Bacaan

Belajar Lebih Mencintai Bumi dari Buku “Dalam Dekapan Zaman”

Kebetulan sekali, tadi pagi saya melihat satu unggahan di salah satu akun Instagram tentang pelarangan penggunaan/pengambilan air tanah di Jakarta. Beberapa waktu sebelumnya, saya juga pernah menyaksikan video yang memperlihatkan tembok besar penghalang air di mana air lautnya sudah lebih tinggi ketimbang daratan.

Saya bergidik dan membayangkan jika salah satu tembok jebol, maka air tersebut jelas akan membanjiri Jakarta sebagaimana sifat air itu sendiri yang akan mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah dan sifatnya mengisi ruang (kosong).

Jadi, selain karena keterbatasan kesediaan air dan kemudian mengakibatkan penurunan permukaan tanah, ternyata larangan penggunaan air tanah di Jakarta sudah disahkan melalui Peraturan Gubernur No.93 Tahun 2021 yang ditandatangani 1 Agustus 2023 lalu.

Tembok pembatas antara laut dan daratan di jakarta. Air lautnya sudah lebih tinggi dari daratan! Sumber foto: pramborsfm.com

Kondisi ini adalah salah satu contoh nyata perubahan lingkungan yang drastis dan tidak dapat dipulihkan. Di buku Dalam Dekapan Zaman: Memoar Pegiat Harmoni Bumi yang ditulis oleh Ibu Amanda Katili Niode, PH.D. dijelaskan pula tentang 9 batasan lingkungan kritis yang harus dijaga agar Planet Bumi tetap berada di kondisi aman bagi peradaban dunia.

Salah satu poinnya berbunyi, “…batasan-batasan ini mencakup: Penggunaan Air Tawar, pemakaian air tawar yang tidak berkelanjutan dapat menimbulkan kelangkaan dan merusak ekosistem vital ini.” Hal.20.

Dan, itu dia yang sudah terjadi di Jakarta dan sebagian kota lainnya. Di Palembang sendiri, kota tempat saya tinggal, walaupun penduduknya dianugerahi Sungai Musi yang membelah kota, namun ancaman pencemaran sungai baik oleh masyarakat atau pengusaha masih menjadi momok yang menakutkan.

Pembahasan mengenai air tawar adalah salah satu contoh dari 9 batasan lain yang sebelumnya diterbitkan di jurnal ilmiah Nature pada tahun 2009 dengan judul A Safe Operating Space for Humanity tersebut. Poin-poin lain diantaranya: Perubahan Iklim (gas rumah kaca), Integritas Biosfer (punahnya keanekaragaman hayati), Perubahan Tata Guna Lahan (urbanisasi dan deforestasi), atau juga Penipisan Ozon Stratosferik (penipisan lapisan ozon).

See, beberapa poin yang saya sebutkan tadi pun sebetulnya sudah kita rasakan langsung dampak buruknya, bukan? Sebab itu, selama hanya ada Bumi yang dapat kita huni (sejauh ini belum ada planet lain yang dapat dijadikan alternatif), maka sesegera mungkin kita harus bertindak, sesederhana melakukan hal-hal kecil dari rumah kita sendiri.

Langkah Keberlanjutan

Aktris peraih Oscar Angelina Jolie sudah lama saya idolakan. Selain aktingnya yang jempolan, terlepas dari kehidupan pribadinya dengan mantan pasangannya yang banyak diperbincangkan, langkah Jolie dalam mengadopsi 3 anak: Maddox dari Kamboja, Pax dari Vietnam dan Zahara dari Ethiopia banyak diapresiasi oleh warga dunia.

Dengan adanya 3 anak kandung, Jolie kini punya 6 anak dan dari buku ini, saya terinformasikan kembali jika Jolie adalah salah satu pesohor yang berperan aktif dalam pelaksanaan Sustainable Development Goals/SGDs yang mulanya ditetapkan pada 2015 oleh 193 negara guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan dengan asas no one left behind. Dan Angelina Jolie berkampanye untuk tujuan ke 5 yakni kesetaraan gender.

Lebih dari 20 tahun Angelina Jolie berkegiatan bersama UNHCR/Badan Pengungsi PBB. Sumber foto: unhcr.org

“Dengan 17 tujuan, 169 target, dan 230 indikator, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah peta jalan menuju masa depan yang lebih cerah. Setiap tujuan merepresentasikan sebuah area fokus yang luas untuk pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.” Hal.125.

Demi ikutan menyokong Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ini, Ibu Amanda diminta oleh UNDP ikut berpartisipasi sebagai SDG Mover dengan menggalang dana membanyu menguatkan ketahanan masyarakat di Desa Napu, Sumba Timur yang harus berjalan kaki satu jam di lahan yang keras dan berbatu untuk memperoleh air.

Yang bikin saya sumringah, ternyata capaian SGDs Indonesia, seperti dilaporkan Menteri PPN/Kepala Bappenas, jauh lebih baik dari rata-rata dunia meskipun melalui tantangan pandemi. “Bersasarkan Laporan Pencapaian Pelaksanaan SGDs tahun 2023, terdapat 60 persen indikator telah mencapai target.” Hal.127.

Tidak hanya di bidang lingkungan hidup, perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan, Ibu Amanda juga berperan sangat besar dalam bidang pertanian, pangan, kuliner, Pendidikan dan budaya dengan mendirikan Omar Niode Foundation, sebuah organisasi yang sekaligus ditujukan untuk mengenang Omar Taraki Niode, anak sulung Ibu Amanda yang sebelum berpulang telah menyelesaikan Pendidikan sarjana dan pascasarjana di Departemen of Food Science and Technology, College of Agriculuture and Environmetal Sciences, University of California Davis, US.

“Saya aktif mengangkat peran pangan lokal karena cara kita memproduksi, mengolah dan mengonsumsi makanan -yang oleh para ahli disebut Sistem Pangan, adalah sebuah paradok.” Kenapa disebut demikian? Sebab, “selama 50 tahun terakhir, kemampuan menghasilkan telah meningkat hampir 300%, namun dalam tahun-tahun terakhir, lebih dari 800 juta orang berada dalam kondisi lapar, sementara itu sebanyak 35% dari semua pangan yang diproduksi untuk konsumsi manusia, susut atau terbuang percuma.” Hal.295.

Sumber foto: omarniode.org

Saya pribadi, mungkin gak punya kapasitas besar sebagaimana Ibu Amanda berperan dalam mengupayakan lingkungan yang lebih baik. Hal sederhana yang biasa saya lakukan adalah dengan tidak menyia-nyiakan makanan!

Sahabat-sahabat terdekat sadar bahwa jika mereka makan satu meja sama saya, siap-siap akan kena omel jika mereka tidak menghabiskan makanan mereka. Ya, makanan itu memang mereka beli pakai uang sendiri. Mereka mungkin merasa punya “hak” untuk melakukan apa saja terhadap makanan yang mereka beli. Namun, menurut saya makanan yang terhidang di hadapan mereka sudah melalui banyak proses untuk hadir di atas piring mereka. Bentuk paling sederhana untuk menghargai proses dan rezeki itu ya dengan menikmatinya dengan penuh syukur dan tidak menyia-nyiakannya.

Antara Buku, Film dan Lingkungan

Walau katanya siapapun presidennya, kebijakan Amerika Serikat terhadap banyak hal akan sama, tapi, saya termasuk orang yang sedih ketika Al Gore dikalahkan George W.Bush saat pemilihan presiden Amerika Serikat di tahun 2000 silam. Padahal, Al Gore lebih unggul dalam perolehan Suara Rakyat tapi pemilu di Amerika Serikat memang unik karena mereka memakai perhitungan Suara Elektoral dan Bush lebih unggul di sisi itu.

Al Gore. sosok yang banyak disebut dan menginspirasi Bu Amanda. Sumber foto: cdn.britannica.com

Kenapa saya lebih menjagokan Al Gore? Karena menurut saya Al Gore punya perhatian lebih terhadap lingkungan. Terbukti dengan dibuatnya film dokumenter An Inconvenient Truth yang berhasil memenangkan penghargaan Academy Award ke-79.

Dan, apa yang kemudian bikin saya sirik? Ibu Amanda sudah beberapa kali berkesempatan bertemu langsung dengan Al Gore. Bukan hanya sekadar jumpa sambil-lalu, tapi Ibu Amanda terlibat dalam kegiatan yang digagas oleh Al Gore, salah satunya The Climate Reality Project, sebuah pelatihan di Kanada yang dipimpin langsung oleh Al Gore.

Saya pecinta buku dan film. Semua genre saya lahap, apalagi jika yang berhubungan dengan isu lingkungan. Bicara tentang 35% pangan yang terbuang percuma, saya kagum sekali dengan salah satu kultur di India terkait upaya mereka meminimalisasi makanan agar tidak terbuang percuma.

Lebih tepatnya saya bicara mengenai Dabbawala, profesi yang bekerja sebagai tukang distribusi makanan dengan cara mengambil makanan yang disiapkan istri di rumah dan mengantarkannya ke kantor tempat para suami bekerja.

Di India, 120 ton makanan dikonsumsi setiap hari, sayangnya 16 ton di antaranya akan terbuang percuma. Nah, di sinilah pentingnya peran para Dabbawala ini, di mana mereka akan menyortir rantang-rantang yang masih menyisakan makanan, menempelinya dengan stiker khusus dan mendisribusikan makanan itu ke para homeless yang banyak tersebar di seantero kota besar India.

Sudah 4 kali saya berkunjung ke India dalam kesempatan yang berbeda. Ketimbangan sosial ekonominya terasa sekali. Makanya, saya senang jika 16 ton makanan yang berpotensi terbuang ini dapat dimanfaatkan. Uniknya, saya mengenal tentang kultur ini di sebuah film bollywood berjudul The Lunch Box.

Dabbawala, pahlawan di jalanan India yang berusaha meminimalisasi agar makanan tidak terbuang percuma. Sumber foto: scaleup.club

Di lain waktu, saya mendengar jika Nicholas Saputra membuat sebuah film yang mengangkat isu lingkungan. Mulanya sedih karena film itu tidak tayang di Palembang walaupun happy ending karena komunitas Palembang Movie Club berhasil menghadirkan film berjudul Semes7a a.k.a Island of Faith (2018) itu di bioskop walaupun dengan jadwal pemutaran tebatas.

Sesuai judulnya, film ini bercerita tentang 7 penggerak di 7 daerah di mana orang-orang ini sangat concern terhadap isu lingkungan. “Dalam film ini Indonesia diwakili oleh Bali, Kalimantan, Flores, Papua, Aceh, Yogyakarta, dan Jakarta melalui rangkaian praktik berlandaskan agama dan kepercayaan yang membantu memerangi dampak perubahan iklim.” Hal.186.

Nicholas Saputra beserta 7 sosok inspiratis yang ia angkat di film Semes7a (2018). Sumber foto: forestdigest.com

Mengenai buku, ada puluhan atau bahkan ratusan buku terkait lingkungan yang disebut Ibu Amanda di buku ini yang juga dipergunakan sebagai rujukan/landasan dalam upaya menjaga dan merawat lingkungan. Saya pribadi, bahkan sudah sejak kecil sering mendapatkan pemahaman tentang pentingnya lingkungan dari dongen dan cerpen yang saya baca dari majalah. Beberapa buku yang saya baca juga menyentil isu lingkungan ini.

Siapa Amanda Katili?

Dari tadi, saya terus menyebut nama Ibu Amanda Katili, ya! Dan di bagian ini saya ingin memperkenalkan beliau dengan lebih dalam, tak sebatas beliau yang seorang Pegiat Harmoni Bumi melalui organisasi yang ia punya, namun Ibu Amanda juga pernah menduduki beberapa posisi penting di pemerintahan.

Antara lain sebagai Ketua Tim Ahli Utusan Khusus Presiden RI untuk Pengendalian Perubahan Iklim (2015-2019). Sebelumnya, dipercaya juga sebagai Koordinator Divisi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi di Dewan Nasional Perubahan Iklim (2009-2014). Dan, sejak 2016, Ibu Amanda dipercaya sebagai anggota Dewan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tak hanya itu, Ibu Amanda yang meraih gelar PHD dari School of Environment and Sustainability, University of Machigan, USA ini juga menekuni bidang penelitian selama 15 tahun di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Ibu Amanda Katili Niode, Ph.D. Sumber gambar: static.gatra.co

Dalam kiprahnya sebagai Pegiat Harmoni Bumi, Ibu Amanda sudah sering diundang sebagai narasumber berbagai entitas seperti kementerian dan Lembaga, pemerintahan daerah, Lembaga keuangan, BUMN, perusahaan swasta, universitas, Lembaga Swadaya Masyarakat hingga berbagai organisasi profesi untuk memberikan pelatihan dan pemaparan tentang perubahan iklim dan keberlanjutan.

Siapa sangka, sosok dengan segudang pengalaman dan prestasi ini sempat terancam tidak naik kelas dulu ketika SD!

“Ketika kelas 5 SD St.Angela di Bandung, saya tidak pernah belajar karena bermain terus sepanjang hari di halaman rumah sangat luas bersama para tetangga yang sepantaran usia. Saat hampir kenaikan kelas, guru menginformasikan kepada ibu bahwa saya bakal tidak naik kelas berhubung nilai-nilai tidak bagus.” Hal.61.

Untungnya orang tua Ibu Amanda berhasil meyakinkan pihak sekolah untuk tetap diberikan kesempatan naik kelas dengan masa percobaan 3 bulan. Jika dalam 3 bulan nilai tidak membaik, orang tua Ibu Amanda rela mengembalikan anaknya ke kelas 5. Dan tentu saja, Ibu Amanda yang pada dasarnya pintar terus lanjut belajar di kelas 6 dan bahkan lulus dengan nilai gemilang.

Ibu Amanda adalah sosok yang memanfaatkan priviledgenya. Ayah beliau -Prof. Dr. Ir. John Ario Katili, adalah seorang Geolog, Akademisi, Birokrat, Politisi dan Diplomat Indonesia yang juga dikenal mendalami ilmu sastra. Dulu, Ibu Amanda sudah sering diajak keliling dunia ketika ayahnya mendapatkan undangan walaupun ada juga tantangannya mengingat jadwal keberangkatan itu sering tabrakan dengan perkuliahan.

Langkah yang sama dilakukan Ibu Amanda, yang sering mengajak anaknya mengikuti berbagai macam acara terkait lingkungan di banyak negara. Hal ini tentu saja berdampak besar, anak akan diajak untuk mengenal profesi orang tuanya, belajar memahami apa yang dikerjakan dan diupayakan orang tua sehingga tak heran kalau jejak itu kemudian diikuti oleh anak-anak di kemudian hari.

Memoar dari Hati

Jujur saja, sebelum membaca Dalam Dekapan Zaman saya belum pernah mendengar nama Ibu Amanda sebelumnya. Ya, latar belakang Pendidikan dan lingkup pekerjaan saya sekarang memang jauh dari lingkungan. Jikapun ada hal-hal sederhana terkait lingkungan yang saya lakukan, sebagaimana yang saya ceritakan sebelumnya, itu imbas dari bacaan dan tontonan yang saya dapatkan.

Terdiri dalam 11 bab dan disajikan dalam 420 halaman, terasa sekali kecintaan Ibu Amanda terkait lingkungan yang selama ini digeluti. Ada banyak sekali ilmu yang saya dapatkan. Beberapa istilah memang teknis karena terkait bidang yang tidak saya pahami, namun dari cerita-cerita Ibu Amanda di buku ini, saya merasa optimis, sebab di luar sana ada kelompok-kelompok yang concern berjuang demi bumi, planet yang kita tinggali ini.

Tinggal, saya, sebagai masyarakat biasa menyokong semangat itu walaupun dari Gerakan paling sederhana.

Sebagai putri seorang bapak yang menekuni ilmu sastra, saya nyaman membaca perjalanan hidup Ibu Amanda bahkan dari usia dini. Bahasa yang digunakan sederhana, disokong pula dengan pilih font dan size yang nyaman. Diterbitkan oleh Penerbit Diomedia, tim di balik layarnya sudah bekerja dengan sangat baik. Jikapun ada yang perlu diperbaiki (saya yakin buku ini akan dicetak ulang) ialah beberapa typo yang masih saya temui.

Oh ya, dapat dipertimbangkan juga buku ini ditambahkan indeks-nya. Saking banyaknya yang dibahas dan rasanya gak ada info yang nggak penting, saya kadang penasaran ingin baca ulang beberapa topik namun kesulitan mencarinya karena lupa hal itu dibahas di bab yang mana. Nah, dengan adanya indeks, pembaca akan lebih mudah menemukan topik yang ingin ia baca ulang.

Lalu, ada 2 hal yang saya harapkan dibahas di buku ini namun tidak saya temukan. Pertama, terkait diadakannya Konferensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) yang diadakan pada bulan Desember 2007 di Bali yang membahas mengenai pengganti Protokol Kyoto. Dan, yang kedua adalah ketika Harrison Ford, aktor Hollywood yang juga duta UNFCCC, mewawancarai dan marah kepada Zulkifli Hasan, selaku Menteri Kehutanan saat itu tekait kerusakan Taman Nasional Tesso Nilo.

Saya penasaran dengan sudut pandang Ibu Amanda terkait 2 peristiwa itu. Tapi, kemudian saya paham, jika 2 hal itu tidak dibahas itu artinya memang Ibu Amanda secara personal tidak terlibat langsung dengan 2 peristiwa tersebut, atau juga Ibu Amanda dengan segala macam pertimbangannya tidak untuk membahasnya sebab terkait dengan nama besar orang lain (apalagi di peristiwa kedua yang menimpa Zulkifli Hasan).

Jika memakai istilah anak zaman sekarang: buku ini daging banget!

Kavernya cantik, ilustrasinya (yang dicetak dengan full color) apik dan juga terdapat foto-foto kegiatan Ibu Amanda selama berjuang untuk lingkungan yang dikumpulkan di bagian akhir buku ini. Oh ya, mengenai foto ini, preferensi pribadi, saya lebih suka jika fotonya disebarkan di tengah-tengah bab. Sehingga pembaca lebih dapat “masuk” ke peristiwa yang tengah dibahas.

Pada akhirnya, buku Dalam Dekapan Zaman: Memoar Pegiat Harmoni Bumi ini adalah salah satu buku terkait lingkungan yang saya harapkan lebih banyak dibaca oleh orang lain.

46 komentar di “Belajar Lebih Mencintai Bumi dari Buku “Dalam Dekapan Zaman”

  1. Seru banget ya membahas betapa pentingnya menjaga bumi lewat langkah kecil, bahkan dari rumah. Gak cuma tentang kebijakan besar, tapi juga cerita inspiratif seperti Angelina Jolie dan peran Dabbawala di India. Bikin semangat buat lebih peduli dengan lingkungan

  2. Buku yang sangat bergizi sekali ya. Mengajak pembaca untuk memahami secara mendalam dan menyeluruh dengan bahasa yang membumi. Awalnya sempat ragu mau baca karena 420 halaman ku pikir berat banget, namun pas buka lalu baca wahhhh malah betah dan terpana.

    Ibu Amanda sosok yang inspiratif sekali. Beneran seorang pegiat harmoni bumi, kiprahnya enggak main-main baik di skala nasional bahkan Internasional ya. Kagum sekali aku tuh sama usaha, upaya nya dalam menjaga bumi. Apalagi terkait keberlanjutan.

    Btw melalui tulisan ini daku jadi makin nambah wawasan nih. Banyak sekali rupanya hasil riset mu, keren lho.

    • Banyak banget yang bisa diuraikan dari buku itu. Tapi sengaja dikeep agar gak kebanyakan spoiler dan mengurangi keasyikan teman-teman lain yang berniat membacanya 🙂

      • Setuju banget, makanya mas Yayan mengimbangi dengan info hasil riset juga. Jadi review buku nya makin berisi serta bikin calon pembaca penasaran pengin segera ngebaca buku nya.

        Semoga makin banyak yang baca dan menyadarkan betapa pentingnya hidup selaras dengan alam.

  3. Buku yang bukan sekedar memoar dari seorang Amanda Katili, tapi juga jejak penting tentang ajakan agar kita semua peduli akan lingkungan dan perubahan iklim. Lewat berbagi tokoh dan beragam gerakan organisasi dunia maupun tanah air, kita belajar bahwa nyatanya bumi sedang tidak baik-baik saja.

    Aku sampe semedi berhari-hari untuk menuntaskan 420 halaman ini Yan. Tak selembar pun aku lewatkan supaya mendapatkan perspektif yang pas dan berkualitas.

  4. mengajak orang lain untuk lebih mencintai bumi, bisa dimulai dari cerita nyata pengalaman seperti ini ya

    saya yakin, buku ini bisa jadi inspirasi orang-orang untuk lebih mencintai bumi

  5. Mungkin kita tidak bisa jadi seperti ibu Amanda yang sangat menginspirasi. Tapi semua orang sebenarnya bisa ya memulai gerakan untuk menjaga lingkungan. Dimulai dari hal2 sehari2 seperti jangan membuang2 makanan, pilihlah produk2 dalam negeri, gunakan listrik seperlunya dan banyak lagi. Dan utk menggerakkan orang lain hrs dimulai dr diri sendiri dulu ya

  6. aku pas lihat covernya aja langsung sukaaa mas. Cantiik memang warnanya. Biru adem.

    kalo soal air tanah, ini memang Msalah di JKT banget mas. Krn PDAM sendiri terkadang airnya macet, kotor dan mati. Mau ga mau rumah di JKT memang banyak yg pakai pompa, termasuk aku. Padahal kalo bisa milih mah, aku juga LBH suka pakai pam, seandainya lancar yaa.

    sama sih soal makanan. Aku juga paliiiiing benci yg namanya buang makanan. Sebisa mungkin hrs habis, kecuali memang rasanya samasekali ga bisa ketelen. Tapi kalo belum tahu rasanya, aku biasa ga akan ambil banyak. Hrs tau dulu rasanya seperti apa, JD ga mubazir.

    ini tantangannya dari suami malah. Dia tuh terbiasa kalo makan aja menu siang dan malam beda. Trus kalo ga abis, ya udah, besok menunya udh lain lagi.

    aku jelas ga bisa trima yg begitu. Habisin dulu masakan yg aku masak, baru aku bakal masak utk menu baru besoknya.

    Sempet ribut, tapi akhirnya Raka paham. Cuma biasanya kalo dia tahu aku belum masak yg baru, dia LBH milih jajan di luar terserah sih. Pokoknya aku baru masak, kalo yg udh ada habis dulu 🤭. Makin dia ga makan, makin lama habis, makin lama aku masak menu baru 🤣.

    aku kenal Bu Amanda ini pas peluncuran buku baru yg isinya resep2 masakan yg penuh memori. Aku beli juga soalnya. Krn tertarik dengan semua resep yg ditulis.

    ga nyangka kalo Bu Amanda memang segitu populer dan kegiatannya dalam hal lingkungan patut sih diacungin jempol dan disupport banget

    • Di Palembang juga sebagian daerah PDAMnya suka macet mbak. Kadang heran ya, padahal air sungai Musi melimpah.

      Nah soal makanan aku juga bukan yang gak pernah gak habisin. Tapi perbandingannya 1:100 atau 1:1000 kali haha. Dalam 100/1000 kali makan ada 1 kali gak abisin itu pun karena faktor yang emang udah seharusnya aku gak habisin. (Ntah makanannya udah gak layak, atau emang ada yang salah dengan lidahku, khususnya kalau coba makanan baru, itupun biasanya aku antisipasi dengan icip secuil dulu).

  7. Judul bukunya bagus euy, jadi penasaran.

    pertama kaget kok ada larangan mengambil air tanah? Ternyata ada tujuannya….

    semoga makin banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya menjaga bumi.

    Kalo aku baru tahap mengurangi pemakaian plastik…..

  8. Ngeri sangat memang Jakarta ya, di satu sisi penggunaan air tanah itu memang bikin tanah makin amblas. Jadi keinget ada salah satu masjid yang udah tenggelam gitu di daerah Marunda. Tapi ya.. PDAM nya juga syulit diandalkan, dan stigma nya kurang oke banget di kalangan masyarakat.

    Masalah makanan terbuang juga penting ini. Seringkali, kita tuh memang kurang bisa memaksimalkan sisa makanan, yang harusnya masih bisa diberdayakan. Apalagi aku kan ada kerja di bidang wedding juga. Itu tiap kelar event, makanan sisanya seabrug-abrug banget.

    Well, moga makin banyak juga ya orang seperti Ibu Amanda. Mari kita jaga bersama lingkungaan kita bersama.

    • Betul, tadinya mau pake foto masjid yang tenggelam itu, tapi gak nemu yang pas sebab gak memperlihatkan perbedaan tinggi daratan dan lautannya.

      Nah, PR juga itu di acara pernikahan. Sedih kalau lihat makanan banyak nyisa. Yang mana orang tuh kalap mata aja, gak ada yang salah dengan makanannya (gak enak atau basi) tapi emang kebiasaan jelek aja suka buang-buang makanan.

  9. bu Amanda mindblowiing bangettt❤️ kecintaan beliau melahirkan banyak karya yg sarat makna, yah.

    ku ngerasa hakjlebbb bgt diingatkan bagian food waste.

    apalagi masyarakat urban tuh entah kenapa kok hobi bangettt boros dan buang2 pangan.

    klo dine in, kliatan bgt makanan ga abis yg pada bercokol di piring😴 aku yg lihat doang, sbnrnya pengin bungkus, kan bs aku kasihkan ke kucing di rumah

    tapi biasanya dilarang ama bojoku, katanya malu2in 😷

    • Haha iya, tapi kalau nyisa banyak biasanya kami minta bungkus. Dan resto di sini udah biasa bantu untuk ngepacking dan makanannya bisa dimakan lagi di rumah.

  10. aku pun mengagumi nicholas saputra dan tante jolie karena perhatiannya pada isu2 sosial di masyarakat. Karena aku pribadi cukup miris pada isu2 sosial di Indonesia termasuk masalah tinggi permukaan air laut drpd daratan. Kalau tdk ada aktivis dan masyarakat yg peduli tinggal nunggu tenggelamnya aja

  11. pemberitaan mengenai Jakarta yang sewaktu-waktu bisa tenggelam sudah pernah aku denger, ngeri juga, karena posisi lautan berada di atas daratan dari Ibukota ini.

    Efek dari pemanasan global ini memang sekarang nggak bisa kita lihat atau rasakan yang terlalu kentara, tapi perlahan aja kita bisa merasakan seperti cuaca yang ampun-ampun panasnya. Ditambah juga dengan Indonesia yang banyak banget pabrik sehingga polusi yang ditimbulkan juga banyak

    perlu kepedulian masyarakat luas untuk sama-sama support kelestarian lingkungan, bisa dimulai dari hal kecil dirumah juga

    • Asli, perbedaan cuaca dulu dan sekarang jauh banget. Ekstrimnya bener-bener terasa. Panas ya puanas banget, dingin ya dingin banget. Padahal dulu-dulu nggak sebegininya.

  12. usaha menjaga lingkungan ini memang sesuatu ya Kak. Gak bisa sendirian, harus kerja bareng dan saling mengingatkan apalagi udah diingatkan melalui buku karya bu Amanda ini.

    Dan pe er besarnya itu, salah satunya adalah sampah sisa makanan memang, yang bikin haddeh, terlebih kalau udah ada aneka hajatan. Semoga buku yang tebalnya 400 halaman ini, bisa mengubah siapa saja untuk lebih peduli lingkungan

    • Nyesek kalo liat orang makan gak habis trus makanannya kebuang aja. Di Turki ada satu gerakan mengumpulkan makanan sisa untuk dibagikan ke kucing. Makanya di sana gak boleh nyampurin makanan sisa dengan benda bahaya (jarum, bekas bungkus permen dsb). Salut sih dengan gerakan-gerakan semacam ini.

  13. Saya belum pernah baca bukunya, tapi dilihat dari covernya sangat menarik. Ternyata isinya juga sangat berbobot. Menjaga bumi menjadi kewajiban kita semua, dan dimulai dari tindakan2 yang paling kecil sekalipun, contohnya tidak membuang-buang makanan, pilah sampah dll. Ingin sekali baca buku ini, buat nsmbah wawasan juga.

  14. Buku ini benar-benar membuka mata saya tentang betapa pentingnya kita menjaga bumi. Penulis berhasil menyajikan fakta-fakta ilmiah dengan bahasa yang mudah dipahami dan dipadukan dengan kisah-kisah inspiratif. Setelah membaca buku ini, saya merasa tergerak untuk lebih aktif berkontribusi dalam menjaga lingkungan.

  15. Sepertinya semua orang sudah baca

    Tinggal aku sendiri nih yang belum

    Hmm… penasaran banget karena dari semua review pun rekomendasiin buat baca kalau katanya aku benar-benar sayang bumi.

    Aku mau cari ah dan pastikan bisa terbaca dengan sempurna karena kadang kalau di tengah tidak menarik bisa berhenti

    Sepertinya ini justru makin membuat penasaran setelah membacanya karena harus bergerak untuk bumi, kan ya?

  16. Makin banyak yang sudah baca buku ini

    Saya harus mencari dan sepertinya wajib baca karena ingin berupaya juga menjaga bumi

    Meski cara saya berbeda tetapi setidaknya bisa jadi panduan, siapa tahu ada yang bisa ditiru dan diamalkan sesuai dengan kebutuhan yang ada di lingkungan sendiri

    Hmm ilustrasinya bikin makin senang baca ya, Kak

  17. suka degan desain gambarnya unik, kayak menggambarkan suatu pesan yang mendalam, penasaran ingin membaca bukunya apalagi penulisnya seorang Ph.D. yang pastinya dalam isinya ada sisi novelnya mungkin yang sangat dalam dari beliau apalagi menulis tentang alam, sangat menarik

  18. sampul bukunya seperti novel fantasi ya Yan, cantik. Salut buat Bu Amanda dan pejuang bumi lain yang tak lelah mengedukasi kita untuk mencibntai dan melindungi bumi..bagus tradisi India ya jadi makanan bisa dinikmati para homeless

  19. Coba, omnduut ini kajian mengenai lingkungannya mendalam sekali.Hihihi.. aku jadi kepikiran mau tanya mengenai produk lokal.

    Katanya, konsumsi daging membuat climate change dan dengan mengurangi konsumsi daging, mampu mengurangi emisi gas rumah kaca akan berkurang secara drastis.

    Tapii.. seandainya daging itu sudah tersedia, kalau gak dimakan jugaa..sayang.Huhuhu.. ini semacam dilema kaan..

    Iya, mestinya berpatok sama prinsip ekonomi yaa..Dimana ada permintaan, di situ juga barang tersedia.

    Hehhee.. maapp, omnduut.. jadi kemana-mana ngayalnya.Cuma penasaran..

    • Di sisi lain daging adalah protein yang bagus untuk tubuh. Nah iseng ngecek efek rumah kaca itu di Indonesia malah yang terbesar disebabkan pada sektor energi dan transportasi merupakan dengan persentase emisi sebesar 50,6% pada tahun 2022. Ini gede banget!

      Jadi selama konsumsi daging lokalnya gak berlebihan (rasanya gak seminggu sekali juga orang makan daging) rasanya gak begitu masalah. Menyumbang efek rumah kaca jelas, tapi di sisi lain bisa ditutupi dengan prilaku lain yang bagus buat jaga lingkungan. Makan daging tapi rajin nanam pohon, atau makan daging tapi minimal banget penggunaan plastik. 🙂

  20. lelah banget ngingetin orang yang nggak ngabisin makanan, dan kalau makan bareng paling sering itu cuman piring aku aja yang paling bersih, bahkan satu nasipun nggak ketemu. anehnya, ngabisin makanan akan dipandang orang makannya banyak lah, lapar lah, wah doyan juga etc, Dah lah itu hampir di semua tempat mulai ibu yasinan sampai makan bareng teman kantor. Yang paling sedih, jamaah Umroh banyak yang seperti ini

    Hehehe, lama tak nyapa langsung curhat 🙂

    • Bangeet mbak. Jamaah umroh tuh banyak banget yang buang-buang makanan. Sedih banget, padahal keluar dari hotel aja udah banyak nemu pengemis yang lapar. Mbok ya please ambil secukupnya aja dulu, boleh banget kok nambah.

      Haha iya lama gak main ke sini nih mbak Zulfa, aku juga udah lama gak main ke blognya whwhwh

Tinggalkan Balasan ke omnduut Batalkan balasan