Lainnya

Upah Menulis Tak Kunjung Dibayar: Pengalaman Buruk Bekerja Sama dengan BABSATU Publishing

Kalau saya tidak salah, sekitar awal Juni 2018, seorang blogger senior baik hati –Kang Ale, bertanya di sebuah grup blogger tentang siapa saja blogger yang berdomisili di Palembang sebab Kang Ale mendapatkan informasi ada pihak yang sedang mencari penulis dan ingin mengajak bekerja sama.

Seingat saya, dulu saya diminta mengirimkan CV. Singkat cerita, pada tanggal 21 Juni 2018, seseorang bernama Imam Wisaya Surataruna, deputy editor dari BABSATU mengirimkan email perkenalan dan meminta kesediaan waktu untuk meeting dan menjelaskan proyek pembuatan serial Travel Guide/ITL.

Seminggu kemudian, tepatnya di tanggal 27 Juni 2018, Mas Imam datang ke Palembang. Saya dan Deddy Huang diminta bertemu.  Saya ingat tanggal ini karena bertepatan dengan pemilihan Gubernur Sumatra Selatan dan kami berdua saat itu datang ke sebuah cafe yang ada di komplek Transmart Palembang dengan jari belepotan tinta pemilu.

“Targetnya, travel guide ini harus terbit sebelum Asian Games,” ujar mas Imam saat itu.

Asian Games 2018 akan dilaksanakan pada bulan Agustus di tahun yang sama. Itu artinya, proyek ini harus berjalan super cepat. Dari nulis, hingga proses percetakan. Pertemuan saat itu berakhir dengan kesepakatan abu-abu. Sebab segala sesuatunya masih belum jelas. Dari tenggat waktu, fee dan kontrak.

Rabu, 4 Juli 2018, saya dan Deddy menerima email dari mas Imam berisi brief dan pembagian tema tulisan antara saya dan Deddy. Proses berlangsung cepat. Saya dan Deddy memutuskan akan mengambil tema yang mana. Saya memilih tema street food dan outdoor activities sedangkan Deddy memilih local & international restaurant dan shopping. Kami dibayar berdasarkan jumlah kata yang memang sudah ditentukan oleh pihak BABSATU. Kontrak kerja sama kemudian dikirimkan pada tanggal 21 Juli 2018 dan kontrak itu segera saya kirimkan kembali setelah kolom tanda tangan saya isi.

Saya dan Deddy mulai ngebut menulis karena masih beranggapan bahwa travel guide ini harus segera diterbitkan sebelum Asian Games. Bukan hal yang mudah untuk menuliskannya. Walaupun yang ditulis tempat-tempat yang ada di Palembang, namun tulisan itu harus digarap dengan ketentuan-ketentuan yang ketat dan melewati beberapa kali revisi hingga kemudian nantinya Mas Imam –sebagai editor, “ketok palu” jika tulisannya aman.

Asian Games berjalan, belum ada tanda-tanda buku ini jadi diterbitkan. Saya kira, memang pihak BABSATU memundurkan jadwal karena memang tak terkejar dalam menyiapkannya. Oh ya, selain saya dan Deddy sebagai penulis, ada juga orang-orang yang direkrut sebagai fotografer yang hingga detik ini, saya tidak tahu siapakah fotografer Palembang yang direkrut karena kami saat itu meeting di jam terpisah, dan juga setelahnya kami tidak dikumpulkan dalam satu grup whatsapp.

Buku-buku terbitan BABSATU atau BABBooks. Foto diambil dari situs http://babbooks.com/

Saya berkomunikasi dengan mas Imam mostly menggunakan email walaupun sebetulnya lewat WA juga bisa. Saya sengaja memilih komunikasi via email biar history percakapannya jelas dan tersimpan. Jika lewat WA, kemungkinan untuk terhapus sangat besar dan…. dengan kejadian tak menyenangkan seperti ini, saya beruntung sebab 99% percakapan penting dari awal hingga sekarang berlangsung via email masih tersimpan rapi.

Oke lanjut, ya….

Tanggal 20 September 2018, mas Imam kembali mengontak melalui email dan menawarkan 3 tema tambahan untuk saya dan Deddy tulis. Ketiga tema itu meliputi: pertama event, arts & music, kedua, museum & galleries, dan yang terakhir buildings, landmark & historical sites. Saya mendapatkan jatah tema terakhir ini sedangkan dua tema lainnya dikerjakan sama Deddy sebab saat itu saya sudah persiapan untuk berangkat ke Eropa dan khawatir keteteran nulis dan melakukan revisiannya.  Tanggal 28 Desember 2018, saya mendapatkan salinan kontrak kedua yang sudah direvisi sebab tugas tambahan ini.

Tak lama setelah pulang dari Eropa, tanggal 30 November 2018, mas Imam kembali mengontak saya dan menawarkan satu tulisan tambahan bertema textiles, garments, furniture & woodcraft. Saya menyanggupi untuk menulis artikel tambahan ini. Tulisan itu saya setor pada tanggal 5 Desember 2018 dan kontrak revisi kembali dikirimkan sehari setelahnya yakni tanggal 6 Desember 2018. Tulisan terakhir ini harus direvisi berulang kali hingga bulan Januari 2019. Sebagai bentuk tanggung jawab, saya lakukan semua yang diminta hingga kemudian mas Imam “ketuk palu” sebagai tanda tulisan itu sudah aman.

Kontrak yang dikirimkan tanggal 6 Desember 2018 itu ialah kontrak terakhir dari BABSATU yang saya tanda tangani dan saya kirimkan ulang ke BABSATU. Sejak itu, yang saya dan Deddy lakukan hanya menunggu, menunggu dan menunggu.

Proyek Tak Kunjung Berjalan

Saya baru mengontak lagi Mas Imam pada tanggal 19 Mei 2019, alias sekitar 5 bulan setelah komunikasi terakhir di bulan Januari. Saya bertanya tentang kelanjutan proyek ini. Namun, sayangnya jawaban yang saya dapatkan tetap saja tidak pasti kapan buku itu diterbitkan dan kapan upah kami dibayar.

Berusaha mengontak dan bertanya secara berkala.

Dari sepemahaman saya dari email yang diterima tanggal 10 Desember 2019, BABSATU ini, sebagai pihak penerbit –cmiiw, juga mendapatkan proyek ini dari pihak lain. Dan, pihak lain ini (saya tidak menyebutkan pihak mana, ya), terkendala bermacam hal sehingga turut mempengaruhi proyek travel guide ini.

Saya tidak tahu bagaimana kesepakatan BABSATU dengan pihak X ini. Sebab, sebagai penulis, saya maupun Deddy sejak awalnya berhubungannya ya dengan BABSATU (melalui Mas Imam), dan kontrak yang kami tanda tangani pun antara kami sebagai penulis dan BABSATU BUKAN dengan pihak X ini. Jadi, simple-nya, urusan kami ya dengan BABSATU bukan dengan pihak X ini. Jika kemudian BABSATU ada kendala dengan pihak X, toh kami tidak tahu komunikasi di antara mereka, dan kesepakatan-kesepakatan apa yang sebelumnya mereka tetapkan dalam bekerja sama.

Dari Mei 2019 hingga Desember 2020, secara berkala setiap bulan saya terus mengontak mas Imam dan bertanya tentang kelanjutan proyek ini. Lagi-lagi, jawabannya tidak jelas. Saya bahkan bilang ke mas Imam, “jika memang proyek ini dibatalkan dan kami tidak akan menerima upah yang menjadi hak kami, ya kasih tahu saja. Mending menelan pil pahit daripada disuguhi kabar-kabar yang tidak pasti, bukan?”

Mengontak Pak Rafli

Pertengahan Agustus 2020, dari pencarian di Linkedin dengan memasukan keyword “BABSATU” saya menemukan profil pria bernama Rafli L.Sato, seorang Publisher & Professional Book Package di perusahaan BAB Publishing –sebagaimana yang tertera di profilnya. Sepertinya, beliaulah pimpinan perusahaan penerbitan ini.

Saya mengirimkan pesan melalui Linkedin seraya memperkenalkan diri dan menceritakan kronologi kerja sama yang sudah saya lakukan dengan BABSATU melalui mas Imam. Beruntung, pesan saya direspon oleh beliau dan ada beberapa poin penting yang saya dapatkan.

Pertama, sesuai dengan kontrak, saya dan Deddy baru menerima pembayaran JIKA bukunya berhasil diterbitkan. Kedua, ada banyak kendala yang terjadi di proyek ini misalnya saja kelengkapan foto yang dikumpulkan untuk menunjang artikel yang kami tulis belum semua terkumpul. Lalu ada juga kendala perizinan antara pihak X dan pihak swasta (tempat-tempat yang rencana akan dimasukkan ke buku) sehingga banyak tulisan yang harus dirombak.

Well, dalam posisi ini saya cukup terusik jika harus menulis ulang semua artikel yang sudah di ACC sejak awal. Itu hitungannya sudah nulis double padahal sejak awal saya dan Deddy sudah meneluis sesuai writing assignment yang kami terima. Kalau masih ada perlu revisi sedikit sih oke ya, cuma kalau harus nulis ulang jelas nggak begitu cara mainnya.

Alasan lain yang dikemukakan oleh Pak Rafli adalah pandemi yang kemudian menghantam. Soal ini saya berusaha memahami walaupun lagi-lagi muncul pertanyaan besar. “Kenapa proyek dari 2018 harus tertahan sedemikian panjang?”

Namun melalui pesan singkat di linkedin itu, ada satu kabar bahagia yang disampaikan Pak Rafli. Yakni, dia bilang akan meninjau kembali kontrak kerja sama dan beliau mengatakan jika memungkinkan, akan membayarkan honor kami sebagian. Kalimat terakhir yang beliau tulis ialah, “Untuk hal ketakutan (tidak dibayar) mas Haryadi tidak perlu dirisaukan semua pekerjaan kontribusi atas buku ini akan dibayarkan begitu bukunya akan release.”

Yang jadi pertanyaannya, bagaimana jika dengan adanya kendala-kendala dan buku ini pada akhirnya tidak akan pernah diterbitkan? Itu berarti kami tidak akan mendapatkan bayaran, toh? Lalu, jikapun tidak ada kepastian, kami harus menunggu sampai kapan? Saya dan Deddy sudah menunggu lebih dari 2,5 tahun untuk kejelasan dan kelanjutan proyek ini.

Dikarenakan pesan di linkedin itu, saya lantas mengecek kembali salinan kontrak berbahasa Inggris yang saya tanda tangani. Dan, memang –dikarenakan keterbatasan bahasa yang saya miliki, ada poin-poin yang “kurang menguntungkan” dari segi penulis terkait pembayaran upah menulis ini.

Sampai detik ini, saya tidak menerima salinan kontrak yang ditandatangani oleh BABSATU

Dan, saya baru ngeh bahwa hingga detik ini, saya belum menerima salinan kontrak yang ditandatangani  oleh pihak BABSATU. Jadi, sejauh ini, kontrak itu hanya saya tanda tangani seorang diri. Di akhir komunikasi dengan Mas Imam dan Bapak Rafli, keduanya tidak dapat memberikan salinan kontrak yang ditandatangani oleh pihak BABSATU.

Awal Januari 2021 ini, saya coba kontak mas Imam kembali melalui email untuk final statement dari mereka tentang kelanjutan kerja sama ini. Sayangnya, email yang saya kirimkan selalu terpental/gagal terkirim. Kemarin, 5 Januari 2021, saya akhirnya mengirimkan pesan singkat WA kepada mas Imam dan dijawab oleh beliau jika sepertinya proyek ini tidak berlanjut sebab sudah terlalu lama terkatung-katung tanpa kejelasan.

Di hari yang sama, saya juga kembali mengontak Pak Rafli melalui pesan singkat linkedin. Pesan lanjutan yang saya kirimkan pada tanggal 1 Oktober 2020, 22 Oktober 2020, 20 November 2020, 4 dan 5 Januari 2021 tidak pernah dibaca dan dibalas.

Btw, sebelumnya saya sudah meminta nomor telepon dan email Pak Rafli kepada Mas Imam, tapi tidak diberikan. Pagi ini, 6 Januari 2021 saya cek lagi, profil Bapak Rafli di linkedin menghilang dan tidak dapat saya temukan lagi. Akun IGnya yang tadi saya tautkan pun sudah menghilang hehehe. Saya tidak tahu kenapa itu bisa terjadi, termasuk apakah itu ada kaitannya dengan pesan saya ke Mas Imam sehari sebelumnya (Kemarin, 5 Januari 2021) atau tidak, wallahu alam.

Pelajaran Berharga dalam Menulis

Atas kejadian ini, saya belajar banyak hal. Pertama, jangan malu untuk meminta kontrak dalam bahasa Indonesia. Begitu diterima pun, jangan silau dengan nilai kontrak. Harus dipelajari satu demi satu. Jika ada kontrak yang dirasa memberatkan, komunikasikan. Terlebih yang menyangkut soal pembayaran.

Tambahkan poin-poin untuk “mengamankan” diri kita jika terjadi kendala seperti ini. Misalnya, “Pihak penerbit wajib membayarkan selambat-lambatnya 12 bulan setelah kontrak ditanda-tangani apapun kondisinya baik itu buku jadi terbit atau tidak.” Jangan karena kendala di internal mereka, mengakibatkan kerugian pada kita sebagai penulis.

Kedua, pastikan mereka menandatangani kontrak itu dan mengirimkan kembali ke kita. Ini bisa digunakan sebagai pegangan dan juga bentuk komitmen dari mereka terhadap kita sebagai penulis.

Hubungan kerja sama ini dilakukan karena kedua belah pihak saling memerlukan. Pihak penerbit butuh orang-orang yang bisa menulis, dan penulis diberikan kompensasi berupa uang sebagai hasil kerja. Jadi, menurut saya tidak ada pihak yang posisinya lebih tinggi dari pihak lain. Hubungan ini berlangsung secara profesional. Dan, saya sebagai penulis sudah melakukan SEMUA KEWAJIBAN sebagaimana ketentuan yang mereka inginkan. Jadi, sebetulnya tidak salah juga jika saya mempertanyakan HAK berupa upah yang seharusnya saya terima.

Mungkin ada pembaca yang bertanya, “berapa sih nilai upah yang seharusnya diterima?”

Well, bagi saya, nilainya cukup besar, ya. Sebagai gambaran, dengan angka tersebut setara dengan biaya traveling ke India 1 bulan all in (tiket pesawat, transportasi antar kota, konsumsi dan akomodasi plus sedikit oleh-oleh) yang pernah saya lakukan dulu, atau juga setara tiket promo pesawat dari Indonesia ke Amerika Serikat atau salah satu negara di Eropa pulang-pergi.

Ada banyak ketidakhati-hatian yang saya lakukan dalam hal ini. Dan saya menyadarinya. Sebab itu, pengalaman ini saya bagikan agar menjadi perhatian bagi teman-teman penulis untuk lebih berhati-hati dalam bekerja sama dengan satu pihak di kemudian hari.

Saya memang tidak mendapatkan hak sebagaimana seharusnya, tapi saya yakin ke depan akan ada rezeki lain yang datang menyapa 🙂 semoga saja. Amin.

UPDATE MEI 2021

Pada tanggal 17 Mei, saya mendapatkan informasi dari @yanipatrik di twitter jika Pak Rafli Sato telah meninggal dunia pasca terkena covid (sudah dinyatakan sembuh, tapi kemudian kondisi drop). Saya menyampaikan duka mendalam tentang itu. Walau begitu, prihal utang piutang ini terus terang masih mengganjal. Mas Yani kemudian memberikan kontak anggota keluarga dari Pak Rafli Sato yakni Mbak Disty yang merupakan keponakannya. Saya sudah mengontak beliau dan sayangnya berakhir dengan, “urusan pekerjaannya, saya tidak tahu menahu, Pak. Mohon maaf.” Dan saya diberikan kontak email di adm.babbooks@gmail.com (yang semoga saja bukan Imam yang memegang email ini sebab jika email ini dipegang beliau, artinya sudah jalan buntu bagi saya untuk menuntut hak).

Soal ikhlas itu perkara waktu. Jika ditanya sekarang, jawaban saya: belum ikhlas. Dan semoga kejadian ini diambil hikmahnya bagi kita yang masih hidup bahwa

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ

Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.” (HR. Muslim no. 1886)
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)

92 komentar di “Upah Menulis Tak Kunjung Dibayar: Pengalaman Buruk Bekerja Sama dengan BABSATU Publishing

  1. Semoga dapat rezeki pengganti yang lebih baik ya…Sebuah pelajaran berharga banget..Mungkin banyak juga yang mengalami, aku baca di twitter ada juga beberapa campaign yang ga dibayar sama agency..

    maaf om, koreksi dikit ga penting, kayaknya 2018 asian games 🙂

  2. Turut berduka Omndut dan Koh Ded. Makasih buat sharingnya. Setuju banget kalau dalam kerja sama tidak ada pihak yang lebih tinggi dibanding yang lainnya. Jadi pelajaran banget nih.

    • Sayangnya masih banyak pihak agency/penerbit yang memposisikan diri mereka jauuuuh lebih tinggi sehingga merasa sah jika kasih poin kerja sama yang lebih banyak menguntungkan mereka.

      Ini kalau aku baca kontraknya ya, selain nominal upah, mayoritas poin-poinnya untuk “melindungi” penerbit yang sayangnya di saat yang bersamaan “melemahkan” penulis. Kayak sekarang, susah kalau mau ngotot.

      Semoga kita dijauhi dari kerja sama zonk kayak gini.

      • Ho oh, apa karena mereka yang kasih duit ya jadi merasa lebih tinggi?

        Btw, aku pas banget mau nulis yang mirip2 seperti ini, eh pas banget liat tulisanmu hehehe

        • Iya, karena mereka ngerasa “kan elo yang butuh duit” banyak kejadian di salah satu agency beberapa waktu belakangan sih. Heboh juga temen-temen blogger.

          Hayo tulis, aku mau baca.

  3. turut prihatin atas pengalamannya
    semoga nggak kejadian lagi di blogger2 lain atau penulis2 lain
    membuat kami lebih cermat dalam memperhatikan kontrak kerjasama

  4. Masya Allah..meski mmg luar biasa mengecewakan, anggaplah sebagai bayaran mahal untuk pengalamannya. Semoga menjadi pembuka rejeki yang lain yang lebih besar lagi ya Bg Yan.
    Semangat 2021

    • Iya betul. Kalau mereka profesional, tetap membayarkan. Kejar orang yang ngasih job (si pihak X ini). Dan, beri kami kabar yang jelas. Bila perlu buat surat penyataan bahwa mereka gagal menerbitkan dengan alasan blablabla.

      Ini bertahun-tahun dikejar, macam ngemis. Dijawab juga kadang dengan intonasi yang gak enak didengar/dibaca.

      Semoga orang-orang ini mendapatkan balasan setimpal kelak.

  5. Suka bingung aja gitu kenapa perusahaan Indonesia menggunakan kontrak dalam bahasa Inggris walau rekanannya orang lokal juga.

    Kontrak begini seringkali bikin salah paham mengingat bahasa Inggris bukan bahasa sehari-hari kita, apalagi jika ditulis formal. 😅

    • Biar terlihat keren, kali 😛
      Beberapa job juga kasih brief dalam bahasa Inggris. Padahal pemberi job orang Indonesia dan yang menerima job orang Indonesia. Next time aku bakalan lebih ketat dalam hal ini.

  6. Astaghfirullah. Semoga diganti dengan rezeki lain yang berlipat ganda. Sabar yo Yayan dan Deddy.

    Proses jugo jadi gantung ini ye karena kontrak belum sepenuhnyo lengkap (tando tangan cuma sepihak). Jadi idak pacak nuntut secaro hukum.

  7. Pelajaran yang sangat berharga. Turut sedih bacanya. Semoga mereka dapat ganjaran setimpal, serta kalian berdua mendapat ganti yang lebih berlimpah ruah.

    Poin penting yang bisa diambil dari kasus ini, kalau nanti dapat proyek serupa, pastikan mereka sudah bayar naskah yang kita kerjakan saat naskah itu mereka nyatakan clear/acc. Bukan dengan syarat bukunya harus diterbitkan dulu, karena kita sebagai penulis kan sama sekali nggak terlibat dalam proses penerbitan. Kita penulis, bukan bagian percetakan.

    Jadi inget dulu ada beberapa naskahku yang pada akhirnya nggak jadi diterbitkan oleh satu penerbit di Jogja (penerbit yang sama-sama pernah menerbitkan buku kita hehehe), tapi fee tetap dibayar. Karena memang harusnya kontrak kita dengan penerbit adalah kita nyediain naskah, mereka bayar naskah kita. Selesai.

    Perkara pada akhirnya naskah tersebut jadi terbit atau tidak, udah bukan urusan kita dan harusnya kita nggak tersangkut paut.

    • Pengalamannya sama kayak Mbak Dedew. Dengan berbagai pertimbangan, naskah gak jadi terbit TAPI tetap dibayar. Naaah ini contoh penerbit yang profesional DAN NGGAK ABAL-ABAL.

      Makasih mas Eko.

  8. Ya ampun nyesek bacanya Yan…kenapa mendadak ada perubahan kalau bukunya terbit baru dibayar..lah kok bisa berubah begitu? Iya, baca SPK memang harus hati-hati jangan sampai merugikan kita ya 😦 semoga dapat rezeki lebih banyak ya Yayan dan Koh Deddy, aamiin. Ditandai deh ini…blacklist…

    • Bener mbak. Dulu aku udah baca dan ngerasa aman. Tapi ternyata setelah diteliti banyak poin-poin yang memberatkan ketika keadaannya menjadi seperti ini. Makasih mbak Dew. Iya, tandain penerbit dan orang-orangnya.

  9. Ikut prihatin bacanya mas. Ga adil memang utk penulis jika sampai tidak dibayar hanya Krn masalah internal di penerbit.

    Tapi aku jd tau kalo utk masalah begini, ada banyaaak hal dlm kontrak yg harus diperhatikan. Jgn sampai udh telanjur seneng, trus ga baca secara teliti dan ga memperhatikan isi kontrak :(. Aku terkadang msh suka skip2 kalo baca agreement ttg sesuatu 😦

    Semoga ada rezeki lain yg sama besarnya. Aku sendiri sdg sengketa Ama salah satu investasi di Inggris, dan sampe skr uang investasinya blm bisa balik ke aku. Tp jujur ga akan aku ikhlasin, biar sampe mati aku anggab hutang di pihak mereka .. ogah aku ikhlasin kalo emmang hak ku.

    Semangat mas Yan, koh Deddy… Semoga ketemu titik temu nya yaa

    • Iya bener mbak. Mereka kan penerbit berpengalaman, ya. Mereka gak terbuka awalnya deal-deal-an dengan pihak X bagaimana. Mungkin…. mungkin loh, mereka udah terima DP sekian persen sebab perwakilan mereka niat banget sampe nyamperin meeting dan… itu kan niatnya dibuat series beberapa kota.

      Turut sedih mendengar problem sengketa keuangannya mbak. Semoga segera terselesaikan ya, amin.

  10. Ujian kesabaran untuk Yayan dan Deddy, membaca ini semoga kita mendapat hikmah pelajaran.

    Semoga rezeki Yayan dan Deddy terus bertambah dan dilimpahkan berlipat ganda. aamin.

  11. Turut prihatin, Mas. Ini menjadi pelajaran buatku juga kelak.

    Semoga Mas Yayan dan koh Deddy mendapat rezeki pengganti yang lebih baik, ya? Tetap semangat. Semoga pula BABSatu tetap beritikad baik menyelesaikan kewajibannya.

  12. Karya yg udah masuk, bisa diambil lagi kah?
    Dibikin buku sendiri atau berdua aja sama Koh Deddy. Indi publishing aja. Duluin sebelum dibukukan (tapi ga dapat bayaran)

    • Bisa. Toh naskahnya jadi tetap hak milik sendiri. Tapi untuk dijadikan buku gak cocok karena sejak awal ini diniatkan untuk bikin travel guide series gitu. Harus banyak foto ala buku-buku sejenis. Tulisannya gak begitu banyak.

  13. turut prihatin kak atas terjadinya kasus semacam ini. Kadang gak habis pikir dengan pihak yang merugikan oranglain dengan mudahnya. Udah 2 tahun lbh lho. Saya cuma bisa berdoa, semoga diganti rezeki lain yang lebih banyak dan memuaskan 🙂

  14. Postingannya nggak aku like ya Mas Yan, karena sebel juga bacanya. Jadi ikut ngira-ngira nominal yang dijanjiin, makin gondok.
    Tapi memang di kontrak kekunci bahasa kalo dibayar setelah buku terbit sih ya Mas. Jadi dah nggak bisa ngapa-ngapain lagi. Moga-moga effort nulisnya terbayar di lain kesempatan Mas Yan.

    • Iya mas. Pasti dapat dikira-kira itu nominalnya. Kalau dipake sekarang kayaknya aku masih bisa deh balik ke India lagi buat 2 sd 3 minggu all in. Atau buat liburan ke Jepang atau Korea semingguan. Lumayan sih.

  15. Aku baca artikel ini ketika muncul di feed WP ku.

    Bolak/i aku merenung, ya ampuun, kenapa yaaa, di dunia yg fana ini, ada orang2 yg seenaknya memerlakukan org lain dgn begitu kejam?

    Trus, aku shocked ketika di kalimat ini: Sebagai gambaran, dengan angka tersebut setara dengan biaya traveling ke India 1 bulan all in (tiket pesawat, transportasi antar kota, konsumsi dan akomodasi plus sedikit oleh-oleh) yang pernah saya lakukan dulu, atau juga setara tiket promo pesawat dari Indonesia ke Amerika Serikat atau salah satu negara di Eropa pulang-pergi.

    ya ampun, Yayan dan KohDed, kalian sungguh sabaaarr luar biasa!!

    • Iya mbak 🙂 nominal segitu memang relatif. Tapi menurutku cukup besar. (Sepadan dengan hasil kerja nulisnya). Sayangnya nominal itu hanya ada di angan-angan 🙂

  16. Semoga gak ada lagi ya pelaku kayak gini… bener2 merugikan banget sih ini….
    makasih sharingnya ya Yan. Ini jadi pelajaran juga buat aku…

    • Iya betul. Semoga rekan-rekan penulis/blogger dijauhin dari orang-orang kayak gini.

      Simpelnya jika mereka juga dirugikan, kejar orang yang merugikan mereka. Beber siapa orangnya, jadi kami ada gambaran juga bahkan mungkin kami bisa datangin langsung si pemberi job (pihak X) ini karena kami satu kota.

  17. Seenggaknya ada DP gitu mas dari penerbitnya dan ini gak ada dikasih kan ya? Semoga proyek selanjutnya bisa menjadi pengganti yang lebih baik lagi ya. DI satu sisi juga saya ikut belajar terkait kehati-hatian dalam nerima tawaran kerja sama.

  18. Mantap banget itu bayarannya. Kalau aja dilancarkan penerbitannya, kan pas banget ya momennya. Banyak wisatawan yang pasti akan membutuhkan buku trave guide begini.

    Semoga ada itikad baik dari penerbitnya. Kalau tetap gak ada, semoga ada rezeki pengganti yang lebih baik.

    • Udah gak ada etikat baik. Jikapun kelak mereka menghubungi karena adanya tulisan ini, kondisinya udah gak sama lagi. Ibarat udah gelas, ini udah pecah. Hiks. Makasih mbak Keke.

  19. terimaksih tulisan yang bermanfaat ini
    Saya kerap sungkan bertanya
    Untung job saya kebanyakan dapat dari lingkaran sendiri
    Atau perusahaan yang jelas seperti Kompasiana
    Sekali lagi terimakasih, andai akhirnya tak juga dibayar
    Mas Haryadi sudah membuat tulisan bermanfaat,
    sebagai pengingat bagi teman sejawat

  20. Jalan ninja yang berdarah-darah 😦 Besar itu nominalnya, Mas. Belum lagi effort buat menulisnya. Btw, sekadar berbagi pengalaman, sebaiknya minta surat kontrak yang sudah ditandatangani dulu oleh pihak pemberi order. Jadi bukan kita duluan yang menandatangani. Yang udah-udah sih, penerbit yang kerja sama dengan aku selalu begitu.

    Semoga dapat ganti yang lebih banyak dan lebih berkah ya, Mas.
    *doa di Jumat pagi*

    • Saat handphoneku rusak aku berusaha bertahan nunggu fee ini. Sampe kemudian hape itu rusak total, dan beli yang agak bagus (dengan harapan lebih awet), juga dengan pikiran, “bentar lagi fee dibayar.”

      Eh tahunya sampe detik ini malah ngezonk gini. Zalim sih mereka.

  21. Wah perjuangannya. Insya Allah banyak rezeki pengganti berkali lipat ya mas. Hehehe. Udah banyak banget itu yg ditulis. Pastinya sangat menyita waktu.

    Saya pribadi juga ngeri kalo bayaran semua ditunaikan di akhir begitu proyek selesai. Saya pernah juga kerja sama menulis untuk landmark Kota Denpasar. Sejak awal saya pribadi memang tak ingin semua bayaran diberikan di akhir. Saya tetap minta sebagian dibayarkan di awal. Ya ini, buat jaga2 kejadian begini.

    • Iya betul. Minimal setelah revisi di ACC pembayaran sudah dapat dilakukan.

      Kalau sekarang karena udah lama jadi ya berusaha legowo. Cuma kalo inget betapa perjuangan nulisnya gak main-main masih kesel hehe. Btw, ikhlas juga perkara waktu ya 🙂

  22. wah pelajaran sekali ya ini untuk para penulis nih, harus aware dan teliti sama kontrak, jangan sampai ada celah yang merugikan karena kita toh sudah meyelesaikan tugas kita kan, seharusnya ada komunikasi yang jelas juga dari pihak penerbit ya

    • Betul. Mereka harusnya gentle bilang sejak awal kalau proyek gak jalan lagi. Minta maaf dengan tulus, bukannya dengan ungapan kata-kata, “mau marahin balik” kalau kita marah. Aku yang tadinya selow pas baca kalimat itu jadi emosi. 🙂

  23. Udah lama banget gak blog walking. Semoga dapat rejeki yang lebih baik ya kak, makasih sudah sharing, smg jd pelajaran juga buat kita.
    Btw, blog ku pindah ke alamat baru kak. Ditunggu kunjungannya ya 🙂

  24. Jadi pelajaran yang sangat berharga ya Yan. Semoga setelah ini rejeki yang lebih banyak dan job yang lebih baik mengalir deras untuk Yayan dan Dedi. Serta, terhindar dari orang-orang tidak profesional seperti ini.

    Aku pun saat menerima kerjasama, lumayan cerewet soal SPK, bahkan pernah dibilang “sok” karena terlalu administratif, padahal di situlah letak profesionalisme sebuah kerjasama. Pernah sampai kutolak kerjasama dari sebuah usaha jasa dan produk, dan aku beruntung tidak jadi karena kemudian rekan lain yang tetap jalin kerjasama, tertipu oleh pihak ybs, sebab pada pelaksanaannya rekan2ku tidak mendapatkan produk sesuai nilai yang dijanjikan. Pantesan saat kuminta SPK detail dan ttd mereka nolak.

    • Iya benar mbak. Ke depan akan lebih ketat soal ini. Jika mereka hanya mau menulis poin yang menguntungkan mereka saja, better skip. Udah jelas ada indikasi gak bagus berarti.

      Semoga orang-orang ini akan mendapatkan balasan setimpal.

  25. Astaghfirullah. Bacanya aja aku gemeteran. Kalau itu aku, mungkin aku sedih dan kecewa dan kapok banget kalau harus berurusah dengan publishing lagi. Semoga ada ganti yang lebih baik ya mas di tahun 2021 ini. Lebih baik, lebih berkah, lebih banyak. aamiin

  26. Aku melihatnya mungkin pihak penerbitnya kesulitan keuangan, jadinya telat untuk membayar. Tapi nggak profesional juga kalau tidak memberitahukan lebih awal. Masalah duit gini emang sensitip ya.

  27. What a kampret story ya Mas Yan. Semoga segera digantikan rejekinya dengan yang lebih baik. Tapi setuju sih kenapa gak dia info, apapun kondisi dan kendalanya karena posisinya kan saling membutuhkan.

    Btw Mas Yan sama Mas Deddy ada rencana untuk nerbitin buku ini sendiri kah? Dibuat e-book gitu? Nulis travel guide Palembang dalam waktu singkat dengan topik beragam itu lumayan banget lho usahanya. Nyari ide, tuangin ide, nyusun kerangka, revisi, cari informasi, mending diterbitin aja sendiri Mas xixixi.

    • Kampret banget emang haha. Makasih ya, amin mudah-mudahan ada gantinya nanti.

      Untuk diterbitkan sendiri masih belum “layak” untuk jadi 1 buku. Karena ini niatnya travel guide gitu yang lebih banyak fotonya. Agak susah juga cari penerbit yang mau menerbitkan, terlebih, sebagian isinya udah basi hehehe.

Tinggalkan Balasan ke omnduut Batalkan balasan