Suatu sore, jam layanan di bank tempat saya bekerja sudah berakhir. Pintu masuk sudah ditutup oleh security, antrean teller sudah sepenuhnya kosong, namun di salah satu meja customer service (CS) masih terlihat seorang nasabah pria berusia paruh baya memakai seragam polisi.
Bukan hal yang aneh sebetulnya bank kami kedatangan nasabah dari berbagai profesi. Namun, situasi sore itu cukup ganjil saat saya dan rekan teller lain mendapati bapak itu sedikit terisak.
“Kenapa dengan bapak tadi, mbak?” tanya kami semua tak sabar sesaat setelah nasabah meninggalkan cabang.
“Dia dikabari kalau menang undian mobil. Untuk klaim hadiah harus setor pajak dan ongkos kirimnya dulu. Lumayan, 15 juta,” ujar Mbak Detty, salah satu CS Officer kami. “Setelah ditransfer, si penelepon tak bisa dihubungi lagi.”
Mendengar cerita singkat itu saya langsung paham bahwa nasabah tersebut baru saja kena tipu. “Saya sih sarankan untuk lapor ke polisi biar rekening penipu dapat diblokir. Tapi si bapak nggak mau. Malu, takut diketawain teman-temannya,” cerita Mbak Detty lagi.
Kejadian ini terjadi sekitar 12 tahun lalu, saat saya masih menjadi teller di sebuah bank. Dalam rentang 2 tahun saya bekerja di bank tersebut, sudah berbagai macam fraud atau penipuan yang saya temukan.
Satu sore menjelang pulang bekerja, saat mengantre di ATM cabang, saya melihat ada seorang nasabah yang tampak kebingungan mengoperasikan mesin ATM di mana ia melakukannya sambil menelepon. Merasa ada satu yang tak beres, saya bergerak masuk ke bilik ATM, mendengarkan pembicaraannya sebentar dan saat saya yakin itu upaya penipuan saya langsung menekan tombol “cancel” di mesin ATM untuk membatalkan transaksi tersebut.
Mulanya nasabah itu terlihat kesal, namun saat saya menunjukkan ID card saya sebagai pegawai bank, barulah nasabah itu sadar kalau ia hampir saja menjadi korban penipuan. Raut kesal yang sebelumnya ia tunjukkan berganti dengan ekspresi kelegaan dan ucapan terima kasih bertubi-tubi.

Ilustrasi penipuan lewat telepon. Sumber ganbar okezone.com
Ya, saat itu modus pelaku penipuan terhadap nasabah memang masih sebatas itu. Di mana, nasabah akan ditelepon, dikabari kalau memenangkan undian atau dibikin cemas dengan kabar anggota keluarga mereka tertangkap aksi kejahatan dan untuk mengeluarkan dari tahanan harus bayar.
Sekarang, seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi, kejahatan siber di dunia perbankan pun semakin banyak jenisnya. Walau saya sudah tidak bekerja lagi di bank, saya cukup beruntung sebab sehari-hari berkutat dengan dunia maya, sehingga banyak mendapatkan cerita kejahatan siber itu yang membuat saya lebih berhati-hati walaupun saya tak dapat menjamin diri saya aman 100% juga. Namun, bagi masyarakat awam yang tak mengerti internet, mereka lebih rentan menjadi korban.
Tinggal di keluarga besar, hingga kini saya masih sering dijadikan rujukan keluarga dan kerabat jika mereka bersentuhan langsung dengan kejahatan siber. Saya orang yang sering mereka hubungi lebih awal untuk memastikan apa tindakan selanjutnya yang harus mereka lakukan. Nah, sebelum bicara mengenai tindakan preventif, sebaiknya kita lihat dulu jenis-jenis kejahatan siber yang muncul belakangan ini.
Desember 2018, saat berada di Nusa Tenggara Timur, saya dikejutkan dengan notifikasi via SMS yang menunjukkan jika Kartu Kredit/Credit Card (CC) saya telah digunakan untuk pembayaran jasa transportasi online di Kanada.
Nominal transaksinya memang tidak begitu besar. Namun, intensitasnya sering sehingga dari 5 kali transaksi total saya mengalami kerugian sebesar Rp.1,3 juta. Karena saat itu akhir pekan dan tak mau terus-terusan panik, saya langsung kontak call center dan minta pemblokiran atas CC tersebut. Secara lisan, saya juga sudah melakukan sanggahan dengan menginformasikan bahwa saya tidak berada dan belum pernah ke Kanada.
Di satu sisi saya “takjub” juga jika CC saya bisa kebobolan di tempat yang berjarak hampir 13 ribu km dari tempat saya berada saat itu.
Sebelumnya, saya memang sudah mendengar tentang (card) skimming. Ini adalah tindakan pencurian informasi dari kartu debit atau kartu kredit di mana pelakunya memasang alat skimmer di lubang mulut mesin ATM ataupun mesin EDC (Electronic Data Capture).
Yang mengherankan, CC itu sudah lama tidak saya pakai. Terakhir, seingat saya dipakai untuk pemesanan tiket kereta di India sekian bulan sebelumnya, itupun transaksinya secara online. Jadi, rasanya kecil kemungkinan saya terkena skimming ini. Sehingga, ada kemungkinan saya terkena tindakan kejahatan siber perbankan lainnya yakni carding.

Ilustrasi hacker melancarkan aksinya. Sumber gambar lainformacion.com
Jadi, kejahatan carding ini dilakukan oleh peretas atau hacker yang bertransaksi menggunakan kartu orang lain dengan cara mendapatkan data dan nomor kartu itu secara ilegal. Sepertinya CC saya dulu bocornya karena ini. Sebab, sebelum kebobolan saya pakai CC itu untuk memesan penginapan dan transportasi di beberapa situs untuk persiapan saya backpacking.
Seperti yang saya bilang sebelumnya, kejahatan perbankan tak melulu dilakukan dengan memanfaatkan kartu debit atau kartu kredit nasabah. Dengan berkembangnya kemudahan transaksi perbankan lewat internet banking atau aplikasi mobile banking cela kejahatan pun terbuka.
Misalnya saja pharming, di mana penipu menggunakan spoofing domain untuk mengelabuhi pengguna untuk mengunjungi situs web berbahaya yang tampak sah. Jadi, misalnya saya ingin mengakses blog saya sendiri di omnduut.com, namun ada situs abal-abal menggunakan domain lain omnduut.net atau omnduut.id sehingga orang yang ingin datang ke blog saya jadi terkecoh.
Cara lain yang juga serupa itu phising. Bedanya, pelaku phising menyebarkan link bodong tersebut lewat email atau pesan singkat.
Saya pribadi hampir terkena modus ini. Saat itu, saya punya problem dengan internet banking saya. Saat saya mengontak petugas bank lewat akun twitter dan ada salah satu akun yang merespon. Saya ceroboh dan tak teliti sehingga tak menyadari itu bukan akun twitter resmi. Saya diberikan link menuju halaman login situs bank tersebut, dan untungnya saat pengisian data, saya menyadari ada satu yang janggal dari situsnya sehingga saya langsung menghentikannya.
Saya beruntung proses login belum tuntas karena jika tidak, sudah pasti username dan password saya sudah terekam oleh hacker dan lalu mereka gunakan di situs yang sebenarnya. Luar biasa mengerikan!
Tidak cukup sampai di situ, ada pula modus bernama sniffing di mana penjahat mencoba meretas paket data untuk mengumpulkan informasi secara ilegal. Umumnya terjadi kalau pengguna menggunakan Wi-Fi di ruang publik. Mereka juga bisa menggunakan cara keylogger yakni menggunakan software khusus untuk menghapal tombol keyboard yang digunakan pemilik rekening tanpa diketahui oleh nasabah yang bersangkutan.
“Kamu ingat ya! Kalau ada anak saya yang namanya Dudung ke sini mau ambil uang saya, jangan dikasih!”
Itu yang disampaikan oleh salah satu nasabah saya dulu saat melakukan penarikan uang di konter teller. Dari sisi teller sih ya jelas saja kecil kemungkinan saya memberikan akses rekening nasabah ke orang yang tidak berhak. Untuk penarikan uang di konter teller pun dulu mekanismenya harus melewati verifikasi di CS.
Di CS, akan dilakukan penyamaan data. Dimulai dari KTP, foto hingga tanda tangan. Tapi, rupanya nasabah ini masih perlu secara personal memperingati saya agar jangan pernah mengizinkan anaknya untuk melakukan transaksi rekeningnya, hehe.
Nah, jenis fraud lainnya ya mirip seperti itu kejadiannya. Namanya impersonation yakni saat ada seseorang berpura-pura menjadi orang lain untuk mendapatkan informasi. Ya, penjahat ini berpura-puranya jadi pegawai bank dan kemudian mengarahkan nasabah untuk memberikan informasi penting.
Ya, hampir sama dengan pharming atau phising namun impersonation ini dilakukan secara langsung bisa dengan bertatap muka atau menghubungi nasabah via telepon.
Menurut informasi yang saya dapatkan, berdasarkan data Bank Indonesia (BI), jumlah pengguna kartu ATM dan kartu debit di Indonesia per Februari 2022 itu mencapai 232,11 juta unit. Di mana, pengguna kartu ATM sebanyak 5,31 juta unit dan pengguna kartu debit sebanyak 226,8 juta unit.
“Hah, bukannya kartu ATM dan kartu debit itu sama ya?”
Secara fisik iya sama. Namun yang jadi pembeda adalah media penggunaannya. Adapun sebuah kartu disebut sebagai kartu ATM jika difungsikan bertransaksi lewat mesin ATM. Sementara, kartu yang difungsikan untuk bertransaksi lewat mesin EDC disebut sebagai kartu debit.
Dengan jumlah penduduk sebesar 275,77 juta jiwa di pertengahan 2022, maka penggunaan kartu debit jumlahnya lumayan besar, ya! Sedangkan, pengunaan kartu kredit per Juni 2022 itu tercatat “hanya” 16,7 juta unit.

Aplikasi perbankan pun banyak tiruannya. Hati-hati. Sumber gambar https://www.outlookindia.com/
Jika dibandingkan dengan total penduduk, tentu ini kecil. Tapi ya dapat dimaklumi sebab kepemilikan kartu kredit harus melewati serangkaian penilaian dan verifikasi dari bank penerbit CC. Nggak sembarangan orang dikasih kepercayaan untuk diberikan CC oleh bank.
Walau begitu tetap saja potensi para penjahat untuk menyalahgunakan kartu debit dan kartu kredit nasabah ini begitu besar. Menurut DataIndonesia, volume transaksi kartu debit hingga Mei 2022 saja tercatat sebanyak 587,71 juta kali! Sedangkan transaksi kartu kredit menurut catatan Bank Indonesia hingga Desember 2021 mencapai Rp.25,92 triliun.
Lalu bagaimana dengan penggunaan mobile banking? BI mencatat, volume transaksi mobile banking mencapai 3,2 miliar kali sejak awal tahun hingga Mei 2022. Secara nilai, transaksi itu mencapai Rp.3.888,09 triliun! Coba bayangkan potensi transaksi perbankan kita di kemudian hari, pasti nilainya akan semakin besar yang ironisnya potensi kejahatan perbankan pun tak dapat dielakkan.
Teknologi memang seolah punya dua sisi mata uang. Jelas dalam banyak aspek ini sangat membantu kemudahan kehidupan kita sebagai pengguna layanan perbankan. Namun, di sisi lain, teknologi juga dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan sepihak.
Perkembangan Revolusi Industri 4.0 yang dimulai pada tahun 2016 ditandai dengan adanya digital ekonomi, big data, IoT (Internet of Things), robotic, cloud system yang semua aktivitasnya berbasis teknologi dengan memanfaatkan teknologi fiber dan sistem jaringan terintegrasi.
Jadi, dengan dimulainya era ini maka industri mulai menggabungkan teknologi otomatisasi dan pertukaran data dan semua dilakukan dengan sangat cepat di setiap aktivitas ekonomi dari proses produksi hingga konsumsi. Dan seperti yang saya bilang tadi, cela kejahatan revolusi industri 4.0 ini pun terbuka lebar.
Lembaga The Internet Crime Complaint Center (IC3) yang merupakan divisi dan bagian dari FBI dalam 5 tahun terakhir menerima aduan rata-rata sebanyak 552 ribu/tahun dari seluruh dunia. Korbannya paling banyak terkena phising dengan total jumlah 323,972 aduan di tahun 2021.
Nilai kerugian terhadap kejahatan siber ini tercatat menyentuh angka US$ 6,9 miliar atau setara Rp.102 triliun pada 2021. Sebuah angka yang fantastis sehingga tak heran para pelaku cyber crime terus mencari cela untuk melancarkan aksinya.
Lantas, sebagai masyarakat, apa yang dapat kita lakukan untuk terhindar dari kejahatan perbankan ini?
Salah satu bukti kalau zaman kian berkembang, kalau dulu orang yang ingin buka rekening tabungan harus datang langsung ke bank dan menemui CS-nya. Sekarang, semua bisa dilakukan secara online! Baik dari situs resmi atau juga aplikasi perbankan.
Apa yang terjadi dari perubahan ini? Jelas, yang sebelumnya CS akan menginformasikan ke nasabah secara lisan beberapa cara terkait pengamanan dana yang disimpan, kini, nasabah yang buka tabungan online harus membaca sendiri term & condition pembukaan rekening termasuk juga hal-hal yang menyangkut tentang keamanannya.
Menurut saya, ada 2 bagian besar yang dapat kita lakukan untuk menjaga dana kita di bank. Pertama, perlindungan terhadap kartu debit atau kartu kredit. Kedua, perlindungan terhadap penggunaan akses internet dan mobile banking.
PERLAKUAN TERHADAP KARTU DEBIT DAN KARTU KREDIT
Masih ingat kan cerita tentang CC saya yang kebobolan dan digunakan di Kanada? Nah dari situ saya belajar untuk tidak sembarangan menggunakan kartu kredit atau kartu debit di mesin ATM. Cek dulu lubang untuk memasukkan kartu. Sekarang, penjahat dengan mudah memasang alat card skimming/card scanning yang dapat merekam data kartu tersebut. Ironisnya, sebagian penjahat menunggu di belakang calon korban dan biasanya akan masuk ke bilik ATM dengan pura-pura membantu. Berikut video yang menjelaskan bahaya skimming.
Pemakaian kartu di mesin EDC juga harus dipantau baik. Pastikan tempatnya kredibel dan petugas yang menggesek kartu juga tidak melakukan kecurangan-kecurangan. Misalnya digesek dobel atau dia menginput jumlah yang tidak sesuai. Ketelitian adalah kunci. Jika ditemukan tindakan yang ganjil, dapat lakukan protes segera dan langsung lakukan pengamanan terhadap kartu debit dan kartu kredit.
Untuk berbelanja atau melakukan pemesanan akomodasi, transportasi dan bahkan konsumsi secara online, biasanya pengguna kartu akan diminta untuk menginput beberapa data kartu. Termasuk juga nomor CVV/CVC (Card Verification Code) yang berupa 3 digit nomor yang ada di bagian belakang kartu. Nah, nomor ini juga harus senantiasa dilindungi. Walaupun mungkin norak, tapi saya sengaja menempelkan stiker/kertas untuk menutupi nomor CVV/CVC ini.
Saat berbelanja online menggunakan CC juga kadang akan muncul OTP (One Time Password) yang otomatis akan muncul. Kata sandi sekali pakai ini biasanya hanya dapat digunakan dalam jangka waktu sekian detik/menit. Nah, ini digunakan sebagai pengamanan dan jangan juga mudah diinformasikan ke orang lain termasuk ke orang yang bekerja di bank tempat kita menabung.
Langkah selanjutnya, gunakan PIN yang tidak umum (tidak menggunakan nomor berulang yang mudah ditebak seperti 123123, kombinasi tanggal lahir, atau digit terakhir nomor ponsel).
Kebiasaan sebagian orang yang mencatat nomor PIN dan menyimpannya di dompet juga sangat berbahaya. Dulu, ada salah satu nasabah saya yang dananya hilang karena ternyata anaknya diam-diam menggunakan kartu debit miliknya. Dengan jujur nasabah ini mengakui kalau ia mencatat nomo PIN kartunya dan menyimpannya di dompet.
Maka dari itu, cukup hapalkan dan ubah PIN secara berkala. Menurut informasi dari para senior dulu di bank, rata-rata fraud dapat terjadi dan dilakukan oleh orang-orang terdekat yang seyogyanya dapat dipercaya. Ironis, ya! Anak yang seharusnya turut menjaga rekening orang tua eh malah menyalahgunakannya.
LEBIH JELI MELIHAT SITUS DAN APLIKASI PERBANKAN
Sekarang, spam message dengan mudah kita terima lewat fitus pesan singkat ponsel. Isinya bermacam-macam, termasuk juga langsung memberikan link yang ternyata situs bodong dengan tujuan menjebak.
Di belantara dunia maya, ada banyak sekali situs-situs bodong yang dibuat menyerupai aslinya. Situs-situs ini pun disebar lewat email dengan alamat dan domain yang juga dibuat semirip mungkin. Salah-salah, username dan password kita akan terekam dan disalahgunakan.
Saya jadi ingat informasi yang disampaikan dosen saya dulu. Salah satu cara untuk melihat apakah sebuah situs aman atau tidak, maka lihatlah dari bahasa markah standar/hypertext markup language yang digunakan situs tersebut.

Salah satu situs perbankan yang aman milik BRI. Sumber gambar screenshoot dari https://bri.co.id/
Untuk situs perbankan, sudah semestinya memakai markah khusus yakni HTTPS (Hypertext Transfe Protocol Secure) yang merupakan hasil pengembangan dari versi HTTP sebelumnya. Sesuai markahnya yang menggunakan embel-embel kata “secure” jelas HTTPS memiliki fungsi keamanan yang lebih ketat. Jadi, dapat dipastikan situs perbankan yang asli sudah menggunakan bahasa markah ini.
Untuk aplikasi perbankan juga mulai ada yang membuat versi bodongnya. Biasanya logo yang digunakan pun dibuat semirip mungkin. Nah, sebelum mengunduh harus lebih jeli lagi melihat rating dan ulasan para pengguna. Aplikasi mobile banking yang asli biasanya sudah diunduh oleh jutaan orang dan ratingnya pun tinggi.
Lalu, satu hal yang riskan, yakni saat mengakses situs atau aplikasi perbankan menggunakan Wi-Fi di ruang terbuka. Sebab, sudah ada kejadiaan rekening nasabah kebobolan saat mengakses situs/aplikasi perbankan. Peretasan data oleh hacker menggunakan Wi-Fi ini rasanya setingkat lebih mengerikan ketimbang pengambilalihan nomor ponsel atau SIM Card Swap.
Jangan lupa logout aplikasi mobile banking atau internet banking tiap kali digunakan. Lebih baik lagi jika tidak menggunakan login otomatis (biasanya dengan cara menyimpan username dan kata sandi di web browser) apalagi jika perangkat komputer/ponsel sering digunakan oleh orang lain.
Tentu sebagai nasabah kita tidak mau menjadi korban kejahatan siber. Saya pribadi, bersyukur telah mengaktifkan notifikasi lewat pesan tiap kali ada dana yang masuk dan keluar serta saat CC saya digunakan. Harus diakui, saya masih cukup jarang memperhatikan mutasi rekening lewat mobile/internet banking soalnya.
Makanya, tanpa notifikasi transaksi lewat SMS, bisa jadi CC saya akan kebobolan dengan nilai yang jauh lebih besar saat itu. Untuk mengaktifkan fitur ini memang dikenakan biaya bulanan, namun setidaknya saya merasa lebih aman dan dapat bertindak cepat jika satu hari CC saya kembali kebobolan.
Jika memiliki ponsel dengan fitur verifikasi dua arah lewat pindai sidik jari atau wajah itu lebih baik lagi. Lumayan dapat digunakan sebagai benteng pertama.
Namun, jika segala proteksi sudah dilakukan dan tetap saja naas sehingga rekening kebobolan, langkah pertama yang harus dilakukan ialah tetap tenang, jangan panik berlebihan dan segera hubungi call center resmi. Hati-hati! Jangan sampai terkecoh kedua kalinya dengan menghubungi nomor call center palsu. Sebab itu, mulai sekarang kita semua harus aware dengan detil sederhana seperti itu demi menghindari kejahatan siber dan menanggulanginya secara tepat jika musibah tak dapat dihindaran.
Setiap orang mungkin punya kriteria tersendiri dalam menentukan bank apa yang akan dipilih. Ada yang pilih cabang terdekat, ATM-nya di mana-mana, proses pembuatan rekeningnya mudah, pelayanan ramah hingga ke faktor keamanan. Nah, dengan kriteria itu, tentu saja BRI adalah jawabannya, bukan!
Didirikan oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja dengan nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi Purwokerto pada tanggal 16 Desember 1895, kini BRI tumbuh menjadi salah satu bank terbesar dan tertua di Indonesia.
Jelas, dengan pengalaman selama 127 tahun sejak awal didirikan dan kini dengan 110,98 juta rekening jelas saja secara tak langsung menunjukkan kontribusi BRI terhadap perekonomian warga dan negara.
Yang jadi pertanyaan, bagaimana BRI memandang maraknya kejahatan siber di dunia perbankan dewasa ini?
Dengan jumlah nasabah yang sebegitu besar, tentu saja nasabah-nasabah BRI turut menjadi target para pelaku kejahatan siber ini. Namun, terlepas dari itu, kita patut mengapresiasi BRI dalam proses pencegahan terjadinya cyber crime. Salah satunya dengan memanfaatkan teknologi tercanggih dan terkini.
Misalnya saja, guna memahami pola-pola fraud & thread, BRI telah menggunakan Kercerdasan Buatan/Artificial Intellignce (AI) agar BRI dapat memberikan tindakan preventif dan respons yang tepat untuk menghadapi risiko kejahatan siber itu.
“Dalam pemilihan teknologi yang digunakan di BRI dipilih melalui metode yang tepat dengan mempertimbangkan hasil kajian dan analisis risiko. Sehingga teknologi yang digunakan untuk melindungi data nasabah merupakan teknologi yang dapat meminimalisir risiko kebocoran data,” ujar Arga M Nugraha selaku Direktur Digital & Teknologi Informasi BRI sebagaimana yang saya kutip dari Republika.co.id.
BRI sendiri telah memiliki tata kelola pengamanan informasi yang mengacu kepada NIST Cyber Security Framework dan telah mendapatkan beberapa sertifikasi dari ISO (The International Organization for Standardization) seperti ISO20000-1:2018 (BRINet Express).
Dan sebagaimana yang saya singgung sebelumnya, BRI senantiasa memberikan edukasi dan sosialisasi kepada nasabah akan pentingnya menjaga kerahasiaan data. Dan itu dilakukan dalam bentuk Penyuluh Digital dan dilakukan di semua akun sosial media, media cetak dan sounding secara langsung kepada setiap nasabah yang datang ke BRI. Ini salah satu contoh video menarik dari channel youtube BRI yang menhimbau untuk berhati-hati terhadap penipuan.
Seram penipu banyak beredar makanya kalau mau bertindak apapun harus mikir dan cari tahu lebih lanjut
Ya.
Terima kasih BRI yang sudah sangat peduli kepada para nasabah. Kita memang harus berhati-hati dlm klik2 tautan atau pun menerima no tlp tidak dikenal ya Om. Makin ke sini semakin byk org2 yg pintar tapi bukan untuk kebaikan.
Betul, kecerdasan seseorang kayak pisau. Bisa digunakan untuk hal yang bermanfaat atau juga sebaliknya. Di satu sisi, aku juga angkat topi ke BRI atas komitmennya menjaga dana nasabah dan upayanya dalam menghadapi kejahatan siber.
Baru pertama sepertinya saya mampir diblog omnduut, salam kenal ya kak.
Duh ngomongin kejahatan siber, apalagi di era 4.0 ini bikin gedeg² kepala aja. Ada saja ulah yang bisa dipakai oleh oknum yang tidak bertanggung jawab itu.
Waspada untuk kejahatan yang ada didekat kita dan betul sekali kak keharusan juga buat kita mencari tahu cara pencegahannya. Memang kita tidak 100% aman dari yang namanya kejahatan siber, tapi setidaknya dengan belajar apa saja dan bagaimana mengatasinya bisa meminimalisir tindak kejahatan itu
Hi halo, salam kenal dari Palembang. Makasih sudah mampir ya.
Ya, tindakan pencegahan paling baik tetap di diri sendiri. Sebab kalau sudah kena, kita juga yang akan merasakan kesusahannya.
Ngeri memang kejahatan siber ini yo. Tingginya pengetahuan dunia IT dan kesempatan oknum mencari celah-celah penipuan jadi bisa dipelajari. Apalagi terus ada kemampuan hipnotis yang aku pernah dengar bisa terjadi saat si penipu berbicara via telepon dengan korbannya.
Semoga beberapa trik dan saran dari BRI, mudah-mudahan lebih banyak publik yang melek akan strategi penipuan siber. Kayaknya patut dicontoh oleh bank-bank atau institusi keuangan lainnya agar publik lebih bisa menjaga diri.
Betul yuk. Semoga pihak IT bank jg terus mengembangkan sistem keamanan. Kayak para hacker ini berjalan 10 langkah, pihak bank harus bisa mendahului.
seiring kemajuan teknologi, kita dituntut untuk menjadi nasabah yang lebih bijak yaa. Sekarang ini penjahat siber udah canggih-canggih caranya dalam menipu. semoga kita semua dijauhkan dari ulah oknum pejahat siber yaa
Amiin amiin, ya semakin canggih dan semakin harus mawas diri.
Omnduut, aku mau tanya donk..
Jadi sebenernya ada pengaruhnya gak sih kalau mengganti kartu ATM dengan yang ada chip-nya?
Kayanya akutu jadi meragukan pihak perbankan yang dengan mudahnya bisa dibobol oleh pelaku kejahatan siber.
Dari cerita omnduut, aku jadi merasa lebih “was-was” karena segitu cerdasnya si pelaku. Bahkan sampai ke mesin ATM pun kita harus teliti dulu yaa..
Ini pengalaman bagus sekali yang bisa dibaca dan dicerna sebagai nasabah bijak di era digital 4.0
Terima kasih banyak infonya, omnduut.
Konon yang pake chip lebih aman walaupun gak bisa pasti bebas dari kejahatan juga sih ya. Dan ya, ntar kalau kita masuk era 5,0 mungkin kejahatan sibernya jauh lebih berkembang lagi. Ngeri-ngeri sedap juga jadinya ya hehe
Salah satu yang perlu kita apresiasi adanya BRI salah satunya adalah; di setiap pelosok kecamatan, pasti ada BRI. Bagi pedagang kecil di pasar atau di kampung, keberadaannya benar-benar membantu.
Dalam artian positif, bahkan teras rumah pun bisa dijadiin bank. Walau mungkin nggak sekece tampilan bank di kota tapi keberadaannya sangat membantu warga untuk bertransaksi perbankan.
mohon izin bookmarks ya? Tulisannya lengkap banget, kerennn
Saya baru paham setelah membaca tulisan Om Nduut tentang BRI yang tahu banget kebutuhan masyarakat Indonesia, karena telah 127 tahun hadir di Tanah Air
Wah sebelum kemerdekaan Indonesia, BRI sudah hadir melayani ya?
BRI hadir di semua aktivitas masyarakat Indonesia, mulai dari pertanian, UMKM, start up (saya hadir sewaktu launcing coworking spacenya) dan sekarang penyuluhan tentang kejahatan siber di dunia perbankan
karena literasi keuangan kita (terlebih tentang perbankan) masih sangat rendah
Terima kasih apresiasinya bu.
Ya, aku juga baru tahu kalau BRI udah ada bahkan sebelum Indonesia merdeka (walaupun namanya beda), tapi jelas dari sana tergambar komitmen bank ini untuk berkontribusi terhadap ekonomi bangsa.
Kejahatan siber di dunia perbankan saat ini seperti ikut beriringan dengan kemajuan teknologi perbankan ya. makanya sebagai nasabah kita harus waspada sebelum memulai melakukan transaksi.
BRI sebagai salah satu bank yang bayak digunakan sudah menghimbau agar menjadi nasabah bijak, jangan mudah tergiur oleh iming-iming.
Betul, harus senantiasa berhati-hati terhadap segala kemungkinan adanya cela kejahatan siber.
Banyak banget ya istilah/jenis kejahatan siber ini. Pharming, phising dan yang lainnya. Ada lagi impersonation, si pelaku kejahatan berakting sebagai orang lain yang berusaha menggali informasi penting dari nasabah. Bahkan impersonation ini bisa dilakukan secara tatapmuka. Wih wih penjahat kok makin cerdas ya, dan kita sebagai nasabah nggak boleh kalah cerdas dong tentunya. Biar nggak jadi mangsa mereka dengan berbagai tekniknya itu.
Senang mendapati informasi bahwa BRI berkomitmen untuk menjaga keamanan data nasabahnya, apalagi nasabah BRI itu kan banyak yang di daerah ya, cakupan kecamatan/desa, yang bisa jadi adalah sasaran empuk para pelaku kejahatan siber
Betul, karena BRI mudah ditemukan hingga pelosok maka nasabahnya pun banyak dari daerah yang mungkin gak terlalu paham dengan kejahatan siber, makanya bagus banget program Penyuluh Digital dari BRI itu biar semakin banyak Nasabah Bijak dalam proses perbankan.
Andai aja urusan bocornya data ini digunakan untuk hal yang bermanfaat bukan buat merugikan masyarakat dengan menipu.
Terlebih lagi mirisnya menipu itu kenapa mengincarnya saldo yang sedikit, bukan yang hitungan M atau T.
Semoga kita selalu dalam lindungan-NYA, agar terhindar dari kejahatan cyber ini aamiin
Iya, jaringan mereka ini serem banget. Keuntungan yang didapat juga gak main-main soalnya.
Memang zaman sekarang ini penting sekali belajar bagaimana menjaga keamanan data perbankan.
Komitmen BRI terhadap keamanan data nasabah cukup baik.
Namun saya punya masalah yang sampai saat ini belum tahu bagaimana solusinya yaitu jika kita berada di luar negeri, bagaimana mengganti data nasabah? Karena datang langsung ke cabang tidak bisa, karena sednag di luar negeri
Betul, tapi pernah denger ada yang kemalangan di LN dan bisa lapor via call center. Minimal rekeningnya diblokir dulu. Tapi emang jadinya susah kalo butuh pake rekening tersebut, sebab penggantian kartu debit misalnya harus datang langsung.
Kabar baiknya, BRI ada unit luar negerinya, seperti di New York, Singapura, Taiwan, Hong Kong, Cayman Island dan Timor Leste. Lumayan kalau bermaslah di kota/negara tersebut bisa langsung ke BRI.
Wah, beragam sekali ya kejahatan siber ini. Dan selalu berkembang. Jadi memang kita yang harus upgrade pengetahuan agar tidak ketinggalan info dan selalu waspada. Agar bisa jadi nasabah yang bijak dan turut jadi penyuluh digital juga
Betul, karena setiap dari kita pun bisa berperan penting terhadap orang sekitar. Apalagi kalau kita sudah terbiasa dan melek digital. Lebih cepet tahu kalau ada kejadian seputar kejahatan siber.
nah yg sering terlupa adalah gak log out setealah buka aplikasi langsung close gt Mas, padahal itu jadi salah satu jalur masuk kejahatan siber yg ragamnya banyak banget ya
Nah bener, apalagi kalo perangkatnya sering digunakan oleh orang lain. Bahaya banget.
nah yg sering terlupa adalah gak log out setealah buka aplikasi langsung close gt Mas, padahal itu jadi salah satu jalur masuk kejahatan siber yg ragamnya banyak banget ya
Betul, suka kelupaan dan bahaya banget.
Saya pernah nih ngalamin, kartu ATM gak bisa keluar. Hiks..Gak ngecek dulu bahwa tadi masuknya agak mengganjal. Untungnya saldonya lagi gak ada, cepat-cepat neh telepon call center bank untuk blokir. Saya pun tahu nomor call center bank yang saya gunakan. Soalnya pada stiker call center yang ada di mesin ATMnya tuh, saat diperhatikan, ya udah diganti, mirip banget.. yang membedakan ya nomornya. Di sana tertulis nomor hp hahahaha.. ya udah, saya foto, terus laporkan ke cabang bank tersebut. Alhamdulillah langsung ditangani, dan ternyata emang ada yang disisipin tuh di tempat masukin kartunya. Dan udah sering terjadi rupanya di mesin ATM titik itu, beberapa bulan setelahnya, tuh mesin ATM di sana udah gak ada..kayaknya dipindahkan deh.. petugasnya udah capek kali, diutak-atik mulu sama orang iseng.
Sekarang kalau perlu transaksi di ATM, saya lebih memilih yang lokasinya bergandengan dengan cabang bank aja. Huhuhu. Kayaknya lebih aman.
Nah bener banget, kalau orang gak ngeh, keburu hub nomor call center palsu yang tertempel di ATM. Kan gak semua orang aware nomor penting itu ya, dan gak semua jg mau crosscheck di google no call center yang asli hiks.
Kejahatan cyber dalam dunia perbankan memang memprihatinkan ya mas
Sebagai nasabah kita harus menjadi nasabah bijak, agar terhindar dari kejahatan cyber
Yoa.
Maraknya penipuan Siber , menjadikan kita harus lebih waspada, soalnya aku juga sempat hampir terkena penipuan yg mengatasnamakan bank lewat telp, bersyukur langsung sadar dan ceki2.. menjadi nasabah bijak emang penting banget
Memang harus senantiasa mawas diri ya mbak.
Selamat om duuut. Keren kali aaah dapat juara 1. Kalau aku ke palembang ditunggu traktiran pempek dan es kacang merah
Makasih mbak Liza. Kalau ke Palembang lagi wajib ngabarin ya 🙂
kereeen om, ilustrasinya menarik!
Terima kasih banyak 🙂
Terima kasih banyak untuk artikel bermanfaat ini.
Sama-sama
Kejahatan perbankan memang semakin ngeri seja era digital sekarang ini. Paling baru adalah diretasnya sistem BSI baru2 ini hingga down berhari2
Nah iya betul. Sampe bikin BSI satu Indonesia lumpuh.