Tadaaaaa 🙂 Blog swap kini memasukin bulan ke-3. Dan, spesialnya, di bulan ini aku yang bertindak sebagai ‘tuan rumah’. Dalam artian, di bulan September yang ceria ini, aku yang menentukan temanya. Dan… karena aku doyan banget nonton, jadilah aku mengambil tema Movie Magic. Harapannya sih, dengan dipilihnya tema ini, aku bisa tahu film-film apa saja yang menurut para blog swappers #jleb di hati mereka ^^ Nah, kali ini yang jadi tamu di blog omnduut adalah Cicil. Blogger keren yang concern ngebahas tema-tema lingkungan. Eh belakangan berbagai review tempat makan juga menghiasi blognya lho 😉 Yuk cekidot main-main juga ke blognya Cicil di Aphroditeluvapple. Oh ya, untuk baca tulisanku bisa klik di sini ya 🙂
* * *
Untuk bulan ini agak sulit untuk memulai tulisannya, si empunya kenduri bulan ini omnduut menetukan tema, movie magic alias keajaiban sebuah film. Film-film yang kutonton biasanya penasaran setelah membaca novelnya atau mendapatkan rekomendasi dari dosen ataupun teman-teman. Apalagi sejak kuliah dan mendiskusikan tentang film, jadinya menonoton film tidak hanya sekedar hiburan semata tetapi itu merupakan media bagaimana menangkap apa yang disampaikan dibalik film tersebut (siapa tahu bukan hanya hiburan semata, mungkin ada propaganda terselip didalamnya ).
Jadinya kalau dirumah, suka berantem dengan adekku karena nonton film suaranya kekencengan, agar aku bisa menangakap sedetail-detailnya apa yang diucapkan si tokoh. (mudah-mudahan ini bukan karena budeg ya). Terus kalau sedang nonton, pasti aku bawa note kecil, mencatat apa yang diucapakan si pemain, siapa tahu ada kutipan yang menarik. Kalau di drama romantis, kata-katanya bisa membuat aku kleper-kleper (biasanya suka berimajinasi jadi pemeran utama yang ditaksir cowok super ganteng). Aku juga suka nonton film action, mulai dari Jackie chan sampai Rambo.
Film-film tentang superhero selalu kulahap, sampai-sampai sulit memisahkan kalau mereka itu cuma ada di dunia khayalan. Aku juga heran kalu nonton film bergenre peperangan, airmataku selalu mengalir deras. Serta, Aku paling nggak betah dan nggak suka nonton film horor, karena pertama kali nonton Jelangkung di bioskop, tangan temanku merah karena mulai dari awal sampai akhir film kupegang dan kuremas karena ketakutan. Yang paling gokil, temanku pernah terkena sasaran tamparan dipipinya karena mengejutkanku ketika menonton film horor.
Bagiku yang membuat sebuah film itu hidup,tidak hanya dari unsur ketokohan, dimana sang aktor mampu memerankan karakternya dengan baik, dan mampu memakai topeng karaternya. Alur cerita yang membangun akan sangat apik jika sang sutradara dapat mengemasnya dalam bentuk adegan-adegan yang tidak membosankan. Soundtrack atau background song akan membuat film semakin hidup. Sehingga akan tercipta suatu kesatuan yang dapat dinikmati oleh penyuka film. Dan pemasalahannya aku paling sangat benci untuk memilih film-film yang menginspirasiku dan menjadi magic yang menyihir didalam duniaku. Karena sangat banyak sekali, beberapa film mendapatkan tempat khusus dihatiku. Daripada penasaran aku akan membocorkan sedikit rahasia kenapa film-film ini mendapat tempat di hati ku, let’s begin to explore more.
Love story
Ada suatu kutipan yang masih aku ingat sampai saat ini dari film love story;
Love means never having to say you’re sorry.
Masih ingat nonton film ini pertama kali ketika masih memakai baju putih abu-abu.novelnya ditulis Erick Seagal pada tahun 1970an menyusul suksesnya film ini untuk memperingati hari kasih sayang. Novelnya pun sangat populer. Ingat tidak, difilm india mujhse dosti karoge, dimana Tina salah satu karakter di film ini juga membaca novel love story ini.
Kembali ke film love story– film bergenre tragedi dan film romantis sepanjang masa, kalau tidak percaya coba saja nonton filmnya, memang jadul sih, filmnya pun masih hitam putih. Tapi dijamin bisa memguras air mata. Sedikit plot ceritanya.
- Oliver Barret IV seorang pemuda yang kuliah di Harvard- berasal dari keluarga kaya raya jatuh cinta dengan seorang gadis pemain hockey Jenny Cavalleri, berasal dari kelas pekerja. Cinta mereka tidak disetujui oleh orang tua Oliver, dan berbagai macam cara dilakukan untuk mengakhiri hubungan mereka. Mereka memutuskan untuk menikah walaupun tanpa restu orang tua. Tanpa bantuan finansial dari kedua orang tuanya, Oliver dan Jenny saling bahu membahu untuk menyelesaikan kuliah mereka. Hidup serba kekurangan disebuah flat, dan bekerja keras sambil menyelesaikan kuliah. Seteah lulus dari universitas, Oliver bekerja disebuah firma hukum di New York. Kemudian mereka memutuskan punya anak. Disaat itu lah Oliver mengetahui, bahwa kekasih hatinya menderita leukimia. Oliver tidak tega memberitahukan Jenny, yang akhirnya mengetahui sendiri hidupnya yang takkan lama. Dengan penuh cinta dan dorongan semangat dari Oliver, Jenny mencoba bertahan hidup dan menjalani hari-hari mereka bersama yang tak beberapa lama. Jenny meninggal di dekapan orang yang dicintainya. Hnaya maut yang memisahkan cinta mereka.
Yang membuat film ini semakin bagus adalah soundtracknya yang juga populer where do i begin (love story). Coba deh dengar lirik lagunya dan dengarin alunan musiknya. Syahdu dan melankolis.
Nah alasan lain, kenapa aku bisa suka film ini, adalah dialog-dialaog padat berisi dan pintar. Memang ketika menonton, butuh kosentrasi biar maknanya lebih berasa. Kutipan difilm ini pun menjadi sangat fenomenal sampai saat ini. Film ini tidak hanya disukai penonton tetapi juga mengundang banyak kritik dari berbagai pengamat film. Terlepas dari tema cinta yang picisan. film ini dimasanya pun mendapat berbagai macam penghargaan golden globe awards dan academy awards. So, Film ini sangat layak untuk ditonton. Check this out my favorite dialog!
- Oliver Barrett IV: Hey what makes you so sure I went to prep school?
Jennifer Cavelleri: You look stupid and rich.
Oliver Barrett IV: Actually I’m smart and poor.
Jennifer Cavelleri: Uh-uh, I’m smart and poor.
Oliver Barrett IV: What makes you so smart?
Jennifer Cavelleri: I wouldn’t go for coffee with you.
Oliver Barrett IV: Yeah well I wouldn’t ask you.
Jennifer Cavelleri: Well, that’s what makes you stupid.
- Jennifer Cavelleri: You’re gonna flunk out if you don’t study.
Oliver Barrett IV: I am studying.
Jennifer Cavelleri: Bullshit. You’re looking at my legs.
Oliver Barrett IV: You know, Jenny, you’re not that great looking.
Jennifer Cavelleri: I know. But can I help it if you think so?
- Oliver Barrett IV: Why did you leave the Church?
Jennifer Cavelleri: I don’t know–I never really joined. I mean, I guess I never thought that there’s any world better than this one. I mean, what can be better than Mozart, or Bach, or you?
- [last lines]
Oliver’s Dad: Oliver, I want to help.
Oliver Barrett IV: Jenny’s dead.
Oliver’s Dad: Oh Oliver, I’m so sorry.
Oliver Barrett IV: Love means never having to say you’re sorry.
Dead Poets Society
Film selanjutnya yang ingin aku share dan memiliki tempat sendiri di hatiku adalah, Dead poets society. Dead poets society merupakan film dengan setingan tahun 1959 yang diproduksi pada tahun 1989. Film ini berkisah tentang seorang profesor Inggris yang bernama John Keating (Robin Williams)- menginspirasikan murid-muridnya di Akademi Welton untuk mencintai puisi dan mengatasi keenganan ataupun kekakuan didalam hidup mereka. Yang membuat aku sangat suka film ini, bagaimana si guru mengajak dan memotivasi murid-muridnya.
- We don’t read and write poetry because it’s cute. We read and write poetry because we are members of the human race And the human race is filled with passion. And medicine, law, business, engineering, these are noble pursuits and necessary to sustain life. But poetry, beauty, romance, love, these are what we stay alive for. To quote from Whitman, “O me! O life!… of the questions of these recurring; of the endless trains of the faithless… of cities filled with the foolish; what good amid these, O me, O life?” Answer: that you are here; that life exists, and identity; that the powerful play goes on and you may contribute a verse; that the powerful playgoes on and you may contribute a verse. What will your verse be?
When you read, don’t just consider what the author thinks, consider what you think. Keating berbagi bahwa belajar adalah proses kreatif seorang manusia. Bukan saja hanya sekedar menghapal teori dari buku. Hal ini juga ditunjukkan dalam sebuah adegan dimana ia meminta murid-muridnya merobek buku teori dihalaman pertama mengenai defenisi puisi, karena setiap individu memiliki pengertian dan pemahaman tentang puisi.
No matter what anybody tells you, words and ideas can change the world. Sebagai seorang guru yang idealis dan memiliki metode sendiri dalam berbagi dengan murid-muridnya. Bahwa orang yang paling mengetahui arah dan jalan kemana masa depan kita adalah diri kita sendiri. There’s a time for daring and there’s a time for caution, and a wise man understands which is called for. Bahwa sebagai seorang pria yang bijaksana harus bisa bersikap. Boys, you must strive to find your own voice. Because the longer you wait to begin, the less likely you are to find it at all. Thoreau said, “Most men lead lives of quiet desperation.” Don’t be resigned to that. Break out! break out now is the time!-
Coba saja baca dialog antara Keating dengan salah satu guru di Akademi Welton. Dimana guru tersebut sangat kaku dan konvensional. Mereka takut keluar dari zona nyaman mereka sebaagai pengajar dan sangat textual. Disini akan terlihat bagamana Keating sangat cerdas dan secara halus membuat lawan bicaranya tersudut. Keating ingin murid-muridnya tidak hanya menghapal isi didalam buku, tetapi ia ingin murid-muridnya memahami apa yang berada dibalik puisi yang ditulis oleh para penulis. Ia ingin murid-murindya menjadis seorang yang kreatif, berfikir dan menganalisa sesuatu, tidak hanya menjadi murid-murid yang mencawan dan menerima seperti cangkir yang dituangi kopi dari teko.
- McAllister: You take a big risk by encouraging them to be artists, John. When they realize they’re not Rembrandts, Shakespeares or Mozarts, they’ll hate you for it.
Keating: We’re not talking artists, George, we’re talking freethinkers.
McAllister: Freethinkers at seventeen?
Keating: Funny — I never pegged you as a cynic.
McAllister: Not a cynic, a realist. “Show me the heart unfettered by foolish dreams, and I’ll show you a happy man.”
Keating: “But only in their dreams can man be truly free. ‘Twas always thus, and always thus will be.”
McAllister: Tennyson?
Keating: No, Keating.
- [Keating stands on his desk]
Keating: Why do I stand up here? Anybody?
Dalton: To feel taller!
Keating: No!
- [Dings a bell with his foot]
Keating: Thank you for playing Mr. Dalton. I stand upon my desk to remind myself that we must constantly look at things in a different way.
The Pursuit of Happyness
Bagi penggemar drama, kurang pas rasanya kalau belum nonton film ini. Film biografi ini diperankan oleh aktor ganteng Will Smith sebagai Chris Gardner seorang salesaman yang berhasil menjadi pialang saham yangg kaya raya. Film ini beradasrakan kisah nyata. Settingan pada tahun 1981 di awali Chris dan istrinya Linda yang bersama anaknya hidup pas-pasan. Keluarga kecil ini mulai berantakan, ketika masalah keuangan melanda mereka, disaat mereka tidak mampu membayar sewa dan hidup dalam tumpukan hutang. Sehingga Linda meninggalkan Chris. Ketika dalam keadaan putus asa bertemu dengan seseorang yang berprofesi sebagai pialang saham, maka Chris terinspirasi berkarier sebagai pialang saham. Di film ini akan diceritakan bagaimana jatuh bangun Chris dalam mengejar kebahagian untuk dirinya dan anak yang disayanginya.
Ada sebuah humor yang diceritakan anaknya Christopher kepada Chris,
- Christopher: Hey dad, you wanna hear something funny? There was a man who was drowning, and a boat came, and the man on the boat said “Do you need help?” and the man said “God will save me”. Then another boat came and he tried to help him, but he said “God will save me”, then he drowned and went to Heaven. Then the man told God, “God, why didn’t you save me?” and God said “I sent you two boats, you dummy!”
Kutipan favoritku bagaimana Chris memotivasi anaknya,
- Hey. Don’t ever let somebody tell you you can’t do something. Not even me. All right? You got a dream. You gotta protect it. People can’t do something themselves, they wanna tell you you can’t do it. If you want something, go get it. Period.
Everybody Fines
Sebuah drama yang aku suka berjudul everybody fines. Tokoh utama Frank Goode yang diperankan oleh Robert De Niro adalah seorang pensiunan yang istrinya telah meninggal. Ketika acara thanks giving ia menantikan nak-anaknya untuk datang kerumah untuk mengunjunginya David (Austin Lysy), Rosie (Drew Barrymore), Amy (Kate Beckinsale) dan Robert (Sam Rockwell). Tetapi anak-anaknya mendadak membatalkan janji untuk menunjunginya. Merasa sangat sedih ia pun memutuskan untuk mengunjungi anak-anaknya. Sebenarnya ia menderita ganguan pernapasan akibat pekerjaan untuk PVC-covered power lines. Ia mengindahkan larangan dokter untuk berpergian. Dan ia selalu mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Dia mencium ada sesuatu yang tidak beres dengan anak-anaknya maka nya ia pergi menemui mereka.
Mulailah ia mengunjungi anak laki-lakinya David yang tidak ada di apartemenya dan akhirnya ia ketahui telah meninggal karena overdosis. Ami yang sedang memiliki permaslahan dalam rumah tangga, suaminya menemukan wanita lain dan Ami juga menemukan pacar baru. Anaknya Robert bukanlah seorang musik kondektur yang akan pergi dalam rangkaian tour Eropa seperti selama ini yang dibanggakannya. Anak perempuannya Rosie mempunyai seorang anak dan seorang biseksual. Bagaimana Frank menghadapi itu semua, akankah ia menerima keadaan anak-anaknya? bagi yang belum pernah menonton, jadi ngak usah aku kasih bocoran akhir ceritanya bagaimana.
Ini kata kata Frank Goode yang diucapkannya didalam film; If you would ask me I would have to say in all honesty, Everybody’s fine. Everybody’s fine.
Ini salah satu dialog antara Frank Goode dengan salah seorang temannya.
- Young Man in Diner #1: I have three children, six grandchildren. They’re busy. They’re too busy to talk to me. I gotta make an appointment. They got lost some place. They don’t need anybody. People changed, life is changed. Today, you shake hands with somebody, you gotta count your fingers to make sure you got five fingers back.
Love in The Time of Cholera
Film selanjutnya yang sangat aku sukai adalah love in the time of cholera. Ini film yang diangkat dari novel yang ditulis oleh Gabriel García Márquez. Karakter utamanya adalah Florentino Ariza and Fermina Daza. Mereka salaing jatuh cinta, tetapi Femina dilarang bertemu dengan florentino dan dinikahkan dengan Juvenal Urbino pada usia 21 tahun. Dia seorang dokter yang berasal dari kelas terpandang, dan berkomitmen untuk pemberantasan kolera. seorang manusia rasional dan hidup sangat teratur dan penuh pertimbangan. Sangat kontras sekali dengan karakter Florentino. Namun ketulusan cintanya pada Femina dibuktikannya. Mereka bertemu kembali di usia senja dan menciptkan polemik tersendiri.
Aku tidak tahu kenapa menyukai fim yang satu ini. Aku hanya berharap, cerita cintaku yang pernah kandas dulu, mungkin juga akan berakhir sama. Muluk bertemu cinta sejati. Walaupun kami tidak dipertemukan pada saat ini, mungkin di hari tua nanti juga punya kisah cerita seprti di film love in the time of cholera. Agak melankolis memang. Terlalu sentimentil tentang kekuatan cinta sejati. Ini dialog-dialog yang diucapkan oleh Florentino “shoot me! There is no greater glory than to die for love.”
- “The only regret I will have in dying is if it is not for love.”
- “wisdom comes to us when it can no longer do any good.”
- “Only God knows how much I love you.”
- “Together they had overcome the daily incomprehension, the instantaneous hatred, the reciprocal nastiness, and fabulous flashes of glory in the conjugal conspiracy. It was time when they both loved each other best, without hurry or excess, when both were most conscious of and grateful for their incredible victories over adversity. Life would still present them with other moral trials, of course, but that no longer mattered: they were on the other shore.”
- “Always remember that the most important thing in a good marriage is not happiness, but stability.”
- “his examination revealed that he had no fever, no pain anywhere, and that his only concrete feeling was an urgent desire to die. All that was needed was shrewd questioning…to conclude once again that the symptoms of love were the same as those of cholera.”
Nah itu lah untuk magic movies kali ini. Semoga saja pembaca di blog omndut suka. Dan tentu saja ini akan memperkaya khazanah film yang akan ditonton. Intinya, aku ngak bisa ngebayangin deh, if the world without movies. Mungkin akan monoton sekali. Ngak ada acara malam minggu ke bioskop, festival film, aktor-aktris bahkan pasti kekurangan obrolan menarik. overall, dari semua film yang diceritakan, just take for a good granted. soalnya, efek-efek negatif disaat menonton film tidak termasuk tanggung jawab penulis.
Feel free to visit my blog aphroditeluvapple.wordpress.com. Dengarkan senandung hati lewat tulisn-tulisanku.
Dari daftar diatas, baru nonton yg Pursuit of Happiness 😀 Pesannya untuk di anak keren ya …
Kalo pilem yg istimewa untukku apa saja ya? *mengingat2*
Naah hayo apa film favoritnya mbak Dian 🙂
Persuit of Happyness ini salah satu film terbaik yang pernah aku tonton. Bahkan saking penasaran, sehabis nonton aku langsung melahap biografinya 😀
Yang robert de niro bagus.anak-anaknya kompak ga nyeritain masalah mrk.never want to break the old man’s heart.
Terus terang dulu sempat nonton Everybody Fines cuma seingetku gak selesai. Ntah kenapa lupa :p ntar mau ditonton lagi. Mau cari dulu dvdnya. Yang dulu pinjem soalnya 😀
Dari semua film diatas saya baru nonton dan punya vcdnya The Pursuit of Happyness. Baca tulisan ini jadi pengen nonton lagi 😀 .
Film ini sekarang cukup sering diputar di TV mbak Nella. Dan, begitu kali tayang aku selalu ngomporin orang-orang untuk nonton. (niat banget sampe bbm atau sms-in mereka hihihi) untunglah mereka mau nonton dan suka 😉
coa yang love in the time of cholera juga mbak:D
iya mbak dian, persuit to happyness keren bgt. 🙂 hidup memang seperti roda. selagi mau berusaha pasti Allah memberikan jalan. coba ditonton love in the time of cholera mbak, kleper juga lhoo. hehhee
om ndut, ternyata sama fav movie kita, trus deat poet of society juga. carpe diem kk
kak dee , iya karena slma ini ayah terkoneksi dgn anak-anaknya krena ada sang ibu. aku suka adegan ketika dia meminta penumpang di kereta menebak pekerjaannya dari luar jendela kereta. ngak ada yng sadar dan tahu kalau pekerjany itu penting bgt menghubungkan satu keluarga dgn keluarga lain. penyakit yng diderita rbert deniro itu pun dampak dari pekrjaan yng berpuluh puluh tahun ia lakukan.
Merinding pas adegan semua siswa berdiri di atas meja. Dan betapa sebuah puisi dapat mempengaruhi hidup seseorang ya (y)
carpe diem om ndut:D
suka pas adegan di dirumahsakit terus bayangan anaknya yang mati muncul,*malah dibocorin jalan ceritanya -.-‘
>.< hahahaha 😀
iya suka deh pokoknya filmnya kak:D
Dari daftarnya ini juga baru nonton yang pursuit of happyness 🙂
Kalau dari daftar film yang aku tonton? http://aphroditeluvapple.wordpress.com/2013/09/15/blog-swap-movie-magic/ ? ^_^
coba cari dvd filmnya yng lain mbak, pasti suka deh:)
Everybody Fines –> ini sudah nonton 😀
Aku mau nonton ulang hihi soalnya dulu pas nonton ngerasa gak nyambung :p
iya everybody fines is two thumbs up
semua film itu kerenkeren, pantas yang review penggemar film deh..
Aku hanya beberapa aja yang baru nonton >.<
iya mbak suka nonton film, hiburn yang menarik:D. coba aja ditonton mbak, siapa tahu mbk suka juga:)
udah ditonton semua kog..
everybody’s fine emang keren banget. sangat menyentuh.
Harus cari DVDnya lagi nih. Hmmm
Ping balik: #SwapBlog | Movie Magic | disGOvery
I love watching good movies, too. Judul2 diatas Top deh. Nyari ‘Dead Poet Society’, tapi gak ketemu2 di Palembang. Judul judul lain yang saya suka yaitu ‘Taare Zamen Par’,’A Walk to Remember’ dan ‘Beyond the Black Board’
Ini ms Dewi ES kah? 😀 ok ms, ntar aku kasih pinjem Dead Poets Society. Dulu aku nitip temen yang tinggal di Jakarta 😀
Ping balik: SwapBlog Manifesto : Movie Magic | La Rêveur Vrai