lain yang belum pernah didatangi. Beruntung, karena hidup di keluarga besar, aku memiliki banyak om dan tante yang tinggal di kota yang berbeda. Jadilah, silaturahmi berkedok jalan-jalan makin sering dilakukan.

Tahun 2002, kami sekeluarga berencana mengunjungi tante yang tinggal di Jakarta. Ya, silaturahmi bermodus melancong gitu. Karena membawa kendaraan sendiri, mobil butut ‘disulap’ senyaman mungkin. Bantal-bantal buluk yang biasa dipake di rumah diangkut ke mobil. Tentulah sepanjang perjalanan inginnya nyaman, kan? *gak ada yang ngalahin deh rasa nyaman dan pose bobok ganteng yang ditawarkan oleh bantal buluk dengan bekat zat-zat ternoda di atasnya hehe*

Perjalanan Palembang-Jakarta yang harusnya bisa ditempuh sehari semalam mau tidak mau harus tertunda karena kakak perempuan yang terus menerus muntah diserang mabuk perjalanan. Karena keseringan berhenti hanya untuk muntah dan rasanya kok jadi gak sampe-sampe, orang tua lalu memutuskan untuk menginap dulu Lampung.

Waktu sudah lewat tengah malam. Mencari penginapan yang baik (baca : sesuai dengan kantong) bukan perkara mudah. Setelah ‘ditolak’ beberapa hotel yang full booked, kami akhirnya menemukan hotel kecil di pinggiran Lampung. Proses check in dilakukan oleh ayah. Begitu beres, kami semua turun dan bergegas menuju kamar. Tak lupa, kami pun membawa ‘persenjataan’ masing-masing. Semua bantal guling yang ada di mobil tak ada yang tertinggal.

Begitu sampai di lobi utama betapa kagetnya kami dengan pemandangan yang terlihat. Wanita-wanita berpakaian seksi asyik bercengkrama dengan laki-laki yang tak henti menghisap tembakau dan memegang botol minuman. Oke, sepertinya kami salah memilih penginapan malam itu. Namun, karena sudah terlalu lelah kami berusaha gak peduli. Sepertinya mereka juga sama kagetnya dengan kami yang semobil penuh membawa masuk bantal guling busuk itu. Yaaa, kita impaslah ya. 😛

Setelah beristirahat semalaman, menjelang siang kami kembali melakukan perjalanan. Sesampai di Jakarta matahari telah beranjak pulang. Sebelum menuju rumah tante yang ada di pinggiran Jakarta lagi-lagi kami memutuskan untuk menginap di pusat kota. Kali ini hotel yang dipilih cukup baik. Hotel S ini berada tak jauh dari masjid Istiqlal. Sttt, denger-denger ini hotel yang sama digunakan ayah-ibuku ketika berbulan madu puluhan tahun lalu. Piut piuuut.

Ada kejadian unik di hotel ini. Ceritanya, dari 2 kamar yang dipesan, masing-masing hanya mendapatkan jatah sarapan 2 orang saja. Satu jatah tentu milik supir. Apa kata dunia kalo supir yang mengemudi kelaparan? Bisa-bisa cilaka! Jatah sisanya dipakai ayah dan dua adik. Trus aku gimana? Karena gak mau ditinggal makan aku tetep ikut dong. Ibu, kakak perempuan dan dua kakak sepupu memilih mengalah di dalam kamar. “Nggak apa-apa, toh bentar lagi kita juga check out,” ujar mereka.

Sesampai di ruang makan, adik yang masih kecil digendong. Pegawai hotel sih melihat kalau kelebihan orang. Tapi kayaknya mereka maklum. Hmm, bisa jadi mereka juga kasihan. “Pastilah ini orang ndeso yang jarang main-main di hotel,” gitu kali ya pikir mereka.

Kami berlima makan seperti biasa. Supir bahkan sampe nambah nasi goreng dua kali. Lapar dan kalap beda tipis memang. Nah, begitu akan selesai, ntah karena kasihan dengan ibu yang menunggu di kamar serta didasari dengan kadar kepelitan yang agak keterlaluan lalu diiringi dengan kesempatan yang membentang *alaah*, ayahku membekali kami semua dengan roti bakar ditiap-tiap genggaman.

“Sttt, hayo makannya cepetan. Nah nih roti pegang dan bawa ke kamar, ya!”

“Tapi aku kenyang,” sahut adekku yang paling bungsu.

“Iya, tapi rotinya dibawa aja ke kamar. Kan bisa dikasih ke kakak. Ok?”

Ya ampuuun bokap guweh. Kalo bisa nyelipin kotak bekal pasti tuh roti yang berjejer rapi bakalan diembat juga kali ya. Hihihi. *anak durhaka*

Hahaha. Padahal kan bisa aja membayar ekstra untuk mengajak mereka ikutan sarapan bersama. Tapi yaaa, maklum deh, pikiran ndeso pasti mikirnya harga makanannya bikin nangis dompet. Apalagi alibinya akan segera check out. Yo wes, maafkanlaaah.

Tiga tahun kemudian, karena terpilih menjadi finalis lomba menulis oleh sebuah maskapai penerbangan, aku diundang ke Jakarta untuk menjalani presentasi di hadapan juri. Waktu itu aku kelas 3 SMA. Sudah cukup besar untuk bepergian seorang diri. Namun…. ya tentu saja ada beberapa kekhawatiran. Khawatir naik pesawat dan tersesat dan diculik di Jakarta misalnya. Hehe, maklum, terakhir kali naik pesawat ketika masih balita. Terus, jelek-jelek gini, kalo dikiloin dagingku lumayan banyak. So, ngerilah kalau-kalau diculik oleh psycho yang doyan lelaki montok.

Ternyata di Jakarta aku gak harus khawatir tersesat. Karena begitu sampai di Jakarta aku dijemput oleh panitia. Setelah beberapa finalis lainnya berdatangan kami segera diantar ke penginapan. Pikirku saat itu, “yaa paling juga diinapkan di mess atau hotel kecil di pinggiran kota.”

Ternyata… kami semua diinapkan di hotel H. Salah satu hotel berbintang di Jakarta. Wow! Aku cukup mengenal hotel ini karena westlife sempat menginap di sini ketika konser di Jakarta. *generasi 90-an* Hwaaah, bagaimana ya wujud kamarku nanti? wong ndeso ini begitu degdegan sekaligus antusias jadinya.

Dr jendela kmr

Pemandangan dari jendela kamar

Hotelnya keren! Begitu masuk lobi saja kami disambut pertunjukan musik gamelan. Aku sekamar dengan finalis asal Medan. Namun pada saat itu dia belum sampai. Jadi, sore itu aku menuju kamar seorang diri.

Mulailah beberapa kenorakan dan kebingungan terjadi. Dari kekikukkan menggunakan lift, hingga tertahan lebih dari 10 menit di depan pintu kamar. Kenapa? Karena kuncinya berbentuk kartu? Dan aku sama sekali gak ngerti gimana menggunakannya. Asli ndeso abis!

Untunglah seorang petugas yang kebetulan lewat bersedia membantu. Ternyata kunci berbentuk kartu itu harus dimasukkan ke dalam lubang kecil yang ada di atas gagang pintu. Begitu masuk ke kamar, untuk menyalakan lampu dan TV pun kartu harus tetap diletakkan ke panel khusus.

Wooow kamar yang kereeeen. Seribu lipat lebih keren dari kamarku yang ada di rumah. Kamarnya besar, TV-nya gede, ranjangnya empuk, lantainya berkarpet. Sepintas aku melirik kea rah bantal dan guling. Hmm bersih! Bebas dari bekas peta dunia! Hahaha. Dari jendela, aku bisa melihat kolam renang dan kesibukan beberapa pegawai yang menyiapkan meja prasmanan di pinggir kolam. Bagaimana dengan kamar mandinya?

Pada saat itulah untuk pertama kalinya aku melihat bak mandi/bath up secara langsung! Aku yang biasanya cuma liat empang di samping rumah mendadak takjub sekejap. Jadilah, kamar mandi yang terlihat memanggil menggoda itu aku jamahi jua. Tak lupa aku sebelumnya aku bernarsis ria dulu di sana. Kapan lagi, kan? Hihihi.

Persoalan lain datang. Begitu keran dibuka yang keluar ialah air yang sangat panas. Hmm, enak sih berendam di air panas. Namun, menurutku suhunya terlalu tinggi. Aku berkali-kali mencoba untuk mengganti menurunkan suhu air. Tapi tak juga berhasil Jadilah, bak kuisi penuh lalu kudiamkan dulu beberapa saat hingga airnya bisa digunakan. Sore itu aku mandi tak ubahnya putri duyung. Bahkan saking noraknya aku mencoba untuk berenang di sana hahaha.

Bilik hilton

Pengalaman pertama menggunakan bath up 🙂 Maaf kualitas fotonya jelek. Diambil menggunakan nokia 3315 tahun 2005

Magrib terlewati dan perut terasa lapar. Di lemari kecil di bawah TV sih ada beberapa biscuit, cokelat dan buah. Tapi ternyata ada daftar harganya juga. Gila! Sebatang coklat yang biasa kubeli diwarung harganya 4 atau 5 kali lipat lebih mahal. Karena sudah diingatkan panitia jika hal itu tidak menjadi tanggungan aku tak berani menyentuhnya. Setelah finalis dari Medan datang ternyata jatah makan malam kami saat itu ialah ayam goreng dari restoran cepat saji. Ya lumayanlah… walaupun agak ironis nginep di hotel mentereng tapi makannya junk food. Syukuri apaaa yaaang adaaaa. *mendadak D’Masiv*

Betul-betul pengalaman yang menggelikan. Di hotel H inilah untuk pertama kalinya aku mendapati dua orang berciuman. Ketemunya pun gak sengaja. Ketika malam hari dan ingin jalan-jalan di lobi aku mendapati seorang bule pria dan wanita lokal saling bemesraan di dalam lift.

Lalu, bagaimana dengan nasip air panas di bath up? Nih ya, selama tiga hari menginap di sana sampai pulang aku masih tidak tahu cara merubah suhunya! Belakangan ketika berada di Soeta dan menuju Palembang, teman finalis lain memberi tahu jika suhu bisa diatur dengan menggeser keran air ke kiri dan ke kanan. Oalaaaah!

Ke-ndeso­­-an ternyata tidak aku alami seorang diri. Finalis lain pun mempunyai beragam kisah. Dari yang membawa gelas mineral untuk cebok. Berenang subuh-subuh. Mencoba lift hingga ke lantai paling tinggi namun dicegat security karena itu adalah club. Atau heboh menonton Channel TV India sepanjang malam. Menyenangkan sekali!

Beberapa tahun setelahnya pasca diterima bekerja di sebuah bank dan diharuskan melakukan perjalanan dinas aku sudah tidak kagok lagi menginap di hotel berbintang. Hotel terbaik di setiap kota pasti menjadi pilihan kantor cabang di daerah tersebut karena memang sudah ‘standar’nya untuk menyiapkan penginapan terbaik.

IMG00211-20120320-0750

Hotel M. Diapit oleh laut di sisi kanan dan gunung di sisi kiri. Sarapan pagi di pinggir kolam renang. Aih nikmat 🙂

Di hotel M. Sebuah hotel berbintang di kota Padang aku lagi-lagi mendapati hal ‘aneh’. Karena pesawat delay cukup lama, kami sampai di hotel M lewat tengah malam. Lobi sudah cukup lengang pada saat itu. Setelah proses check in, aku dan bosku bergegas menuju lift. Kami beda kamar. Kamarku berada di lantai 5 dan bosku di lantai 7. Ketika akan masuk lift kami dicegat oleh seorang makluk jadi-jadian berwujud seorang lelaki yang bertingkah seperti perempuan.

“Om… ooom… ikutan naik dooong,” sahut si lelaki genit. Seorang wanita seksi berparas cantik mengikuti dari belakang.

“Duh, eike dari tadi nunggu orang yang mau naik akhirnya ketemu juga. Makasih ya Om,” sahut si pemuda jadi-jadian ini ke bosku. Aku sendiri hanya memperhatikan dengan tatapan selidik. Ternyata, hanya orang yang memiliki kunci yang bisa mengakses lift. Lha trus dua orang ini mau ngapain coba? Pada ketebaklah yaaa…

Aku turun di lantai 5. Bosku masih harus terjebak agak lama dengan dua orang penjaja ‘dahaga’ ini hwhw. Ya, aku hanya berdoa semoga bosku gak tergoda dedemit jejadian itu. Jangan sampe deh bosku malah berteriak, “tamboh cieek” hihihi.

Di Bengkulu, masih dalam perjalanan dinas, aku menginap di hotel K yang menurut staf cabang adalah salah satu hotel terbaik di sana. Proses check in berjalan lancar. Setelah mendapatkan kunci, aku langsung menuju ke kamar. Karena lelah dan lari-larian karena hampir sempat tertinggal pesawat aku langsung rebahan. Tak lama kemudian telepon berdering.

“Bapak, mohon maaf, kami salah memberikan kunci kamar ke bapak. Kamar yang seharusnya bapak tempati berada di kamar nomor 305,” sahut resepsionis. Saat itu aku menempati kamar No.303.

“Hmm, artinya hanya beda dua kamar mbak. Apakah fasilitasnya berbeda?” mengingat kamar yang kupesan no smokking. Ya siapa tahu kan kamar satunya lagi dibolehin merokok dan nyimeng hehe.

“Fasilitasnya sama saja bapak.”

“Nah kalau gitu tamu yang lain saja yang diberikan kamar 305. Fasilitasnya sama toh?”

“Oh iya juga ya bapak. Maaf telah mengganggu.”

Telepon aku tutup. Aku mengecek ke kamar mandi. Waduh, peralatan mandinya tidak tersedia. Aku memang jarang membawa peralatan mandi sendiri. Lha wong disediakan juga kan? aku lalu menelepon petugas dan meminta perlengkapan mandi tersebut. Aaah stafnya sangat lamban. Petugas baru datang ketika aku menelepon untuk ketiga kalinya.

Setelah mandi dan santai menonton TV telepon lagi-lagi berbunyi.

Bapak, mohon maaf kami salah memberikan kunci kamar. Seharusnya bapak menempati kamar no.305” Aduuuh, lagi-lagi. Nih staf lugunya keterlaluan deh. Btw, kata bosku dulu. Lugu itu LU-GUoblok. Hehe peace!

“Mbaaaak. Sekali lagi saya tanya, apakah fasilitas kamarnya berbeda?”

“Keduanya sama saja bapak.”

“Nah ya udah, tamu yang satunya aja disuruh menginap ke kamar 305. Selesai kan? atau… ya udah saya pindah juga gakpapa. Tapi kamar mandinya sudah saya pakai loh. Tempat tidurnya sudah saya acak-acak. Silahkan dirapikan lagi ya!”

“Oh maaf, tidak perlu bapak. Baik silahkan bapak menempati kamar tersebut.”

Huh, kebangetan deh. Awas ya kalau sampe nelepon dan ngomongin hal yang sama lagi. Bakalan kena semprot dah! *sok galak* gak lama kemudian, lagi asyiknya nonton TV pintu kamarku diketuk. Ketika kubuka ada dua orang lelaki yang sepertinya tamu hotel lainnya.

”Wah ada orang ya? Kok saya tadi dibilangnya ini kunci kamar 303 ya?” sahut si bapak yang perawakannya sedikit lebih tua. Kulihat di kunci elektronik tersebut ada label kecil yang ditulis angka 303.

”Maaf pak, saya kurang tahu. Nih kunci saya juga 303,” sahutku sambil kasih liat kunci yang aku punya.

Oh ya sudah, biar saya kembali ke bawah,” sahut si bapak. “Gimana sih nih staf hotel, kerjanya kok gak beres gini.” sahutnya kembali misuh-misuh. Nah loh, bakalan ada yang kena marah nih hihihi. Rasain!

Pengalaman lain soal penginapan aku tuai ketika berada di sebuah hostel di kota Bangkok. Pada saat itu aku menginap di dorm. Ketika baru sampai di Bangkok aku langsung mengunjungi beberapa tempat sehingga baru check in jam 8 malam. Oleh petugas hostel aku mendapatkan kunci 407-2.

Entah karena udah ngantuk atau pikiran udah kemana-mana, aku menuju kamar yang kebetulan terletak persis di samping lift. Kunci berbentuk kartu yang memiliki sensor itu aku coba dekatkan ke sinar pengindai.

Lampu menyala namun ketika knop kugerakkan, pintu tak juga terbuka. Sekali…dua kali… tiga kali… hingga belasan kali kemudian masih saja pintu tak terbuka. Sempat kepikiran mau turun lagi dan melapor ke resepsionis, tapi kok malu ya hehe. “Masak buka pintu aja kagak bisa,” begitu kali pikir mereka, haha.

Aku lalu mencoba lagi membuka pintu. Knop berkali-kali kugerakkan. Ah, sudahlah… aku menyerah. Malam itu aku kalah dari sebuah pintu. Miris sekali. Aaaaarrgh. Aku lalu berjalan menuju lift untuk turun ke bawah. Tiba-tiba… pintu terbuka. Seorang bule remaja keluar dan menyapa, “ada apa?”

Aku lalu bilang kalo aku gak bisa masuk. Si bule lalu meminjam kunci kamarku. “Oh, kamu salah. Kamu seharusnya ke kamar nomor 407 dan kamu tidurnya di ranjang no.2. Ini kamar nomor 402. Kamar no.407 letaknya disamping sini, ayo ikut saya!” JLEB! *nelenludah* ya ampun, ternyata aku SALAH KAMAR! Malu? Ah nggaaaaaaak kok, cuek aja *untung aja mukaku aslinya udah item, jadi gak keliatan merah haha* Setelah mengucapkan terima kasih dan maaf (berkali-kali) aku lalu izin masuk kamar. Kali ini di kamar yang BENAR tentu saja. 😛

Kamar 407-2 (kamar 407 ranjang ke-2 maksudnya) aku baca sebagai kamar 402. Ya, apes dan khilaf deh salah baca. Untung saja aku gak pernah ketemu lagi sama si bule. Jangan-jangan kalau bertemu sapaannya bukan, “hai apa kabar?” tetapi, “oh kamu lelaki tampan nan semok yang salah kamar kemarin ya?” malu, kan? *tutup muka* ^^

 TIPS

–          Jika bepergian bersama keluarga dan mau berhemat anggaran lebih ketat bawalah perbekalan yang cukup. Jika tidak, manfaatkan anggota keluarga anda yang berwajah lugu untuk ngembat makanan agar bisa dibawa ke kamar 😀

–          Malu bertanya, panas jadinya. Jika kesulitan menggunakan fasilitas hotel berbintang, tidak ada salahnya untuk bertanya. Dalam kasusku penggunaan bath up. Bertanya malu-malu lebih baik ketimbang menunggu air panas berjam-jam sampai berubah jadi dingin sehingga bisa digunakan. Apalagi, uap air panas yang terlampau banyak bisa disalah artikan oleh mesin pendeteksi asap dan akan jadi merepotkan jika alarm kebakaran berbunyi dan kalian yang menjadi orang yang disalahkan. Dari awalnya malu-malu, bisa berakhir malu-maluin. Tragis, kan?

–          Siapkan selalu stok kesabaran Anda jika menemukan staf penginapan yang kurang kompeten. Jika Anda tidak bisa menguasai amarah, bisa-bisa darah tinggi Anda kumat. Dan apalah artinya ranjang empuk di hotel berbintang jika Anda harus dilarikan ke UGD karenanya. Hehe.

–          Cobalah untuk berakting layaknya seorang aktor ternama jika Anda tak sengaja salah masuk kamar orang lain. Walaupun Anda salah, Anda harus tetap cool. Jiaaah.

46 komentar di “Dari Hotel “Mabuk” Hingga Pegawai “Lugu”

      • Ada ya om hotel Mecucu 😀

        beberapakali kalo kalo kedaerah bhubungan ama kerjaan, sampai dihotel pertanyaan dari OB yang nganterin kekamar pertanyaannya hampir sama “Sendirian pak?” “kalo cape bisa dicariin tukang pijet kok pak” 😀

    • Jujur saja, aku gak pernah minta bantuan OB buat anterin tas/koper mas Wib. Aku terlalu pelit buat kasih ‘salam tempel’ *buka aib* Hahaha 🙂 Lagian, biasanya walaupun perjalanan dinas, tetep ngebackpack, jadi amanlah 😀

      • hahaha,…. inilah bedanya om ndut dan saya, kalo hotel bintang 5 sih tinggal kasih kunci beres, kalau saya kan hotel biasa, jadi ob nya nganterin aer minum dan peralatan mandi.. 😀

    • Haha jadi geli sendiri. Yang di Bengkulu itu, ketika aku minta peralatan mandi, yang datang staf hotel masih mudaaa banget. Kayaknya baru lulus SMA. Setelah menyerahkan peralatan mandi beliau kasih gesture tuk minta ‘duit rokok’ tapi aku cuek aja 😀 Coba dia gak lama nganterinnya, kan bisa aku kasih biskuit atau cokelat buahaha

  1. Meskipun sering jalan-jalan tapi sangat jarang nginep di hostel ato hotel 🙂
    Kalaupun nginep di hotel saya nggak milih-milih, yg penting murah hahaha, asal ada kasur buat tidur hahaha. Tapi beberapa kali nginep di hotel berbintang dan itu gratis rasanya berbunga-bunga deh :p

  2. hahaha … pengalaman-pengalamannya seru, Yan.
    Saya juga pernah punya pengalaman terdampar di hotel jam-jaman, bengong dengan kunci berbentuk kartu, dan terakhir ninggalin roommate bergelap-gelapan di kamar karena kuncinya saya bawa. :))

    • Hahaha 😉
      Itu yang tentang makanan, tulisan yang pernah kuikutsertakan di lomba Gokil Dad ya Kang. Tapi aku cari2 filenya gak ada lagi 😦 trus, arsip di MP lenyap haaaa. Mau nulis lagi kok rasanya nggak selucu yang dulu pernah kutulis hwhwhw

  3. Untung bencesnya cuma ngikut di lift om. Kalo ngikut ke kamar mungkin lebih seru. Kalo soal ndeso, orang amrik juga banyak yg ndeso. Banyak disini yg ngga bisa pake dvd saking canggihnya. Atau bingung pake shower yg macem2 semburannya.
    Semangat omm ga perlu kecewa 🙂 yg lomba bhs jepang ama wafer itu gimana hasilnya?

    • Gak bisa pake DVD saking canggihnya maksudnya mas Dee? apakah mereka jarang pake DVD soalnya biasa nonton di TV kabel? atau player pemutarnya yang terlalu canggih bagi mereka?

      Yang Wafer Tango cukup 20 besar aja 😀 yang Jepang masih dag dig deg dor menunggu hahaha

      • Tv disini all in one omm. Kalo baru pegang bingung ngoperasiinnya. Tapi ya itu, ada yg lelet banget sampe tiap hari kalo mo nyetel film atau internet minta diajarin. Tiap hari lo, ga peduli siang atau malam. Padahal pas check in udah diorientasi, ada buku manualnya, di meja juga dikasih instruksi notenya. Tapi ya tetep aja. Saya sendiri maklum krn mayoritas yg naik kan opaoma jadi yg agak kurang modern gitu.

    • Oh begitu 🙂 Ya kalo sudah opa oma memang harus dimaklumin ^^
      Ibuku aja sampe sekarang gak ngerti pake handphone. Ayahku bales sms aja masih males (baca : bingung) mending telepon langsung mereka hehe.

  4. kalu “nyasar” kamar cuma sekali, ada kesalahan tuh di desknya kasih kunci, ku asal masuk ternyata udah ada yang tidur sampe kebangun, itu di bangkok juga kog..
    kalu “ditawari” mah seriiiiinngg.. mo marah ga sih.. apalagi kalu sendiri..

    ku kog ga pernah merasa ndeso ya.. soalnya sering jalanjalan gitu dikasih tahu dulu caranya kalu masuk hotel..

    • Haha ternyata kalo sendiri lebih mudah bagi orang untuk ‘nawarin’ ya 🙂
      Aaa mbak Tin mah pengalamannya udah bejibun, makanya gak pernah merasa ndeso ^^ hihihi.

  5. hotel M Mercure, hotel H Horison bukan? Kalo hotel K hotel apa?
    Aku suka nginep di htl bgs, sendiri jg berani. Waktu di Aceh kebagian hotel serem dan tua, aku sampe ga bs tdr, ngebayangin waktu tsunami dulu di sini banyak mayatnya ga yah, hihi

    • Yang H itu nama belakangnya mbak Paris H yang terkenal itu 🙂 sekarang berganti jadi hotel Sultan kalo gak salah hwhw. Yang di Bengkulu itu hotel Karti*a C*andra. 😀

      • Ohh salah ya hehe.. Aku belum pernah nginep di Hilton, kemahalan haha.. Pengen juga nyobain nginep di Mariot, Ritz Carlton, Swiss bell hotel, dan hotel mewah lainnya.

    • Iya hihi 🙂 Aku juga mau kalo diajakin nginep gratis hwhwhw. Dulu ketika masih kerja dan suka ngurusin tamu, suka ke hotel2 bintang itu. Tapi cuma ngecek sampe lobi aja haha

  6. Salam kenal..Ga sengaja mampir ke tulisan ini. Ampe ngakak2 keluar air mata..hahaha lebay. Tulisannya bagus banget om..^^

Tinggalkan Balasan ke omnduut Batalkan balasan