
Source image : mediaindonesia
Saat berkunjung ke Bandung tahun 2004 silam, saya teringat satu percakapan sederhana yang terjadi antara ibu dan ayah saya. “Sekarang Bandung panas ya, Yah. Dulu kita tahun 1992 ke sini dingin banget. Ke mana-mana pakai jaket,” ujar ibu saya.
Saya sih terus terang sudah lupa sedingin apa Bandung pada saat itu. Maklum, saya masih kecil banget. Lupa masih suka ngompol di kasur apa nggak hehe. Yang jelas, saat 2004 ke sana, saya mengamini apa yang dibilang ibu saya itu. Bandung terasa gerah. Apalagi, kami ke Bandung setelah mengunjungi saudara di kota Magelang, Jawa Tengah yang udaranya (saat itu) masih sejuk.
Saat saya kembali lagi ke Bandung tahun 2015, tak hanya cuaca panas. Kondisi Bandung sudah tak semenyenangkan tahun 2004. Ke mana-mana macet. Polusi udara di mana-mana. Tak heran cuaca Bandung cepat berubah ya. Dalam hitungan 2 dekade sejak tahun 90-an saja, perbedaannya kental terasa. Sayangnya, hal yang sama juga banyak terjadi di sebagian besar kota di Indonesia.
Lenyapnya Hutan di Indonesia
Dalam hemat pemikiran saya, Jawa Barat itu provinsi yang tak susah dijangkau. Dalam artian, dekat dengan pusat pemerintahan dan lebih mudah untuk “diawasi”. Nyatanya, kerusakan hutan di provinsi ini tergolong masif.
Forest Watch Indonesia (FWI) bahkan berkata, kawasan Puncak, Bogor mengalami kerusakan hutan dan lahan dalam kurun tahun 2000-2016. Terhitung lebih dari 5700 hektar hutan alam “HILANG” di kawasan Puncak. Kondisi itu hanya menyisakan 21 persen hutan alam dari total wilayah hulu daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung.

Kebakaran hutan di Indonesia. Source prayingforindonesia.com
Pertanyaan selanjutnya, “hilang” ke mana, kah, hutan-hutan itu? Pertama, hutan dapat hilang ketika terserang hama dan penyakit. Jangan salah, tak hanya manusia dan hewan, namun (vegetasi) hutan juga dapat terserang penyakit sehingga dapat vegetasi yang ada di sana.
Kedua, perambaan hutan. Sudah seyogyalah manusia dan hutan dapat hidup berdampingan. Manusia dapat menggunakan sebagian lahan di hutan untuk bercocok tanam. Namun, seiring meningkatnya populasi manusia di sana, maka fungsi utama keberadaan hutan akan terusik dan lama-lama hutan akan habis.

Bencana kabut asap tahun 2015. Pagar dan rumah tetangga depan lenyap dan jadi tak terlihat!
Tak heran, selanjutnya manusia akan melakukan berbagai macam cara untuk membumihanguskan hutan. Cara yang paling mudah dan murah ialah dengan membakar. Mereka dengan sengaja membakar hutan untuk menjadikannya sebagai lahan perkebunan, pemukiman dan peternakan. Inilah alasan ketiga kenapa hutan akan cepat hilang yakni disebabkan oleh kebakaran hutan yang sebagian besar karena ulah manusia.
Lalu, alasan lain hutan menjadi cepat hilang yakni adanya praktik llegal logging yakni penebangan hutan secara liar sehingga menurunkan dan mengubah fungsi awal dari hutan itu sendiri. Ah, ngomongin ilegal logging, saya jadi teringat kunjungan saya ke Taman Nasional Tanjung Puting yang ada di Pangkalan Bun. Mengerikan, hutan di sana sudah beralih fungsi menjadi kebun sawit.

Orangutan di Tanjung Puting
Yang menyedihkan lagi, orangutan yang berada di Tanjung Puting mulai terpinggirkan padahal seyogyanya itulah rumah mereka. Pernah dengar kasus orangutan diburu untuk kemudian dibunuh karena dianggap hama? Saya ingat pernah nonton satu berita di TV penduduk membakar pohon di mana ada orangutan yang berlindung di atasnya. Naas, orangutan itu mati terbakar akibat ketamakan manusia.
Dampak Kerusakan Hutan yang Mengerikan
Beberapa waktu lalu, saya hadir dalam sebuah acara bertajuk Forest Talk With Bloggers: Menuju Pengelolaan Hutan Lestari yang diadakan oleh Yayasan Dr.Sjahrir. Di kesempatan itu, hadir beberapa pemantik diskusi, di antara lain, Ibu Dr.Amanda Katili Wiode yang merupakan manager Climate Reality Indonesia.

Daeng Amril, moderator acara Forest Talk beserta pemantik diskusi.
Ada juga Ibu Dr.Atiek Widayati yang mewakili Tropenbos Indonesia dan Ibu Ir.Murni Titi Residana, MBA yang mewakili Kantor Utusan Khusus Presiden RI bidang Pengendalian Perubahan Iklim. Serta Bapak Janudianto, perwakilan dari APP Sinar Mas. Acara ini sendiri dimoderasi oleh Bapak Amril Taufik Gobel. Acara yang berlangsung di Kuto Besak Teater Restaurant itu berlangsung seru walaupun jujur, di beberapa slide presentasi yang disampaikan, saya merasakan kengerian terhadap kondisi hutan di Indonesia.
Misalnya saja terkait dengan kota Bandung yang sebelumnya saya ceritakan, tidak heran jika hilangnya hutan di Jawa Barat secara tidak langsung berdampak pada kondisi udara di kota Bandung. Lenyapnya hutan berdampak langsung pada PERUBAHAN IKLIM. Oksigen (O2) yang tadinya melimpah di atmosfer karena “diproduksi” oleh hutan langsung berkurang. Padahal, selain menghasilkan O2, hutan juga membantu menyerap gas rumah kaca yang menjadi penyebab terjadinya pemanasa global.

Tentang efek gas rumah kaca
Belum lagi dengan adanya deforestasi yang membuat jumlah karbondioksda (CO2) yang dilepaskan ke udara semakin besar. Deforestasi juga berdampak pada pertukaran uap air dan CO2 yang terjadi di antara atmosfer dan tanah yang memiliki efek langsung terhadap perubahan iklim dunia.
Tidak hanya iklim dunia yang terancam, kita juga terancam KEHILANGAN BERBAGAI JENIS SPESIES makhluk hidup. Ya, hutan itu rumahnya tumbuhan dan hewan. National Geographic bahkan bilang 70% tanaman dan hewan itu hidupnya di hutan. Jadi, seiring rusak dan lenyapnya hutan, maka beraneka ragam fauna dan flora juga terancam hidupnya.
Bahaya lain dari kerusakan hutan ialah TERGANGGUNYA SIKLUS AIR. Hutan itu berperan dalam menyerap curah hujan serta menghasilkan uap air yang nanti akan dilepaskan lagi di atmosfer. Jadi, semakin sedikit pohon maka kandungan air di udara yang dikembalikan ke tanah juga semakin dikit. Dengan demikian tinggal menunggu waktu bahwa tanah akan kering sehingga tanaman susah hidup utamanya saat musim kemarau karena pohon tak punya cukup cadangan air lagi sehingga menjadikan ini seperti rantai yang mematikan.

Yayasan DR Sjahrir yang berkomitmen penuh terhadap lingkungan
World Wildlife Fund (WWF) mengungkapkan bahwa sejak tahun 1960, sepertiga lahan subur di bumi telah musnah akibat deforestasi yang juga berdampak pada terjadinya BANJIR DAN EROSI TANAH. Dewasa ini, kita sering melihat bencana longsor menimpa saudara-saudara kita di berbagai daerah di Indonesia.
Beberapa waktu lalu saya sempat berkunjung ke Mangrove Tapak yang berada di Semarang. Dari kunjungan itu, sadar baru tahu bahwa hutan itu tak sebatas seperti apa yang saya bayangkan selama ini yakni berupah pohon-pohon besar jauh dari pantai. Ternyata, ada juga yang dinamakan hutan mangrove yang berfungsi pelindungi pantai dari terjangan gelombang dan badai yang dapat menyebabkan ABRASI PANTAI.
Dari semua dampak yang saya uraikan di atas, jelas akan menimbulkan KERUGIAN EKONOMI. Jika hutan rusak. Hutan yang tadinya dapat menopang kehidupan masyarakat tak lagi dapat dijadikan pegangan terlebih jika alam sudah bergejolak dan terjadi bencana alam, maka kerugian yang ditanggung manusia jauh lebih besar.
Apa yang Dapat Kita Lakukan untuk Penyelamatan Hutan?
Dengan masifnya kerusakan hutan dan alam secara keseluruhan, lantas apa yang dapat kita perbuat untuk membantu penyelamatan hutan? Tentu saja banyak. Dan, kita tidak harus melakukan hal besar untuk itu. Cukup dimulai dari sendiri, lalu mengajak orang-orang sekitar untuk melakukan hal yang sama. Perbuatan kecil yang kita lakukan akan berdampak besar terhadap lingkungan.
Beberapa hal yang dapat kita lakukan ialah, pertama, Dukung Lestari Hutan dengan cara melakukan reboisasi atau penaman kembali. Manfaatkan lahan yang kita punya di rumah untuk menanam beraneka ragam tumbuhan. Tanam pohon yang dapat nantinya dapat meningkatkan produksi O2. Selain itu, tanaman ini dapat membantu penyerapan kelebihan air dikala hujan sehingga kita terhindar dari banjir.

Berkarya menggunakan bahan alami
Kedua, Lakukan Gerakan Penghematan Energi. Misalnya saja membatasi penggunaan lampu di saat terang, mengefisiensi kinerja peralatan elektronik di rumah atau juga berupaya untuk sebisa mungkin meminimalisasi penggunaan kendaraan pribadi. Kita harus mulai bergerak untuk berpindah ke kendaraan umum sehingga mengurangi CO2 dan lebih menghemat penggunaan bahan bakar.
Saya pribadi sebisa mungkin untuk menggunakan kendaraan ramah lingkungan, misalnya saja sepeda. Selain hemat, saya juga menjadi lebih sehat karena sekalian berolahraga. Pengehematan lain yang dapat dilakukan ialah penggunaan air. Di Jerman, penduduk diharuskan membayar tak hanya untuk air yang digunakan, namun juga air yang dikeluarkan. Keren, kan! Dengan demikian, penduduk akan menggunakan air dengan sewajarnya.

Cinderamata dari limbah hutan

Obat-obatan dari bahan hutan
Ketiga, Dukung Ekonomi Masyarakat Tepi Hutan. Iya, masyarakat yang tinggal di dekat hutan dapat menghasilkan tanaman tumpangsari di samping tanaman pokok hutan yang ditanam. Hal ini secara tak langsung mendorong agar masyarakat aktif melakukan kegiatan rehabilitasi hutan serta mengelola sebagai komoditi.
Nah, kita dapat membantu mereka dengan cara membeli produk-produk yang mereka hasilkan. Sebagai contoh di Taman Nasional Metu Betiri di Jawa Timur di mana mereka mengelola nangka untuk dijadikan keripik. Ternyata, setelah diolah menjadi keripik, jauh lebih menguntungkan saat dijual. Masyarakat di sana juga dapat menjual hasil buah dari pohon hutan seperti kemiri, kedawung dan pakem. Bahkan tanaman hutan di sana diolah lagi dan dapat dijadikan jamu tradisional.

Keripik buatan masyarakat Desa Peduli Api APP Sinarmas

Abon buatan masyarakat Desa Peduli Api APP Sinarmas
Untuk olahan keripik ini persis sama seperti yang dilakukan oleh masyarakat Desa Makmur Peduli Api yang merupakan binaan APP Sinarmas. Tak hanya dilatih siaga potensi kebakaran hutan, masyarakat juga diajak untuk dapat meningkatkan pendapatan dari hasil alam.
Keempat, Dukung Hasil Hutan Bukan Kayu. Dalam hal ini, hasil hutan bukan kayu telah dibedakan menjadi 2 jenis, yakni hasil hutan bukan kayu non komersil dan hasil hutan kayu komersil. Untuk yang non komersil itu biasanya diambil langsung di hutan untuk konsumsi secara terbatas yakni buah-buahan hutan, umbi-umbian, madu sialang, tumbuhan obat-obatan dan hewan.
Untuk hasil hutan bukan kayu kategori komersil misalnya saja rotan-rotanan seperti jernang atau dragon blood, rotan, manau (yakni sejenis rotan tapi ukuran lebih besar) atau tebutebu. Rotan-rotanan ini dapat diolah jadi furniture dsb. Hasil hutan bukan kayu lainnya yakni Damar. Saya sempat melihat hutan pohon damar di Kabupaten Krui, Lampung.

Hutan Damar di Lampung
Lalu ada getah, tumbuhan obat yang bernilai komersil seperti akar keloloit dan tunjuk langit, tunom/merpayang dan kapur buluh. Nah, dengan membeli hasil hutan bukan kayu ini, secara tidak langsung kita membantu pelestarian hutan yang ada di sekitar kita.
Kelima, Mengurangi Penggunaan Plastik. Bayangkan, lebih dari 1 triliun plastik digunakan di seluruh dunia. Plastik-plastik inilah yang mencemari lingkungan dan membunuh sekian banyak satwa laut. Sudah banyak sekali berita di mana hewan mati dan di perutnya ditemukan banyak sampah plastik, bukan?

Paus mati dengan plastik di tubuhnya. Soucre onegreenplanet.org
Hal sederhana yang dapat kita lakukan ialah mengoptimalkan gerakan gerakan 5R, yakni Reduce (Pengurangan) misalnya kalian bisa menggunakan kantong plastik berbeda di beberapa produk, bisa mulai disatukan ke dalam satu kantong saja atau membatasi penggunaan sedotan di restoran. Reuse (Penggunaan Kembali) yakni misalnya sampah botol plastik dapat digunakan untuk pot tanaman.
Replace (Penggantian) yakni misalnya mengganti tisu dengan sapu tangan atau membawa botol minuman untuk mengurangi pembelian air kemasan dan bawa wadah makanan jika membeli makanan di warung. Recycle (Pendauran Ulang) misalnya sampah organik menjadi pupuk dan Replant (Penanaman Kembali) yakni penanaman pohon. Sekecil apapun usaha yang kita lakukan, akan berdampak besar terhadap lingkungan.
Serunya Berkarya Menggunakan Bahan yang Disediakan Alam
Acara Forest Talk kian berlangsung seru takkala kami diajak langsung untuk bekarya dengan cara memanfaatkan bahan-bahan alam. Ada 2 kegiatan lain diluar diskusi saat itu. Pertama, demo masak menggunakan bahan-bahan alami. Saat itu, Chef Taufik dari Kuto Besak Theater Restaurant menunjukkan kebolehannya memasak jamur.
Saat itu chef Taufik menggunakan beberapa jenis jamur yakni Jamur Shiemeji, Jamur Merang, Jamur Kancing dan Jamur White Crab. Jamur-jamur itu kemudian berubah menjadi sajian bernama Mushroom in Paradise. Masih di kesempatan yang sama, chef Taufik juga memasak Chicken Wings Korean Sauce. Saya dan rombongan digoyang lidahnya melihat demo masak yang sangat menggiurkan itu.

Anggi mulai menunjukkan cara membuat pola

Membentuk pola dengan memukul menggunakan palu kayu ke atas kain

Tuh polanya sudah terlihat kan?
Semoga setiap kita bisa nerapin Reduce. Reuse. Recycle.Replace. Replant. 🙏🙏
Amin, mungkin belum maksimal tapi perlahan-lahan kita bersama harus coba 🙂
paus makan plastik. Omg, ngeri banget
Untuk foto itu, ntah apa emang plastik yag dimakan sebanyak itu, tapi emang banyak kasus hewan laut mati karena makan plastik 😦
betul.. aku udah mulai ngurangi plastik, tp ya belum full.. soal hutan itu, sedih kalo mau cerita..hutan di jambi udah mau habis
paling susah tu mengurangi penggunaan sampah plastik, maafkan hambaaaa… 😦
-Traveler Paruh Waktu
Ku juga berusaha mengurangi, minimal kalo belanja dan kebetulan bawa tas, gak minta diplastikin.
Bandung sekarang sama aja kayak Jakarta(panas,macet,banjir).
Iya, macetnya luar biasa.
Bener, Om.
Bandung dah panas. Hiks.
Daerah gerlong, ledeng, dan lembang yang masih agak Adem
Iya, dulu aku ke Lembang masih lumayan adem. Semoga tetap adem di sana.
Bencana asap dulu emang bikin ngeri. Semoga dengan materi yang ada bisa bikin kita lebih peduli. :”)
Amin amin Bim.
Berita dan foto-foto hewan laut yang makan plastik, bahkan pantai penuh plastik udah makin sering aja…diet plastik pelan-pelan
Iya, diet yang mudah dilakukan ketimbang diet badan hehe
Btw, Palembang jugo panas om.. Kecuali pas ujan
Panas mano samo WAG Mol? hehe
terakhir 2014 ke bandung, macetnya bikin emosi heheh, terus pas ke puncak ke masjid attaawun, diingetin sama kakak buat bawa baju hangat, jreng pas disana, suami bilang: ni gunung kok ga dingin, seinget dulu kalo kepuncak ya dingin,skrg rasanya biasa aja malah cenderung panas, oh ya dan menyedihkannya lahan2 kosong ,sawah2 di kampung jg skrg jd perumahan semua:( makin panass, hutan kecil jg udah lenyap dibeli developer.pembangunan gila2an tapi alamnya jg ga dijaga.ngerinya kalau udah kena banjir tinggal saling salah2an aja.
Aha, aku tahu masjid Attaawun. Dulu ke sana tahun 2002 masih dingin, walau gak harus pake jaket juga 🙂 jadi kangen main ke sana lagi.
Iya mbak, mesti tegas sama pelaku perambahan hutan.
Membaca pembukaan tulisan ini, aku juga punya kisah nyata sendiri. Jadi pas pertama kali aku pindah ke Bogor di tahun 1994, rasanya adem banget. Bahkan setiap tidur aku harus pakai selimut tebal. Tapi sekarang, di rumah yang sama, kalau gak pake AC rasanya luar biasa. Sedih sih, mengingat Bogor dulu nyaman banget, dan sekarang menjadi panas, sumpek, plus macet di mana-mana.
Secara pribadi, aku sekarang udah gak punya kendaraan sendiri. Jadi ya mau gak mau kemana-mana aku pakai kendaraan umum. Kalau nggak ya jalan kaki. Selama masih bisa dijangkau, seperti itu. Selain mengurangi penggunaan plastik (kalau ini sih juga didukung oleh pemerintah kota, karena sekarang di Bogor semua toko-toko dilarang untuk menggunakan tas plastik).
Btw, dari kisah yang kita alami sendiri dan beberapa hal lainnya, memang serem ya kalau melihat perubahan alam dan iklim jaman sekarang. Kalau misalnya gak buru-buru diselamatkan, entah seperti apa rasanya nanti beberapa puluh tahun ke depan.
Kalau Palembang memang dari dulu udah panas kayaknya 😀 cuma ada saat-saat tertentu yang rasanya panas banget dan dingin banget kayak Bandung tempoe doloe 🙂
Oh di Bogor udah ada pelarangan plastik ya? keren banget. Palembang belum. Cuma berbayar aja dan murah banget Rp.200, makanya masih banyak yang suka minta plasti 😦
Sudah sejak beberapa bulan yang lalu Yan. Tapi dengar-dengar sih, asosiasi pengusaha plastik mengajukan gugatan terkait kebijakan itu. Dan bakal jadi ‘mimpi buruk’, kalau misalnya sampai mereka menang dalam gugatan. Bisa bakal lebih PR lagi kita dalam upaya mengurangi sampah plastik.
Iya bener mas. 😦
aku juga pernah nonton berita yang orang utan dibakar itu, beneran sedih.. terus penah merasakan palembang siang penuh kabut asap.. bahkan lewat jembatan ampera merasa menyebrang ke dunia lain..
Orangutan dianggap hama, padahal manusia yang merusak habitat mereka 😦
waktu aku SD masih denger suara owa kalau pagi. sekarang ngga ada lagi
Jujur aja aku bahkan harus googling dulu untuk memastikan Owa itu apa. Aku belum pernah lihat langsung 😦
gak tega liat pausnya..
makanya sekarang kalau belanja di supermarket saya selalu di tanya, dus atau plastik? jawabnya pasti kardus..
Supermarket mana biasanya mas? di Palembang sini kayaknya semua masih pake plastik.
Ak biasanya di Superindo mas…adak gak dsna
Ada. Tapi jarang belanja di sana haha. Biasanya ke Care***
Superindo soalnya tinggal nyebrang jalan mas..care…jauh hahaha
Dari rumahku Superindo juga lebih dekat haha, tapi dia di mall jadul gitu. Biasanya aku ke mall lain yang lebih besar hehe
kalau di tempatku superindo malah baru 2016 kemarin klo gak salah..carefournya juga baru gabung sama transmart and CGV.
memang sudah saat nya kita menjaga bumi kita ini, kalau di biarkan terus menerus bisa-bisa alam akan rusak dan kita sebagai manusia yg akan rugi sendiri.
Betul. Makasih udah mampir.
aku tuh pernah punya pengalaman berkesan banget ttg bandung mas. inget banget wkt itu msh TK nol besar, aku liburan ke jakarta, trus mampir bandung. naah, di rumah yg kita inapin, itu airnya kayak es pas pagi. hahahah, krn aku besar dj aceh yg panas, bisa ngerasain air keran seperti es udh bikin aku takjub pas tk itu. dan keinget ampe skr.
makanya pas dtg lg k bandung wkt udah gede, lgs kaget krn bandung ga sedingin dulu 😦 .
skr ini aku kemana2 bawa saputangan handuk, bukan tisu lg. udh balik ke zaman sekolah deh, bawa saputangan kemana2 :D. pelan2, ikutan bantu utk nyelamatin bumi 🙂
aku tuh pernah punya pengalaman berkesan banget ttg bandung mas. inget banget wkt itu msh TK nol besar, aku liburan ke jakarta, trus mampir bandung. naah, di rumah yg kita inapin, itu airnya kayak es pas pagi. hahahah, krn aku besar dj aceh yg panas, bisa ngerasain air keran seperti es udh bikin aku takjub pas tk itu. dan keinget ampe skr.
makanya pas dtg lg k bandung wkt udah gede, lgs kaget krn bandung ga sedingin dulu 😦 .
skr ini aku kemana2 bawa saputangan handuk, bukan tisu lg. udh balik ke zaman sekolah deh, bawa saputangan kemana2 :D. pelan2, ikutan bantu utk nyelamatin bumi 🙂