Pelesiran

Istana Kapas dan Reruntuhan Spa Zaman Romawi Kuno di Hierapolis

Sebelum benar-benar mengunjunginya, nggak banyak tempat wisata di Turki yang saya ketahui. Salah satu yang sejak awal saya ngeh karena pernah baca di buku “Tempat-tempat Terkenal” versi Widya Wiyata Pertama adalah Pamukkale yang bentuknya diperlihatkan seperti sawah berundak tapi serba putih! Cakep banget!

Makanya, saat tahu saya dan rombongan akan mengunjungi Pamukkale rasanya senang sekali. Plus minus jalan sama rombongan sih ya, kalau ramean gini udah nggak perlu pusing nyari kendaraan untuk ke Pamukkale-nya. Tinggal duduk manis di bus, sampe deh. Cuma ya minusnya kayak dikejar-kejar waktu. Dalam 2 kali kunjungan saya ke sana, selalu ngerasa nggak puas berkeliling hehe.

Luas wilayahnya saja lebih dari 2 km. Apalagi konturnya perbukitan. Makanya, dari area parkir dan membayar bea masuk sekitar 700 lira (setara Rp.360.000), kami memutuskan untuk sewa van lagi untuk membawa kami ke destinasi pertama: Reruntuhan Hierapolis

Sekilas Tentang Hierapolis

Hierapolis terletak di lembah Büyük Menderes (Meander klasik) yang berdekatan dengan kota modern Turki, Pamukkale dan Denizli. Dikenal sebagai Pamukkale (Kastil Kapas) atau Hierapolis (Kota Suci) kuno, kawasan ini telah menarik perhatian orang-orang terhadap mata air panasnya yang sudah ada sejak jaman dahulu kala.

Hierapolis mulanya merupakan pusat penyembahan dewi ibu bangsa Frigia (suku berbahasa Indo-Eropa kuno yang mendiami Anatolia barat-tengah atau Turki modern pada zaman dahulu) yang bernama Dewi Kibele.

Makam-makam di sekitaran area pintu masuk.

Di sini, ditemukan mata air panas telah digunakan sebagai spa setidaknya sejak abad ke-2 SM, dengan banyak orang yang meninggal di sana sebagaimana dibuktikan oleh nekropolis besar yang dipenuhi dengan makam. Yang paling terkenal adalah makam Marcus Aurelius Ammianos, yang reliefnya menggambarkan contoh cara kerja engkol dan piston. Bukti bahwa di zaman itu orang sudah memikirkan penggunaan benda-benda seperti engkol dan piston untuk mempermudah pekerjaan mereka.

Kota kuno Hierapolis terletak di teras endapan batu kapur setinggi 200 meter di tengah negeri ajaib dengan kolam air mineral dan air terjun batu kapur yang membatu. Kota kuno ini menghadap ke kota modern Pamukkale di wilayah Aegean Dalam Turki. Didirikan sebagai spa termal pada tahun 190 SM oleh Eumenes II, Raja Pergamon, kota ini kemungkinan besar dinamai Hiero, diambil dari nama istri pendiri legendaris dinasti Pergamene.

Kota ini mulai mencetak koin perunggu pada abad ke-2 SM. Koin-koin ini diberi nama Hieropolis. Masih belum jelas apakah nama ini merujuk pada kuil asli (ἱερόν, hieron) atau menghormati Hiera, istri Telephus, putra Heracles dan putri Mysian Auge. Nama ini akhirnya berubah menjadi Hierapolis (“kota suci”). Pada tahun 133 SM, ketika Attalus III meninggal, dia mewariskan kerajaannya kepada Roma. Hierapolis kemudian menjadi bagian dari provinsi Romawi di Asia. Pada tahun 17 M, pada masa pemerintahan Kaisar Tiberius, gempa bumi besar menghancurkan kota tersebut.

Hierapolis pertama kali digali oleh Carl Humann dari Jerman pada akhir abad kesembilan belas. Dia menerbitkan “Altertumer Von Hierapolis” pada tahun 1889. Penggalian tambahan oleh tim Italia yang dipimpin oleh Paolo Verzone dimulai pada tahun 1957. Baru-baru ini pada tahun 1977, pengunjung Hierapolis akan menemukan orkestra yang dipenuhi dengan puing-puing arsitektur berisi barisan tempat duduk yang saya pikir inilah cikal bakal ditemukannya teater besar.

Mobil yang kami naiki dari luar kelihatan kecil, tapi kapasitas di dalamnya lumayan juga. Bisa menampung hingga 20 orang. Perjalanan menanjak pun dimulai. Walau ya, gak lama, sekitar 5 menit kemudian sudah tiba di pemberhentian pertama. Apa itu?

Kemegahan The Great Theater

Aha ini dia yang disebut dengan The Great Theater! Merupakan teater Kuno Hierapolis, yang memiliki sejarah berusia 1800 tahun serta dikenal sebagai salah satu bangunan Romawi yang paling terpelihara di sekitar Mediterania.

Teater di Hierapolis dibangun pada abad kedua Masehi di bawah Kaisar Romawi Hadrian selama periode pembangunan kembali secara ekstensif setelah gempa bumi dahsyat pada tahun 60 Masehi. Kemudian direnovasi pada masa pemerintahan Septimus Severus (193-211 M).

Magnificent scenery. Walaupun datangnya kesorean, tapi ya dikasih bonus ini.

Pada saat ini, bagian scaenae (adalah latar belakang arsitektur permanen panggung teater Romawi yang dihias) telah dimodifikasi dan dihiasi dengan ukiran batu kapur dan marmer yang rumit. Meskipun eksteriornya relatif sederhana jika dilihat dari depan, interiornya berisi salah satu koleksi dekorasi teater Yunani-Romawi yang paling lengkap dan paling terpelihara di Anatolia.

Pada tahun 343 M, scenae direnovasi dan orkestra diubah agar dapat mengadakan pertunjukan akuatik. Pada tahun-tahun terakhir Kekaisaran Romawi, orkestra diubah menjadi ruang bawah tanah. Pekerjaan renovasi sejak tahun 1977 telah memulihkan banyak lengkungan dan sebagian lantai panggung. Sebelum tanggal ini, panggung serta sistem pendukung lengkungannya masih berupa reruntuhan. Bukti arkeologi terbaru menunjukkan bahwa teater ini digunakan hingga abad ke-5 dan ke-6 Masehi. Pada tahun 532 M, scenae yang melemah akibat aktivitas seismik diperbaiki.

Area reruntuhannya masih banyak dan sepertinya terus diteliti

Nah ini scenae yang saya maksud.

Luar biasa megahnya jika dilihat dari atas. Saya gak kebayang dulu mereka bangunnya gimana!

“Bapak/ibu, kita di sini hanya 15 menit, ya!” sahut TL lokalnya.

Duh, mepet amat! Makanya, setelah bergegas fotoin rombongan, saya langsung melipir ke ujung dan turun ke bawah. Semata-mata demi melihat teater raksasa ini lebih dekat dari dari sudut pandang yang berbeda. Termasuk melihat scenae-nya.

Kebayang tingginya ya. Kalau jatuh ke bawah gegulingan, ngeri juga.

Segede ini. Jadi wajar jika bisa menampung 15 ribu orang.

Teater di Hierapolis memiliki empat puluh lima baris kursi yang dipisahkan oleh dua diazomata. Upaya rekonstruksi baru-baru ini telah memulihkan sebagian besar tempat hingga dapat menampung sekitar 15.000 orang.

Delapan tangga membagi tempat duduk menjadi sembilan cunei dan serangkaian præcinctiones (lorong penonton) menyediakan akses ke bagian gua (ya, ada ruangan tersembunyi di balik kursi-kursi ini) atas melalui empat pintu masuk melengkung (aditus). Delapan undakan mengarah dari orkestra ke kursi di setiap sisi panggung.

Yang menarik, ada pula bagian yang disebut dengan “Kursi Pengadilan” berbahan marmer besar dan mendominasi bagian tengah gua bawah. Kursi kehormatan melengkung yang diukir dengan indah ini membentang sepanjang baris keempat, kelima, dan keenam di bagian tempat duduk tengah (cunei) dan diperuntukkan bagi para pendeta, pejabat, atau tamu terhormat lainnya.

Kursi Pengadilan yang saya maksud. Sumber gambar https://www.whitman.edu/

Lubang persegi di lantai gua di kedua sisi tribunalia bisa menjadi bukti adanya tiang penyangga tenda (baldachin) yang pernah menutupi area tempat duduk tengah ini. Sebuah prasasti di diazomata pertama berbunyi, “Hierapolis, negeri terdepan di Asia luas, nyonya para Nimfa, dihiasi dengan aliran air dan segala keindahan.”

Teater ini sebagian besar terbuat dari marmer, tetapi renovasi yang dilakukan pada masa pemerintahan Septimus Severus menggunakan batu daur ulang dari teater kuno di utara kota. Bagian depan scenae memiliki lima pintu dan enam relung untuk patung.

Sepuluh kolom Korintus yang diukir rumit di depan scaenae fron dihiasi marmer dengan motif kerang. Kolom tersebut mendukung detail entablature (elemen arsitektur yang terdiri dari balok horizontal, dekorasi dinding, dan cornice). Panggung tersebut ditopang oleh rangkaian lengkungan batu yang menjadi koridor di bawah lantai panggung.

Teater di Hierapolis memiliki beberapa fitur dekoratif yang paling terpelihara dari teater mana pun di Turki. Beberapa jalur dekoratif dari bagian scaenae yang rumit masih bertahan utuh. Salah satunya menunjukkan Kaisar Septimus Severus dalam prosesi bersama keluarganya dan para dewa, dengan sebuah prasasti dan dedikasi.

Reruntuhan di sekitaran The Great Theater

The Great Theater dari sudut yang berbeda. Kelihatan scenae dari sisi sini.

Ada yang bisa mengartikan? 🙂 update, artinya “Pemimpin yang Bermanfaat” makasih Mbak Lendy atas infonya ^^

Selain itu, beberapa contoh unik sekolah seni Pergamon juga bisa disaksikan di teater ini. Relief yang bisa Anda lihat di Kota Kuno Hierapolis menandakan bahwa pertarungan gladiator terjadi di teater ini.

Gambar lainnya menggambarkan kehidupan Dionysus, mulai dari kelahirannya hingga perjalanannya di Asia. Ia digambarkan sedang menaiki kereta yang ditarik macan tutul, bersama rombongan satir, sileni, dan bacchantes, serta dewa Pan dan Priapus.

Dekorasi ketiga menunjukkan prosesi dan pengorbanan kepada dewi Artemis dan hukuman terhadap Niobe dan anak-anaknya oleh Artemis dan Apollo. Sungguh informasi sejarah yang luar biasa. Terima kasih kepada Amanda Heffernan dari Whitman College atas informasinya yang bahkan lebih lengkap ketimbang di wikipedia ini hehe.

Menjajal Istana Kapas

Puas gak puas, kami harus bergerak ke destinasi selanjutnya, yakni Pamukkale si Benteng/Istana Kapas. Oh satu yang menarik. Sebelum bus masih berada di kejauhan, saya kaget saat TL bilang, “nah yang putih-putih di atas sana itu Pamukkale!” sebab saya kira, Pamukkale ini berada di dataran rendah. Gak nyangka kalo sumber air panas dengan mineral putih itu ternyata ada di bibir tebing.

Terbentuk sejak ribuan tahun lalu.

Di kunjungan kedua tampak lebih surut.

Istana Kapas terlihat dari pepohonan

Ya, ini daerah terkenal dengan mineral karbonat yang ditinggalkan oleh aliran mata air panas. Tepatnya terletak di wilayah Aegean Dalam Turki, di lembah Sungai Menderes, yang beriklim sedang hampir sepanjang tahun.

Kota Hierapolis di Yunani kuno dibangun di atas formasi travertine yang memiliki panjang total sekitar 2.700 meter (8.860 kaki), lebar 600 m (1.970 kaki), dan tinggi 160 m (525 kaki). Hal ini dapat dilihat dari perbukitan di seberang lembah di kota Denizli yang berjarak 20 km. Daerah ini telah menarik pengunjung ke mata air panasnya sejak zaman kuno klasik.

Nama Turki pun mengacu pada permukaan batu kapur seputih salju yang berkilauan, yang terbentuk selama ribuan tahun oleh mata air yang kaya kalsit. Menetes perlahan menuruni lereng gunung, air kaya mineral berkumpul dan mengalir menuruni teras mineral, menuju kolam di bawahnya.

Jalannya bagus dan nyaman. Wisatawan ngumpul di pepohonan itu. Saya sengaja melipir agak jauh.

Ini kalau dipegang keras banget

Nah saya jalan sampai ke ujung sana.

Teras Pamukkale terbuat dari travertine, batuan sedimen yang diendapkan oleh air mineral dari sumber air panas. Di kawasan ini terdapat 17 sumber air panas dengan suhu berkisar antara 35 °C (95 °F) hingga 100 °C (212 °F).

Air yang muncul dari mata air diangkut sejauh 320 meter (1.050 kaki) ke bagian atas teras travertine dan menyimpan kalsium karbonat pada bagian sepanjang 60 hingga 70 meter (200 hingga 230 kaki) yang mencakup hamparan 24 meter (79 kaki) hingga 30 meter (98 kaki). Ketika air, yang jenuh dengan kalsium karbonat, mencapai permukaan, karbon dioksida hilang darinya, dan kalsium karbonat disimpan. Kalsium karbonat disimpan oleh air sebagai gel lembut yang akhirnya mengkristal menjadi travertine.

Ada area-area yang boleh dimasuki oleh wisatawan. Tentu saja dengan melepas alas kaki. Dalam dua kali kesempatan ke sana, saya belum pernah melakukannya. Kenapa? Lagi-lagi keterbatasan waktu. Alih-alih fokus main air, saya berjalan cepat menuju sisi lain untuk mendapatkan lanskap yang lebih bagus.

Kunjungan pertama di bulan Desember airnya lebih banyak. Walau cuaca dingin tapi ini airnya hangat.

Kota terlihat di kejauhan

Ada yang pre-wed.

Enaknya, jalan menuju bagian ini sudah dikasih titian yang nyaman. Di area yang lebih sepi ini pula lebih enak buat menyendiri, duduk santai atau pun mengambil gambar. Di kunjungan kedua, bahkan saya melihat ada pengambilan foto pernikahan.

Oh ya, area ini dijaga ketat. Ada penjaga di beberapa titik. Ya mungkin mencegah wisatawan turun ke airnya padahal area itu berbahaya atau dilindungi. Di sisi lain, ada area berpagar dengan reruntuhan bangunan berukuran besar. Lagi-lagi karena keterbatasan waktu (saya bahkan gak tahu apakah area ini boleh didatangi atau tidak), saya belum berkesempatan untuk melihat langsung.

Kolam di Dalam Situs Arkeologi

Baru ketika akan menuliskan catatan perjalanan ini saya mendapati fakta jika di area ini terdapat kolam yang bisa digunakan oleh pengunjung. Sebagaimana yang saya singgung di awal, Hierapolis didirikan sebagai spa termal pada awal abad ke-2 SM di wilayah Kekaisaran Seleukia.

Pengunjung lumayan ramai

Sunset di Istana Kapas

Antiokhus Agung mengirim 2.000 keluarga Yahudi ke Lydia dan Frigia dari Babilonia dan Mesopotamia, kemudian bergabung dengan lebih banyak lagi dari Yudea. Jemaah Yahudi berkembang di Hierapolis dan diperkirakan berjumlah 50.000 pada tahun 62 SM. Hierapolis menjadi pusat penyembuhan di mana para dokter menggunakan mata air panas sebagai pengobatan bagi pasien mereka.

Bahkan Cleopatra pun mandinya ya di sini! Sayangnya, saya nggak tahu kolam yang dimaksud di mana. Ah, sayang, lagi-lagi ya karena keterbatasan waktu. Padahal selain kolam Cleopatra, ada juga museum dan Temple of Apollo yang berada di kawasan yang sama.

Nah gedung ini ntah apa, saya gak tahu bisa dimasukin apa nggak.

Kolam yang saya maksud. Ntah ini berada di sisi mananya. Kayaknya area reruntuhan yang berpagar itu. Sumber gambar https://istanbulclues.com

Walau begitu, senang bisa mendatangi tempat yang sudah ditetapkan sebagai salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO ini. Buka dari jam 6:30 pagi hingga jam 8 malam selama musim panas, atau jam 8 pagi hingga jam 6 sore di musim dingin, jika ada kesempatan ke Turki sih sayang banget untuk melewatkan Hierapolis dan Pamukkale ini.

Saran saya sih, kalau jalan sendirian, mending datang dari pagi dan nikmati segala kemegahannya ini seharian penuh alias hingga jam kunjungan berakhir hehe. Dan, tanpa menyewa van alias dengan berjalan kaki pun masih walkable sih ya. Selama kalian punya waktu yang cukup.

So, kapan mau ke Pamukkale?

58 komentar di “Istana Kapas dan Reruntuhan Spa Zaman Romawi Kuno di Hierapolis

  1. Woww ternyata tahun segitu udah ada spa. Tapi yg bisa menikmati kayaknya cuma princess atau keluarga bangsawan ya?

    BTW kerajaan Romawi dulu luas banget ya wilayahnya, sampe ke Turki.

  2. The Great Theater suka banget sama view senja nya, beneran cakep banget. Bikin betah memandangi. Salut yaa, sekitaran bangunan The Great Theater, ada reruntuhan namun tetap terlihat menarik serta estetik.

    Udah gitu istana kapas pun sangat indah. Banyak best view disini selain itu jadi makin paham sejarahnya juga. Kalau ditanya kapan ke Pamukkale, semoga tahun ini bisa kesana, kepingin banget menjelalajah, banyak tempat dan bangunan bersejarah yang menarik buat disambangi.

    Hasil gambarnya pun nice banget, beda emang jiwa seniman selalu bisa menciptakan karya jempolan.

    • Amiin amiin semoga ada kesempatan datang ke Pamukkale 🙂
      Soal gambar, sebetulnya aku ngerasa gak maksimal itu. Tapi berhubung digambar dadakan ya sudah apa boleh buat haha

  3. Benerrr… kalau lihat bangunan jaman dulu tuh suka terkesima, bagaimana ya cara mereka bikinnya. Sayangnya cara pembuatannya ikut hilang seiring hilangnya peradaban mereka ya…

  4. Yaampuunn Widya Wiyata Pertama nggak tuh? Wkwk, saya juga baca itu Om waktu kecil, Tempat-tempat Terkenal. Haha.. Liat gambar pertama, yang makam itu pikir saya “Oh, kayak candi-candi rubuh di Indonesia ya”, pas udah liat The Great Theater, waaahhh bagus bangeett T_T apalagi pemandangan sunsetnya. Rezeki banget bisa nangkep keindahan sunset di sana.

    • Aku dulu cuma bisa numpang baca ke rumah temen yang koleksi WWPnya lengkap. Khusus seri “Tempat-tempat Terkenal” ini aku berhasil ngerayu dia agar mau menjualnya. Hahahaha.

      Sampai sekarang jadi salah satu buku favku.

  5. Banyak orang bilang kalau aku “gumunan” alias gampang takjub, terutama dengan tempat bersejarah seperti ini. Sangat sangat menikmati cerita sekaligus gambar yang ada. Teaternya utamanya, bisa semegah itu ya, Orang zaman dulu bisa sekeren itu.

  6. Pas aku kesana aku disuruh cuci muka pake air kolam yg dipake Cleopatra. Laaah piyee, kolamnya yg mana aja ga tau 🤣🤣🤣🤣.

    Duluuuu banget, sebelum aku ke Pamukkale, aku lihat foto2 ini di majalah. Dan waktu itu mikirnya, gilaaa saljunya tebel amat 🤣🤣.

    Tapi ternyata setelah databg dan melihat sendiri, bukan salju yeeeees, melainkan batu mineral yg keras beuuut hahahahahaha.

    Aku sempet buka sepatu, di tengah winter, trus buru2 ke kolamnya. Baru angeeeet kaki.

    Tapi di beberapa tempat batunya dingin kayak es. Langsung panik, Krn kaki JD skit 😂. Kebetulan kami diksh waktu 2 jam kalo ga salah di sana. Jadi sampe bosen nungguinnya hahahahah

    • Nah, ini yang aku kelupaan nulis, aku sama kayak mbak Fanny dulu mikirnya juga itu salju hahaha. Dan difoto saat musim dingin. Eh ternyata endapan mineral.

      Next aku kalau ke sini lagi secara khusus mau maun ke kolamnya. Biar bisa update tulisan ini ^^

  7. Wah gilaa pemandangannya. Apalagi the great theatre itu. Makasih lho om udah ajak jalan² aku ke Hierapolis (lewat tulisan hehe). Btw emang Turki tu bagian dr Yunani kuno ya? Maafkan ketidaktahuan aku akan sejarah dunia 🙏😁

    • Aku kurang paham juga, cuma karena Turki dan Yunani lumayan dekat (well, komparasinya kalo dibandingkan antara Turki dan Indonesia hwhw), jadi wajar jika masih ada kaitan.

      Ya, sama kayak Indonesia, Malaysia dan Thailand yang mana raja dari Sriwijaya dulu bisa sampai ke Malaysia dan Thailand juga.

  8. Aku baca komennya ka Fanny dulu, sebagai yang pernah ke Pamukkale juga. Hehehe. Karena sejujrunya, aku barruu kali ini baca Pamukkale dan tempat wisatanya yang bersejarah hingga menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO.

    Rasanyaaa…
    Aku pingin komen, apa kolamnya Cleopatra memang seluas itu?
    Huhuhu.. secaraaaa Ratu, cantik dan kaya raya. Kayak yaaang.. semua yang dia mau mah tinggal tunjuk, gitu yaa..
    ((kalok anak skarang, dibuat konten “I want it.. i have it” gitu kalik yaah..

  9. Kalau nggak baca tulisan ini aku gak tahu kalau di Turki ada juga Wisata Pammukale yang viewnya indah banget, maa syaa Allaah. Lihat di gambar dan videonya langsung takjub karena tempatnya keren banget. Sekilas terlihat seperti salju, ternyata bukan. Semoga suatu hari bisa juga menjejakkan kaki di sana.

  10. Batu pengadilan mengingatkanku pada batu pengadilan di Ambarita Samosir, Danau Toba. Sama-sama penginggalan sejarah.
    Dan istana kapas mengingatkanku pada wilayah Tinggi Raja, Sumut. Sama-sama air hangat juga

    Ntah kenapa aku sereem kalau liat batu-batu putih begitu, semacam phobia gitu.

    Sayang waktunya cuma sebentar ya, kak. Bolak balik denger suara TL kasih peringatan waktu.
    Coba kalo solo, bisa2 dari pagi sampe malem dah tuh.
    Btw, sunset di Great Theater nya kereeeen

    • Barusan aku cek foto batu pengadilan di Ambarita Samosir, walau gak begitu mirip tapi secara konsep sama ya. Dibuat untuk peradilan ^^ makasih infonya lo jadi tahu aku tentang batu itu.

  11. MasyaAllah. Pamukkale emang surganya keindahan alam ya! Beneran mirip kapas yang terbentang luas. Artikelnya ngebawa banget, apalagi foto-fotonya. Ternyata ada The Great Theater yang udah berusia 1800 tahun, sungguh luar biasa warisan sejarahnya. Trus, Istana Kapas juga menakjubkan dengan travertine-nya yang bikin mata terpesona. Semoga bisa nyasar ke sana suatu hari nanti. Terima kasih sudah berbagi pengalaman seru ini, Yan!

  12. Pamukkale secakep itu ya, suka liatnya, baca ini serasa lagi jalan-jalan di Hireapolis. Btw unik juga namanya, Istana Kapas. Sunsetnya cakep banget deh di The Great Theater, pengen kesana langsung deh!

  13. paling suka baca tulisan Mas Haryadi
    Karena jadi terwujud nyata latar belakang novel-novel yang selama ini saya baca
    Karena itu setuju banget andai gak bersama rombongan kayanya bakal berjam-jam menikmati Pamukkale ini
    Enggan beranjak pergi

    • Terima kasih Ambu. Tantangan nulis kisah sejarah gini harus olah informasinya yang kadang sadurannya nggak pas. Jadi aku respek banget sama yang baca sampai tuntas ^^

  14. Wah, the great theaternya masih bagus ya. Bukan cuma reruntuhan yg sisa2an aja. Yang ini masih keliatan bentuk teaternya. Kalo cuma 15 menit ke sana kayaknya masih kurang buat explore ya, kak. Pasti mau lihat dan denger ceritanya lebih detail lagi. Hehe

    Yang istana kapas bikin aku penasaran nih. Jadi pengin ke sana

  15. Wah, senangnya bisa mengunjungi tempat tempat sejarah seperti ini
    Meski sudah berusia ratusan tahun, bangunannya tetap kokoh ya kak
    Masih cantik untuk dinikmati juga

  16. Kalau sudah berhubungan dengan mitologi Yunani dan Gladiator bikin waah suasana, karena daku pun setuju sama kak Yadi ini kek mana gitu mereka bisa sekeren ini mendirokan bangunan yang semegah itu.

    Mungkin pada jaman dulu itu ukuran tubuh mereka memang jauh lebih besar dari kita sekarang ya, sehingga bisa demikian apiknya. Begitujuga teknologinya saat itu, kok ya sampai sekarang bisa ciamik berdiri (selain dengan perawatan pihak setempat) padahal udah termakan usia

  17. Besar dan megah banget ya theaternya, dan cuma dikasih waktu 15 menit. Duh emang harus gerak cepat ya, melihat-lihat dan mengabadikan gambarnya. Iya, ya, gimana mereka dulu, di abad 2 Masehi sudah bisa membangun istana semegah itu.

  18. UNESCO tidak pernah main-main dalam memilih situs yang pantas untuk menjadi warisan dunia. Setiap lihat foto dan rincian dari tempat terpilih itu, mata rasanya sulit berkedip.

    Termasuk Great Theatre dan Istana Kapas ini. MashaAllah, betapa Allah SWT itu luar biasa ya Yan. Selain tempat yang Dia “lukis sendiri”, Dia ciptakan manusia yang pintar dan sangat berakal sehingga mampu membuat dan membangun tempat seindah Great Theatre. Pengerjaannya tentu gak main-main. Pastilah orang-orang pada saat itu sudah memiliki sense of art dan kepintaran yang bahkan mungkin jauh lebih baik dari kita.

    • Betul yuk, makanya kalau bisa datang ke satu tempat yang ada embel-embel UNESCO WHSnya tuh rasanya seneng banget. Mesti something dan spesial makanya harus dilindungi secara khusus.

  19. Yang baca aja ikutan kurang puas karena perjalanannya sudah dibatasi waktunya, mungkin juga itu sebuah isyarat untuk datang berkunjung lagi. Soalnya, mengunjungi tempat berendam tapi gak sempat ngerasain sensasinya main air itu bakal bikin gregetan, hehe.
    Mengagumkan view dari istana kapas, keindahan yg mengingatkan pengunjung tentang alam yg menyimpan banyak keunik-an.
    Theaternya gak kebayang megahnya waktu zaman kejayaannya, sekarang aja sangat membuat kagum.

    • Haha ya bener. Ya plus minus ikut tur sih beginilah. Sebagian waktu banyak habis di pusat perbelanjaan soalnya. Jadi kunjungan ke tempat wisatanya ikutan berkurang 😀

  20. Sekeren ini ya berasa hamparan kapas yang membentang penuh keindahan. Namanya juga istana ya ya, Asli takjub. Iya sesekali harus pergi ke tempat wisata pamukkale biar tahu seindah ini ya … Aku tahunya hanya pantai Dan Gunung sih wkwkwk

  21. Ya ampun kak, kirain istana kapas cuma ada dalam cerita dongeng gitu, gak tahunya ada dan nyata yah.. takjub banget sama Pramukkale ini. Beneran jadi whishlist impian nih bisa berkunjung kesana suatu saat nanti

  22. Saya selalu menyebut kalau ikut tur itu hanya enak kalau kita mau banyak spot tanpa mengetahui lebih dalam, istilahnya kayak photo-stop lalu pergi lagi. Agak sulit jika ingin “merasakan jiwa” tempat yang dikunjungi, bahkan kadang tempat-tempat yang mungkin penting juga terlewatkan karena masalah waktu. Sayangnya, kalau di tempat belanja, waktunya lamaaaa sekali, hehehe…
    Makanya, saya jarang sekali ikut tur. Pas desember kemarin ke Turkiye, beneran saya hanya di Istanbul, bisa menikmati banyak tempat yang gak didatengin group tour, bisa beberapa kali bhosporus cruise hahaha, itu aja masih ada yang belum kesampaian. Tapi Turki itu emang bagus banget yaaa…

  23. Foto-foto yang di The Great Theater itu indah-indah, kelihatan megah. Gak kebayang ya dulunya kaya gimana :O Terus kupikir yang putuh-putih itu lembut waktu dipegang, eh ternyata keras ya 😀

  24. Mas Yan, selama ini aku kira yang putih-putih itu es dari salju 🥲🥲🥲 memang agak bingung ya kok es salju bisa tetep membeku padahal itu kolam air panas. Ternyata endapan mineral dan travertine (asli baru tau ada istilah ini).

    Itu bentukan jadi kayak kolam kolam jakuzi bunder itu emang alamiah ya? Atau diatur supaya mirip terasering ya Mas Yan?

    • Semua alamiah, setahuku nggak diatur itu bentuknya 🙂

      Sebenarnya duluuu banget aku juga mikir itu lembut kayak salju ternyata keras banget haha

  25. Ping balik: Sempat Jadi Kota Romawi Kuno, Jelajah Ephesus, Yuk! | Omnduut

Tinggalkan Balasan ke Cemil Batalkan balasan