Pelesiran

Serunya Eksplorasi Puncak Menara Jembatan Ampera

Walaupun tidak tinggal tepat di pinggiran Musi, tapi bolehlah kalau saya mengaku sebagai anak tepian Musi sebab kedua kakek saya sama-sama tinggal di pinggiran Sungai Aur, anak dari Sungai Musi dan hari-hari masa kecil saya pun banyak dihabiskan dengan bermain dan berendam di aliran Sungai Musi tersebut.

“Datuk dan Yai dulu bahkan tinggal di rumah rakit,” ujar para tetua mencerita tentang kedua kakek saya yang saya panggil Datuk (kakek dari sebelah bokap) dan Yai (kakek dari sebelah ibu).

Datuk dulu usahanya jual beli kayu. Dari Bayung Lencir yang ada di Musi Banyuasin, kayu dibawa dengan dilarung. Sedangkan Yai saya, sejak lama dikenal dengan usaha penjualan ikan asinnya. Dan, ikan asin itu pula yang banyak didistrubusikan ke daerah-daerah pinggiran Musi.

Saking kentalnya kehidupan keluarga kami dengan Sungai Musi, jadi dapat dibilang mereka adalah saksi hidup dibangunnya Jembatan Ampera. Sebelumnya memang sudah ada Jembatan Ogan yang mulanya diberi nama Jembatan Wilhelmina. Jembatan ini dibangun tahun 1939, namun letaknya masih cukup jauh dari pusat kota.

Eh, sebelum bicara lebih lanjut, mari tonton video tentang Kota Palembang yang cakep ini.

 

Nah, dengan tujuan memudahkan mobilitas masyarakat, maka pembangunan jembatan yang menghubungkan antara Seberang Ulu dan Ilir harus dilakukan sesegera mungkin.

Sekilas Tentang Jembatan Ampera

Yang menarik adalah rencana pembangunan Jembatan Ampera ini bahkan sudah ada sejak zaman Gemeente, yakni jenis pembagian administratif zaman penjajahan Belanda di sekitaran tahun 1906. Saat itu, jabatan walikota Palembang diemban oleh Le Cocq de Ville.

Pada tahun 1924, ide pembangunan jembatan kembali mencuat dan banyak cara dilakukan untuk merealisasikannya. Ironisnya, rencana pembangunan ini baru menemui titik terang setelah Indonesia merdeka. Hingga akhir jabatannya Le Cocq tidak berhasil mewujudkan pembangunan jembatan ini.

Seberang Ilir Palembang

Menara di sisi Ilir

Rumah rakit kakek saya dulu ada di sisi Seberang Ulu ini.

Pada siding pleno yang berlangsung pada 29 Oktober 1956, kembali diusulkan rencana pembangunan ini. Sebuah langkah nekat sebab anggaran yang ada saat itu hanya sekitar Rp.30.000 saja. Namun, setahun berselang dibentuklah panitia pembangunan yang terdiri dari Penguasa Perang Komando Daerah Militer Sriwijaya yakni bapak Harun Sohar dan juga Gubernur Sumatra Selatan saat itu bapak H.A Bastari.

Bersama walikota Palembang saat itu bapak M.Ali Amin dan juga Indra Caya, tim kecil ini melakukan pendekatan ke Bung Karno agar mendukung rencana itu. Untunglah upaya itu berhasil. Namun, saat itu Bung Karno meminta dibangun pula taman terbuka atau boulevard di ujung kedua kaki jembatan, yakni di sekitaran kawasan 7 Ulu dan 16 Ilir.

Berjalan menuju Jembatan Ampera

Pada 14 Desember 1961, dilakukan penunjukan perusahaan pelaksana pembangunan dengan tanda tangan kontrak sebesar USD 4,5 juta (dengan kurs saat itu USD 1 setara IDR 200). Saya iseng ngecek, saat itu harga emas pergramnya sekitar Rp.140. Jadi dengan biaya USD 4,5 juta itu setara 32.142 gram alias 32,14 kg dan kalau dirupiahkan sekarang nilai itu setara Rp.59.869.135.590. Silakan koreksi jika hitung-hitungan ini salah, ya!

Mesin Jembatan yang Dicuri

Saya lupa, sekitar saya SD kalau nggak salah, di koran lokal lumayan heboh pemberitaan pencurian mesin di menara Jembatan Ampera. Para pencuri ini, masuk lewat pintu bawah air dan menunggu air pasang surut.

Saat itu, Jembatan Ampera memang sudah tidak digunakan lagi selain untuk transportasi angkutan. “Heh, maksudnya gimana?”

Gini, Jembatan Ampera ini, didesain sedemikian rupa agar jalan bagian tengah di antara 2 menara itu dapat diangkat agar kapal besar dapat lewat. Bokap sih pernah pamer dia ngakunya pernah berada di atas jalanan itu ketika jalanannya diangkat. Ntah ya dia ngibul atau nggak.

Jelas melihat secara langsung kegagahan Jembatan Ampera ini sangat membahagiakan

Yang jelas, bagian tengah jembatan diangkat dengan peralatan mekanis yakni menggunakan dua bandul pemberat yang masing-masing 500 ton di dua menaranya. Ya ampun hebat ya zaman dulu udah kepikiran aja gitu bikin jembatan secanggih itu.

Kecepatan pengangkatannya sekitar 10 meter per menit dengan waktu total 3 menit untuk pengangkatan penuh. Sayangnya, karena dianggap gak efektif dan boros waktu sejak tahun 1970 pengangkatan bagian tengah itu tidak dilakukan lagi. Dan pada tahun 1990 kedua bandul pemberat diturunkan untuk mengurangi beban jembatan dan agar tidak membahayakan.

Bagian tengah Jembatan Ampera yang terangkat ke atas. Sumber foto imgsrv2.voi.id

Ah, jadi kayak trem di Jakarta yang dihilangkan karena dianggap bikin macet, ya! Padahal kalau dibikin lebih intergrasi bisa kayak Eropa itu kota Jakarta. Jembatan Ampera juga kalau tetap bisa melakukan pengangkatan bagian tengah pasti keren sekali!

Ironisnya, mesin-mesin di bagian menara ini dicuri dan dipreteli pula. Praktis, selama 50 tahun lebih bagian menara ini gak berfungsi (selain dulu sempat dipasangi reklame raksasa sih, errr). Makanya, saat ada wacana renovasi Jembatan Ampera dengan menambahkan lift agar pengunjung bisa naik, saya masuk ke barisan yang mendukung.

Membuncah di Atas Menara

Rabu, 19 Februari 2025 kesempatan itu tiba. Sehari sebelumnya, saya diajak Mbak Ira untuk main ke atas menara Ampera. Tawaran itu gak bikin saya mikir lama, langsung saya iyakan. Haaaa secara ya, sejak peresmian pasca renovasi, saya udah mupeng banget pingin ngerasain. Maklum, seumur hidup hanya lewat dan memandangi jembatannya dari jauh.

Galeri dan ruang transit sebelum menuju jembatan

Mesin-mesin yang dipakai di Jembatan Ampera

Ada ruang pertemuan juga. Apa mungkin di area galeri ini akan ada kafenya nanti?

Sekitar pukul 9 pagi, saya dan rombongan sudah berkumpul di area 7 Ulu tempat meeting point. Rupanya, di sana sudah tersedia sebuah galeri yang memperlihatkan foto-foto pembangunan Jembatan Ampera. Ruangnya cukup luas dan nyaman. Memang belum semua dinding terisi. Meja-meja informasi pun masih terlihat kosong. Tapi, saya yakin nanti meja ini akan diisi informasi seputar Jembatan Ampera.

Saya dan rombongan didata, diberikan ID card dan kemudian Mbak Lina sebagai pemandu (dibantu dengan staf dari Dinas Pariwisata lain), mengajak saya dan rombongan untuk menuju Jembatan Ampera.

Dokumentasi saat Bung Karno meresmikan Jembatan Ampera

Jembatan Ampera saat dibangun

Ini adalah area yang hampir selalu saya lewati setiap lari atau sepedaan di Minggu pagi. Sering saya melewati menara ini, sering pula saya bergumam, “kapan ya bisa naik?”

Semacam mimpi jadi nyata. Secara bergiliran rombongan naik ke atas menara menggunakan liftnya. Kalau saya baca sih, muatannya bisa maksimal 6 orang. Tapi, kalau bobot badannya kayak saya, 3 sd 4 orang kayaknya udah pas hahaha.

Selama 50 detik, kami bergerak menuju atas dan menjangkau ketinggian 60 meter. Total asli tinggi jembatannya sih 71 meter ya, sisanya begitu keluar dari lift, naik tangga sedikit dan terlihat jelaslah panorama kota Palembang dari berbagai sisi.

Nah ini dia liftnya

Saya iseng ukur pake stopwatch, 60 meter hanya butuh 50 detik

Naik tangga sedikit sebelum ke ruangan utamanya

Teropong yang bisa dipake gratis!

Luar biasa indahnya!

Dan, karena waktu yang diberikan hanya maksimal 30 menit, saya dan rombongan memaksimalkan dengan baik. Foto-foto ya tentu saja. Apalah artinya hidup ini kalau nggak pamer bukan? -langsung istighfar 🙂 saking terbatasnya waktu untuk foto dan ambil video, saya bahkan gak kepikiran untuk pamer langsung ke sosmed saat itu. Jadi, ya ambil footage dulu yang banyak, sharenya nanti aja kemudian.

Dari atas sana terlihat kawasan Seberang Ulu dan Ilir. Begitupun ujung kedua jembatan yang total panjangnya 1.117 meter ini. Alhamdulillah. Rasanya gak cukup rasa syukur bisa melihat pemandangan terbentang secara langsung dari ketinggian. Ya, pakai drone sih bisa kalau ada, tapi tetap saja beda kan!

Cakep banget!

Puas memandang ke segala arah dengan jendela semacam ini

Ada kursi untuk duduk santai juga

Seberang Ulu dengan jalur LRT di sisi kiri

Ruangannya cukup luas.

Bagian menara Jembatan Ampera ini didesain dengan kursi-kursi yang nyaman. Ada juga 2 teropong tanpa koin (catat bagian ini, penting hahaha) dan juga ada TV yang dilengkapi internet. Jadi kalau mau dipakai meeting atau menjamu tamu mancanegara, percayalah, sangat membanggakan dan gak malu-maluin! Eh tapi kalau kebelet ya gak bisa ya, sepengamatan saya sih gak ada toilet di menara Jembatan Ampera ini.

Belum Dibuka untuk Umum

Sejak awal rencana renovasi jembatan dikemukakan, sudah ada beberapa pihak yang menentang keputusan itu. Walaupun saya termasuk yang pro dengan rencana renovasi, tapi saya juga dapat memahami kekhawatiran pihak-pihak tertentu dengan rencana ini. Terlebih Jembatan Ampera ini usianya udah 60 tahun. Jelas mereka yang menentang khawatir renovasi ini dapat merusak jembatan yang sebetulnya sudah masuk kategori cagar budaya.

Mengenai hal itu saya nggak akan bahas banyak, sebab beberapa bulan lalu saya sudah membagikan isi kepala saya lewat tulisan “Kenapa Menentang Renovasi Jembatan Ampera?”

Baik pihak yang menentang atau pihak pemerintah pasti punya argumen masing-masing. Nah, selama diskusi dan kesepakatan masih dicari titik tengahnya, wisata menaiki menara Jembatan Ampera ini memang belum dibuka untuk umum.

Bukti kalau pernah ke sini hehe. Foto oleh Mbak Ira

Rombongan yang diajak oleh Mbak Ira. Mbak Ira ke-3 dari kanan.

Jadi, hanya kalangan tertentu dan undangan yang dapat menaikinya. Sekali lagi, saya sih beruntung bisa diajakin dan dipercaya. Siapalah saya ini, saya bukan so-called-influencer yang punya pengikut jutaan orang. Saya hanya masyarakat biasa yang kebetulan memang aktif menulis tentang tempat wisata di Palembang sekaligus aktif memperkenalkan dan ngomporin orang-orang untuk main ke Palembang.

Tapi, harapan saya, dengan kedatangan saya ke menara Jembatan Ampera ini, saya dapat membagikan secuil pengalaman saya saat mengunjunginya. Secara pribadi sih saya berharap antara pemerintah dan pihak yang menentang akan menemukan titik temu. Sekali lagi, usulan saya tentang mekanisme wisatawan yang mau naik ke menara juga udah saya tuliskan di tulisan sebelumnya.

Nggak ada niat jahat dari saya selain rasa bangga akhirnya Palembang dapat memaksimalkan Jembatan Ampera dengan berbagai tujuan, terutama wisata. Pernah dengar jargon tentang rumah kosong yang lama kelamaan akan hancur, kan? Saya juga merasa, bangunan yang dimanfaatkan dengan baik (serta dengan tata cara ketat) akan lebih baik dan akan lebih menghidupkan dan mengawetkan bangunan itu ketimbang yang tak tersentuh sama sekali.

Sekali lagi, dalam hal Jembatan Ampera, saya dan pembaca blog mungkin tidak sepenuhnya sepakat, tapi saya yakin kita sama-sama mencintai kota Palembang ini beserta segala apa yang ada di dalamnya, termasuklah Jembatan Ampera sebagai ikon utama, dan kita dapat mencintai Jembatan Ampera dengan cara kita masing-masing.

54 komentar di “Serunya Eksplorasi Puncak Menara Jembatan Ampera

  1. saya belum mendapat kesempatan ke Palembang nih, Mas. Padahal pengin banget ke Jembatan Ampera. Dan ternyata, dulunya jembatan ampera itu bisa terbuka tengahnya ya, kalau ga salah kayak jembatan Suramadu. padahal kalau dipertahankan, malah bisa menambah daya tarik jembatan Ampera ya, Mas.
    Eh, setelah baca cerita ini, saya makin pengin ke Jembatan Ampera dan naik juga ke puncak menaranya.

  2. Setelah ngintip area dalamnya yang secakep itu, aku sih lumayan mendukung yaa jembatan ampera untuk ‘sedikit di-retouch’ biar bisa jadi destinasi wisata juga ya. Sayang banget malah, kalo tempatnya udah cakep dengan view sekeren itu malah gak dibuka untuk umum. Ngeliatnya sekilas udah kebayang menikmati sunset diatasnya bareng pasangan, hehehe

    Oya, zaman Soekarno memang lumayan banyak ya proyek2 strategis yang difasilitasi. sayangnya dulu tuh beberapa ada yang sarat akan politik mercusuar, yang ujung-ujungnya malah bikin beliau jadi lengser juga.

  3. Makasih ya Mas Yan, jadi belajar sejarah juga. Ternyata rencana pembangunan jembatan Ampera sudah ada sejak zaman Belanda masih bercokol duluuu.
    Semoga jembatannya beneran direnovasi ya, soalnya secara usia juga udah puluhan tahun, butuh peremajaan.

    Eh saya malah tertarik tentang rumah rakit yg pernah dihuni oleh kakeknya. Request tulisannya dong.

  4. Saat masih sering berkunjung ke Palembang untuk urusan pekerjaan beberapa tahun lalu, aku lumayan suka main ke Jembatan Ampera ini.

    Biasanya sih habis makan martabak har, terus foto-foto suasana malam di jembatan ampera.

    Tidak kusangka sekarang puncak menaranya bisa dikunjungi. Keren sekali nampaknya kalau bisa berkunjung malam hari.

  5. Hari gini gak foto2 kalau berada di tempat yang bersejarah atau trending? Mau jadi apa kalau gak bisa pamer? #eh Maksudnya, kalau gak difoto, kami2 yang tinggalnya gak di sana dan yang belum ke sana kan jadi gak tahu kalau jembatan telah direnovasi dan akses ke puncak menara kini dibuka untuk umum. Pastinya para pecinta wisata dan sejarah bakal semangat menyambut. Proses registrasi yang dimulai dari Museum Jembatan Ampera hingga naik lift ke ketinggian 60 meter terdengar seru dan jd ingin mencoba.

    Semoga dengan dibukanya akses ini, semakin banyak wisatawan yang tertarik untuk mengunjungi Palembang dan menikmati keindahan kota dari perspektif yang berbeda.

    • Haha, pamer gak selamanya buruk ya, selama tujuannya untuk membagikan informasi dan pengalaman. Aku juga seneng kalau ada temen-temen yang “pamer” lewat tulisan atau video.

  6. aku mah juga setujuuuu dengan renovasi jembatan Ampera, dan nantinya bisa dibuka untuk umum. Kan dari segi wisata juga JD menguntungkan . Apalagi kalo ada guide yg bisa menjelaskan sejarah jembatan ini nantinya. Turis pasti suka kok

    duuuuh sayang banget bagian tengah jembatan ga bisa diangkat lagi ya mas. Berarti skr udah ga ada kapal besar yg lewat yaaa. Hrs jalan memutar dong mereka 😄.

    aku pastinya pernah lewat jembatan ini waktu ke Palembang itu. Tp bisa2nya ga terlalu ngeh Ama jembatannya. Mungkin saking kebayang pindang udang yg mau kami makan 🤣🤣

    moga2 kalo nanti ke Palembang lagi , bagian atas jembatan udh bisa divisit turis

    • Alhamdulillah tim HPI udah ready mbak. Jadi kalau ikutan tur ini memang wajib ditemani oleh pemandu bersertifikat.

      Kapal besar udah lama gak bisa mendekat. Sebab pendangkalan. Tapi masih ada di sekitaran Jembatan Musi 4 yang gak jauh dari situ. Atau ke arah Pulau Kemaro itu banyak masih kapal besarnya.

  7. Aku pernah juga ke sini, tapi cuma sekedar lihat saja, melipir bentar setelah dinas kerja dan penerbangan pulang ke Jakarta masih lumayan lama…

    Lihat foto2nya, bagus ya Palembang terlihat dari atas, masih bersih… nggak kayak Jakarta, waktu aku ke Monas, gak bisa lihat dengan jelas karena tertutup asap… sedih…

  8. Baru tahu ternyata jembatan Ampera ini udah ada sejak zaman kolonial Belanda dan yang sekarang udah lebih bagus ya. Diresmikan oleh Presiden pertama, Bapak Soekarno jadi tempat yang penuh dengan nilai sejarah. Ternyata belum dibuka buat umum akses ke puncaknya, tapi seneng ya bisa lihat pemandangan dengan teropong dari atas puncak jembatan Ampera.

  9. Apalah artinya hidup ini kalau nggak pamer bukan?  << permisi dulu ya numpang ngakak untuk tulisan ini, Foto itu wajib dan pamer itu bagian dari kewajiban. wkwkwkkw.

    Lucky You bang, bisa menikmati indahnya Palembang dari Jembatan itu. Trus ya jadi mikir, sepertinya akan banyak yang datang ke kota itu kalau dalam ketinggian jembatan ampera itu ada resto/coffee shop tapi yang datang terbatas. Seperti hanya orang-orang terpilih yang bisa menikmatinya hihihi.

    Semoga bisa kembali ke kota yang satu dirindu dan lebih dari itu bisa rejeki naik ke Menara Jembatan Ampera. #amin.

      • Privilege jadi blogger yaa, omnduut..

        Bisa mencoba apa yang orang lain belum pernah rasakan..

        sensasi menikmati indahnya Palembang dari puncak menara Ampera. Seandainya ada tempat makannya, jadi kaya resto di kota-kota besar gituu, omnduutt.. bisa sambil dinner romantis.

  10. Mantap dengan modal nekad bisa jadi kekuatan yang akhirnya ikonik kota Palembang ini bisa berdiri tegak. Terbayang semisal gak dengan tekad kuat, mungkin gak akan terealisasi ya? 

    Cocok kok kak buat ngomporin orang ke Palembang wkwkwk, lah wong daku aja kepincut melihatnya, apalagi ternyata bisa ya untuk dipijaki bagian atas menaranya, karena dilengkapi kayak semacam teropong gitu ya mirip seperti di Monas

  11. Takjub bisa ikut merasakan dan melihat betapa indahnya kota Palembang dilihat dari Menara jembatan Ampera. Rupanya belum di buka buat umum dan alhamdulillah turut bahagia karena mas Yayan termasuk yang beruntung sekali bisa datang dan merasakan sensasi melihat Palembang dari ketinggian.

    Setiap sudut areanya bagus sekali, bangku tertata rapi. Saya harap pas nantinya dibuka buat umum semua pelancong bisa penuh rasa tanggung jawab mengunjungi dan menikmati keindahan dari atas. Dan benar adanya, sebuah bangunan semegah apapun jika tidak disambangi atau tidak terisi orang maka akan lapuk dan rapuh. Beda kalau ada orangnya, semacam punya nyawa apalagi kalau orangnya rajin merawat dan menjaga dengan baik.

  12. Ohh baru tau kalo jembatan Ampera ada menaranya yang bisa dinaiki/dinikmati masyarakat terbatas. Hiks… Keren banget disediakan kursi² itu untuk spot foto² pastinya.

  13. Masya Allah beruntung banget Yayan bisa berkesempatan naik dan menikmati pemandangan Kota Palembang dari ketinggian..seram jugo yoo..hihi…keren banget ternyata dulu bisa terangkat jembatannyo…

  14. ini salah satu destinasi impian supaya bisa naik ke atas jembatan, karena ini adalah jembatan ikonik yang ada di Indonesia yang sangat bersejarah dan juga menarik untuk didatangi. Ternyata di dalamnya bikin penasaran ya

  15. wah ternyata rencananya sudah ada sejak tahun 1906 ya untuk pembangunan jembatan ampera ini, sayangnya saya belum eksplor Palembang semoga someday bisa keliling ke sana dan coba naik ke menara Amperanya dan semoga nanti menaranya bisa dibuka untuk umum, karena indah banget bisa melihat pemandangan kota di sana dari puncak dengan indah

  16. Mauuuu cuss ke Palembang lagiiiii

    aku baru sekaliii ke sana, nginep di Novotel, dekat mall PTC kalo ga salah.

    sebenernya dah diajak sodaraku utk ke jembatan ampera ini, tapi tiket pswtku jdwlnya mefeeettt

    ya udahlah moga2 next time bs cuss Palembang lagiii

  17. Beruntung bangeett, Omnduut berkesempatan ke menara jembatan Ampera yang belum bisa diakses oleh orang umum.

    Tapi kebayang yaa.. itu kecil gituu.. kapasitas liftnya.

    Jadi inget mau naik ke menara monas, kudu ada operator lifrnya agar lebih tertib.

    Kek orang Indonesia se-tidak amanah itukah?

    Dilematisnya punya barang ikonik tuh gini yaa..
    Inget juga pas jembatan Suramadu baru jadi.. gosipnya, itu printilan besinya pada diloakin sama orang Madura.

    Eyampuunn..
    Agak miris tapi semoga menjadi perhatian bagi pemerintah. BUkan hanya PR melarang, tapi ada buntut panjang kenapa mereka melakukan hal tersebut.

    Salah satunya, tidak terpenuhinya kesejahteraan dan ketimpangan sosial.

    • Ah ya, Jembatan Ampera juga gak lepas dari aksi vandalisme dan pencurian mbak. Ntah lampunya, kursi-kursinya, adaaa aja yang dicolong. Tapi ya gak separah yang di Medan atau Suramadu sih.

  18. Sayang sekali tempat bersejarah dan ikon daerah kenapa tidak dibuka untuk umum ya. Tempat-tempat seperti ini bagus banget jadi destinasi anak-anak sekolah, mereka bisa jalan-jalan sambil mengenal sejarah.

    Tapi kalau melihat usia jembatan yang udah 60 tahun dan belum pernah direnovasi (karena banyak pihak yang menentang), mungkin ini juga yang jadi pertimbangan ya (dari sisi safety pengunjung).

    Ini jadi PR pemkot kota Palembang gimana membuat sistem supaya ke depannya cagar budaya bisa juga dinikmati semua kalangan.

  19. Destinasi impianku nih : Palembang!

    Bermimpi jalan-jalan di Jembatan Ampera dan kulineran mpek-mpek sepuasnya ^^

    Setiap pembangunan, emang selalu ada pro dan kontra sih Mas,

    di Bandung ini juga sama, dan yang bicara gak hanya mereka yang well educated, juga yang asbun

    Kalo di Bandung sih banyak yang protes kok walikota malah bangun banyak taman, bukannya bikin lapangan kerja kek

    Lha mereka kan gak tahu program walikota untuk urusan lapangan kerja

    Ups dari Jembatan Ampera kok oot jadi ngomongin Bandung ^^

  20. Alhamdulillah kesampaian juga ya naik ke puncak menaranya, nggak cuma harapan dan mimpi saat melewatinya.

    Btw, teropong tanpa koin itu teropong apaan, kok penting banget buat di catat?

    Fakta yang baru saya tahu, ternyata bagian tengah jembatan ampera tuh bisa diangkat. Wuih udah kayak di luar negeri ya, kalau ada kapal lewat, jembatannya terangkat. Sayangnya kok ya jaman itu sudah ada yang jahil mencuri mesinnya

  21. Waaa luck banget bisa dapet kesempatan ini, kak Yayan! Sungai Musi, jalur LRT, dan kota Palembang indah banget dari atas. Potensi wisata Palembang naik nih, semoga promosinya bagus.

    Lho, ternyata rencana pembangunannya udah lama banget sejak zaman Belanda ya. Bener2 landmark yang kaya sejarah.

  22. Bacanya serasa ikut naik ke puncak Menara Jembatan Ampera juga. Bagian sejarahnya seru, kayak lagi denger cerita orang tua tentang masa lalu Palembang. Ditambah pengalaman langsung yang penuh rasa syukur, bikin makin pengen ke sana lagi. Keren banget, mas.

  23. Kalau ada semacam restoran atau kafe di sana, kayaknya menaranya bakal ramai itu, om. Tapi mesti akan ada yang menentang. Persoalan cagar budaya ini memang rumit. Definisi budaya saja setiap pihak punya versinya masing-masing. Kalau saya pribadi, sih, peninggalan zaman dahulu, kalau memungkinkan, sebaiknya tetap difungsikan. Kalau tidak, lama-lama cuma akan jadi relik dan hilang, lapuk ditelan zaman. 😀

Tinggalkan Balasan ke Bang Day Batalkan balasan