Bacaan

perjalanan hati – NOMADIC HEART –

Nomadic Heart

::: Nomadic Heart :::
Berhentilah Menandai Peta, Biarkan Hatimu yang Memandu
| 2013 | Penulis : Ariy | Penata Aksara : Adfina Fahd |
| Penyunting : Ikhdah Henny | Perancang Sampul : Yellow-p |
| Penerbit : B-First (PT. Bentang Pustaka) | ISBN : 9786028864725 |
| 171 Hal | Harga Rp. 37.000- | Skor ala Omnduut : 8.5/10 | Rating GR : 3.67/5 |

Mimpi itu batasnya langit,” ujar Ariy. Ketika membaca kalimat itu tertoreh di salah satu halaman di buku ini, aku spontan menganggukan kepala dan bergumam tanda setuju. Memang, tiada batasan mimpi di diri manusia.

“Bagi saya, terdengar seperti itulah besarnya hak kita untuk bermimpi, bercita-cita. Saya hanya perlu mempercayainya sekuat tenaga, melakukan hal-hal baik untuk mewujudkannya,” ujar Ariy. Ya, masing-masing manusia memiliki mimpi. Semua mimpi bermuara ke dermaga yang menopang kehidupan yang baik. Dan, bagi seorang pejalan, tidak ada mimpi yang lebih sempurna selain hasrat untuk menapaki tanah-tanah baru. Keinginan untuk mengenal daerah asing demi menemukan kejutan-kejutan di sepanjang perjalanan. Hidup itu adalah seni mengambil keputusan. Keputusan berat acap kali bersandang di kehidupan manusia. Hal itu juga dirasakan Ariy takkala memulai perjalanan-perjalanannya menandai peta dunia. Pasca perjalanan panjang menembus Thailand, Ariy memutuskan untuk berhenti bekerja. “Beratus malam sudah aku lalui untuk ini. Memutuskan berhenti atau tidak dari perusahaan ini. Segala politik kotor di kantor, ingar-bingar perayaan sikap kejam orang di perusahaan ini membuatku muak.” (hal.3). Terus terang, begitu membaca bagian ini aku tercekat. Aku merasakan kemuakan yang sama. “Di perusahaan manapun, kamu akan menemukan politik kotor. Itu yang kerap aku dengar. Tetapi, bagiku hidup tak harus seperti itu, toh aku punya pilihan untuk ikut teciprat lumpur politik itu atau menghindarinya.”  (Hal.3).

Nomadic Heart ini menyoroti interaksi hati. Sebagai seorang pejalan, kemungkinan untuk Ariy dapat berkomunikasi dengan orang asing sangatlah besar. Baik itu ketika ia melakukan perjalanan di luar negeri ataupun sebaliknya, kedatangan tamu yang menginap di rumahnya di Solo. Kisah pertama mengenai Monika. Perempuan Jerman yang melakukan perjalanan seorang diri setelah putus hubungan dengan kekasihnya padahal mereka sudah merencanakan perjalanan itu bersama. Bagi Monika, perjalanan tak hanya sekedar mendatangi tempat baru. Namun bisa juga dijadikan waktu yang tepat untuk ‘menenangkan diri’. “I Won’t let the stress get at me. Let see how long I can do it.” Hal.10.

Kisah menarik aku dapatkan dari perjalanan Ariy menyusuri kota-kota di Thailand. Di Chiang Mai, Ariy menginap di rumah keluarga Sakayawat Wongrattanakamon. Sakayawat yang biasa Ariy panggil dengan nama Paul. Paul adalah pemuda yang pendiam walaupun kerap menarik perhatian banyak orang dengan ketampanannya. Dengan sikap pendiamnya, kadang sukar ditebak apa isi hati pemuda ini. Walau begitu, Ariy sangat menyadari dan merasakan penuh bahwa bantuan yang ia berikan sangat tulus. Bahkan, keluarga Paul  pun semuanya baik dan menyambutnya dengan hangat dan toleransi yang tinggi. Ini terlihat di satu momen ketika mereka makan bersama, mendapati Ariy yang tidak menyentuh sajian makanan dengan alasan prinsip, Nenek Sri berlaku sigap dan mulai memasak makanan yang bisa ia makan. “…kemudian Nenek memintaku untuk menunggu sebentar, dan dia memasakakkanku sayuran lainnnya yang bisa aku makan. Aku sudah ingin memeluknya saja.” Hal.40. Pada segmen cerita ini, sebagai pembaca aku juga terkejutkan dengan fakta kehidupan Paul yang sebenarnya. Kebetulan yang menyenangkan 🙂

guangzhou_sehir

Beberapa cerita terjadi di Guangzhou. 

Interaksi tak hanya berisi kisah manis. Di Guangzhou, Ariy menginap di kediaman Pietro. Dari kisah ini, aku sangat belajar banyak. Terutama bagaimana bersikap atas situasi ganjil dan kebimbangan antara mempertahankan sikap kejawaan (yang serba tidak enak itu) dengan kebiasaan warga asing yang tanpa basa-basi. Bagaimana tidak, diantara kebaikan Pietro yang telah menampung di rumahnya, Pietro menyediakan kotak donasi di depan pintu dan menyediakan makan malam dengan tarif ‘khusus’. Di satu sisi Ariy gamang, ia telah menumpang namun jika mengambil tawaran itu (hanya karena merasa tidak enak), sangat bertentangan dengan prinsip penghematan yang ia terapkan selama traveling. “Kamu tahu, aku traveling dengan bujet rendah.. jadi… hmm… uang 120 yuan itu bisa aku gunakan untuk makan enam kali,” sahut Ariy ragu-ragu (hal.92). Lantas bagaimana Piedro menyikapinya? Saling menghargai dan menyikapi sikap masing-masinglah yang menjadi keunggulan di cerita ini.

Namun, dari belasan cerita perjalanan hati yang ditawarkan dalam Nomadic Heart ini. Aku paling suka dengan kisah ‘Sekotak Cokelat dari Swiss’ dan ‘Doa untuk Bapak’. Ada kesamaan antara dua kisah tersebut. Yakni kunjungan traveler dari negara lain yang berinteraksi langsung dengan keluarga Ariy di rumah. Di kisah pertama, aku berkenalan dengan Sven. Pejalan tangguh dari Swiss yang menghabiskan separuh hidupnya dalam satu tahun untuk bekerja dan sisanya untuk menjelajahi dunia. Dikarenakan hal itu pula, Ariy lantas menggambarkan sosok Sven  sebagai “Pemuda yang hidupnya seperti sebuah perjalanan panjang yang kerap mengabaikan koma, dan aku curiga, sepertinya juga tak mengenal titik.” Hal.53.  Kepribadian Sven yang hangat sangat mudah diterima di keluarga Ariy. Bahkan, ia mengklaim dirinya sebagai ‘A son from different father and mother’ di keluarga Ariy. Kejutan Sven untuk Ibuk Ariy di akhir cerita terasa sangat manis. Manis sekali… “Aku belajar banyak dari Sven. Salah satunya adalah, mengekspresikan apa yang ada di hati. Kalau mencintai seseorang, katakan cinta…” hal.65.

Di cerita ‘Doa untuk Bapak’ pun Ariy mendapatkan pengalaman baru dengan memberikan tumpangan seorang Yahudi di rumahnya. Ariel namanya. Dari awal Ariel sudah mewanti-wanti bahwa ia sadar menjadi Yahudi, tidak selalu dapat diterima baik oleh banyak orang terutama di negara-negara muslim. Namun seperti yang Ariy bilang bahwa, “traveling membawa kita menjelajahi ruang hati tanpa batas apapun yang bisa mengekang,” Hal.165. Lagi-lagi, akhir cerita ini berakhir sangat manis dan cukup membekas dihatiku. Suka sekali!

Solo-Surakarta-Mosque-Entrance-300x225

Gerbang masjid di kota Solo. 

Masih banyak sekali kisah di buku ini. Tidak ada yang tidak menarik. Semua memiliki keunikan tersendiri. Setiap kali menyelesaikan satu cerita, ada saja kejutan yang menanti dan rasa tak sabar untuk melumat kisah-kisah lainnya. Maka, jika ada kekurangan di buku ini, bisa kubilang bahwa bukunya kurang tebal. 🙂 sebagai seseorang yang berpengalaman di bidang jurnalistik, Ariy sangat piawai memilih diksi. Semua terurai indah tanpa harus bermetafora.

Baiklah, di akhir ulasan ini, aku (lagi-lagi) akan mengutip makna sebuah perjalanan dari Duco –salah satu tamu Ariy di kisah ‘Tentang Duco’ mengenai anggapannya seputar traveling. “Traveling bagiku sangat personal artinya. Aku ingin selalu bertemu dengan orang baru dari perspektif berbeda dan memiliki latar belakang dan budaya berbeda pula, but they are still human and I like to find the human part in other regardless whether they are ladyboys, Moslems, Hindu or Catholics, beside they’re also people with their own life stories..” Hal.120.

38 komentar di “perjalanan hati – NOMADIC HEART –

  1. Sepakat Yan! Mas Ariy ini sangat piawai memilih diksi. Dan tulisannya yg pertama kubaca, Rendezvouz, berhasil membuatku kepincut dengan tulisannya dan tertarik membaca buku2 dia yang lain 😀

  2. “Aku belajar banyak dari Sven. Salah satunya adalah, mengekspresikan apa yang ada di hati. Kalau mencintai seseorang, katakan cinta…” hal.65

    Anas r.a. mengatakan bahwa seseorang berada di sisi Rasulullah saw., lalu salah seorang sahabat melewatinya. Orang yang berada di sisi Rasulullah tersebut mengatakan, “Aku mencintai dia, ya Rasulullah.” Lalu Nabi bersabda, “Apakah kamu sudah memberitahukan dia?” Orang itu menjawab, “Belum.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Beritahukan kepadanya.” Lalu orang tersebut memberitahukannya dan berkata, “Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.” Kemudian orang yang dicintai itu menjawab, “Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karena-Nya.” (Abu Dawud, dengan sanad shahih)

    🙂

  3. novel baru ya. di sini pasti belum ada. tapi ulasannya bikin tambah penasaran. terlalu banyak yg bisa diceritain dari dunia traveling

  4. Suka tipe buku perjalanan kayak gini, meski belum baca :). ketimbang bercerita tentang “keindahan” tempat. Perjalanan selalu mengajarkan “sesuatu”.

Tinggalkan Balasan ke buzzerbeezz Batalkan balasan