Pelesiran

Drama Malindo & Cerita Perdana Jadi Tour Leader di Tengah Covid-19

Sekitar akhir Februari, tiba-tiba saja saya menerima WA dari Hanna Ester, traveler gaek yang kini jadi bos Dua Pao. Isi WA-nya saat itu kurang lebih, “bang mau jalan-jalan gratis nggak?”

Saya, yang udah setahun lebih nggak naik pesawat tentu saja menanggapi pesan itu dengan antusias. “Wuih mau dong!” haha ya ampun, sesakau itu loh saya liburan. Maklum, sepanjang tahun 2019 ada banyak hal yang terjadi di hidup saya yang membuat saya nggak bisa menjauh dari Palembang. Beberapa tawaran menggiurkan dari pihak pengundang harus saya tolak saat itu. Makanya, saat ditawari Hanna ini, saya senang bukan main.

“Tapi sambil nge-TL, ya!” balas Hanna lagi.

Saya menjawab cepat. “Boleh, ke mana?” trus, dikasih tahulah sama Hanna bahwa perjalanannya ke Kerala, India. Ah, saya baru ingat, beberapa bulan sebelumnya Hanna emang sempat nanya soal Kerala. Kayaknya saat itu Hanna lagi survey apakah mungkin dia buka open trip (OT) ke sana. Saya sih waktu itu bilang apa adanya. Kerala secara garis besar mirip Indonesia.

“Tapi tentu ada yang menarik di sana,” info saya sambil kasih link blog saya. Singkatnya, ternyata OT ke Kerala benar-benar dibuka dan, sayalah yang dipercayakan untuk mengawal trip perdana ke sana. Oke sip!

Percakapan berlanjut dengan efektif. Ternyata, saya hanya punya 10 hari untuk menyiapkan segala sesuatu sebelum hari keberangkatan. Siang itu juga, saya langsung apply e-visa India. Saya minta ke Hanna agar baru memproses tiket jika e-visa disetujui. Kurang dari 24 jam, e-visa saya dapatkan dan, saya setorkan ke Hanna. Sisanya, saya menunggu.

Open Trip Terancam Batal!

Saya lupa, tapi seingat saya di akhir Februari itu memang sudah ada orang di Indonesia yang dinyatakan positif covid-19. Tapi, saat itu situasi tak separah sekarang. Aktifitas masih berjalan seperti biasa. Belum ada larangan keluar rumah dan negara-negara lain belum memberlakukan lockdown. Baru China, Korea Selatan dan Jepang saja yang kayaknya jumlah penderita covid-19 lumayan besar. Di saat itu, beberapa teman yang saya kenal baik bahkan masih melakukan perjalanan ke negara-negara tersebut.

I took the risk.

Ya, saya mengambil risiko itu tentu dengan catatan-catatan ke diri sendiri bahwa saya harus mempersiapkan perjalanan ini dengan baik. Faktor pencegahan penularan saya perhatikan betul sembari berharap perjalanan berlangsung aman.

Hanna kemudian mengirimkan tiket penerbangan dari Jakarta ke Kochi PP. Tapi tiket dari Palembang ke Jakartanya belum ada. Saya masih wait and see sembari mengingat percakapan dengan Hanna sebelumnya di WA.

“Tolong infokan soal Do & Dont sebagai TL dong, Han. Aku belum pernah nge-TL sebelum ini,” pinta saya.

“Tenang aja bang, TL cuma nemenin peserta jalan-jalan kok soalnya di sana nanti akan ada TL lokal yang akan urusin,” jawab Hanna. “Aku cuma butuh perwakilan dari Dua Pao agar pesertanya ada yang nemenin di perjalanan.”

Penduduk Kerala lagi ngegosipin aku. “Eh ada cowok ganteng.” Gitu. Bhaaa.

Jujur aja, sebelum ini sudah ada beberapa temen lain yang coba “mendekati” saya dan minta bantu untuk nge-handle open trip yang mereka buat. Tapi, selalu saya tolak karena saya merasa nggak ada bakat untuk nge-TL hehe.

Saya sendiri kalau jalan cenderung suka bebas. Sempat sih kepikiran, “nah gimana kalau nemu peserta OT yang rese ya? Bisa-bisa saya makan hati nih saat di perjalanan!”

Eh, sebetulnya jika dianggap awam banget ya nggak ya. Setidaknya saya sukses deh ngajakin orang tua jalan 3 negara dan ngajakin 6 orang sepupu ke Singapura. “Tapi kan mereka orang yang udah dikenal. Jadi kalau rese bisa diomelin,” batin saja. “Nah kalau orang baru gak mungkin bisa begitu,” pikir saya lagi.

Haha! Ya sudahlah, bismillah aja semoga teman perjalanan saya kali ini orang-orangnya asyik. Saya dapat bocoran dari Hanna kalau peserta ini udah biasa jalan-jalan. Nah, dengan begitu saya lega. Soalnya kalau yang biasa pelesiran udah tahu gimana caranya bersikap di perjalanan.

Hari perjalanan semakin dekat. Tak lama, saya dimasukkan ke dalam sebuah WA group. Saya kaget, ternyata pesertanya sedikit sekali. Kurang dari 10 orang. Itupun sudah termasuk Hanna dan saya di dalamnya. Begitu saya memperkenalkan diri dan bilang bahwa saya yang akan nemenin perjalanan di Kerala tiba-tiba 1 orang left group. Waduh.

“Kalau yang ikutan sedikit kayak gini, Hanna dapet duitnya dari mana ya?”

Terus terang itu yang ada di benak saya. Saya nggak berani banyak nanya ke Hanna karena saya pikir saat itu dia lagi galau mau melanjutkan atau membatalkan trip ini. Saya pribadi, ya nrimo aja. Jikapun batal berarti saya belum kesempatan jalan-jalan lagi.

Di hari lain, Hanna tahu-tahu udah ngasih tiket Palembang ke Jakarta PP. “Jadi nih berarti,” pikir saya. Drama pertama muncul saat tiket pesawat Sriwijaya Air yang dipesankan Hanna mendadak diubah jadwalnya menjadi lebih siang. Kondisi ini jelas nggak mungkin karena saya bisa ketinggalan pesawat AirAsia-nya.

“Abang urus dulu deh ya,” pinta Hanna.

Saya udah telp ke Sriwijaya ternyata itu satu-satunya jadwal hari itu. Jika pilihannya ya antara dua yakni refund atau ubah jadwal sehari sebelumnya. “Minta ganti pesawat lain aja bang,” usul Hanna lagi.

Nah loh, keliatan banget Hanna lagi pusingnya hahaha. Kenapa? Ya jelas nggak bisa ganti maskapai toh, kecuali satu grup. Sriwijaya ke Nam Air atau Lion ke Batik/Wings, nah ini baru mungkin. Saat saya sampaikan, tak lama Hanna udah kasih tiket baru. Naik Citilink yang terbang jam 5 subuh! Oke sip! Tinggal saya pusing ntar ke bandaranya gimana buahaha.

Menjelang hari keberangkatan masih ada lagi peserta yang cancel. Hingga sehari menjelang hari H, hanya ada 5 orang peserta trip yang tetap bertahan. Jadi, bersama saya, berenam nanti kami akan menjelajahi Kerala, India.

Drama & Kesalahan-kesalahan Saya 

Kalau berangkat, sebisa mungkin saya nggak mau ngerepotin orang di rumah. Biasanya, kalau berangkat di jam nggak lazim gini, saya tidur di rumah tante dan berangkat dari sana subuh menggunakan ojol. Coba kalau tiket Sriwijaya nggak berubah, saya bisa naik LRT ke bandara. Nah kondisi saat itu, ditambah hujan deras semalaman, akhirnya saya minta tolong adik antar ke bandara.

Sekitar pukul 6 pagi saya tiba di Soetta dan harus nunggu 6 jam untuk terbang ke Kuala Lumpur sebelum kemudian terbang lagi ke Kochi. Begitu tiba, saya mendapatkan kabar bahwa 1 orang lagi cancel karena sakit. Ouh oke, jadi kami akan keliling Kerala hanya berlima.

Sesaat sebelum naik kapal ke TN Periyar.

Sekitar pukul 10 saya akhirnya bertemu dengan Bu Agnes, Pak Tri dan Bu Rina tak jauh dari gate keberangkatan. Satu peserta lain –Andreas, masih dalam perjalanan. Ntah kenapa, Andreas saat itu sulit dihubungi. Semua nomornya nggak aktif. Atas perintah Hanna, saya lantas membawa ketiga peserta lainnya untuk check in dulu di konter check in.

Mereka akan terbang menggunakan Malindo. Sedangkan saya naik AirAsia. Walau begitu, kami terbang di waktu yang hampir bersamaan. Hanya beda 10-15 menit saja. Untung ya sekarang semua penumpang bisa masuk ke area counter check in. Kalau sejak di pintu depan tiket sudah dicek maka bisa jadi saya gak bisa masuk dan nemenin check in.

Sampai di depan konter, kami dibantu dengan baik. Bahkan koper Pak Tri yang kelebihan berat sekitar 2 kg aja masih diperbolehkan masuk kabin. Nggak harus masuk bagasi dan membayar selisih kelebihan beratnya. Nah, saat check in saya nggak ngeh jika mereka hanya dikasih satu boarding pass. Yakni hanya dari Jakarta ke Kuala Lumpur. Padahal, tiket mereka itu fly-thru jadi seharusnya boarding pass dari Kuala Lumpur ke Kochi juga mereka dapatkan.

Setelah proses check in selesai, saya keluar dan menjumpai Andreas. Saya sempat nemenin Andreas makan dulu di AW sebelum kemudian kami berpisah gate. Nah, saat saya tengah menunggu pesawat inilah Hanna WA, “katanya penerbangan ke Kochi dibatalkan. Pihak bandara kasih info nggak?”

Petugas konter Malindo jelas nggak kasih info apapun soal pembatalan. Saat Hanna nanya soal boarding pass sayangnya saya nggak bisa kasih jawaban pasti karena nggak ngeh mereka dapat boarding passnya satu atau dua. Hiks, saya merasa bodoh banget nggak teliti soal ini. Mau nanya rombongan mereka udah terbang. Saya pun udah siap-siap masuk ke pesawat.

Pesawat saya terhambat terbang karena ada penumpang yang salah masuk pesawat. Ntah gimana ceritanya, ibu yang membawa 2 anak balita ini sampai nangis-nangis karena kesalahan itu. Perjalanan tertunda sekitar 30 menit jadinya. Dan, selama terbang saya berharap bahwa perjalanan rombongan menggunakan Malindo lancar.

Saya langsung menyalakan Wifi bandara begitu mendarat. Dan, mencullah kabar bahwa pesawat ke Kochi rombongan ternyata benar-benar dibatalkan. Huaaaa.

Saya mengerti kepanikan rombongan. Mereka pasti bingung dan nggak paham buat ngapain. Sedangkan, saya sebagai TL berada di pesawat lain dan mendarat di terminal yang berbeda dengan mereka. Untung Hanna dari jauh berusaha menenangkan. Sesuai arahan Hanna, mereka berusah mencari kejelasan.

Bu Agnes hepi banget di Gunung Kalvari. Panas? siapa takut! hehehe

Di sisi lain, saya dan Hanna juga berkoordinasi. Ada dua kemungkinan saat itu. Pertama, penerbangan ditunda sehari. Mereka harus menginap dulu di KL satu malam. Untuk handle ini sih saya bisa. Tapi, itu berarti perjalanan harus diundur sehari juga. Nah, Pak Tri nggak mungkin karena harus kerja.

Opsi ini juga merugikan menurut saya. Pertama, biaya hotel di Kochi pasti hangus. Kedua, Hanna harus keluar uang untuk transfer peserta ke pusat kota KL, bayar lagi biaya penginapan di kota dsb. Ada opsi lain yang saya tawarkan tapi ini juga jelas mencekik Hanna yang sejak awal saya tahu nggak dapat keuntungan dari trip dengan hanya 5-6 peserta.

“Opsi lain Han, beli tiket Airasia dan mereka bisa berangkat bareng sama aku malam ini.”

“Gak sanggup aku bayarin tiket mereka semua,” jawab Hanna.

Percakapan dengan Hanna saat kejadian.

Hiks, ya sih. Ruginya jadi berkali-kali lipat. Tapi, memang risiko berbisnis ya begini nih. Hanya yang kuat mental dan modal yang berani buka open trip kayak gini hehe. Makanya, saya salut banget dengan keputusan Hanna untuk terus jalan padahal di satu sisi dia sudah merugi. Kebahagiaan peserta grup adalah segalanya dan dia nggak mau mengecewakan peserta yang masih semangat untuk ke Kerala.

Tak lama diputuskan bahwa saya harus keluar imigrasi dan menemui rombongan di KLIA1. “Nanti tanyain satu-satu maunya gimana ya bang. Apa mau lanjut atau mau batal dan pulang,” pinta Hanna.

Saya jadi ingat perjalanan ke Hongkong saat berpindah terminal kayak gini haha. Dan, di perjalanan menuju KLIA1 tahu-tahu saja Hanna udah kirim tiket pesawat Airasia Kuala Lumpur ke Kochi buat rombongan. “Bang, segera jemput mereka di KLIA1 dan bantu mereka check in di KLIA2, ya!”

AHSIAAAAP!

Sambil jalan ada banyak spekulasi yang merebak di pikiran saya. “Kok bisa ya petugas Malindo gak informasikan jika pesawat cancel?”

Saya dan Andreas ngenes melihat pose-pose romantis Pak Tri dan Bu Rina. Kapaaaan oh kapaaaaaan kami bisa pose gini jugak.

Saya jadi teringat perlakuan spesial petugas konter yang mengizinkan bagasi masuk kabin padahal kelebihan. Jangan-jangan dia nggak mau pusing ngadepin komplain ya dan nyerahin ke Malindo KL aja. Hoho. Wallahu alam.

Alhamdulillah proses check in Airasial berlangsung lancar. Kami baru bisa makan setelah benar-benar melewati imigrasi. Makan siangnya direkap dengan makan malam jadinya karena kejadian ini. Untungnya, rombongan yang saya temani ini baik-baiknya ya ampuuun. Nggak ada tuh yang marah karena kejadian ini haaa. Setelah mampu melewati hari pertama yang menegangkan, saya tahu bahwa perjalanan saya bersama mereka akan dilalui dengan menyenangkan.

TL si Tukang Tidur

Kepada rombongan, saya sampaikan bahwa ini kali pertama saya jadi TL. Saya sampaikan juga bahwa walaupun Hanna bilang saya sekadar menemani saja, tapi saya minta jika ada yang perlu bantuan jangan segan-segan bilang ke saya. Secara ya, sedikit banyak saya bawa nama Dua Pao juga. Saya nggak mau karena kesalahan saja, nama Dua Pao jadi jelek.

Tugas saya sebagai TL sama sekali nggak berat. Saya hanya mewakili rombongan di saat-saat tertentu saja. Misalnya saat check in di hotel, atau saat antre beli tiket masuk tempat wisata. Sama Hanna, sudah diinformasikan bahwa masing-masing rombongan setor uang kas kepada saya. Uang ini dipakai untuk segala keperluan bersama. Nah, nanti di akhir perjalanan baru saya rincikan sisanya berapa.

Sisanya, ya paling mengingatkan rombongan bahwa kegiatan hari itu ngapain aja. Trus saya juga bertanggung jawab mengingatkan soal jadwal. Walaupun, kadang malah saya yang suka blank kalau ditanya, “eh nanti di kota X kita bakalan ngapain aja ya?” kalau udah ditanya gitu baru deh saya buka contekan itin yang dikirim Hanna hehe.

Kelemahan saya yang lain, saya mudah teler kalau naik mobil terlebih jika melewati jalan yang berkelok-kelok. Makanya, untuk mengantispasi, setiap pagi saat mulai jalan, saya minum antimo dulu. Kebetulan saya dan Andreas duduk di belakang. Dan kami berdua kompak minum antimo.

Nah yang pake kemeja putih itu Sooraj. Nama panjangnya Sooraj Hua Mahdam Jalne Jalne Laga. *nyanyi

Alhasil, di perjalanan, saya tidur karena efek obat. Ini nih yang bikin malu soalnya ada momen-momen yang saya (bisa jadi) seharusnya nimbrung di obrolan, atau saya yang harusnya nemanin sopir biar dia jalannya gak grasa-grusu, eh yang ada saya malah zzzzz. Beberapa kali momen memang Sooraj, si driver kami ini bawa mobilnya bak pembalap sih hoho.

Ditambah lagi jalanan yang sempit dan tipikal orang bawa kendaraan di India, ya. Beberapa momen sempat bikin degdegan haha. Walaupun itu gak sepenuhnya salah si Sooraj juga. Sebagai sopir dan ternyata owner perusahaan di Kerala, dia keren dan sangat helpful. Orangnya juga sopan banget. Recommended!

Drama Lain di Hari Kepulangan

Pasca drama Malindo di hari keberangkatan, saya minta ke Hanna untuk terus memantau tiket pulangnya. Jangan sampai tahu-tahu dibatalin tanpa pemberitahuan sebelumnya lagi. Maksud saya, jika ternyata batal dan perjalanan harus lebih cepat satu hari nggak apa-apa. Lebih baik begitu ketimbang stay lebih lama di negara orang di tengah isu pandemi yang kian menyeruak.

Saat kami tiba, hanya orang yang berasal dari Iran, Jepang, Korea Selatan dan China yang dilarang masuk ke India. Covid-19 juga kayaknya belum parah banget di Eropa, nggak kayak sekarang di mana Italia dan Spanyol menjadi negara dengan korban meninggal paling banyak.

Setiba di bandara Kochi ada memang pemeriksaan suhu tubuh. Tapi menurut saya masih wajar sih. Sama kayak saya pulang umroh dulu ya dicek kayak gitu. Penerimaan staf hotel juga baik. Hanya, di hotel terakhir kami diminta untuk mengisi semacam formulir tentang kondisi tubuh apakah demam, batuk atau meriang.

Saat menjelang pulang itu juga saya sempat dengar isu bahwa India sedang mempertimbangkan untuk lockdown negara mereka. Tapi sampai kepulangan kami di tanggal 12 Maret, peraturan itu belum diberlakukan. Kami menuju bandara dengan perasaan lega walaupun tetap deg-degan karena trauma dengan status Malindo saat keberangkatan.

Saat tiba di terminal keberangkatan, saya dibikin cemas. Tidak ada pesawat Malindo di daftar penerbangan yang tampil di TV bandara. Saat bertanya ke petugas, saya diarahkan untuk menghampiri konter informasi yang ada tak jauh dari situ.

Nemenin Bu Agnes ngeborong embroidary. Pangeran Charles udah pernah ke toko ini loh.

“Penerbangan ini cancel,” kata petugas itu.

Waduh, saya langsung lemas. Ada apa dengan Malindo huaaa. Padahal, penerbangan saya sendiri menggunakan AirAsia masih lancar. Saya lantas menghampiri rombongan dan menyampaikan apa yang terjadi.

Saya kontak Hanna untuk cek email apakah ada info penerbangan dibatalkan. Saya juga minta ke Sooraj agar jangan jauh-jauh dulu dari bandara. In case kami harus menginap di Kochi lagi, kami masih butuh bantuannya. Sooraj lantas menelepon temannya dan berkata, “teman saya bilang masih on schedule kok.”

Duh semoga ya. Saya kembali ke meja informasi. Lalu, dengan telepon yang ada di sana, saya disambungkan ke petugas Malindo.

“Saya baru bisa kasih kepastian jam 9 malam,” ujar petugas Malindo.

“Hah, yang benar aja? Kasih kepastian yang jelas dong. Kalau emang batal, kami mau cari opsi penerbangan lain.”

Saya ngomel juga jadinya ke mereka. Nggak kebayang sama Hanna kalau harus beli tiket baru lagi huhuhu kasihan. Juga ke rombongan yang sudah harus pulang ke Indonesia karena harus kerja. Kalau saya sih, diinepin lebih lama juga gak masalah.

“Oke, nanti kamu tunggu sampai jam 6 sore. Baru kemudian kamu bisa masuk ke dalam,” ujar si petugas.

Jadilah, selama kurang lebih sejam kami menunggu di luar dengan harap-harap cemas. Pak Tri membantu dengan memantau penerbangan dari Kuala Lumpur. Simpelnya sih, kalau pesawat dari KL terbang, maka kami juga akan terbang ke KL karena pesawat itulah yang akan mengantarkan kami pulang. Dan, menurut flightradar, pesawat dari KL udah terbang. Yeay!

Sekitar hampir jam 7 malam, kami lantas masuk. Niatnya mau check in. Tapi ternyata konternya belum buka. Oh ya, belajar dari pengalaman kelebihan bagasi di Jakarta dan Kuala Lumpur (saat terbang dari KL dan ganti maskapai, Pak Tri kena biaya bagasi sekitar 200 ringgit), Hanna sudah bantu untuk proses pembelian bagasi via online untuk Pak Tri dan Bu Rina. Tapi webnya error.

TL yang suka sakau antimo akhirnya ikutan pose wakakakak.

Betapa kagetnya kami saat check in di konter, setelah dikalkulasi biaya bagasi yang harus dibayar Pak Tri itu 6 juta rupiah! Gila banget! Padahal sejak awal perkiraan kami ya nggak jauh beda dengan bagasinya AirAsia. 500 ribu sd 1 jutalah.

“Kalau segini, mending beberapa baju/celana dibuang aja, Pak. Duit segitu mending untuk beli baju baru.”

Coba, duit 6 juta bisa dapat berapa baju dan celana baru? Alhasil kami melipir dan mengatur ulang bagasi. Satu kresek berisi pakaian jadinya emang dibuang sama Pak Tri. Malindo gini amat yak >.< saya pernah pengalaman bagasi kayak gini juga dengan Airasia. Pas mau beli, web error. Saat saya laporkan ke petugas konter, saya dikenakan biaya yang sama dengan biaya pembelian bagasi di internet. Jadinya lebih murah.

Saya sudah dengar betapa kacaunya maskapai Malindo dari beberapa teman dekat. Dan, karena kejadian ini saya mengalami langsung. Dari yang pembatalan tanpa pemberitahuan, handling complaint petugas di bandara hingga soal bagasi. Saya sampe bilang ke Hanna, “udah Han, blacklist aja maskapai satu ini.” Hehehe. Lantas kenapa sih Malindo membatalkan penerbangan seenak jidat? apa karena korona? eh belum tentu.

Soalnya saat check in di Soetta, saya ketemu Uni Raiyani yang naik Malindo juga dan terbang ke Varanasi, India. Jadi, penerbangan rombongan dibatalkan karena jumlah penumpang sedikit. Harus diakui Kochi emang bukan daerah tujuan wisata utama, buktinya penerbangan saya ke Kochi dengan Airasia masih berjalan sesuai rencana. Nah, mestinya Malindo gak bisa batalin last minute kayak gini kan huhuhu.

Saya lega banget ketika kemudian berhasil terbang dan tiba di KL. Walau beda terminal, kami tetap berkomunikasi di WAG. Dan, semakin legalah saya dan Hanna bahwa beberapa hari setelah kami pulang, India mulai memberlakukan penutupan akses masuk dan keluar negaranya. Sampai saya menuliskan cerita ini, beberapa teman saya lain masih terjebak di India dan masih belum bisa pulang.

Alhamdulillah, terlepas dari kekurangan saya sebagai TL dan drama-drama yang mengiringi perjalanan ini, saya jadi belajar banyak tentang proses mengandle peserta trip walaupun jumlahnya kecil. Saya beruntung dikasih kesempatan oleh Hanna. Saya juga senang banget, perdana bertugas sebagai TL ala-ala, eh rombongannya baik-baik buangeeet.

Saking baiknya, saya sampe speechless pas terima amplop dari mereka. Itupun setelah adegan persilatan panjang dengan Bu Agnes hahaha. Ya Allah, nggak espektasi apapun soal itu, beneran. Karena sejak awal saya udah bilang ke mereka bahwa saya sekadar nemenin jalan dan bukan TL profesional. Bisa naik pesawat lagi setelah vakum setahun lebih bareng mereka aja saya sudah bahagia.

Btw, salah satu alasan kenapa saya nekat ambil kesempatan dari Hanna (baca: ambil risiko di tengah Covid-19), karena saya ngarep besok-besok diajakin ke India lagi sama Hanna buahaha. Untung-untung kalau nanti diajakin ke negara-negara yang saya sendiri belum pernah saya datangi, bukan? Jepang, Koreyah, US atau Amerika Latin gitu. KODE BANGET INI HAN! Hahahaha.

Oke, untuk cerita perjalanan ke mana saja kami jalan di Kerala, dapat dibaca di sini, ya! 

61 komentar di “Drama Malindo & Cerita Perdana Jadi Tour Leader di Tengah Covid-19

  1. Ternyata oh ternyataaa. Hahahaha. Ketika liat di media sosial seneng banget ye, Kak. Tapi aslinya penuh drama. Tegang bener bacanya, euy!

    Masih nungguin cerita di Keralanyaaaaaaa nih. Hahahaha.

    • Buahaha bener Bim. Yang dishare di sosmed itu bagian hepi-hepinya doang. Tapi emang pas lagi situasi riweh gak kepikiran buat nge IG story sih hwhwhw.

  2. sudah sangat helpful sbg TL krn kadang kita butuh ditemani saja..
    schedulenya juga fleksibel..
    sesekali menjawab pertanyaan2 kita dan menjelaskan..
    dan yang penting kali ini adalah…TL nya suka photography..yeeaayy..☺😊

    • Haha dibocorin sama Hanna bu, yang bikin peserta tur seneng itu kalau makan tepat waktu sama seneng difotoin. Wah pas banget, soalnya aku emang suka motret dan emang demen fotoin orang hehehe.

  3. Wohooo… Deg2an banget saat bacanya. Tapi bagus juga sih kasih pengalaman behind the scene, siapapun kalo mau jalan harus siap.
    Semoga segera bisa te el ke berbagai belahan dunia.

  4. Sangking mengalirnya ini cerita, berasa ikut deg2 an urusan maskapai. Bisa ga pulang, tertahan atau gimana2nya.. apalagi urusan bagasi. Perjalanan begini mesti siap mental klo kenyataan diluar rencana… MasyaaAllah om… Luwar biyasak behind the scene…semoga cerita perjalananya minimal sebanding sama keseruan tantangannya 🙈

    • Walau aku yang jadi pihak pelaksana, yang mentalnya ditempa banget itu si Hanna 😀 aku posisinya nerima apa aja keputusan dia. Tapi emang aku juga jadi belajar dan semakin yakin, bisnis modal nekat aja nggak cukup. Harus ada modal duit yang beneran cukup ^^

  5. bermalam di perahu (house boat) tapi parkir di pinggir jalan gede dekat jembatan,,,
    jangan lupa ditulis ya mas !
    Kalo ingat pingin ngakakkk…

  6. Kalau udah gini, ada dua sis positif dan negatifnya nih.

    Positifnya: pekerjaan ini akan menjadi candu.
    Kemampuan leadership kita diasah, taktis, dan lebih profesional.

    Berdasar pengalaman pribadi, setelah beberapa tahun lalu ngambil sertifikat jadi tour leader (di Bali), aku hanya sempat ngaplikasiin pengalaman di dua tempat saja. Gak mau ngambil banyak-banyak.

    Karena apa?
    JAWABANNYA di bawah.

    Negatifnya: kita liburan, tapi bukan liburan, haha!
    Jangan lupa faktor bahwa nanti akan dijulidin, “yah, udah turun pamor/segitu banget pengen duit sampe mau jadi TL?” (Ini cuekin aja)

    Jangan lupa, TIPPING-lah yang bikin rindu.
    Bahwa pekerjaan kita dihargain.

    Jangan kapok jadi TL! 🖖

    • Haha makasih komen panjangnya mas. Iya, pekerjaan ini bikin candu karena kita basicnya emang udah suka jalan-jalan. Soal kemampuan leadership ini semacam membangkitkan bakat lama yang sudah terkubur haha. Ternyata bakat yang diasah saat ngantor dulu kebantu juga di situasi kayak gini.

      Sejak awal nerima tawaran Hanna, aku bener-bener nggak mikirin soal apakah akan dapet fee. Apalagi dengan keadaan dia rugi besar kayak gitu. Dan honestly emang gak ada dapet sama sekali. Tapi, aku paham sejak awal tawarannya emang sekadar menemani. Next, kalau diminta lagi, baru deh deal-dealan upah lelahnya hahaha.

      Tapi ya namanya rezeki ya, tahu-tahu dikasih tips sama rombongan. Aku keras banget menolak soalnya ya ngerasa apa yang aku lakukan biasa banget. Tapi aku ingat omongan Bu Agnes saat kami “bertarung” hahaha. Kurang lebih, “tolonglah terima, katakanlah ini bentuk terima kasih kami. Mas Yayan nggak menghargai kami kalau nggak terima ini.”

      Ya sudah aku terima. Amplop yang dimasukkan secara paksa ke ransel bagian dalam itu baru aku buka sehari kemudian. Pas dibuka, aku kaget dengan nominalnya. Lumayan banget ngegantiin biaya-biaya pribadi yang aku keluarkan untuk perjalanan ini (beli asuransi, aktifin roaming internasional, transport dari dan ke bandara, makan di bandara, makan selama di perjalanan termasuk tiket masuk tempat wisata). Alhamdulillah banget. Pas lapor ke Hanna juga dibilang, “wow salut dapet sebanyak itu. Secara yang ngasih cuma 4 orang! itu artinya mereka senang dengan bantuan abang.”

      Jadi, pengalaman pertama jadi TL ala-ala ini emang menyenangkan sekali terlepas drama di perjalananya 🙂

      Eh jadi komen panjang di sini hahaha.

  7. Dibalik keseruan, dibalik kebahagiaan dan dibalik trip yang terlihat wahh tentu ada drama dan konflik ya kak.
    Semangat terus kak

    • Untuk orang yang ngakunya degdegan kalau disuruh ngurusin orang lain, aku jadi ingat pernah melamar sebagai TL profesional di sebuah perusahaan tur gede. Pikirku dulu, “ini kesempatan untuk melihat dunia luar.” Sayangnya nggak kepilih. Kurang tampan* buahaha secara TL di tur tsb emang terkenal karena ketampanan dan kecantikannya. Maklum peserta tur kebanyakan ibu-ibu.

      *selain kurang cakap juga kali ya di hal lain lol. Bukan insyekyur cuma sadar diri haha walau ngarep masih dikasih kesempatan kapan-kapan sama tur tsb.

  8. Woah, untung tetap bisa berangkat ya mas Yayan 😱 kasihan juga kalau sampai dibatalkan terus nggak bisa berangkat dan harus pulang ke Indonesia padahal sudah sampai di Malaysia. Tapi saya juga tau pasti berat untuk mba Hanna harus menombok banyak biaya termasuk tiket pesawat Airasia sebagai pengganti Malindo yang batal terbang 😑 memang menurut saya, dari segi sistem dan lainnya, Airasia masih lebih better hehehe..

    Mungkin dengan debut mas Yayan as TL sekarang bisa membuka pintu kesempatan ke depannya jadi TL lagi ke negara lainnya. Mana tau cita-cita ke Amerika bisa kesampaian 😁 dan saya percaya kenapa para peserta tour sampai kasih tips banyak karena peran mas Yayan untuk mereka itu penting, meski menurut pemikiran mas, di sana mas hanya menemani hehe. Soalnya saya kalau sedang ikut tour pun merasakan betul bagaimana pusingnya TL yang mengurus peserta tour especially soal urusan menjaga mood peserta agar tetap membawa vibe liburan (which is nggak mudah) 😂

    By the way saya masih tunggu info soal PO bukunya mas, nggak sabar 😀

    • Haha yes, menjaga mood itu sesuatu banget 🙂 itu yang berusaha aku jaga walau ntah sukses atau nggak karena tergantung penilaian peserta hehe.

      Eh soal buku, udah bisa dipesen. Bisa lewat bit.ly/pesanbukuomnduut
      Atau DM aku di salah satu sosmed ya (IG atau FB) Makasih 🙂

  9. Yakin mau diajak ke negara-negara baru sambil nge-TL? Nanti kamu gak bisa bebas eksplor lho, kalo ke Kerala kan kamu udah pernah 😀

    Anyho, aku kaget Malindo separah itu. I mean, mereka kan di atasnya Lion, udah mau setara Batik Air. Pengalaman-pengalaman awalku sama Malindo bagus, setelah-setelahnya ada pengurangan servis karena kebijakan Lion Group tapi masih okelah. Info pembatalan penerbangan KL-Kochi itu baru di hari keberangkatan, mas? Nggak mampir ke konter Malindo dulu di KLIA?

    Setelah tau ceritamu, aku hindari Malindo buat penerbangan-penerbangan antimainstream deh hahaha

    • Yakin. Minimal aku udah tahu medan dan nanti jika tertarik dan merasa nggak puas, bisa balik lagi sendiri dan eskplor/jalan-jalan sebagaimana yang biasa aku lakukan 🙂

      Malah diberitahu begitu udah sampe di KL, Nug. Di Jakartanya nggak dikasih tahu, ntah karena petugasnya emang sengaja atau emang pembatalan baru diberlakukan last minutes.

      Nana PinkTraveler juga pernah ada kejadian jelek sama Malindo. Beberapa lain juga yang aku baca di grup jalan-jalan.

      Iya, untuk rute mainstream baiknya hindari aja. Kalau rute “seksi” dan padat gakpapa karena kalau penumpang banyak ya kayaknya kecil kemungkinan dibatalkan.

  10. Udah banyak yang minta aku buka open trip ke India dll, tetapi aku orangnya nggak mau ribet ngadepin orang. Jadilah males buka open trip wkwkwkw.

    Pengalamanku dengan Malindo justru smooth. Nggak kaget sih ketika kelebihan bagasi harus bayar segambreng, udah banyak kasusnya sih.

    • Ntah kenapa Malindo webnya error mulu pas mau beli bagasi. Tapi kita sempat liat rate/biaya bagasi perkg-nya. Udah diperirakan satu jutaan lebihlah kalau bagasi dari Cochi sampe Jakarta. Seburuk-buruknya double yakni sekitar 2 juta.

      Eh, pas dihitung sama petugasnya 6 juta wakakak. Udah macam beli tiket untuk berapa orang. Makanya tak buang aja jeans2-nya Pak Tri yang berat-berat.

  11. Kok bisabisanya ya salah masuk pesawat itu
    Seru pengalamannya om
    Kalau aku mana sanggup
    Ngurusin diri sendiri aja capek apalagi ngurusin orang lain. Ga kebayang

      • Malindo emang bagusan dari Lion tapi ternyata manajemennya sama kampringnya yaa. Etapi aku dari Langkawi-KL naik Malindo emang bagasiku yg super berat oleh coklat itu lolos koq.

        Pas di KLIA 2-nya nggak lolos, kena skrining koper sesudah check in. weww..

  12. Untung pesertanya baik2 dan gak rewel yah, Kak. Deramak Malindo ini emang jadi buah bibir yang gak habis2. Oh iya, gak bisa bayangi kalo kk masih kejebak di India. Allah Maha Baik. Kasian juga untuk mereka yang kejebak dan nunggu lama sampe India gak lockdown lagi. Ya Allah.

    • Iyo alhamdulillah. Aku jugo dak mau terkeno penyakit itu atau bahkan bawa penyakit ke rumah. Situasi sebulan lalu itu jelas beda dengan sekarang. Sekarang bae, aku dah sebulan dak Jumatan. Nyeberang Ampera la dak pernah lagi saking aktifitas cuma rumah-toko, rumah-toko, dan waktu buka toko be sudah dibatasi nian, 4 sd 5 jam bae sehari.

      In case aku saat itu dak berangkat, aku jugo dak mau ngejudge temen-temen lain yang tetap berangkat, bahkan ke negara-negara berdampak paling besar di awal-awal. Soal keputusan berangkat atau idak itu memang masing-masing tergantung orangnyo.

  13. Mampir ke sini karena nggak sengaja lihat stories di Instagram. Sebelum dalam berkomentar “Emang ada postingan apa nih Mas Yayan?” Saya lebih dulu berkomentar, “Ohiya, ada ya yang namanya ‘blog’.”
    Huhuhu.. masih saking keselnya gagal ngetrip, lagi males buka blog.
    Wkwkwkwk.

    Anyway, kenapa kok penerbangannya nggak bareng Mas? Ngebayangin jadi anggota open trip dan panik karena banyak drama begitu, tapi yang nemenin beda pesawat. Jadi semakin yakin kalo ke mana-mana mending ngeteng sendiri ya. Hahahahaha.

    Malindo kok gitu amat ternyata, padahal harganya juga standar, nggak murah menurutku.

    • Haha hayo mas Akbar nulis lagi, aku kangen baca tulisannya.

      Penerbangan beda karena kayaknya Hanna dapet tiket promo buat Malindo ke Kochinya. Soal kenyamanan kayaknya Malindo emang (dianggap) lebih nyaman. Dapet snack (kalo gak salah) dan ada FE-nya. Kalau Airasia kan gak ada ya.

      Nah, pas aku diminta itu harga malindo udah tinggi. Eh ternyata, itulah yang terjadi. Ujung-ujungnya tetap naik Airasia juga dan dedegan pas pulang karena Malindonya macam cowok galau baru diputusin cewek. 🙂

  14. Astagaa ini kok aku bacanya sambil deg-degan yah, aslik! Betapa paniknya ketika menghadapi maskapai yang cancel mendadak dan juga harus make sure ke customer bahwa kita baik-baik aja. Salut bang!

  15. Ah,malindo memang lagi downgrade layanan.ga ada jatah bagasi Dan snack buat tiket paling murah, dan berapa pesawat yg ga ada IFE nya. Saya lagi tunggu refund tiket karena reschedule mereka, dan 3 Bulan ga ada kemajuan.btw jalan2 nya penuh drama ya, alhamdulillah selamat kembali ke Palembang.😀

  16. Gilaaaa , makin manteeep aku ngeblacklist maskapai ini dan groupnyaa :D. Ga berubah ternyata.

    Duuuh saluuut semuanya bisa jalan lancar walopun aku juga kepikiran, ini ruginya berapa si Duo Pao yaaa :(. Ga gampang memang menjalankan usaha travel, apalagi di saat pandemi. Itu juga yg bikin aku ga tega utk minta refund mas dr travel mas ariev utk trip sept besok. Aku pilih reschedule juga ke sept 2021.

    Walo suka jalan, aku bukan tipe yg bisa bawa orang. Pernah bawa sepupu , adek dan temen, itu aja udah skit kepala Ama semua drama hahahahah. Ga kebayang yg dibawa orang ga dikenal :D. Mending aku jd peserta ajaa huahahaha

    • Haha iya, aku juga kayaknya mikir panjang kalau ada kesempatan jalan. Kalau ada maskapai lain, aku pakai yang lain aja. Masih trauma :p
      Merusak rencana perjalanan.

      Jadi TL emang nano-nano haha, serunya ada. Tapi aku gak kapok, apalagi kalau nanti berkesempatan nge-TL ke destinasi yang belum pernah didatangi.

  17. Ping balik: TL Series: Tragedi Kehilangan Paspor | Omnduut

Tinggalkan Balasan ke omnduut Batalkan balasan