“Duh, mana ini si Bedu, kok lama banget.”
“Nggak apa-apa, Pak. Kita tunggu kok.”
Seorang petugas Museum nampak sedikit kesal dan khawatir si Bedu, pemegang kunci Museum Ketransmigrasian ini tak kunjung datang. Beliau merasa tidak enak dengan kami, si pengunjung museum yang datang kesorean ini saat jam kunjung museum memang sudah habis.
Tak lama kemudian, seseorang pemuda yang namanya aku samarkan menjadi Bedu itu datang 🙂 bergegas dia membuka sebuah pintu utama museum yang menurutku lebih mirip pintu rumah-rumah di sinetron. Besar, gagah dan berornamen indah. Sungguh, kesan pertamaku terhadap museum ini sudah bagus bahkan hanya dengan melihat pintu masuknya saja.
Begitu masuk ke dalam…
Wow! Museumnya besar sekali! Walaupun “hanya” terdiri dari dua lantai, namun dengan atap yang tinggi, museum ini nampak jauh lebih besar dari kelihatannya. Dengan kondisi yang ada, walau tanpa pendingin ruanganpun (AC sih ada, tapi sudah dimatikan. Kami kan datangnya kesorean hehe), museum ini tetap terasa adem. Maklum saja, sirkulasi udara di sana sangat baik.
“Oke Yayan, ayo jelajah museum ini,” batinku seraya melangkahkan kaki ke dalam.
* * *
Seperti yang kutulis sebelumnya, kunjunganku ke museum Ketransmigrasian ini sebetulnya tidak sengaja. Museum Ketransmigrasian kami datangi hanya karena tempat tersebut disepakati sebagai meeting point antara mobil kami dan mobil rombongan yang lain. Bisa dibilang, kunjungan ke museum Ketransmigrasian ini merupakan elemen kejutan dari sebuah perjalanan. Sebagai pecinta museum, tentu saja aku senang berkesempatan mampir. Apalagi, untuk museum sekelas kabupaten, museum Ketransmigrasian ini keren!
Museum Ketransmigrasian? Hmm apa sih?
Jadi gini, sejarahnya nih ya, provinsi Lampung itu merupakan cikal bakal Daerah Penempatan Transmigrasi pertama di Indonesia. Malah, transmigrasi itu sudah berlangsung pada tahun 1905 saat pemerintahan Hindia Belanda melakukan perpindahan warga dari Desa Bagelan Kerasidenan Kedu Provinsi Jawa Tengah ke Provinsi Lampung tepatnya di Desa Bagelen Gedong Tataan Kerasidenan Lampung yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Pesawaran.
Makanya, wajar banget jika kelak berdiri museum Ketransmigrasian di sana. Hmm, ntahlah, apakah di kota lain ada juga museum Ketransmigrasian, namun aku baru pertama kali menemukan ada museum yang menyajikan koleksi benda bersejarah yang bercorak Ketransmigasian serta menampilkan perjalanan penyelenggaraan program Transmigrasi ya di museum Ketransmigrasian di kabupaten Pasawaran ini.
Baiklah, mari kita masuk ke dalam…
Eh tunggu, belum juga masuk aku sudah terpukau sama pintu masuk museumnya yang sangat Indonesia. Penuh ukiran detil yang tentu saja dikerjakan dalam waktu yang lama. Mirip sekali dengan ukiran pintu joglo. Tapi bedanya ya ini museum 🙂
Tadaaaa, begitu masuk ke dalam, kami semua langsung disambut dengan patung sapi berukuran besaaaar. Sepertinya patung ini dibuat dengan ukuran 1:1. Coba ya, kalau itu bukan museum, sudah aku naiki dan ajak foto selfie –eh. Tak jauh dari si sapi, ada juga gerobak yang digunakan untuk membajak sawah. Bener sih, seingatku di Lampung masih banyak persawahan. Wuih, termasuk salah satu provinsi yang menyokong ketahanan dan ketersediaan pangan di Indonesia dong ya! –kasih jempol.

Patung sapinya gede banget!
Benda-benda seputar Kemigrasian terpusat dipajang di lantai 2. Tanpa aba-aba (apalagi aba-abaknya dik Chelsea Islan), aku langsung naik ke lantai 2 dan… UWOW, aku terpukau!
Dari lantai 2, nampak sekali jika museum ini megah, gagah dan mempesona –tsah! Beneran, untuk ukuran museum, menurutku bangunan museum Ketransmigrasian ini bagus sekali. Ya maklum juga, ini museum yang baru ya. Lantainya bersih, catnya bikin mata adem. Semoga museum ini terus dijaga dan dengan kondisi museum yang senyaman ini, harusnya lebih banyak orang yang datang ke sana, bukan?
Coba lihat miniatur bangunan yang ada di balik dinding kaca ini. Nah, ini dia bentuk rumah yang ditempati oleh kolonisasi (orang-orang transmigrasi). Sederhana ya? Namun lumayan sih, untuk standar kelaikan, kukira sudah cukup baik.
Dapat dilihat pula sederet koleksi yang ditampilkan di museum ini. Dari peralatan masak, peralatan makan, alat penumbuk padi hingga ke kendaraan orang transmigrasi zaman dahulu. Walaupun masih tradisional, namun melihat barang-barang yang terpajang di sana, nampak sangat harmonis. Di satu sisi aku jadi teringat peralatan masak yang dulu digunakan oleh nenekku 🙂
Oh ya, jika pemerintahan Hindia Belanda mencanangkan program transmigrasi pada tahun 1905, pemerintahan Indonesia sendiri untuk pertama kalinya melaksanakan Program Perpindahan Penduduk pada tahun 1950. Sebanyak 23 KK yang berasal dari Jawa Tengah dipindahkan ke Sukadana Lampung Timur dan Lubuk Linggau di Sumatra Selatan. Hua, ternyata Lubuk Linggau kebagian juga!
Bukan Sekadar Museum
Selain museum, area ini juga memiliki teater yang dapat digunakan untuk menayangkan film dokumenter mengenai program transmigrasi di Indonesia. Selain itu, di kawasan museum Ketransmigrasian ini ada area yang dapat digunakan untuk kegiatan perkemahan. Wuih seru ya! Bahkan sampai tenda kempingnya juga dipersiapkan loh!
Apa lagi yang ada di sana?
Fasilitas lainnya ialah terdapatnya sebuah Gedung Serba Guna (GSG) dengan kapasitas 250 orang yang dapat digunakan oleh instansi pemerintah, swasta dan juga umum sebagai tempat rapat, seminar, resepsi perkawinan –uhuk, maaf batuk, hingga kegiatan lainnya. Dengan jarak tempuh sekitar 20 sd 30 menit dari Bandar Lampung (sekitar 20 km), tentu kawasan ini dapat dijadikan alternatif liburan edukasi ataupun juga rekreasi.
Yuklah ramai-ramai ke museum!
- Museum Ketransmigrasian
- Jl. Jend Ahmad Yani Desa Bagelen Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung.
- Telp : 0721-94662, fax : 0721-94182.
- Email : museum_ketransmigrasian@yahoo.co.id
- Waktu Kunjungan : Senin sd Kamis Pkl 08:00 sd 14:00, Jumat Pkl 08:30 sd 14:30. (Sabtu dan Minggu melalui perjanjian/konfirmasi via telepon.
- Harga Tiket Masuk Rp.1.000 (pelajar), Rp.2.000 (umum)
Keren ya Museum Transmigrasi-nya, jadi tahu bahwa transmigrasi pertama di Nusantara dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan Lampung sebagai wilayah pertamanya. 😀
Iya Lim 😀
Untung akhirnya juru kunci datang juga ya Mas. Kalau gak kan sia-sia saja, sudah jauh-jauh datang dari Palembang, sudah lewat, sudah singgah pula tapi gak bisa masuk 🙂
hore komentator pertama …
Iya Bu Evi, makanya bersyukur sekali dulu mbak Donna atau bu Evi ya yang meminta ke petugas agar kami diizinkan masuk. Jika nggak rasanya bakalan kecewa hahaha.
Mbak Rien dan Mbak Donna dipanggil Mbak, yerus kenapa saya dipanggil Ibu. Ikut ngulek Yayan hahahaha
Aku gak enak semua manggil ibu hahaha.
Om Yopie awalnya kupanggil mas. Eh kok semua manggil om ya? aku gak mau nanti kalo aku sendiri manggil mas, aku disangka adek. Padahal kan gap usia kami jauuuh hahahahaha.
Oke deh mbak eh bu evi hihihi, aku panggil… mamih aja -eh hahaha, sip-sip mbak seperti dulu-dulu. 😀
Nanti Mas Yo juga mau aku pites, ngajarin panggilan yang gak benar padamu, Mas…wkwkwk
*kompres jidat om Yo yang kena pites*
Museumnya kayak istana ya, mewah dan megah… beda sama museum kebanyakan yang kurang terawat.
Di Palembang terbagi 2 museumnya. Ada yang memakai gedung lama peninggalan Belanda, ada juga gedung baru dan… yes! gak ada yang sebagus gedung Museum Ketransmigrasian ini. Makanya, sayang banget kalo masyarakat Lampung kalau gak ke sana. Museumnya nyamaaaan.
Sayangnya ya… waktu kesana saat sepi-sepinya karena sebenarnya udah tutup. Jadi gak bisa dinilai se-ramai apa museum ini saat buka…
Iya bener. Lupa pula aku nanya jumlah kunjungan ke museum itu apakah tinggi atau tidak.
Jadi keinget pelajaran IPS jaman SD tentang transmigrasi
Nganu, SDnya tahun kapan? 😀
Bagus sekali gedungnya. Temanya juga menarik… ira
Tematik museum 🙂
Museumnya baguus..
Iya ^^
Oalah. Ternyata Lampung itu provinsi pertama tujuan Transmigrasi toh Om. Baru tahu. Ga dapet info itu pas baca blog sebelumnya. Maaksih Om infonya. Semakin memperjelas kenapa kenapanya. 😀
Lampung hebat 😀
Keren sekali ini museum. Bisa gegulingan ini. Wah bisa betah duo krucilsnya Mbak Dedew diajak ke sini 🙂
Kenapa? suka museum semua ya?
Banget. Kalau diajak ke museum harus nyiapin air segalon bair nggak kehausan 🙂
Wuih keren banget!
Aku baru tahu kalau ternyata ada museum macam ini di Indonesia, dan Lampung sebagai daerah yang terkenal sebagai tujuan transmigrasi pantas untuk menjadi tuan rumahnya. Gak aneh ya kalau di Lampung itu banyak nama-nama yang lebih mirip berasal dari Jawa, Bali atau daerah-daerah lainnya. Sampai-sampai aku penasaran seperti apa sih aslinya bahasa, dan suku-suku asli yang mendiami Lampung, termasuk kulinernya yang benar-benar orisinil dan tidak terpengaruh pendatang.
Btw, yang pintu dari kayu jati yang berukir itu lebih dikenal sebagai pintu gebyok Yan 🙂
Wah iya, makasih infonya mas Bart. Aku googling dan mirip banget pintunya. Bagus yaaa. Pintu Jawa karena banyak orang Jawanya.
Museumnya cakep, juga keliatan mewah yaa…
Betuul.
hm… infonya menarik, hayok ke museum geopark di bangko yan 🙂
btw.. museumnya megah dan keren 🙂
Hah di Bangko ado geopark? *langsung googling*
Ke museum trus boleh foto foto itu asyik. Banyak museum di India yg nggak memperbolehkan memotret.
BTW, transmigrasi zaman dulu nekad nekad ya, padahal penempatannya dalam banget. beneran hutan belantara dan tanpa listrik. pernah denger sendiri dari mereka yang di Kalimantan.
Hah, banyak yang gak boleh foto? >..<
Iya mbak, salut juga buat mereka-mereka yang mau transmigrasi. Sebagian sangat sukses. Anak-anaknya kemana-mana pakai motor besar.
di indonesia ada beberapa kawasan yang statusnya geopark nasional : kaldera toba, merangin jambi, gunung sewu, gunung batur sama gunung rinjani, yang statusnya udah masuk unesco’s ggn (global geopark nertwork) baru gunung batur, yg di bangko (merangin) statusnya ditolak sebagai anggota ggn karena berkasnya belum lengkap, suruh dilengkapi dulu 🙂
#malah promosi 😀
Wah pak, aku bener-bener ketinggalan informasi yo. Banyak yang aku dak tahu eh semuaaa
ya ampun setelah ngelihat batik tanggamus sekarang artikel ini… rasanya dosa banget, ngga jelajah kampung sendiri :((. deket ini dari rumah paling sejam
Nah, besok-besok aku mau ah ke rumah mas Danan dan ikutan eksplor Lampungnya 🙂
Natalan jalan ngga kayaknya aku mau mudik terus melipir palembang
Nggak, aku di rumah aja. Sipp kabarin ya kl beneran jadi.
Oke
Kebayanh kalau sudah makin lengkap koleksi dan fasilitasnya. Museum ini keren.
Iya, potensi untuk dikembangkannya museum ini masih sangat besar.
Baru tau kalo lampung ini jadi cikal bakal transmigrasi
Aku juga tahunya setelah ke sana om. 😀