Pelesiran

[Thailand] Dari Suvarnabhumi Hingga Asiatique

… tulisan sebelumnya ada di sini

Satu jam sebelum pintu keberangkatan Terminal 3 bandara Soekarno Hatta dibuka, akhirnya aku bisa mendapatkan satu set tempat duduk yang bisa dijadikan ranjang dadakan, hehe, lumayanlah setelah sebelumnya hanya memejamkan mata sambil duduk. Sembari memeluk erat backpack, akhirnya mata ini bisa terlelap (sedikit) sempurna. Alarm berbunyi tepat pukul 03:30 WIB. Walaupun gerbang keberangkatan sudah dibuka sejak pukul 03:00 WIB, aku sengaja memundurkan alarm karena konter check in baru dibuka pukul 05:00 WIB.

DSC_0016

Gate 7, Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta

Jam 4 subuh aku mulai masuk ke gerbang keberangkatan. Sekilas kulirik konter check in Mandala masih tutup. Aku lalu memutuskan untuk cuci muka dan sikat gigi ke toilet. Tak lama kemudian petugas konter datang dan mengatur antrian. Orang-orang mulai berebut masuk barisan, termasuk aku. Sekilas aku melirik ke barisan belakang. Terlihat ada seorang cewek yang melakukan pembicaraan, “Mas Leo, aku sudah di antrian. Mas Leo dimana?

Belakangan, akhirnya aku tahu kalo yang menelepon itu mbak Vini. Ketika mas Leo akhirnya ikutan mengantri, aku masih belum yakin mereka adalah orang-orang yang akan mengikuti #TripBarengCK sama kayak aku. “Dua orang lainnya dari media juga ya, mas?” Tanya mbak Vini. “Oh, yang dua lagi yang menang lomba #TripBarengCK mbak,” jawab mas Leo.

Tuing-tuing, radarku berkembang, haha. Benar, mereka lagi ngomongin aku tuh! “Trus sekarang mereka dimana?” Tanya mbak Vini lagi. “Hmm, belum tahu, sejauh ini belum ada yang kontak aku,” sahut mas Leo. Duuh jadi nggak enak, kan? Haha. Tapi beneran, waktu di email sama mas Leo ketika ngasih e-ticket aku sama sekali gak ngeh kalo dikasih nomor hape juga haha. Selama persiapan #TripBarengCK, aku sih cuma kontak sama mbak Ira aja di twitter.

Semakin lama aku gak negur maka akan semakin gak enak, akhirnya… tadaaaa aku samperin mereka, “halo mas-mbak, saya lho omnduut,” sapaku ke keduanya. Hihi. Alhamdulillah keduanya gak marah aku nyapanya kelamaan (atau kena serangan jantung karena kaget melihat sosok raksasa di subuh hari hehe). Gak lama kemudian, petugas lain datang dan mulai membuka konter. Ada sekelompok pemuda India waktu itu. Entah kenapa, proses check in mereka lama banget sehingga antrian mengular. Kayaknya sih mereka bermasalah soal visa, soalnya petugas check in berulang kali menyebut soal itu.

Gak lama kemudian tiba giliranku. Karena masih di barisan depan, sengaja aku request window seat. Bukannya mau liat awan atau dadah-dadah sama burung yang berterbangan sih, tapi lebih memudahkanku untuk tidur, hahaha! Ngantuk berat wooooi.

Oh ya, masih soal bagasi. Setelah sebelumnya kekhawatiranku hilang karena dikasih kapasitas bagasi hingga 20 Kg, sewaktu penimbangan di konter check in aku kaget mendapati tasku beratnya 23 Kg lebih! wah bakalan kena biaya tambahan nih kayaknya. Tapi, untung aja si mbak dari Mandala cuek aja. Mungkin karena aku CUMA kelebihan 3 Kg kali ya. Namun, omong-omong apa iya tasku seberat itu? teka-teki soal berat backpack yang aku bawa akan terjawan di tulisan selanjutnya ya \(^o^)/

Setelah semua selesai check in (termasuk mbak Ira yang ternyata juga sudah datang sebelum konter buka) kami semua lanjut ke pemeriksaan imigrasi. Jujur aja, cukup banyak cerita nggak enak soal pemeriksaan imigrasi ini. Dari kegalakkan mereka, dinginnya sikap mereka hingga ke urusan ‘pemalakan’. “Jangan lupa senyum trus doa aja Ndut,” saran Wulan, sahabat dunia maya yang memang lebih berpengalaman pelesiran ke luar negeri.

Dengan modal bismillah dan senyum menawan *jangan lupa, aku habis sikat gigi hehe* aku akhirnya menghadapi petugas imigrasi. Alhamdulillah, kekhawatiranku terhadap hal ini sama sekali gak terbukti. Entah karena kusapa, “selamat pagi mas,” atau si mas imigrasi masih fresh? karena masih pagi? hasilnya… aku lancar-lancar aja tuh. Aku sama sekali gak ditanyain apapun, malahan udahnya dibonusin senyum. Beliau sama sekali gak jutek dan sangar. Bagus deh 🙂

Terminal 3 apik yak! Wajarlah ya, katanya sih ini terminal baru. Mungkin mau meniru konsep bandara Suvarnabhumi-nya Bangkok dengan banyak ornamen kaca dan atap melengkung. Bagus sih, tapi memang kalau dibandingkan, masih belum imbang. Hehe.

Gak lama kemudian kami mulai memasuki pesawat. Tak lama setelah peragaan keselamatan oleh pramugari, aku langsung terlelap. Aku kembali diuntungkan dengan kursi tengah yang kosong. Sedangkan di sisi lorong, ada seorang bule yang lagi asyik membaca. Jadi ya… 3 jam perjalanan Jakarta-Bangkok berhasil aku laluin dengan tidur yang lelap. Yihaaa balas dendam! Hihi.

Kebanyakan tidur ini ternyata sempat bikin deg-degan juga. Kenapa? Soalnya aku gak ngeh kalo pramugari ngasih kartu imigrasi dan itu harus diisi untuk pemeriksaan di konter imigrasi Suvarnabhumi. Begitu akan mendarat, aku sih sempet lirik kartu yang ada di kursi tengah. Tapi sama sekali gak kusentuh karena mengira itu punya si bule. Begitu roda pesawat menyentuh tanah, si bule nyuil-nyuil dan berkata, “jangan lupa kartunya diisi ya!”

Ya ampun, aku jadi panik sendiri. Untung aja pulpen dibawa kemana-mana. Untuk yang belum tahu kartu imigrasi itu apa, ya semacam identitas singkatlah. Trus ditambah alamat dimana kita akan menginap selama di Bangkok. *nyontek ke Mas Leo* ada juga check list kecil apakah kita membawa narkoba, barang mewah, penyakit parah dsb. Tinggal dicentang di kolom NO aja udah deh beres.

Suvarnabhumi keren ya! Katanya sih salah satu bandara terbaik di Asia. Benarkah? Belom berani memastikan, soalnya belum icip bandara-bandara lainnya, sih! Hihi. *semoga kelak ‘keicip’ semua amin* di sinilah kamera mulai dioperasikan. Asyik banget bisa foto-foto huruf keriting itu haha. Udah gatel aja pingin difotoin di sana.

DSC_0034

Bandara Suvarnabhumi tampak dari luar. Berbentuk unik seperti gelombang bongkol (nama makanan yang terbuat dari ketan hehe)

Arus penumpang bermuara ke satu titik. Pemeriksaan imigrasi (lagi!!). Aku mulai deg-degan lagi nih. Haha. Tapi kubawa santai aja biar gak keliatan tegang. Dari sekian banyak petugas konter yang acak tergantung antrian, akhirnya aku kedapetan seorang petugas wanita berambut pendek yang tampilannya maskulin banget. Mulai deh dipraktekin bahasa Thailandnya. “Sawadee khrab,” sahutku ramah plus senyuman hahahaha.

Si mbak yang awalnya lempeng jadi senyum sedikit. Tanpa keluar kata sedikitpun, akhirnya pasporku distempel. Yihaaa senangnyaaaaa… “Khwap khun khrab,” sahutku lagi yang dibalas dengan anggukan ramah. Yihaaaaa… Thailaaand, aku dataaaaaangg *tereakdalamhati*

INFO : Mencari informasi mengenai banyak hal, termasuk pemeriksaan imigrasi boleh-boleh aja. Tapi, jika mendapati kisah seram dari pengalaman orang lain, jangan lantas gentar dan takut. Karena apa yang dialami oleh orang lain belum tentu akan terjadi pula kepada kita. Kuncinya sih berdoa aja.

Keluar dari bandara, mas Leo menghubungi Claudia Kaunang (untuk selanjutnya aku sebut CK ya, sebagaimana kami memanggil beliau). Sambil jeprat-jepret kemegahan Suvarnabhumi yang dipenuhi ornamen-ornamen menyambut hari raya imlek, aku melihat sosok CK (yang ditemani oleh mbak AS-Asisten yang misterius) sibuk kesana kemari mencari peserta #TripBarengCK.

Akhirnyaaa… bisa ketemuan juga dengan CK. Ternyata ya, aslinya CK tinggi banget (gak jauh beda dengan aku-lah). Mukanya juga tirus nggak chubby kayak di buku. Hihi. Saking sibuknya CK nih ya, aku dan yang lain gak sempet salaman!

Gak lama kemudian, aku bertemu dengan rombongan yang lain. Dibantu oleh tim lokal bernama Kenny (dia cewek lho :P), kami digiring ke dalam bus bertingkat dengan jendela lebar. Sepertinya bus ini  biasa digunakan oleh para pelancong. Benar saja, di sepanjang jalan menuju pusat kota, bus serupa gampang banget dijumpai. Dari dalam mobil, aku bisa melihat para rombongan lagi dikasih penjelasan oleh tour guide mereka dengan alat pengeras suara.

Jalanan Bangkok itu bersih!!! Hingga di hari akhir perjalanan, sebagian besar dari kami sepakat bahwa Bangkok adalah kota yang bersih. Kotak sampah aja sangat sulit ditemukan di pusat keramaian, apalagi sampahnya! “Jangan lupa ya Ndut untuk cerita soal tempat sampah,” sahut peserta #TripBarengCK lainnya. Warga Thailand (khususnya Bangkok) sepertinya sangat sadar wisatawan. Ditunjang dengan sistem transportasi yang baik, jadi sangat wajar jika jumlah kunjungan ke Thailand terus meningkat.

Lanjut ke perjalanan…

Tujuan kami siang itu langsung menuju Yana Restaurant yang berada di MBK (Mah Boon Krong, มาบุญครอง), sebuah mall yang berada di pusat kota Bangkok. MBK ini sebetulnya biasa saja. Gak jauh berbeda dengan mall kebanyakan, bahkan jujur aja ya, menurutku konsep mall MBK ini lebih mirip Ramayana kalo di Palembang hihi. Hanya dengan tampilan yang lebih baik.

Yana Restaurant adalah salah satu tempat makan halal yang ada di Bangkok. Di sini, oleh CK kami dipesankan makanan khas Thailand yang menurutku rasanya mirip dengan masakan Aceh. Asam dengan bumbu yang kental (tapi lebih sedap masakan Aceh sih :P) Rasanya? Lumayan sih, cuma jujur lidahku lebih cocok dengan masakan Padang, Palembang atau Sunda kayaknya. Hahaha!

DSC_0066

Yana Restaurant. Salah satu resto halal yang ada di MBK, Bangkok.

DSC_0061

Kebanyakan masakan melayu. Harganya sih cukup wajar.

DSC_0062

Masakan sudah terhidang di meja. Siap diserbu!!!

Hayo makannya jangan dengan rombongan yang sama, harus pencar-pencar, biar kenal semua,” sahut CK. Tapi yaa… namanya juga baru ketemu dan malu-malu. Tetap aja mereka (termasuk aku sih *tunjuktangan*) memilih duduk bersama dengan orang yang lebih dulu dikenal. Hihi.

Oh ya soal provider. Awalnya, aku berencana untuk mengganti kartu dan menggunakan nomor lokal. Namun, dikarenakan gak kunjung menemukan penjual kartu perdana (sejujurnya sih nggak dicari juga hahaha), sampai pulang ke Jakarta aku tetap pake nomor simpati yang secara otomatis bisa dipake di Bangkok. Hanya saja, roamingnya gila-gilaaaan! Tapi, menurutku, jika tidak terlalu urgent, jalan-jalan di Bangkok tanpa menggunakan nomor lokal juga gak masalah. Banyak pusat pertokoan yang menyediakan fasilitas wifi (termasuk Yana Restaurant). Di hostel pun begitu. Wifi sepanjang hari nyala dan juga ada internet corner-nya untuk berselancar di dunia maya (di sini, bisa transfer foto dan nge-back up ke flashdisk).

INFO : Ada informasi bahwa di Suvarnhabhumi ada stand khusus yang membagikan nomor perdana secara gratis (pulsanya sih beli sendiri. Walau gitu, tetep lumayan, kan?). Nah, ketika ketemu CK, aku sempet liat bilik khusus dari salah satu provider. Tapi aku nggak mencari tahu saat itu walaupun sekilas nampak kalau itu adalah stand penjualan.

Setelah (agak) kenyang makan di Yana Restaurant, kami menuju destinasi selanjutnya. Yaitu Ananta Samakhom Throne Hall (พระที่นั่งอนันตสมาคม), sebuah bangunan megah bergaya Eropa yang dibangun oleh King Rama V (dilanjutkan oleh King Rama VI ketika King Rama V wafat) selama 8 tahun dan menghabiskan dana sebesar THB 15 juta. Pada awalnya bangunan ini digunakan sebagai tempat resepsi atau jamuan kenegaraan. Jika berkesempatan ke Bangkok, bisa aku bilang bahwa salah satu tempat yang harus dikunjungi adalah Ananta Samkhom Throne Hall ini. Ratusan karya seni bernilai tinggi tersaji megah di dalamnya. Oh ya, aku agak lupa berapa biaya masuknya, tapi seingatku pengunjung ‘hanya’ membayar THB 150 dan bisa puas keliling komplek dari pukul 09:00 s/d 16:00 WIB.

DSC_0086

Bangunan bergaya Eropa di Bangkok : Ananta Samakhom Throne Hall

DSC_0085

Hanya boleh berfoto di luar pagar hiks

DSC_0092

Belakangan ketika akan pulang, karena banyak turis dari Cina yang motret-motret, aku gak mau ketinggalan hehe

Sayang, begitu memasuki pagar komplek, pengunjung sudah diwanti-wanti agar tidak mengambil gambar. Petugas yang berjaga di beberapa titik juga terlihat menyeramkan. “Jika ada yang berani coba-coba mengambil gambar menggunakan kamera handphone sekalipun, saya tidak bertanggung jawab jika memori kalian diambil. Dan ingat, kita membawa nama bangsa Indonesia ke sini,” nasehat CK kepada peserta tur.

Luar biasa Ananta Samakhom ini. Dengan tata letak yang baik, serta dengan kondisi gedung yang nyaman padahal waktu itu sedang rame-ramenya didatangi wisatawan dan rombongan pelajar, aku masih bisa menikmati keagungan karya seni tinggi yang dibuat oleh Sirikit Institute-Chitralada Villa ini. Sekali lagi, sayang kamera dilarang di tempat ini. Jika tidak, kan bisa dipajang diblog ini.

INFO : Pengunjung harus menggunakan pakaian yang sopan selama berada di sini. Jika kebetulan memakai celana pendek dan baju yang tak berlengan, pengunjung bisa meminjam kain secara gratis. Karena dilarang memotret, kamera bisa disimpan di locker yang banyak tersedia. Hebatnya, semua kain yang dipinjam boleh dibawa pulang!!! (membayangkan dana yang harus disiapkan untuk itu. Salut dengan pengelola gedung ini.)

DSC_0091

Sekilas nampak Ananta Samakhom banyak dikunjungi oleh wisatawan

Tak jauh dari Ananta Samakhom Throne Hall, ada Marble Temple (Wat Benchamabophit Dusitvanaram, วัดเบญจมบพิตรดุสิตวนารามราชวรวิหาร). Salah satu candi dengan arsitektur khas yang diapit oleh sebuah sungai kecil di salah satu sisinya. Daerah hijau dengan berbagai tanaman hias juga ada di halaman Marble Temple. Entahlah, seingatku di sini pengunjung tidak dikenakan biaya. Di dalamnya, ada sebuah patung Budha yang masih digunakan oleh penduduk lokal untuk beribadah.

DSC_0103

Keelokan Marble Temple

Takjub dengan motif-motif yang menghiasi dinding dan pintu candi ini. Untuk masuk ke dalam, lagi-lagi kita harus berpakaian sopan dan melepas sepatu. Di halaman belakang, ada sederetan patung hmm… aku tidak tahu apakah itu patung Buddha, karena patung-patung di sini berwarna hitam dan dengan wujud yang berbeda dengan patung Buddha kebanyakan.

Melalui pintu kecil di samping, aku menyelinap ke sisi sungai yang bersih sekali airnya. Pintu ini memang tidak terlalu besar, ketika beberapa teman melihat foto di kamera mereka heran karena mereka tidak mengetahui keberadaan sungai itu 🙂 ada hal unik di sungai ini. Ketika asyik memotret, seorang bule menyapaku, “hei kawan, coba lihat, hewan apa itu?” tanyanya. Ketika aku melirik ke dinding sungai, benar saja, sebuah biawak besar tengah asyik berenang di sana. Si bule lalu bergegas menyeberang jembatan dan mengejar si biawak untuk ditangkap gambarnya.

Salut dengan pengelola candi ini yang bisa menjaga kebersihan sehingga pengunjung bisa nyaman berlama-lama di sana. Sayang, karena pengunjung lagi ramai, aku agak susah mencari spot foto dengan latar Marble Temple yang ‘bersih’ (alias tanpa terlihat pengunjung lain hehe). Hampir satu jam kami mengitari Marble Temple hingga kemudian kami beranjak dan menuju destinasi selanjutnya. Khao San Road!

DSC_0146

Apakah sepanjang hari Khao San Road selalu dipenuhi para backpacker seperti ini? 🙂

DSC_0156

Pedagang yang banyak mengisi ruko di sepanjang jalan.

DSC_0150

Cemilan pilihan peserta tur : Buah-buahan.

Khao San Road atau dalam bahasa setempat disebut Thanon Khao San adalah sebuah jalan yang terkenal dengan keberadaan para backpacker yang datang dari berbagai negara lain di dunia. Di sepanjang jalan banyak terdapat café-café atau tempat makan yang menyediakan berbagai jenis sajian makanan lokal ataupun fast food yang sudah familiar kita ketahui seperti McD dan KFC.

Berbagai macam barang dagangan juga tersaji di sini. Menurut CK, harga barang-barang di sini sedikit lebih mahal dari pasar lainnya. Rasanya, dari semua peserta tur nggak ada tuh yang terlihat menenteng belanjaan. Bukan soal mahalnya sih *karena keliatannya kebanyakan peserta tur tajir-tajir hehe* tapi emang barang dagangan di sini hmm… gak ada yang spesial banget.

Bener deh, hampir sebagian besar orang yang lalu lalang di sini adalah para pelancong. Jika ada orang lokal, itu hanyalah pedagang di sana. Haha. Oh ya, walaupun gak belanja, tapi sebagian besar peserta tur di sini mencicipi berbagai kudapan yang ada. Sayang sebagian besar mengandung ‘2B’ yang gak boleh aku makan. Yang paling aman sih beli kudapan yang berbahan dasar buah seperti rujak ataupun olahan pisang yang dibentuk seperti martabak tipis.

Aku sendiri akhirnya memilih memecahkan uang bath yang aku punya ke 7Eleven. Di sini aku beli sebotol minuman the yang rasanya aneeeeeehhh banget. *tapi tetep habis karena kehausan* dan beli beberapa makanan ringan. Selebihnya? Ya saling comot antara sesama peserta tur haha. Itu bagian yang serunya, kan?

DSC_0160

Penjual mie yang cekatan melayani pesanan. Tapi ragu sama minyak dan daging yang dipakai euy :p

Oh ya, aku jadi ingat salah satu adegan di The Amazing Race Asia. Di episode itu, peserta Amazing Race diharuskan memakan semangkuk penuh makanan khas Thailand. Apa itu? Kalajengking, belalang, kecoa dan kodok goreng! Hiiiyyy… nah, di sepanjang Khao San Road ini beberapa ada yang jual makanan itu. Jika yang menyukai tantangan, kayaknya harus coba tuh. Aku? Nggak deh *dadahdadah ke kalajengking goreng*

DSC_0154

Nongkrong, ngobrol sambil minum adalah kegiatan sebagian besar bule di sini.

Perjalanan hari itu belum usai. Menjelang malam, kami beranjak ke tujuan selanjutnya. Yaitu Asiatique River Front (เอเชียทีค เดอะ ริเวอร์ฟร้อนท์) yang merupakan tempat nongrong paling gres yang ada di Bangkok. Sesuai namanya yang berembel-embel ‘River Front’, Asiatique ini memang berada tepat di sisi Sungai Chao Pharaya (กินอาหารบนเรือเจ้าพระยา) dan dibangun dengan tata letak yang jempolan.

DSC_0225

Kota Bangkok dilihat dari Asiatique

Bagi yang sudah pernah ke Palembang, sebetulnya Asiatique ini tak ubahnya kawasan komplek Benteng Kuto Besak yang berada di tepian Sungai Musi. Bedanya, di BKB, pedagang hanya menempati lapak-lapak seadanya (yang tentu saja ilegal dan hmm… menganggu keindahan hiks). Nah, di Asiatique ini, toko-toko dibangun dengan penataan yang sangat baik. Antara kawasan belanja dan tempat makan dibikin terpisah. Jika berjalan ke arah dalam, kita akan menjumpai Sungai Chao Pharaya dengan pemandangan kota Bangkok yang bersinar di malam hari. Indaaaaaah sekali. *iri*

Entah dalam rangka menyambut hari kasih sayang atau memang sebelumnya sudah tersedia, ada sebuah taman kecil di tengah Asiatique yang dinamakan Juliet Love Garden. Bagi yang sudah pernah ke Seoul, Korea Selatan, pasti tahu mengenai keberadaan ribuan gembok yang menghiasi sekeliling pagar di Seoul Tower di Gunung Namsan. *tenang, jangan keburu jealous, aku belom pernah ke sana kok, tahunya modal googling doang hehe*

Nah, mengadaptasi hal yang sama, di pagar Juliet Lobe Garden ini juga terdapat gembok-gembok ‘cinta’ namun jumlahnya belum terlalu banyak (seberapa banyak sih yang jalan-jalan ke Asiatique sambil bawa gembok? Hehe.) namun, di malam itu cukup banyak sepasang kekasih yang datang dan foto bareng di sana. *andai oh andai…. Hahaha*

DSC_0207

Gembok Cinta. Kalo ke sini lagi mau bawa gembok juga aaah… 😀

Asyik menelusuri Asiatique, tak terasa cacing di perut sudah lama karokean. Jadilah, bersama beberapa peserta tur, aku mulai menjajal berbagai macam resto yang ada di sana. Sempet sih pingin makan di KFC aja. Tapi, jauh-jauh ke Bangkok makannya KFC lagi kan kurang nendang. Haha… jadilah, kami sibuk intip ke sana kemari berbagai menu yang terpampang jelas di depan resto. Selain nyari yang murah, tentu saja harus mencari yang halal.

Akhirnya nemu Thai Resto (nama restonya emang gitu) yang menyediakan nasi goreng. Tapi belakangan ketika order, aku malah milih mie goreng *jauh-jauh ke Bangkok makannya tetep aja mie hihi*. Naaah, begitu mendekat dan melihat detail kandungan menu-nya, ternyata mie dan nasi bisa ditambahkan lauk pelengkap. Seperti udang, cumi, ayam dan… ‘2B’.

Nah disaat inilah aku mulai mengeluarkan cue card yang memang sudah aku siapkan sebelum berangkat. Cue card itu semacam kartu petunjuk mengenai beberapa hal (seperti kondisi ketika akan berbelanja, ucapan salam, ketika keadaan darurat dan lain sebagainya). Sebagian besar dilengkapi dengan tulisan keriting Thailand. Beberapa cue card aku dapatkan dari hasil browsing, menggunakan google translate ataupun dari teman *sekali lagi Khwap Khun Khrab Wulan*

IMG00481-20130220-0759

Contekan yang sangat bermanfaat selama di Bangkok

Di saat order makanan seperti ini biasanya cue card sangat membantu. Kata-kata sakti yang biasa aku pakai adalah “Tidak makan babi (ฉันไม่กินหมู)”. Dan, selama perjalanan di Bangkok, para pedagang cukup mengerti dan menanggapinya dengan senyuman. Asyik deh 🙂 penduduk Thailand emang ramah-ramah kok. Nah ini dia makan malamku hari itu. Sepiring mie seharga THB 50 + 20 untuk air mineral. Sayang, karena teksturnya lembek dan rasanya tawar, mie itu tak habis termakan. *saat-saat dimana aku sangat merindukan indomie kari ayam dengan sebutir telur ditambah irisan cabe dan sawi manis huaaaaa*

DSC_0230

Mie yang tak habis dimakan itu…

Pukul 9 malam, kami semua mengakhiri perjalanan hari itu dan menuju hostel Saphai Pae di jalan Surasak. Beberapa peserta sudah nampak terlelap di kursi bus. Tidak untukku. Mataku masih asyik memandang segala sesuatu hal yang ada di luar jendela. Thailand… siap-siap kami jelajahi lagi ya besok 🙂

…bersambung

128 komentar di “[Thailand] Dari Suvarnabhumi Hingga Asiatique

  1. Waaahhhhh, dari sekian tempat itu tadi, aku baru pernah ke Swarnabhumi dan Khaosan Road 😦
    Oiya, klo cowok kan bilangnya sawadde krap *benerga sih?*
    DItunggu yaa cerita selanjutnya

    • Ini masih berusaha upload fotonya nih 🙂
      Nah artinya kudu balik lagi ke Bangkok tuh hihi. Iya, untuk kesopanan, habis menyapa orang di sana sawadee ditambahin ka = cewek khrab = cowok 🙂

  2. Terminal 3 CGK emang bagus sih, saya udah tidur dua kali disana ==” o iya di khaosan road gampang yah nyari makanan halal, terutama yang di street food nya tuh, katanya street food kahosan itu unik – unik. Oiya, Udah nyobain kecoa yang dijual di street food belom? :p

    • Iya bagus 🙂 Tapi terminal 2 kayanya lebih terasa Indonesianya 🙂 Waktu ke Khao San Road itu sore jadi gak kepikiran cari makan malam (karena sudahnya juga mau ke Asiatique). Cari cemilan aja waktu itu 🙂 *Kecoa??? TIDAAAAAAAAKKKK!!!!” 😀

      • Hahaa, setujuu, terminal 2 emang lebih indonesia, apalagi terminal satu *kayak terminal bus* Hihii kepengen si nyoba nyemil kecoa, tapi kuat enggak ya *moga ga muntah*

  3. Wiih .. seruuu laporan perjalanannya.
    Aku baru mau ke Bangkok bareng Bhai awal April nanti, mengunjungi Bangkok International Book Fair. Mudah2an dapet pengalaman seseru Yayan.

  4. omndut aku juga mau contekannya dong (Cue Card dll)..maklum baru pertama kali juga n bentar lagi mau ke sana hehehehe

  5. Seru bgt ceritanya.. oktober rencananya maw kesana ,om nduut boleh bagi cue cardnya ? Hehe makasi banyak….

    • Hi Cessy.
      Dari Khao San Roadnya kira-kira jam berapa ya? Kalo misalnya pagi mending main dulu ke Grand Palace, Wat Po dan Wat Arun. Nah dari sana bisa naik perahu menelusuri sungai Chao Pharaya. Kalo misalnya dari sore, bisa naik tuk-tuk atau taksi. Kuncinya jangan malu untuk nawar bila perlu separuh harga. Kalo mereka sewot ya biarin gak ngerti juga bahasanya, kan? hehe. Tapi penduduk sana baik-baik kok.

      Dulu karena rombongan kami naik bus. Mengenai tarif aku kurang tahu ya.

  6. oom…sama kayak yg laen niy…..minta dong CUE CARD nya…..plissss…… awal oktober ini aku terbang ke thailand….. makasih oom

  7. Omnduut mau dong ikan cue nya eeeh salah…mau dong cue cardnya. Tgl 9 nanti aku InsyAllah ke bangkok…. Yippiyyyyy
    Tulisannya sngat bermanfaat, trutama buat yg baru mau akan kesana hehehe

  8. menarik sekali ceritanya om, mau menuju tkp (ETA 73 days) :p. februari taun depan baru mau ksana, kebetulan lagi ‘main selancar’ nemu info dimari hehe. baydewey ‘cue card’ nya laku keras, boleh ikutan diimel, makasih.

  9. omnduut boleh minta cuecardnya kah?
    aku mau ke thailand sekeluarga agustus ini.

    makasii 🙂
    Yessica (chikatse@yahoo.com)

  10. Om, mau dong nyontek cue card nya..
    Sambil mau lanjut bca part selanjutnya, akan berangkat mncoba pertama kali juga om.
    Trimkasih..

  11. Rental / Sewa mobil toyota commuter (van) + driver (bahasa inggris dan Indonesia) di kota Bangkok atau Pattaya atau Jemput bandara
    Untuk infomasi lebih lanjut
    Hubungi langsung
    Telp +66819250901 (whatsapp juga bisa)
    Pin bb 7432ef44

  12. Ommmm sy senang bc blog omnduut ini, menarik & bermanfaat bgt… Akhir bulan ini sy jg mau ke bkk & pattaya. Boleh donk minta cue cardnya juga ya 😉

  13. Bbrp kali ke bangkok, aku blm prnh datangin khao san road. Soalnya temen yg tinggal di sana, bilang tempatnya ga asik, dan sbnrnya jauh dari mana2. :D. Ntahlah..

    Yg ttg buah, duuuuh aku itu ga prnh nemuin buah2an yg rasanya seenak thailand. Semuanya manis, dan terpenting murah bgt!! Cemilanku jg kalo ke thailand mas. Apalagi pas ke chiang rai. Itu buah2nya lbh seger.

    Aku penasaran kenapa tas bagasimu bisa exceed 3 kg :p

Tinggalkan Balasan ke Riany Batalkan balasan