Pelesiran

Sabang : Pesona di Ujung Barat Indonesia

.

Bicara mengenai Sabang, Aceh, saya jadi teringat percakapan yang terjadi puluhan tahun lalu antara saya dan datok (baca : kakek), pasca beliau menunaikan ibadah haji untuk yang kedua kalinya di awal tahun 1990-an.

“Sekarang naik haji mudah. Bisa naik pesawat. Dulu datok harus naik kapal laut berbulan-bulan jika mau ke Mekkah,” ujarnya.

Saya mendengarkan dengan hikmat. Waktu itu belum terlalu paham apa itu haji, dan kenapa pula harus jauh-jauh datang ke sana, menempuh jarak yang luar biasa dan jangka waktu yang lama, belum lagi seperti gedeh atau nenekku katakan, “jika ada yang meninggal, maka mayatnya di tenggelamkan di laut.”

Hiy, membayangkannya saja, saya sudah bergidik. Barulah, beberapa waktu lalu, saat saya membaca novel Rindu yang ditulis oleh Tere Liye, gambaran tentang ibadah haji dengan menggunakan kapal laut sedikit banyak saya pahami. Dan, luar biasanya lagi, ternyata, kapal haji yang datang dari seluruh penjuru Indonesia itu melewati Aceh sebelum kemudian membelah samudera dan mengarahkan kapal ke tanah para Nabi.

Sabang di Masa Lalu

Walaupun datok saya tidak menyebut secara rinci beliau berlabuh di Sabang, namun sejarah membuktikan bahwa Sabang berperan penting karena pada tahun 1896 Sabang dipilih sebagai pelabuhan bebas yang dipergunakan untuk perdagangan umum sekaligus dipergunakan sebagai pelabuhan transit berbagai macam komoditi dan juga rempah (seperti cengkeh dan tembakau) dan juga hasil alam lainnya yang ada di Aceh.

Kejayaan pelabuhan yang ada di Sabang ini “berakhir” pada Perang Dunia II di tahun 1942 saat diduduki Jepang dan dijadikan basis pertahanan wilayah barat. Setelah Indonesia merdeka di tahun 1945, barulah di tahun 1963 status Sabang sebagai Pelabuhan Bebas dikmeblaikan dan pelaksanaannya diserahkan kepada Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE).

Kurang lebih beginilah para jamaah haji yang berangkat menuju Saudi Arabia menggunakan kapal laut

Peran Sabang semakin besar saat pembentukan Kerjasama Ekonomi Regional Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) pada tahun 1993. Puncaknya, pada tahun 2000, Presiden Gus Dur mencanangkan Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

“Heh, Pelabuhan Bebas? Apa sih maksudnya?”

Pelabuhan bebas sendiri berarti pelabuhan yang dibebaskan dari pengawasan pabean oleh pemerintah dengan alasan khusus. Jadi, pelabuhan bebas tidak termasuk daerah pajak bagi satu negara. Kapal dari negara mana pun boleh masuk dan berniaga tanpa pembayaran bea masuk dan keluar. Barulah ketika barang  melalui perbatasan Pelabuhan Bebas menuju kawasan lain, akan dikenalan bea dan cukai.

Saya pernah berkunjung ke Pulau Langkawi yang ada di Malaysia, seperti halnya Sabang, Langkawi juga termasuk Kawasan Perdagangan Bebas. Tak heran, barang-barang (terutama impor) di sana jauh lebih murah. Luar biasa efek satu keputusan peraturan bagi satu wilayah. Tak ubahnya Sabang, Langkawi juga dikenal sebagai salah satu destinasi wisata andalan di Malaysia.

Pintu Gerbang Itu Bernama Sabang

Untuk pertama kalinya, saat melintasi Harbour Front, pelabuhan utama di Singapura, saya melihat secara langsung beberapa kapal pesiar/cruises yang berlabuh di dermaga siap mengantarkan para penumpang (baca : wisatawan) untuk berwisata menjelajahi beberapa destinasi. Luar biasa, ya! Jadi teringat film Titanic hehe.

Pelabuhan yang ada di Sabang.

Tidak menutup kemungkinan kapal pesiar yang saya lihat itu akan melakukan perjalanan menuju Sabang, mengingat tahun lalu saja sekitar 8.000 wisatawan mendatangi Sabang dengan mengendarai 7 (tujuh) kapal pesiar berbeda. Sebelumnya, kapal pesiar MS Pasific Eden dari Inggris mendatangi Sabang pada tanggal 18 Agustus 2016 dengan membawa 1.341 penumpang dan 619 awak kapal.

Hal itu semakin melengkapi data kapal pesiar yang masuk ke Sabang yakni sebelumnya di bulan Januari, kapal pesiar Silver Shadow, Seven Seas Voyager dan MS Artania pun mendatangi Sabang. Pertanyaannya, kok bisa ya mereka mendatangi Sabang? Jelas karena Sabang itu indah! event besar semacam Sail Sabang yang rutin diadakan tiap tahun juga berperan besar dalam mendongkrak pariwisata Sabang.

Ini tak lepas dari keuntungan Sabang secara geografis. Karena Sabang terletak di pintu barat Selat Malaka, hal itu menjadikan Sabang lebih strategis dibandingkan dengan Batam. Setiap tahunnya, lebih dari 60.000 kapal melintasi kawasan ini.

Bayangkan jika kapal pesiar seperti ini mendatangi Sabang. Wisatawan yang sekali datang ribuan!

Pasca Tsunami 2004, terjadi sedimentasi (pendangkalan) di beberapa titik di Selat Malaka. Ini menyebabkan kedalaman maksimum laluan kapal semakin pendek sehingga hanya kapal tertentu saja yang masih dapat melewatinya. Nah, fakta ini menguntungkan bagi Pelabuhan Sabang. Dengan kedalaman yang cukup, Pelabuhan Sabang berperan penting sebagai pelabuhan penghubung.

Tidak hanya sebagai lalu lintas kapal wisata, namun juga berpotensi sebagai “pintu” kapal pengangkut barang ekspor & Impor yang potensial bagi kawasan barat Indonesia.

Ada Apa di Sabang?

Tidak cukup dengan punya laut yang dalam –sehingga kapal besar dapat bersandar, untuk menarik minat wisatawan agar mau datang ke Sabang, bukan? Lantas, apa yang membuat Sabang sedemikian menarik sehingga tahun lalu saja didatang lebih dari 720 ribu wisatawan? terutama lagi oleh para wisatawan asing yang tergabung dalam wisata kapal pesiar. Seberapa menariknya kah Sail Indonesia itu? ini jawabanya!

Pertama, Sabang Punya Pantai yang Kece!

Sebagai makluk sungai, eh maksudnya orang yang tinggal di kota sungai, tentu saja saya selalu merindukan dapat “membasahi insang” di pantai dengan pemandangan yang kece seperti pantai-pantai yang ada di Sabang. Ada beberapa pantai terkenal di Sabang. Seperti Pantai Iboih, Pantai Gapang, Pantai Ujung Kreung, Pantai Pasir Putih, Pantai Tapak Gajah, Pantai Kasih, Pantai Anoi Itam dan masih banyak lagi. Kalau yang di foto ini ialah Pantai Sumur Tiga Warna.

Keindahan Pantai Sumur 3 Warna.

Khusus Pantai Anoi Itam yang terletak sekitar 13 km dari kota Sabang itu pernah mendapatkan predikat sebagai salah satu pantai tercantik di Indonesia versi majalah Garuda Indonesia, loh! Yang bikin cantik itu adalah pasirnya yang berwarna hitam. Dengan paduan batu kapur berwana putih menjadikan gradasi warna yang memikat.

Kedua, Menyelam Menjumpai Hewan Laut!

Kalau menyelam di Sungai Musi kan nggak kelihatan apa-apa ya hehe. Pandangan gelap, karena airnya butek. Bersyukurlah para warga yang tinggal di Sabang karena mereka bisa mendatangi spot menyelam kapanpun mereka mau. Ada beberapa spot menyelam terkenal di Sabang, misalnya saja Bate Tokong, Arus balee (yang berada diantara Pulau Seulako dan Pulau Rubiah) atau Pulau Rubiahnya itu sendiri seperti nampak pada gambar dan juga yang terakhir adalah Sophie Rickmers.

Hewan laut yang ada di sekitaran Pulau Rubiah. Nemo, mana nemo? 😀

Yang terakhir itu sih hanya diperuntukkan bagi diver profesional karena menyelamnya untuk melihat langsung bangkai kapal buatan Jerman yang tenggelam di masa Perang Dunia Kedua itu.

Ketiga, Wisata Alam Lainnya Berupa Danau dan Air Terjun!

Seperti halnya Kota Takengon yang berada di Aceh Tengah, Sabang pun memiliki danau yang berada di tengah-tengah pulau. Oleh warga setempat, danau yang indah itu dikenal nama Danau Aneuk Laot atau Danau Anak Laut yang selain indah juga menjadi sumber air tawar di Sabang.

Sekilas aku lihat kok ya mirip Raja Ampat, ya? hehe

Mungkin warga Sabang suka ya menamakan sesuatu dengan kata “laot” yang berarti laut, sehingga salah satu air terjun yang ada di sanapun dinamakan Air Terjun Pria Laot. Air terjun setinggi 10 meter yang berasal dari Gunung Api Jaboi ini berada sekitar 12 km dari pusat kota Sabang. Yang bosan main air laut, bisalah mandi-mandi di air terjun ini. Jika sudah berada di sekitaran sini, artinya juga sudah main ke kawasan Hutan Kota Sabang. Tjakep!

Keempat, Menangkap Momen “Matahari Terbenam” di Perbukitan!

Namanya juga kawasan landai ya, jadi kontur kota di Sabang ya naik-naik ke puncak gunung eh bukit gitu. Saya sendiri paling suka berada di ketinggian untuk menangkap gambar dan momen-momen indah yang ada di sana. Ya mirip-mirip kawasan Pantan Terong yang ada di Takengon, lah.

Salah satu spot perbukitan yang ada di Sabang. Seluas mata memandang yang ada hanya keindahan. Tsaaah.

Di Sabang, kawasan ketinggian yang terkenal itu antara lain Bukit Klah dan Sabang Hill. Coba deh duduk-duduk di atas sana saat senja menjelang, ditemani kopi Gayo yang nikmat sembari menyimak pergerakan matahari yang perlahan terbenam. Beuh! Syurgha! Apalagi bersantainya sama gebetan. Uhuk.

Kelima, Wisata Kuliner!

Makanan Indonesia gak ada yang ngalahin, kan? Termasuklah masakan Aceh yang terkenal itu. Mie Aceh, Makanan lautnya yang meleleh di lidah, dan yang katanya terkenal di Sabang adalah Sate Gurita. Wow!

Kuliner Aceh. Minus Sate Gurita yang tersohor itu 🙂

Wajib banget kalau ke Sabang nyobain semua kuliner yang ada. Ditambah lagi minumnya ditemani oleh kopi Gayo yang nikmat dan sudah bertaraf internasional. Luar biasa, euy! Lupakan diet jika ke Sabang, nikmati semua keindahan yang ada ditemani penduduknya yang ramah-ramah. Dan, siapa tahu bonusnya mendapatkan jodoh gadis Aceh yang terkenal cantik itu, bukan?

Bang…bang, jomblo yang bikin kamu jadi putus asa, bang!

Sabang terus berbenah. Sekali lagi, dengan keuntungan geografis yang dimiliki yang menjadikannya sebagai pelabuhan hub wisata bahari internasional, saya yakin Sabang akan semakin menunjukkan pesonanya di masa yang akan datang.  Tak cukup satu tulisan singkat  untuk menggambarkan betapa indahnya secuil kawasan di barat Indonesia ini. Rasanya, tak sabar untuk melihat langsung keelokan kota yang sejak kecil sudah saya kenal namanya dari sebuah lagu nasional bertajuk Dari Sabang Sampai Merauke itu. Tunggu saya, ya Sabang!

UPDATE!

Tulisan ini dipersiapkan dalam kompetisi #SailSabang2017 dan alhamdulillah terpilih sebagai juara favorit. Pengumuman pemenangnya dapat dilihat di sini.

Iklan

89 komentar di “Sabang : Pesona di Ujung Barat Indonesia

    • Iya bener, itu makanan pas ke Takengon haha. Secara Sate Guritanya masih diangan-angan, jadi pake foto makanan Takengon aja. Sama-sama Aceh paling nggak hwhwhwhw

  1. Indahnya pesona Sabang, Anda telah menuliskannya dg bgtu apik, mski ada bbrp typo. Tp krn bkn itu substansi blog ini, that’s ok lah.
    Asyik ya klau bs travelling trus, bnyak yg dilihat.

  2. Sabang, pesona yang belum tergapai kalau buatku sih. Ternyata gak cuma alamnya ya Yan, makanannya juga terlihat menggoda.

    Sebenarnya pengen ke sana sejak lama, pengen nyelam aja pada dasarnya. Cuma dive buddy nya gak dapat-dapat 😀

    • Siap, InsyaAllah makasih Ri. I’ll back to Aceh. Emang niat dan naksir lama sama Sabang hehe. Mudah-mudahan nanti ada rezekinya bisa ke sana walau gak menang. Amin.

  3. Aku malah belum pernah nyicipin sate guritanya, padahal aku orang Aceh. Hahahaha😀. Siapapun yang berkunjung ke Sabang pasti susah move on, deh. Alamnya memang cantik luar biasa. Semoga menang lombanya, Kak☺

    • Bener, pengakuan temenku (yang beberapa fotonya aku pakai, termasuk header) susah move on. Makanya dia sampe 2 kali ke sana hehehe. Makasih supportnya mbak 🙂

  4. Seger banget itu Raja Ampat KW nya, pgn nyemplung! *Salah fokus*
    Ternyata selain Bali, Sabang bisa jadi destinasi wisata Indonesia yang potensial banget ya.
    Anw, semoga beruntung om buat lombanya! Informasinya bermanfaat sekali 🙂

  5. Mas, awal dekade 1990-an kamu udah ngomongin haji sama kakek kamu, aku masih belom bisa ngapa-ngapain kayaknya hahaha.

    Andai saat ini Sabang tetap sejaya dulu kala, mungkin pamornya akan menyaingi Singapura ya.

  6. Sejak dulu Sabang memang indah, dan banyak sejarah di sana.
    Ngomong-ngomong tentang Sabang di novel Rindu, memang sih ini tempat terakhir para calon haji Indonesia ketika berangkat sebelum singgah di Nikobar.

    • Aha bener kan ya, aku hanya ingat di Acehnya saja. Dan itu salah satu buku Tere Liye yang aku suka. Ngebayangin perjuangan orang zaman dulu naik haji bener-bener emejing.

  7. Duh, langsung kebayang mi aceh, tapi kok adanya mihun.
    Btw, novel Rindu, aku belum baca, tapi kalo merasa rindu udah pernah. Hahaha….
    Semoga menang, ya.

    • Kalau di novel itu jika dari Makassar, paling gak transit di Surabaya, Jakarta dan Aceh. Setelahnya di Kolombo, Sri Langka seingatku, sama ada beberapa negara lagi *lupa >.<

  8. Aku kok..tetiba ingat buku buku sejarah ketika menyimak soal
    Pelabuhan bebas dan tetiba membayangkan bila sistem pelabuhan Bebas itu masiha da sampai saat ini. Sabang memang bagiand ari Aceh yang pingin juga aku datangi. Dulu pernah ke Bireun, Lhoksumawe, sampe banda Aceh tapi belum sempat ke Sabang. Hiks…bila Yayan ke Sabang tagged ke aku photo photo landscape kece yaaa….aminnn…

  9. Bayangin perjalanan haji jaman dulu itu gmn gitu ya, masya Allah banget. Dan Sabang nih cuma aku tau dr hapalan frase Sabang sampai Merauke pas SD dulu, wkwk. TFS ya bang, smg suatu saat nyampe. Duh, liat cruise nya emang berasa Titanic 😀

  10. aku ngerasa ikan-ikan di Sabang itu ramah-ramah banget. Mau gitu kalo dideketin. Selalu pengen ngulan kesana. Dan makanannya…..yaampun itu enak-enak deh yang di pasar 🙂 pengen nambah-nambah terus hahaha

  11. Ping balik: Sabang : Pesona di Ujung Barat Indonesia — Omnduut – rentalmobilsemarangan.wordpress.com

Jika ada yang perlu ditanyakan lebih lanjut, silakan berkomentar di bawah ini.

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s