Pelesiran / Serba

TL Series: Perkara Keran Bocor dan Si Kuping Sensitif

Rasanya belum lama saya membagikan pengalaman duka duka eh suka duka menjadi TL (Tour Leader) khususnya di tulisan Tragedi Kehilangan Paspor ini. Eh rupanya itu udah setahun lalu nulisnya. Padahal niatnya saya mau nulis pengalaman sebagai TL tuh lebih sering hwhw, tapi jujur aja agak degdegan soalnya khawatir pihak travel tempat saya kerja nggak berkenan, dan jamaah yang kisahnya saya ceritakan juga semaput.

Tapi, kayak cerita di paspor itu, walaupun isinya tentang keteledoran jamaah -dan juga saya tentu saja, saya rasa yang baca cukup paham ya kalau tujuan saya menulis tentu bukan untuk menjelek-jelekkan, tapi lebih ke berbagi pengalaman sehingga pembaca -terlepas dia TL juga atau nggak, akan mendapatkan pelajaran dari pengalaman saya tersebut.

Jadi ya, di tulisan ini saya kembali akan mencicil, kejadian-kejadian unik, ngegemesin dan bikin elus dada seputar pengalaman saya bekerja sebagai TL khususnya TL umroh. Simak terus, ya!

Tentang Handuk dan Keran Bocor

Dari segi lokasi, pemilihan hotel tempat kami menginap tuh dapat saya bilang strategis sekali. Jalan kaki 5-10 menit aja udah sampe. Tapi, kendala hotel seperti ini adalah tingkat hunian yang tinggi. Hotelnya nyaris gak pernah kosong. Dan, walaupun petugasnya udah banyak, ya tetap saja untuk beberapa hal dan di saat-saat tertentu petugasnya akan kewalahan kan.

Owner travel, saat manasik/pembekalan, udah mengingatkan jamaah untuk membawa handuk sendiri. “Yang kecil aja gakpapa, untuk back up,” ujarnya.

Di hotel tentu saja disediakan handuk bahkan biasanya juga menyediakan sabun, odol dan sikat gigi. Tapi, menurut pengalaman owner, dari puluhan kamar yang dipesan biasanya adaaa aja yang nyelip perlengkapan kamar mandinya tidak lengkap.

Saya sendiri biasanya bawa handuk kecil yang biasa dipake olahraga. Yang penting bisa buat elap badan.

Nah, karena kami tuh biasanya tiba di jam-jam gak normal, kalau nggak malam banget ya pagi banget, bagi yang kamarnya belum tersedia handuk, bisa pakai handuk milik sendiri dulu. “Petugas kebersihan biasanya datang agak siang, jadi ketimbang nunggu handuk dari mereka dan bapak/ibu kehilangan kesempatan ibadah ke masjid, mending bawa handuk dan bisa mandi sebelum ke masjid.”

Ya, namanya aja melakukan perjalanan berjam-jam di pesawat, disambung naik bus ke Madinah, pasti badan udah lengket dan gak kebayang kan kalau harus ke masjid dalam keadaan seperti itu. Bahkan kayak saya ya, pernah 3 hari nggak mandi, sebab perjalanan saya dari Palembang itu udah di hari Selasa sore, selasa malam “menginap” di bandara, Rabu pagi menuju Kuala Lumpur, lalu transit lagi 12 jam sebelum terbang di tengah malam hari Rabu, tiba di Jeddah Kamis subuh, dan baru tiba di Madinah kamis siang/sore. Kebayang kan kalau mau salat di Masjid Nabawi dengan kondisi tubuh sekotor itu?

Tapi namanya imbauan, ya akan selalu saja ada jamaah yang nggak aware atau sengaja abai. Sialnya pas pula kedapatan kamar yang handuknya belum ada. Yang ada, mereka akan ngomel, ngeluhin ini itu yang mana saya sebagai TL nggak bisa kasih solusi sebab hotel di Arab Saudi tuh ya begitulah. Agak abai dengan pelayanan. Ibaratnya, “mau elu ngeluh juga hotel kami tetap ramai.”

Jika memungkinkan, biasanya saya akan kasih handuk yang ada di kamar saya untuk mereka pakai. Tapi biasanya ya tetap nggak cukup, sebab jatah 1 handuk tapi yang butuhnya lebih dari 1. Ya sudah, akhirnya cukup minta maaf dan ntah bagaimana mereka ngakalinnya, apakah elap badan basah pake pakaian kotor, atau malah nggak mandi. Wallahu alam.

Ilustrasi dibikinin oleh chat gpt gratisan hehe

Dengan pengalaman ini -dan ketidaksigapan petugas kebersihannya, apa jadinya jika tiba-tiba ada jamaah yang mengeluh keran airnya bocor?

Saya udah mau tidur saat itu, tepatnya jam 21:12 malam saat jamaah ini (pasangan muda, kayaknya baru menikah) tiba-tiba nge-WA saja, “mas shower closetnya rusak.” Sambil kasih foto selang kloset yang terlihat meneteskan air dari sela-sela selangnya.

Waduh, saya nggak tahu seberapa parah rusaknya. Soalnya kalau gak bisa dipake nyemprot maka susah untuk bebersih kan ya. Tapi, yang ada di benak saya saat itu…. apa bisa diperbaiki langsung?

Saya balas WAnya, dan saya bilang akan lapor ke resepsionis. Tapi saya bilang juga nggak bisa janji karena saat itu sudah malam dan saya khawatir tidak ada petugas yang bisa perbaiki.

Jadilah, ucluk-ucluk saya ke resepsionis dan melaporkan. Yang bikin kaget kemudian, si petugasnya gak lama menelepon, dan tak lama berkata, “oke teknisi akan ke sana sekarang.”

Kurang lebih begini suasana hotel di Madinah

Ah nyaaang bener? Kalau minta handuk aja susahnya bukan main kok mendatangkan teknisi bisa segercep itu? saya nggak langsung percaya dan mendatangi kamar jamaah ysb. Eh bener loh, gak lama tiba-tiba seorang pegawai datang dan membawa kotak perlengkapan bak MekGiper. Setelah dicek sama dia, sat-set tiba-tiba aja keran klosetnya berfungsi dengan baik. Emejing!

Yang lucu, setelah selesai dan saya berpamitan, saya sempat melihat pasangan muda ini kasak kusuk dan si jamaah pria mendekati saya dan mau menyelipkan uang ke tangan saya. Waduh, walaupun rasa-rasanya manggil tukang ledeng bukan job desk utama TL, tapi tentu saja saya menolak. Ya saya senang dapat membantu mereka. Terlebih, sejak awal juga mereka berkomunikasi dengan baik dan saya juga udah bilang gak berani janji problem mereka dapat terselesaikan saat itu juga. Beda ceritanya kalau merekanya ngamuk-ngamuk dan nyalahin saya ya. Itu sih lain cerita.

Protes dari Si Kuping Sensitif

Sejak kenal awal di WAG, saya udah punya firasat bahwa jamaah yang satu ini akan merepotkan saya kelak. Jadi di penugasan kedua kali, saya dapat tugas mendampingi jamaah umroh plus jalan-jalan dulu ke Turki seminggu sebelum umrohnya.

Sebagaimana tugas, saya diminta untuk menjual paket wisata balon udara dan jeep di Cappadocia. Ya, selain membantu rekanan tur lokal jualan, saya juga akan dapat fee dari setiap penjualan. Si bapak ini, rupanya sejak awal sudah tertarik pingin coba naik balon udara. Kayaknya heboh banget di grup gitu dan suatu hari dia tiba-tiba nelp saya dan bertanya banyak hal.

Suasana di Cappadocia, Turki

Lha saya sendiri aja baru akan kali pertama ke Turki haha, tapi untungnya pertanyaannya bisa saya jawab. Yang kemudian saya berfikir, “heh kok gini amat?” adalah ketika di akhir percakapan di telepon dia bilang, “mas Haryadi, grupnya dipecah 2 aja, bagi yang mau naik balon udara dibikin grup terpisah. NGGAK ENAK sama jamaah lain yang gak ikutan.”

Waduh, ngurusin 1 grup aja ribet apalagi kalau harus dipecah. Lagian, kan saya baru woro-woro info bukan langsung mendata siapa saja yang mau ikut. Bagi yang nggak ikutan juga rasanya gak ada masalah, gak harus sirik gimana-gimana kan, sebab tujuan orang ikutan programnya beda-beda. Ada yang duit banyak tapi takut ketinggian dan udah cukup menikmati pemandangan dari bawah.

Singkat cerita, kami sudah berada di Cappacodia saat itu. Sudah ada beberapa jamaah yang mendaftar ingin naik balon udara. Bagaimana dengan si bapak itu? dia yang sebelum berangkat paling bersemangat dan  share foto dan video balon udara di grup eh malah belum juga mendaftar mendekati akhir pendaftaran.

“Mas kok harganya lebih mahal ya ketimbang yang ada di internet?”

Ya tentu saja lebih mahal. Sebab fasilitasnya tentu beda. Dan, karena ini dijual sama tur lokal langsung yang handle perjalanan kami, tentu saja mereka harus siapkan jatah fee untuk TL lokal dan TL Indonesia. Ibaratnya, sejak awal udah dikasih nyaman dari akomodasi, transportasi dan konsumsi, tur lokal ambil untung lebihnya dari jual tiket tambahan ini. Nggak maksa juga kan, bagi yang mau-mau aja kalau kata Ci M3hong haha.

Yang pasti, sejak awal jamaah udah diinfokan kalau ambil paketan tur balon udara di luar, maka dikenakan denda lumayan. Seingat saya USD 100. Ya, kalau gak gitu semua orang bisa semena-menalah ibaratnya. Akhirnya si bapak ini daftar di last minutes. Mungkin malu juga sebab sejak awal kan udah paling bersemangat mau ikutan.

Masih di kota yang sama, Cappadocia, kejadiannya di hotel sekitar jam 10 malam. Ini saya udah benar-benar tidur dan terbangun karena dia nelp.

Ini hotel di Cappadocia yang kami inapi saat itu

Konsepnya kayak rumah batu zaman purba. Dan itu dindingnya tebal. Saya salut dengan kekuatan kuping si bapak. Sungguh!

“Mas tolong dong tegor penghuni kamar sebelah saya ini, berisik banget nyalain TVnya.”

Saya cek kamar yang dimaksud dari daftar kamar dan jamaah yang sebelumnya saya dapatkan dari resepsionis, rupanya kamar yang diisi tamu lain di luar rombongan umroh. Saya lantas telepon ke resepsionis dan minta bantu petugas untuk menegur tamu kamar yang dimaksud. Resepsionis menyanggupi. Namun, sekitar 15 menit kemudian, pesan dari si bapak masuk ke ponsel saya.

“Mas masih berisik banget, saya gak bisa tidur.”

Duh capek ya. Saya gak tahu tamu sebelah itu nyalain TV segede apa, tapi masa iya saya harus ngetok pintu kamar yang dimaksud dan melabraknya? Kalau itu kejadian, TL-nya kelewat rajin.

Saya balas saja pesannya, “Pak tadi saya sudah telepon resepsionis dan minta tolong agar mereka menegur.”

“Iya sih TVnya udah dikecilin tapi saya masih kedengaran. Telinga saya memang sensitif.”

“Jika terasa sangat mengganggu kayaknya bapak harus tegur langsung penghuni kamar tersebut, Pak.”

Itu pesan terakhir yang saya kirimkan. Saya nunggu beberapa saat sebelum memutuskan untuk tidur. Keesokan harinya, saat sarapan saya tanya basa-basilah. “Jadi gimana semalam, Pak? Ditemui langsung penghuni kamar sebelah?”

“Tidak sih, akhirnya saya coba tidur dan gak lama tidur sendiri.”

Hemm.

Perkara telinga sensitif ini kemudian menuju puncaknya saat di Arab Saudi. Saat itu di perjalanan dari Jeddah menuju Madinah.

Perjalanan menggunakan bus di Arab Saudi

Sekitaran Makkah

Saat mobil melaju, saya yang duduk di depan sekali tiba-tiba dicolek dengan keras. Tampak si bapak ini memasang muka kesal dan marah. “Mas kasih tahu dong sopirnya jangan ngebut-ngebut, itu terdengar suara indikasi kalau mobilnya terlalu ngebut.”

Saya bingung dengan suara yang dimaksud. Setelah mencari-cari, terdengarlah suara beep…. Beep…. Keciiil sekali di antara suara mesin dan suara kendaraan lain yang melintasi bus kami. Saya kaget, si bapak yang duduk di kursi belakang bisa mendengar suara itu dan…. Merasa terganggu.

Keluhan itu saya sampaikan kepada muthowif/ustad yang duduk di samping saya. Ustadnya langsung koordinasi dengan sopir yang kebetulan banget orang Indonesia. Saya lupa penjelasan sopirnya, yang jelas itu bukan suara indikasi kalau busnya jalan melebihi batas kecepatan. Dan, sepenglihatan saya, busnya melaju dalam kecepatan aman. Nggak yang ngebut dan ugal-ugalan.

Gak lama berselang, si bapak maju lagi dan kemudian mendorong bahu saya. Matanya melotot dan kalau tadi dia bicara bisik-bisik sekarang dia bicara dengan nada yang kencang. “Omongin dong sopirnya saya gak bisa tidur karena indikator speednya.”

Ya jarak antara kursi saya dan sopir kan dekat banget ya. Si sopirnya jelas dengar keluhan itu. Belum sempat saya dan ustad komunikasi sama sopirnya, si bapak langsung bersuara kencang, “suara apa Pak Haji? Nih liat saya jalannya gak ngebut. Cuma sekian km/jam. Dan suara yang pak Haji dengar tuh suara blabla (saya lupa apa) dan di semua bus mah ada suara begini.”

Ya ini busnya di Turki, tapi kebayang kan posisi duduk saya, sopir dan saat si bapak protes tuh kayak gimana hwhw

Si bapak diam saja dan berangsur mundur kembali ke kursinya. Sejak itu, nggak ada lagi percakapan tentang kesensitifan suaranya. Ntah karena dia merasa sudah keterlaluan, atau sudah kelewat malu buat protes. Satu yang kemudian saya obrolin sama ustad, “untung ya ustad si bapak dan istrinya upgrade kamar untuk berdua. Sebab kalau sekamar sama jamaah lain, yang mungkin ada ngorok saat tidur, bisa pecah dunia persilatan.”

Hehe, dan kebetulan selama di Arab Saudi, saya dan ustad sekamar sama 2 jamaah lain yang salah satunya ngorok parah hingga bikin jamaah yang satu lagi protes. “Kamu tuh berobat tuh, ngorok kok bisa sekenceng itu.”

Si bapak yang ditegur cuma menanggapi dengan senyuman. Saya yang di kondisi tertentu akan ngorok juga merasa gak ada apa-apanya memang dengan suara ngorokan si bapak tsb. Dan untungnya, saya terbiasa tidur dengan kondisi berisik jadi mau suara ngorok atau dangdutan, kalau saya ngantuk ya udah tinggal merem dan gak lama kemudian akan terlelap haha.

Tapi terlepas dari kejadian ini, ya mengingatkan saya jika itulah risiko bekerja di sektor pelayanan. Segala macam karakter ada. Saya juga salah, harusnya saya menyediakan ear plug jadi kalau ada yang pendengarannya sangat sensitif, ya saya dapat beri solusi yang lebih pasti. Next, deh. Kalau kesempatan jadi TL-nya terulang lagi.

*   *   *

Hmm kebiasaan ya, saya kalau nulis suka kepanjangan. So, TL Series kali ini ditutup dulu. Masih ada cerita-cerita seru lain yang akan saya ceritakan di lain waktu. Mudah-mudahan gak harus nunggu setahun sih ya hehe.

49 komentar di “TL Series: Perkara Keran Bocor dan Si Kuping Sensitif

  1. Titik lobang dalam industri pelayanan jasa itu kenyamanan customer, yang repotnya itu cukup subyektif. Sebenarnya kuping customer yang sensi itu kan bukan sesuatu yang bisa Yayan kontrol..

    Oh ya, earplug itu kan akan jadi pengeluaran tersendiri. Apakah Yayan akan menagihkannya kepada customer atau gimana?

  2. Akulah si telinga sensitif 🤣 Awalnya kukira semua hotel itu kamarnya kedap suara. Ternyata kagak. Atau emang harus nginap di hotel bintang 4 ke atas biar dapat kamar kedap suara?

    Rupa-rupa pengalaman jadi TL ya, Mas. Orang awam ngiranya Mas Yayan enak bener, jalan-jalan gratis dan bahkan dapat duit. Tapi punya beban tersendiri juga terutama pas ngadepin orang yg rese.

  3. Mungkin bapaknya bukan kuping sensitif. Tapi nggak terlalu sabar menghadapi sesuatu yang di luar kebiasaannya.

    Toh, pada akhirnya, meski suara TV tetap kedengeran, dia juga bisa tidur kok. Agak gemes juga kalau nemu teman perjalanan begitu.

    Hehehe…

  4. Ikut gemes bacanya wkwk. Kayaknya pemahaman soal tugas TL di benak orang beda-beda ya. Kesannya buat mereka, TL itu juga bertugas “menuntaskan” segala masalah mereka dan harus melayani mereka sampai mereka puas pol.

    Sepertinya bisa dibuat ebook panduan buat calon jamaah umroh, atau semacam list barang yang sangat direkomendasikan untuk dibawa, dan di share di grup WA. Salah duanya: bawa handuk ekstra dan headphone hehe

    • Haha ya, kadang suka kebablasan termasuk bawain barang belanjaan mereka atau nurunin/naikin koper padahal udah ada petugasnya sendiri itu.

      Soal ebook, agak susah. Tahu sendiri +62 males baca apalagi yag udah usia lanjut 🙂

  5. Baca ceritanya aku jadi gemes sendiri ihhh sama si bapak haha ada2 aja protesnyaaa…memang yaa jadi TL harus panjang sabarnya karena menghadapai berbagai macam jenis manusia dengan karakter yang berbeda 2…

    Btw aku juga pernah ini kena kamar hotel yang masih kotor waktu kami masuk dan itu karena kami sptnya kena downgrade hotel karena semua hotel di madinah saat itu sedang full sepertinya sedang puncak umroh. Saat itu di kamar juga belum ada handuknya untungnya kami sudah bawa handuk dari rumah namun handuk yang sekali pakai itu jadi setidaknya bisa dipakai dulu dan bawain kami juga gak terbebani karena handuknya bisa dibuang.

    • Ah ya, memang beberapa kali terdengar aku soal hotel yang diubah karena hotel ring 1 mendadak naik buanget biayanya, jadi pihak travel terpaksa memindahkan ke hotel yang agak jauh. Beruntung ya mbak bawa handuk sendiri.

  6. Kamu sabar banget sih mas 😅😅. Inilah kenapa aku ga mau jadi TL yg serius, walau beberapa kali disuruh Ama keluarga. Krn memang menghadapi aneka macam komplain begini ga mudah. Apalagi kalo rombongan rame. Udahlah kesabaranmu setipis tisu juga, yg ada meledak ntar 🤣🤣. Bawa 3 orang doang, itupun sahabat sendiri, masih fine. Tp kalo rame, ga dulu.

    Itu bapak yg telinga sensitif, sumpah nyebelin sih. 😅. Bisa2nya dia denger suara sekecil itu yaaa, telinganya udah kayak telinga kelelawar 🤭🤭. Lagian soal mau naik balon udara minta grup dipisah, aneh aja. Aku dulu pas ke Turkiye, cuma aku 1-1 nya yg ga naik balon Krn udah pernah ngerasain, tapi fine2 aja baca percakapan di grub Ama lihat foto yg dikirim anggota yg ikutan 🤣. Ga perlulah pake pisah grub.  Toh ga semua orang tertarik naik yg tinggi2 begitu. 

    Baguuuus nih mas, cerita2nya bisa dijadiin buku kali, kalo dah banyak pengalaman JD TL nya 👍😄

    • Fun fact, semua tulisan TL series gak ada yang aku share ke sosmed mbak hahaha, takut kebaca sama ybs. Walaupun sebetulnya ya aku gak sebut nama ya. Kalaupun nanti dibukukan, kayaknya akan pake nama samaran aja hwhwhw.

      Soal pisah WAG, nah bener itu yang aku maksud. Kalau orang gak mau ikut ya gakpapa juga kan menyimak keseruan di WAG utama.

  7. Huaaaa, Ommmm.. Aku keki banget sama si bapak sensitif ono!!! Akikes merasa tersungging tahu, mana aku juga telinga sensian, tapi ya gitu amat dong kalau di tempat umum. Tinggal bawa headset atau penyumpel telinga biar nggak keganggu. Ahh…

    Dann, kamu itu cocok banget Om di sektor pelayanan. Jiwa service-nya kelihatan. Ciaat.. 😀

    Tapi jadi TL tuh ya sedep-sedep ngeri juga. Kalau ada masalah misal diperjalanan grupnya which is yang dihubungi si TL duluan. Bersyukurnya nggak ada kejadian yang gimane-gimane kan ya.

    Dulu pernah jadi Freelance TL pas masih kuliah buat rombongan sesepuh orang Jepun dan ya begitu, kukira mereka tuh anteng-anteng. Tapi ampun dah, cerewet bin banyak nanya. Namun ya mereka termasuk orang yang taat aturan bahkan aturan dari TL-nya pun dipatuhi. Jadi riweuhnya cuma jawab pertanyaan ono ini doang. Beda ya kalau orang (tiiiitttt) #sensor.. 😀

  8. Rupa-rupa manusia ya mas, apalagi saat mengurusi banyak orang. Saya gak kebayang kalau saya jadi di posisi ini dan bertemu dengan oran seperti ini. Apa masih bisa sabar, tapi ini ujian mungkin yaa. Kalau berhasil insya Allah pahala dari Allah. Tapi memang orang seperti ini yaa harus diingatkan biar gak keterlaluan

  9. bacanya jadi nano nano ya, kadang seru, kadang degdegan, tapi seru dan gemes, hehehe…

    tapi bisa jadi pelajaran juga buat kita, kalau mau umroh sebaiknya bagaimana, apa aja yg harus dipersiapkan dll sehingga gak banyak drama lainnya nanti ya

  10. Hahaha.. banyak juga keseruan yang Mas Har alami saa jadi TL ya. Dan rata-rata harus mengeluarkan simpanan kesabaran hahaha. Soalnya rata-rata pengin merasa nyaman sendiri. Padahal kalau perjalanan bersama begini, harus tenggang rasa juga. mislanya soal handuk itu, memang arus menyiapkan sendiri. Karena pasti ada kamar yang keselip. Saya jadi ingat Mbak Ria yang menginap di Surabaya bareng sang mama. itu perlengkapan mandinya cuma satu, padahal sudah jelas kamr diisi 2 orang. Terus biasanya kalau yang paling heboh dan antusias ikut sesuatu, justru malah tidak jadi hahaha. tambah lagi ada si kuping sensitif hahaha. khusus si kuping sensitif ini, saya dapat ide buat dongeng dengan tokoh kurcaci hahaha.

    • Bener mas. Apalagi memang sudah diinformasikan berdasarkan pengalaman sebelumnya. Jadi harusnya dapat diantisipasi hal-hal yang biasanya muncul masalah di kemudian hari.

  11. Pengalam menjadi TL memang berkesan sekali. Banyak hal menggemaskan juga ya mas. Untungnya mas menuliskan dengan sangat rapi dan enak dibaca harusnya nggak ada yang marah atau kesal sama tulisan ini karena tujuannya kasih edukasi juga.

    Untung case pertama terkait keran bocor teratasi dengan maksimal ya. Beneran cepet sekali tim hotel menanggapi, rezeki kedua pasangan muda dan mas biar bisa lanjut istirahat juga yak. Rezeki bersama intinya, sebuah kebaikan sekali.

    Kalau terkait bapak berkuping sensitif, wow banget sih. Bikin gemesh luar biasa (daku selaku pembaca). Namun memang balik lagi pekerjaan di sektor pelayanan harus banyakin stok sabar dan tetap berkomunikasi secara baik sehingga tidak menyinggung atau menyakiti jamaah yang sedang dibawa juga. Salut sekali sama cara handle jamaah yang beragam ini. Jadi penasaran sama cerita terkait selama jadi TL yang pasti ada kocak, gemash dkk. Namanya interaksi dengan beragam orang (karakter beda-beda).

  12. Ya ampun kak, nasabahnya eh pesertanya sesuatu amat yak. Apalagi yang si kuping sensitif deuh. Sabar pula lagi dirimu, tapi ya sebagai TL memang kudu begitu ya. Padahal mau bobo bentaran, eh WA pun masuk hehe. Sehat² selalu ya kak, jangan sampai migren ngadepinnya hehe

  13. Seru ya pengalaman sebagai TL. Ada saja cerita dan dramanya. Emang harus sabar orang-orang yang bekerja di pelayanan publik.

    Btw telinga saya juga lumayan sensistif. Sering terbangun kalau ada suara-suara yang mengganggu. Selama ini yang paling bikin nggak bisa token listrik yang jaraknya dekat 😅 Tapi kayanya nggak separah Bapak itu.

    Masalah handuk ini juga. Perlu banget bawa sendiri walaupun cuma handuk kecil.

  14. Aku membayangkan, apa jadinya si Bapak yg rajin protes ntuh, misalnya tinggal di kota Malang, JaTim, yg mana NYARIS TIAP PEKAN ada Sound Horeg? :))))

    Wadidawww, beneran siksaan dunia akherat buat doi yak 🙂

    Tapi emang, kalo tour mau itu urusan ibadah, atau untuk having fun belaka, adaaaa aja dramanyaaaa. dan selalu ada satu peserta yg heboh jumeboh, sok sok ngatur, dan drama kumbara bangettt yak.

    Jadi inget, pas aku ke Thai, kami tuh cuma ber-8 rasanya. Pokoke rombongan kecil, lah.

    Ternyata ada satu cowo (masih umur 30-an) yg cranky dan sensitif abis. Pokoke ngga asik! Dan, dia tuh pernah saking cranky-nya, NGEBENTAK salah satu peserta trip, cewek! Gara-gara apa? Si cewek nyuruh dia nambah makan 🙂 Yaelaaahhhh

    • Lenje amat tuh cowok :p kalo aku jadi cewek itu aku bentak balik. Kalau dia tipe prengat prengkut jangan pernah ikut tur. Jalan sendiri aja biar gak nyusahin orang.

  15. Aku membayangkan, apa jadinya si Bapak yg rajin protes ntuh, misalnya tinggal di kota Malang, JaTim, yg mana NYARIS TIAP PEKAN ada Sound Horeg? :))))

    Wadidawww, beneran siksaan dunia akherat buat doi yak 🙂

    Tapi emang, kalo tour mau itu urusan ibadah, atau untuk having fun belaka, adaaaa aja dramanyaaaa. dan selalu ada satu peserta yg heboh jumeboh, sok sok ngatur, dan drama kumbara bangettt yak.

    Jadi inget, pas aku ke Thai, kami tuh cuma ber-8 rasanya. Pokoke rombongan kecil, lah.

    Ternyata ada satu cowo (masih umur 30-an) yg cranky dan sensitif abis. Pokoke ngga asik! Dan, dia tuh pernah saking cranky-nya, NGEBENTAK salah satu peserta trip, cewek! Gara-gara apa? Si cewek nyuruh dia nambah makan 🙂 Yaelaaahhhh

  16. Kebayang pasti dalam hati menghadeh ya maass.. Memang ada aja sih orang yang kupingnya sensitif tapi nggak apa-apa komplain juga ya. Hebat banget mas bisa sabar, semoga dengan memudahkan urusan orang lain, urusan mas dipermudah juga sama Allah swt.

  17. wkwkw bikin troma kalau kerja berhadapan langsung dengan orang-orang apalagi kalau misal kasus kayak si bapak. Khawatirnya bapak itu terlalu bawel dari awal kalau kata orang gak boleh ngomong yang negatif di saat umroh nanti bakal di kabulin semua, semisal bilang panas banget, makananya gk enak atau sejeninya. Tapi kalau nyimak alur cerita ini bapak-bapak yang sama ngeluh waktu di turki harga naik balon mehong kan? kayaknya emang tabiat asli rewel dan riuh sendiri ya..

  18. Aku takut, omnduut…Akutu gak hanya telinga yang sensitif, hidung alias penciuman juga sensitif.

    Sering denger katanya kalo ke Baitullah tuh Allaah menguji dengan kejadian yang sring tidak kita sukai….

    Apakah begitu??

    Tapi saluutt banget sama ketabahan omnduut dalam menghadapi berbagai masalah jamaah yang beraneka ragam. Justru itu yaa.. omnduut bisa bertahan dan berkali-kali jadi TL. Because this isn’t the first time..

    Jadi lama-lamaa… omnduut makin lihai niih… alurnya kemana kalo ada komplainan jamaah.

    MashaAllaa~

    Ditunggu kisah TL berikutnyaaaa.. omnduut~

  19. Senang sekali ya Om bisa jadi TL sampai keluar negeri begitu. Kisahnya mirip sama temanku juga yang mendadak didaulat jadi TL hanya karena 3 kali bolak balik umroh

    Soal sensitivitas itu sepertinya dia sedang diuji dengan apa yang mungkin selama di Indonesia dilakukan oleh orang itu. Makanya terlihat merepotkan karena kata mamaku sering ada jamaah seperti ini. Aku khawatir aku juga diberi ujian karena aku suka risihan sama bau.

    Ah, kapan ya bisa ikutan jalan ke negeri negeri ini juga. Rasanya kok tabungan terkuras terus, haha

  20. Ya ampun ada aja kelakuan jamaah, paling kesel yang masalah kuping sensi hahaha. Problemnya yg lain gak keganggu tapi dia doank, berarti kan letak errornya di dia, kenapa gk cari solusi dengan pakai ear plug misalnya =)) Tapi susah kalau lawan org berusia senior sih ya =))

    Jadi TL ibarat ketua kelas zaman sekoah ya, dilaporin apa2, mulai yang sepele yang seharusnya bisa nyari solusi sendiri hingga yang berat2 macam kran rusak. Btw hotelnya emang lucu ya, masa manggil tukang gercep, tapi kasi handuk gak mampu. Apa mungkin persediaan handuk mereka terbatas ya? hmmm

    Tapi kalau gak gitu, emang gak seru sih ya mas? Akhirnya dapat banyak pengalaman buat diceritain dan pas nge-lead lagi udah tahu cara handlenya gimana =))

  21. Wah, aku baru tahu Yayan juga jadi tour leader rombongan umrah Alhamdulillah ya Yan jadi bisa sekalian bertualang, walaupun pasti lelah banget kalau ada peserta yang bawel seperti itu… capek…

  22. lika-liku jadi TL ya Mas, ada-ada aja ceritanya, ga bisa salahin ga bisa juga benerin, karena memang kalau telinga sensitif itu bisa menembus suara paling bawah di tanah ke tujuh juga kayaknya hehe, saya team sensitif juga telinganya tapi alhamdulillah ga sampai begitu, sensitifnya hanya pas tidur aja, dengar suara pelan langsung kebangun, tapi kalau matanya kebuka atau di tempat umum ya biasa aja, case ini kasihan ke orang tersebut kasihan juga ke orang sekitarnya ya, kebayang ya pas orang itu teriak ke Mas, terus supirnya dengar dan langsung jawab, muka bapak itu bagaimana, tapi kalau baca dari awal cerita sampai akhir, kayaknya orangnya super sensitif yang bikin orang jadi sensitif juga ya Mas, sabar ya heheh semoga ga dapat lagi klien seperti ini hehe, jadwal umroh lagi kapan Mas?

  23. Seru ya pengalaman jadi TL mas, beneran harus meluaskan sabar ya, apalagi ada yang rewel dan cerewet. Pahalanya banyak nih mas melayani tamu Allah, super deh dirimu

    Aali tadi ya gimana gitu pas baca terkait telinga sensitif, karena apa ya bisa kita mengendalikan orang lain supaya mengerti kalau telinganya sensitif

    Ada-ada aja ya ceritanya

  24. Profesional banget, Omndut! 😀 Tapi mungkin orang-orang yang ikut tur mikirnya mereka sudah bayar dan berhak dilayani semaksimal mungkin–bahkan untuk hal-hal yang bagi orang lain nggak masuk akal. Cuma ya saya masih heran. Kok gitu banget. 😀

Jika ada yang perlu ditanyakan lebih lanjut, silakan berkomentar di bawah ini.