Pelesiran

TL Series: Tragedi Kehilangan Paspor

Sumber gambar: daa-international.com

Sebelum ini, saya pernah cerita juga suka dukanya jadi TL (Tour Leader), job sampingan yang menyenangkan walaupun capeknya ampun-ampunan hehe. Dulu, saya cerita kalau hampir kena lock down di India. Ya, emang dulu berangkatnya pas awal-awal covid juga sih. Banyak banget hikmah dari kejadian itu, termasuk saya tahu beberapa orang yang saya anggap kawan baik tapi malah nyerang saya di sosmed hehe.

Nah, terakhir jadi TL di 2020, dua tahun berselang, saya kembali dipercaya untuk jadi TL. Kali ini nggak ke India lagi, tapi langsung jadi TL umroh. Wah, alhamdulillah banget. Walaupun sempat gamang dan takut, tapi saya beraniin diri aja. Toh saya bisa balik lagi ke tanah suci kan setelah sebelumnya ke sana 2018 bersama keluarga.

Hingga 2024 ini, terhitung saya sudah 3 kali jadi TL umroh (plus Turki). Nah, sebagaimana judulnya, di tulisan ini saya khusus akan cerita berbagai “drama” seputar paspor yang dialami oleh jamaah. Tanpa bermaksud menjelekkan jamaah yang bersangkutan, saya kira pengalaman ini dapat dijadikan pelajaran gak hanya bagi jamaah tapi juga para TL lain yang mungkin nyasar di tulisan ini. Seperti apa pengalamannya? Simak terus, ya!

Sidik Jari Tak Terbaca dan Paspor Hilang di Mesin Pemindai

Dalam ibadah umroh, biasanya akan ada 1 TL dan minimal 1 muthawif yang membimbing jamaah. Apa sih bedanya? Dari scope pekerjaan dan tanggung jawab jelas beda. Saya, sebagai TL bertanggung jawab penuh terhadap proses keberangkatan jamaah hingga nanti kepulangan di tanah air.

Dari awal bertemu di bandara, ya saya akan membagikan name tag, bantu urus koper (yang alhamdulillahnya di bandara juga ada tim handling-nya), dan saya memastikan jamaah nggak ada yang nyasar selama keberangkatan. Sedangkan muthawif lebih bertanggung jawab ke proses pelaksanaan ibadahnya. Walapun pada praktiknya ya kita bahu membahu sih.

Suasana imigrasi di bandara yang ada di Saudi Arabia. Sumber gambar: zawya.com

Ya maklum, gak semua jamaah ini terbiasa melakukan perjalanan menggunakan pesawat. Dari antre X-ray, imigrasi, nunggu di gate yang benar dan sebagainya, harus diawasi satu-satu. Dan, sebagai TL, tugas saya itu sebagai tim sapu bersih. Pokoknya mesti terakhir sekali dan nemenin jamaah yang paling akhir prosesnya.

Nah, seiring jam terbang, biasanya saat briefing saya akan tanya ke semua jamaah, siapa saja yang terbiasa melakukan perjalanan ke luar negeri. Akan selalu saja ada jamaah yang tunjuk tangan dan bersedia bahu membahu menjaga jamaah lain. Secara, saya gak mungkin bisa ngawasin semuanya, kan?

“Nah, bagi bapak/ibu yang mau duluan masuk ke ruang tunggu, bisa bareng sama bapak X/ibu Y ini ya. Tolong jangan sampai berpencar dan selalu berada dalam grup kecil. Biar gak ada yang nyasar,” sahut saja.

Ya kalau masih di Soetta sih aman. Kalau nyasar mereka masih bisa nelp, nanya petugas atau nungguin saya. Tapi, beda ceritanya kalau transit. Udahlah waktunya mepet, kalau nyasar bisa berabe. Sejauh ini sih belum nemu kejadian jamaah yang kelewat nyasar. Ya ada sih, tapi masih aman dan akan saya tulis terpisah nanti.

Tentang paspor hilang ini terjadi di bandara Jeddah saat akan pulang ke Indonesia. Saat itu, ada 3 jamaah asal Lampung yang walaupun usianya udah kategori manula tapi masya Allah sehat-sehat luar biasa dan masih kuat melaksanakan prosesi umroh tanpa bantuan kursi roda. Ketiga mbah ini ditemani sama salah satu anaknya yang juga selama proses umroh banyak membantu saya.

Kami tiba di bandara Jeddah agak mepet waktu saat itu. Antrean di konter check in pun padat. Sebagian jamaah yang sudah dapat boarding pass saya suruh segera masuk ke ruang tunggu. Saya sendiri akan masuk terakhir. Nah kebetulan ketiga mbah ini antrean check in-nya belakangan dan ya saya akan menemani mereka.

Check in lancar, eh paspor malah hilang saat Xray. Suasana JED Airport. Sumber gambar: https://www.daa-international.com/

Problem pertama muncul ketika melewati imigrasi, salah satu sidik jari mbah nggak kebaca. Saat itu saya sudah berada di antrean imigrasi lain dan melihat kepanikan si mbah ini, saya mundur ke belakang dan bantu nemenin si mbah. Untung banget kan antrean imigrasi saya agak panjang. Sebab kalau udah dicop paspornya, ya mana boleh keluar lagi kayak gitu.

Tentang sidik jari gak kebaca ini bukan masalah besar. Kami tinggal mendatangi konter paling ujung, paspor dicek manual dan dengan mudah, kami dapat melewati imigrasi.

Kepanikan justru terlihat di mesin pemindai menuju masuk gate. Anaknya si mbah dengan suara getir bilang ke saya, “mas, ini paspor si mbah hilang….”

Nah loh, gimana bisa? Baru banget kan dipegang paspornya. Sebab kalau paspornya udah hilang sejak awal, pasti gak bisa lewat imigrasi. Petugas bercadar dengan muka masam meminta kami melipir dan bergotong royong kami melakukan pengecekan di tas bawaan si mbah.

Paspornya ditarok di baki/nampan kayak gini. Ini fotonya di Hamad Airport dipakai untuk ilustrasi. Sumber gambar: hdohanews.co

“Tadi masih ada, tapi tahu-tahu hilang,” ujar si mbah.

Mas Reno (nama disamarkan), anaknya si mbah bahkan sampai merogoh tubuh ibunya. Kali-kali aja nyelip di gamisnya. Tapi nihil. Paspor tetap nggak ditemukan. Saya mulai panik, dan mulai mengontak tim handling dari travel yang masih menunggu di bandara.

Saat briefing sama bos besar, saya sempat nanya jika ada situasi seperti ini apa yang harus saya lakukan. Ya misalnya saja ada jamaah yang sakit dan harus stay di hotel atau RS, apakah saya harus menemani? Petunjuk bos sih jelas. Tanggung jawab saya tetap ke mayoritas jamaah.

Nah, di situas ini, jika emang mbah gagal terbang, maka mbah akan diserahkan ke tim handling di luar bandara, dan saya tetap pulang ke Indonesia bersama jamaah lain. Teorinya begitu, tapi saat kejadian sih ya saya panik juga. Apalagi si mbah saat saya bilang harus tinggal dan ditemani petugas lain keukeuh bilang, “kalau saya tinggal, pokoknya Reno juga harus tinggal!”

Saat itu sudah mendekati waktu boarding. Saya banyak-banyak istighfar. Walaupun kehilangan paspor semacam ini di luar kuasa saya, tapi tetap saja ada tanggung jawabnya kan. Saya mikir, ini kalau si mbah harus pulang pake tiket baru, artinya pihak travel yang harus nombok. Dan kalau maksa anaknya juga harus tinggal, berarti kerugian travel akan double.

Penampilan staf di Jeddah airport kurang lebih begini. Sumber gambar: saudigazette.com.sa

Ketika di titik pasrah, petugas yang tadi begitu jutek lari-lari mendekati kami.

“Ini paspor dia sudah ketemu. Cepat kalian lari ke gate!”

Apa yang terjadi? Rupanya, saat melakukan pemindaian barang bawaan, si mbah tarok paspornya di baki/baskom dan ada jamaah dari travel lain yang ambil karena mengira itu paspor miliknya. Ya ampun, penyelamatan di menit-menit terakhir. Si orang ini mungkin ngeh kalau paspornya ada 2 dan salah satunya bukan punyanya.

Alhamdulillah, happy ending. Si mbah nggak jadi gagal berangkat. Dari kejadian ini, sebagai TL saya akhirnya punya satu aturan tambahan yang selalu saya peringatkan ulang ke jamaah yakni jika melewati mesin pemindai atau setelah lewat imigrasi, paspor wajib di simpan di dalam tas.

Tapi, apakah pengalaman ini nggak bikin drama paspor saya hilang? Oh tentu saja tidak hehehe.

Paspor Tertinggal di Kantung Kursi Pesawat

Di penugasan kedua, saya kembali excited walaupun degdegannya jadi dobel sebab kali ini nggak hanya umroh, tapi saya juga akan mengawal jamaah pelesiran selama seminggu di Turki. Menggunakan pesawat asal Saudi Arabia, jika jamaah umroh biasa akan langsung melewati imigrasi begitu tiba di Jeddah, beda dengan kami yang harus kembali menunggu di gate karena kami hanya transit.

Sebagaimana yang saya ceritakan di sini, tiket pesawat yang saya dapatkan kelas bisnis. Niatnya sih, selama 3 jam transit di Jeddah, saya mau manfaatkan lounge-nya. Sayangnya, hal itu gagal terlaksana karena Bobi -sebut saja begitu hwhw, salah satu jamaah saya yang usianya masih remaja ketinggalan paspornya di kantung kursi pesawat.

Suasana kelas ekonomi pesawat yang kami tumpangi.

Kami tiba di Jeddah pukul 06:20 pagi. Sebagaimana biasanya, seharusnya saya selalu jadi tim “sapu bersih” kan? Nah, sayangnya ketika penumpang kelas bisnis diminta untuk turun lebih dulu, saya nggak kepikiran untuk tetap stay dan menunggu jamaah saya keluar. Saya ikut arus penumpang bisnis. Pikir saya, “ya sudah nanti kalau udah di bandara saya tunggu di muara pintunya.”

Eh tahunya, pesawat kami parkir jauh di tengah. Dan penumpang harus dipindahkan menggunakan bus. Saya bisa mundur dan meminta untuk tetap, tapi lagi-lagi bodohnya saya berfikir, “ya sudah saya tunggu di pintu masuk bandara saja.”

Ya, saya pada akhirnya nunggu di situ. Situasi aman. Satu persatu jamaah yang ditransfer melalui bus berdatangan. Saya minta mereka tunggu di atas sambil nunggu semua jamaah lain. Lalu kabar ketinggalan paspor itu tibalah ke saya.

“Mas, ini paspornya Bobi ketinggalan di kursi,” ujar pak Yudi, ayahnya Bobi.

“Oh tadi duduk di kursi mana pak? Boleh pinjam boarding pass-nya?”

Setelah boarding pass saya dapatkan, saya bergegas menuju pintu keluar. Ada satu petugas yang galaknya bukan main. Saya lapor kalau ada paspor ketinggalan, saya minta dia kontak temennya pakai HT dan maksud saya kan aka nada bus lainnya yang akan datang. Saya mau nunggu di situ saja untuk ambil paspornya.

Yang terjadi kemudian, saya dibentak-bentak dan disuruh naik ke atas. Sampai atas, jamaah yang bergerombol di depan toilet pun diusir-usir sama petugas untuk segera menuju pemeriksaan transit.

Nah, di sinilah saya akhirnya melaporkan paspor yang tertinggal ini. Saya masih selow sih secara transitnya 3 jam. Dalam pemikiran sederhana saya, gampang banget, kan ini. Petugas tinggal lapor pake HT ke petugas lapangan, paspor diambil, lalu diantarkan. Beres.

Banyak hal sederhana yang nggak berlaku di Saudi Arabia. Sumber gambar: onemileatatime.com

Tapi, ini Saudi Arabia, kawan….

Apa yang ada di kepala kita yang seharusnya sederhana, bisa jadi rumit di mereka. Bagi yang sudah baca buku seri Kedai 1001 Mimpi-nya Vabyo bakalan tahu betapa ngehe-nya karakter asli orang Arab itu dan di sinilah saya berhadapan langsung dengan mereka.

Mulanya ada satu petugas yang membantu. Dia sudah mencatat no kursi dan no penerbangan. Lalu menelpon ntah siapa dengan menggunakan Bahasa Arab. Tak lama dia pergi dan… kayak lagu deh: tak pernah kembali.

Saya kemudian lapor ke petugas lain. Namanya Sulaiman -nggak saya samarkan karena ini orang pada akhirnya jadi penyelamat. Dibandingkan petugas lain, dia yang Bahasa Inggrisnya paling bagus dan paling responsif.

“Kalian akan terbang ke mana lagi?”

“Istanbul pukul 09:45,” jawab saya.

Saya juga melaporkan kejadian ini di bos besar via WA. “Orang Saudi itu harus di-push terus. Kalo nggak akan dicuekin,” katanya.

Lha iya juga, kok udah sejam tapi paspornya masih belum nongol. Saya tanya lagi ke Sulaiman ini, dan dia coba kontak lagi seseorang pake telp. Kayaknya, dia juga heran kenapa bisa sebegitu lama. Sembari menunggu, berbagai macam kejadian terlihat. Salah satunya, satu keluarga asal India yang sepertinya dikenai bea atas bawaan perhiasan sehingga harus membayar sejumlah uang. Mereka protes namun, Sulaiman dapat meng-handle dengan baik.

Lupakan rencana menunggu di executive lounge. Dalam sekian jam menunggu itu aja saya sampai gak ingat butuh pipis hahaha. Pak Yudi mulai cemas. Istri dan kedua anaknya yang lain yang sudah lebih dulu menunggu di gate keberangkatan juga berulang kali mengontak saya nanya kenapa Bobi dan Pak Yudi belum juga datang.

Saya mulai panik ketika jam 9 masih belum ada tanda-tanda paspor diantar. 15 menit lagi waktunya boarding. Saya sudah sampaikan skenario terburuknya jika Bobi nggak bisa terbang ke Istanbul. Jadi mungkin langsung masuk ke Jeddah dan seminggu lebih awal tiba di Saudi dan akan diurus sama tim lain di luar bandara.

“Sudah waktunya boarding,” kata Sulaiman.

“Jadi bagaimana?”

Dia kembali mengontak seseorang. Dan tak lama ia berkata, “kalian cepat ke gate. Nanti paspornya akan diantarkan ke sana.”

Suasana di Jeddah Airport. Sumber gambar: onemileatatime.com

Boarding pass kami diberi tanda khusus. Sialnya, gate-nya mana jauh banget pula ya ampun. Kami bertiga sampai harus lari-lari. Ruang tunggu sudah kosong. Mayoritas penumpang sudah naik ke pesawat. Hanya ada keluarga Pak Yudi yang masih setia menunggu.

Oleh petugas, mereka diminta untuk masuk ke pesawat lebih dulu.

“Kamu TL-nya kan? Kamu aja yang ikutan nunggu di sini bersama dia, ya,” sahut mereka sambil menunjuk Bobi.

Rupanya, masih ada beberapa penumpang lain yang belom naik ke pesawat. Mereka kelihatan bermandi peluh. Hampir ketinggalan pesawat kayaknya. Dan untunglah, gak lama kemudian datang seorang petugas membawa paspor itu. Ah, mission accomplished. Akhirnya kami semua bisa terbang ke Istanbul. Gakpapa banget gak jadi icip lounge-nya. Kalau dipikir-pikir, gak tega juga bisa menikmati fasilitas itu di saat jamaah lain cuma nunggu di ruang tunggu biasa.

Paspor Hilang Saat Tas Kecurian di Istanbul

Di high season (sekitar September hingga Februari), perusahan travel tuh lagi kencang-kencangnya keberangkatan umroh. Di bulan yang sama saja, di travel tempat saya bekerja, ada 40 grup yang berangkat. Dan saat di Turki, saya bertemu dengan 2 grup lain dari travel yang sama. Hepi sih bisa ketemu TL lain dan nyampah tipis-tipis haha, tapi sesungguhnya, saya agak stress kalau ketemu dengan jamaah dari travel yang sama.

Suasana kota Istanbul

Kenapa? Bayangin aja, kalau menginap di hotel yang sama, dengan koper yang sama, itu stresnya maksimal kalau lagi urusan handling baggage. Apalagi kalo lobi hotel kecil, dan ya ada saja kejadian kasus koper jamaah lain yang kebawa di rombongan kami karena jamaah ini salah menempatkan kopernya dan petugas main angkut saja. Seketat apapun usaha kami, masing-masing TL dan muthawif untuk mencegah kejadian ini, tapi ada saja yang lolos. Walau untungnya, kasusnya ini di perjalanan dari Madinah ke Mekkah dan di Mekkah juga kami akan menginap di hotel yang sama.

Nah, kembali ke Istanbul dan ini berhubungan dengan paspor. Istanbul terkenal dengan banyaknya copet. Secara ya, kota tujuan turis. Rasanya, nggak pernah saya sebawel itu terhadap jamaah selain di kota Istanbul. Jamaah mungkin sampai bosen kalau saya mengingatkan hati-hati soal keamanan bawaan terutama paspor.

Apalagi dari sesama TL sudah ada cerita kalau di grup bulan lalu, ada tiga jamaah yang gagal umroh karena paspor mereka hilang di Turki. Ya, kalau hilang gitu kan cuma bisa keluar Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) yang berlaku satu kali pemakaian. Jadi kalau hilangnya di Turki, ya cuma bisa dipake untuk pulang ke Indonesia. Menyedihkan dan seharusnya hal seperti ini pemerintah Indonesia melalui KBRI bisa kasih upaya lebih baik sih. Yakni dengan mengeluarkan SPLP dobel misalnya. Yang satu dipakai untuk ke Saudi Arabia, dan di Saudi Arabia bisa dibikinkan SPLP baru.

Daerah pertokoan kayak gini banyak banget copetnya. Restoran kami pun tak jauh dari sini.

Di hari terakhir di Istanbul, di sebuah restoran grup yang saya bawa ketemu satu grup lainnya di sebuah restoran. Grup ini makan di lantai 1 restoran sedangkan kami di lantai 2. Gak lama, terdengar kehebohan kalau salah satu tas jamaah hilang.

Setelah dicek di CCTV, memang ada orang yang ambil tas itu dan ironisnya paspor juga disimpan di sana. Walau hal ini tidak menimpa grup saya, tetap saja ikutan sedih luar biasa. Jamaah ini pria berusia lanjut. Bayangkan, tinggal 1 hari saja untuk si bapak bisa tiba di Arab Saudi dan beribadah. Tapi, paspornya hilang.

Guide lokal marah dengan rekan TL dari grup tersebut. Saya gak bisa berbuat banyak selain ikut prihatin dan minta ke jamaah grup saya untuk mendoakan agak paspor si bapak bisa ditemukan.

“Mas, coba susur saja radius sekian kilometer dari sini. Cek tong sampahnya. Pencuri kelas teri biasanya gak tertarik dengan paspor. Mereka hanya mau ambil uang tunai atau benda mahal.”

Ya, buat apa juga kan? Mau dipake identitasnya juga gak mudah. Saat kami hendak pulang ke hotel, jamaah tersebut tertunduk lesu. Beberapa jamaah dari grup saya menghampiri, menguatkan dan memberikan support. Dan, mungkin karena berkat doa banyak orang dan emang pada dasarnya masih rezeki, paspornya ditemukan tak jauh dari pos polisi.

Gak kebayang kalau cuma dapet jalan-jalan di Istanbul dan gagal umroh karena paspor hilang.

Si pencuri sepertinya sengaja meninggalkan tas itu di sana agar ditemukan. Dan beruntung juga TL dan guide-nya sudah lapor polisi dan begitu paspor ditemukan mereka langsung dihubungi. Ya, ini pelajaran juga buat saya. Kalau kata orang, sial itu gak kenal hari libur. Bisa datang kapan saja. Dan, dengan kejadian ini jelas jamaah di grup saya atau di grup si bapak akan lebih aware tak hanya menjaga barang bawaan sendiri tapi saling bantu menjaga satu sama lain.

Menolak Menyerahkan Paspor

Saat saya cerita kejadian ini ke beberapa kawan dekat, ada yang nanya, “kenapa paspornya gak dikumpulin aja dan kamu yang simpan?”

Mungkin idealnya seperti itu. Tapi, saya gak berani dan rasanya gak sanggup memanggul tanggung jawab sebesar itu. Sebab jika terjadi musibah, paspornya hilang atau rusak, dan semua jamaah batal umroh, rasanya mending saya mati saja. Lagian, sepemahaman saya, menyimpan paspor jamaah bukan job desk seorang TL.

Beda kasusnya kalau sudah tiba di Arab Saudi. Sejak saya umroh bareng keluarga dulu, begitu tiba di Jeddah dan kami berkumpul di bus, TL dan muthawifnya mulai mengumpulkan paspor semua jamaah. Dulu sih dibilang biar dijagain agar nggak hilang.

Saya maklum, karena kan jamaah kebanyakan berusia lanjut. Bisa jadi kelupaan nyimpan nantinya. Atau pas makan ketumpahan air/kuah. Bahaya. Dan, selama di Tanah Suci, kegiatan kami hanya seputar hotel dan masjid (ya ada juga jalan-jalan sedikit yang disebut ziarah). Menginap di hotelnya pun bisa berhari-hari, nggak kayak di Turki yang hotel hoping yakni hampir setiap hari ganti hotel. Jadi ketika paspor dikumpulkan dan disimpan di hotel pun aman.

Bus yang biasa dipakai di Arab Saudi. Begitu jamaah tiba di bus, paspor langsung dikumpulkan biasanya.

Nah, di umroh ketiga, ada satu jamaah yang menolak menyerahkan paspor. Saat itu saya masih sibuk ngurusin salah satu koper jamaah yang hilang (soal ini juga akan diceritakan terpisah). Jadi, muthawif yang ngumpulin paspor di bus.

“Mas, tadi ada satu jamaah yang menolak ngumpilin paspor.”

“Loh kenapa ustad?”

“Iya, katanya takut datanya disalahgunakan.”

Benar saja, gak lama jamaah ini kirim pesan WA ke saya. Dia menyatakan keberatan paspornya dipegang sama kami. Saya jawab normatif bahwa itu demi keamanan.

“Tapi gak ada jaminan kan kalau paspornya dipegang sama ustad trus nggak hilang? Lagian saya bisa kok jaga paspor sendiri.”

Jamaah ini perempuan. Terpelajar dan masih muda pula. Datang dari keluarga yang tajir buanget (bayangin saat di Turki dia belanja perhiasan puluhan juta). Jadi, rasanya saya nggak bisa lagi kasih alasan paspor ditahan demi keamanan agar tidak hilang.

Jadi, ya saya lantas cerita apa adanya. Sebetulnya ada alasan lain kenapa paspor ditahan selama di Arab Saudi. Sebab, ada beberapa kasus jamaah yang kemudian kabur di Arab Saudi untuk bekerja atau overstay menunggu musim haji tiba.

Maksudnya gimana?

Ya untuk kerja di Saudi kan gak mudah ya. Untuk haji juga daftar antrean bisa puluhan tahun. Jadi, ada beberapa jamaah yang memanfaatkan visa umroh, lalu kemudian kabur dari rombongan dan stay  di Arab Saudi demi mencari pekerjaan atau menunggu pelaksanaan haji tiba.

Berbagai macam cara orang gunakan untuk ibadah haji, termasuk dengan cara-cara yang tidak benar dan melanggar aturan >.<

Dan, ketika ini terjadi, seingat saya travel akan dedenda 200 juta/orang karena dianggap lalai menjaga jamaah. Trik jamaah bandel ini pun beragam. Belum lama, ada kejadian di travel lain, paspor jamaah sudah dikumpulkan. Lalu dipinjam sebentar untuk beli SIM Card. Salahnya, ustadnya memberikan dan ya jamaahnya kabur. Alhasil travelnya kena denda.

Nah jelas hal seperti ini gak boleh terjadi di travel kami ya kan. Apalagi jika hal itu terjadi di grup saya. Walaupun rasanya kecil kemungkinan jamaah perempuan ini mau kabur, tapi tetap saja sebagai antisipasi, paspor tetap dikumpulkan. Dan, walaupun mungkin beliau kesal, tapi akhirnya beliau mau mengumpulkan paspor tersebut.

Itu dia cerita saya seputar pengalaman jadi TL dan berhubungan dengan paspor jamaah. Sebetulnya masih banyak lagi pengalaman sebagai TL ini. Akan diceritakan perlahan satu demi satu nanti. Dan tentu saja apa yang saya ceritakan ini tidak bermaksud untuk menyudutkan jamaah, tapi harapannya dapat diambil pengalamannya dan dijadikan pelajaran.

83 komentar di “TL Series: Tragedi Kehilangan Paspor

  1. Astagaaa… Amit-amit deh jangan sampai paspor hilang pas lagi traveling. KTP hilang aja saya auto lemas dan pusing tujuh keliling euy. Apalagi ini paspor anggota rombongan yang menjadi tugas TL ya.. Duhh gak kebayang deh paniknya macam apa.

    Mudah-mudahan gak ada lagi deh drama atau tragedi kehilangan paspor lagi ya, yan.. tetap semangat nge-TL!

  2. Cerita2 mas Yayan saat jadi tour leader bisa dikumpulkan dan dijadikan buku nih, menarik soalnya. Nantinya banyak pembaca yg bisa belajar dari pengalaman mas, apalagi bagi yg belum pernah ke luar negeri.

    Paspor hilang itu horor banget yaa dan sampai ada yg simpan di dalam baju (yg ada resletingnya) biar gak hilang / kecurian.

    Banyak yg bilang jadi TL itu enak, bisa naik pesawat, ke LN, apalagi kalau dampingi jamaah umroh, bisa ibadah sekalian. Padhaal stressnya berkali2 lipat.

    • Terus terang kalau di titik capek kadang mikir ini ibadahnya bakalan diterima atau nggak. Walau gak sampe ke misuh-misuh, rasa lelahnya itu sedikit banyak mempengaruhi proses ibadahnya.

  3. Aku bacanya serasa jadi TL. IKut deg-degan dan panik. Ada-ada saja si Mbah dari Lampung ini, ternyata paspornya disimpan di baki saat pengecekan. Tapi jadi pelajaran juga sehingga bisa terbit satu ‘aturan’ baru sebagai mitigasi risiko ke depannya.

  4. gawat banget hilang paspor pas lagi umroh or haji. dulu pas haji selalu diwanti2 agar jgn sampe kececer. tapi molly ngalamin juga, bukan paspor tapi hp. beuhh heboh sehotel-hotel hikz

  5. Serba-serbi menjadi TL ini luar biasa yaa, omdut.

    Yang paling ga terlupakan ternyata untuk meminta tolong orang Arab kudu diingetin bolak-balik. Iya apa karena karakter atau karena rush hour. HUhuhu~

    Aku yang dari Bandung trus ke Depok aja berasa kena culture shock, apalagi kek gini yaa.. Berasa kurang jauh jalannya pas baca pengalaman omdut.

    KUdu banyak-banyak istighfar bener yaa.. huhuhu~

    Semoga pas jadi TL berikutnya, semua lancar..

    • Aku ngarepnya bisa ngeTL yang perjalanan biasa/bukan ibadah. Dulu pernah ngelamar di salah satu tour travel gede yang punya rute Eropa, Amerika dan Timteng. Tapi belom rezekian 🙂

      • Aku doain semoga segera jadi TL ke negara-negara Yurop yaa, omdut.

        Salut banget sama keberuntungannya.

        Dari sekian cases, aku paling deg-degan yang pasport ketinggalan di kursi sih yaa.. Ini bener-bener “Ngapain pasport di keluar keluarin?” Apa diminta isi sesuatu pas perjalanan yang butuh data dari pasport?

        • Amiin amiin ya Allah.

          Kayaknya “iseng” aja disimpan di saku. Padahal risiko besar, selain kelupaan tapi bisa ketumpahan makanan dan minuman. Dan mereka ini satu keluarga, kayaknya si bapak lupa buat ngumpulin paspor ini. Setelah kejadian, semua paspor si bapak yang simpan 🙂

          • Iya juga sii omduut..

            Rasanya pengalaman luar biasa kan yaa.. perjalanan keluar negeri untuk ibadah. Apalagi perjalanannya lamaa..

            Aku sendiri dulu kalau ditanya mau kemana kalok terbang keluar negeri?

            Pasti jawabnya ‘Yang naik pesawatnya lamaaa..’

            Jadi kayak ada bentuk bahagiaaa gitu kali yaa.. jadi sembarang semabrang dikeluarin.

  6. waduuhh, jadi TL itu harus serba bisa ya Om, termasuk urusan handle kejadian di luar ekspektasi gini, dan ternyata drama kehilangan paspornya bukan cuma sekali, tapi semua bisa jadi pembelajaran ya karena setiap kejadian ada storynya sendiri jadinya 😀

  7. Jadi TL itu bukan hanya udah terbiasa ke luar negeri, jalan-jalan dan haha hihi, ya. Kalau nemenin jamaah Umroh yang udah sepuh dan banyak masalah, wadaw wadaawww, belibet deh. Apalagi paspor sampai hilang.

    Ternyata kalau ke orang Arab harus dipush gitu ya. Walau pun gak semuanya, tapi aja ada yang gitu.

    Dan ya, apes itu gak kenal hari libur dan waktu. Saatnya apes ya apes.. haaa

    • Tapi terlepas dari kendala paspor hilang, pengalamanku, kalo mbah yang udah sepuh banget tuh enak. Orangnya gak neko-neko. Yang suka bikin pusing kepala biasanya yang usia nanggung hehe, atau yang muda sekalian.

  8. wah pastinya memacu adrenalin banget ya yan urusan hilang paspor ini. trus aku penasaran jamaah yang kabur itu mereka tinggal di mana ya? apa sudah punya kenalan di saudi sana?

    • Di sana banyak tempat yang bisa dipake untuk tinggal mbak. Kayaknya buat nyewa gak ribet. Hidup ngegemper juga banyak dilakukan orang. Banyak yang umroh modal tiket aja, sampe di tanah suci ngegemper di masjid. Makannya antara beli atau menunggu orang yang bagi-bagi (dan ini banyak banget yang bagikan makanan).

  9. saluuut mas… Aku sendiri ga sanggub deh jadi TL begini. Lah jadi TL di grub keluarga sendiri rempongnya nauzubillah min zalik 🤣🤣🤣. Apalagi rombongan yg aku ga kenal karakternya 😅

    berat memang jadi TL. Aku inget pas umroh 2018, kejadiannya Alhamdulillah ga ada yg kehilangan pasport sih, tapiiii meninggal di Madinah.

    udah tua, berangkat Ama istri. Ndilalah pulangnya sendiri si ibu.

    kasian banget. Jadinya saat itu TL kami bersama mutawif yg urus semua. Dan jenazah ga bisa dibawa pulang kan. Dimakamin di sana.

    tapi amit2 jangan sampe kejadian di grub mas Yayan yaaa.

    • Kalo jadi TL di keluarga lebih enak kalau mau galaknya. Kejadian pas ajak adek dan sepupu ke Singapura haha. Mereka takut kl aku udah disiplin waktu.

      Nah kalo sama jamaah harus selalu setel senyum karir walau hati udah mengkel gak karauan.

  10. masya Allah seru mas baca aneka pengalamannya selama menjadi TL…

    menghadapi berbagai orang dengan berbagai karakter yg berbeda itu butuh effort tersendiri loo apalagi jamaah yang sudah sepuh kan otomatis butuh perhatian lebih juga mass…

    selama ini mikirnya enak ya jadi TL umroh bisa bolak balik ke tanah suci tapi ternyata cerita di balik behind nya ada aja ya mas yg menguras tenaga 🙂

    • Haha ya mbak. Cerita yang lebih pahit juga ada. Tapi gak bisa semua dituliskan karena menyangkut nama perusahaan/travel dan juga jamaah itu sendiri.

  11. Paspor ini harga mati yang jadi setengah nyawa kalau keluar negeri. ku malah punya kejadian kejambret di Kamboja dan hilang semuanya. Sedihnya minta ampun. Mengembalikan paspor juga repotnya diluar negeri dan harus buat visa keluar. Ampun deh lamanya, untung selalu ada jalan sih dan akhirnya bisa buat SPLP

  12. Ya Allah, drama banget ya kehilangan paspor itu … alhamdulillah masih rezekinya ketemu, kalau tidak … huhuhu.

    Btw, Om Ndut sudah nulis buku traveling? Sudah layak banget punya buku solo topik traveling 🙂

  13. Drama nya luar biasa banget ya, beneran bikin spot jantung. Apalagi amanah sebagai Tour Leader, luar biasa sangat tanggung jawab nya. Meski sudah ada job desk dan arahan terkait beragam case, pas kita ngalamin langsung tetap terasa lumayan deg-deg an.

    Salut pake banget karena setiap kendala serta drama bisa teratasi dengan baik, tentunya mas punya skill komunikasi yang sangat mumpuni serta jiwa leadership. Semoga next bakalan banyak perjalanan yang lancar serta memberikan kesan menarik saat menjadi TL lagi. Semangatt.

    • Learning by doing. Dan jam terbang emang pengaruh banget 🙂 aslinya aku tuh males mimpin-mimpin haha, lebih mental anggota ketimbang mental leader. Tapi kl bertugas ya harus dilakukan.

  14. kalau aku jadi TL peserta umroh udah dipastikan stress juga nih, ditambah drama paspor

    Aku sendiri pernah lupa naruh paspor waktu di Bangkok, yaampunn panik banget, turun lagi dari bis dan ternyata ada di saku jaket hahaha

    membawa peserta umroh yang rata-rata sudah sepuh atau sudah berumur lumayan menantang juga ya mas, kita harus sabar melayani gitu

    • Haha aku juga pernah ngerasa hilang, sebab dicari ditempat biasa tarok kok gak ada. Eh tahunya aku pindahin ke jaket juga karena udah deket-deket mau masuk pesawat 😀

  15. duh, ikutan deg deg an bacanya

    paspor itu penting banget ya kak saat kita jalan jalan ke luar negeri.

    menjadi TL banyak suka dukanya ya kak

    pasti banyak cerita yang bisa dibagikan

    ditunggu cerita lainnya ya

  16. Ya ampuuunnn seru-seru banget pengalamannya, om…
    Kalau diceritakan sekarang sih kayak yg lucu yaa, tapi pas ngalamin sih pasti senep banget, keringet dingin, dan nggak jarang bikin emosi juga. Tapi sebagai TL pasti nggak boleh kelihatan panik dan mesti gercep ya. Salut om.

    Ditunggu cerita lainnya lagi, pasti sama serunya!

    • Haha ya padahal TL juga manusia. Kadang muncul paniknya, gak bisa nutupin muka capeknya. Tapi sebisa mungkin emang harus selalu senyum karyawan 😀

  17. wah jadi inget saya dulu pernah beberapa kali ga kebaca sidik jarinya jadi lama diceknya sama petugasnya, untungnya setelah berkali-kali akhirnya kebaca dan untungnya namanya ga mengarah ke satu hal dan biasanya saya saat simpan paspor itu bener-bener cek berkali-kali, karena takut hilang itu, suka banget kalau bacain cerita Mas Har suka detail dan mudah dipahami ceritanya

  18. Duh jadi kepikiran, saya masuk dalam golongan orang yang sidik jarinya tuh sangat tipis dan sering banget susah kedetekt kemana2 di tekan abis jempol semisal buat paspor ktp sampai skck. Nggak tahu asal-usulnya kenapa bisa sampai begini tapi saya pernah searching alasan pegang HP kelamaan, entah benar 😅

    • Berarti kalau ada urusan yang mengharuskan pake sidik jari harus spare waktu yang cukup ya 🙂 kayak urus visa, imigrasi bahkan urusan di bank sekarang beberapa pake sidik jari juga.

  19. Bacanya kenapa jadi deg-degan juga ya, hahaha.

    Asli deh, urusan data pribadi tuh emang rawan dan serem banget. Apalagi paspor begini, macem salah dikit bisa bahaya besar. Amit amit deh kita semoga dijauhkan dari segala marabahaya seperti pencurian dan perampokan.

    Untungnya si Bapak masih nasib baik. Kalo ngga, udah nunggu lama-lama eh jadinya cuma ke turki doang.

  20. duh, kalau ke LN tuh paling worry sama yang namanya paspor secara kan itu dokumen yang menunjukkan identitas kita di negeri orang, well, memang ada aja ya cobaannya katanya sih kalo perjalanan ke tanah suci tuh, itu yg bikin bakal keinget terus

  21. Ketika akan jalan-jalan ke Singapur, di salah satu toilet bandara Soeta pernah ada seorang ibu lansia dari salah satu rombongan umroh yang kebingungan mencari paspor. Katanya abis dari toilet trus lupa paspornya di mana. Saya gak tau kelanjutannya seperti apa karena berbeda penerbangan.Tapi, itu aja udah bikin saya ikut deg-degan. Apalagi di tulisan ini kejadiannya di negara lain. Wah bakal gak kebayang itu saya deg-degannya kayak apa.

  22. Ini contoh TL teladan nih. Menemani, menjaga, mengawal para jamaah umroh dengan berbagai karakter dan usianya. Saya bacanya jadi ikut deg deg an lho. Alhamdulillah, di menit-menit terakhir, permasalahan bisa clear ya

    Dan, baru tahu saya, kalau ternyata ada aja jamaah yang nakal ya, kabur dari rombongan. Dan pihak travel bisa kena denda 200 juta per orang.

    • Amiin terima kasih mbak, mudah-mudahan aku TL yang baik di mata jamaah, walau pasti ada aja kurangnya kan.

      Iya, banyak yang kabur apalagi mendekati musim haji.

  23. Aku mbaconyo sambil deg-degan Yan. Secara ye dak setiap wong teliti, tertib, dan tahu proses selama berangkat dengan rombongan. Apolagi menyangkut lansia. Berat nian memang dititipke lansia. Dan ketemu pulok yang idak pernah bepergian jauh, termasuk haji atau umrah. Ado bae hal-hal printilan sampe urusan besak yang jadi gawean TL. Subhanallah.

    Berangkat umrah Agustus 2023 yang lalu, di rombongan kami ado empat lansia. Travel mewajibkan mereka ini berangkat dengan pendamping karena kami berangkat samo Ustaz bae. Katek TL nyo. Dan karena para pendamping jugo dalam kondisi belum pernah ke LN, akhirnyo ado beberapa jamaah yang dimintain tolong untuk membantu Ustaz kalo ado hal-hal yang idak terduga terjadi. Nah, aku kebagian melok ngawasin duo nenek2 diantara empat lansia itu.

    Yang teraso nian itu pas urusan imigrasi memang. Kalo koper dll ado tim lokal yang bantu. Alhamdulillah katek masalah serius. Aku yang justru sedikit terhambat karena memang sidik jari aku tuh susah dibaco. Tipis nian. Dan ini sudah bertahun-tahun dan berkali-kali terjadi hahaha. Alhamdulillah jadi biaso. Entahlah ngapo sidik jari aku cak itu. Dasar nasib bae ye.

    Semoga idak kapok jadi TL umrah yo Yan. Besak nian itu nilai ibadahnyo buat awak. Sekalian dapat rezeki berkali-kali bertamu di rumah Allah.

    • Ini persis sepupu. Pas umroh, ndak ada TL dan cuma ado ustad yuk. Ironisnyo pesawatnyo beda. Ado yang naik A, ado B. Dan dio diminta tolong ustad untuk ngawal jamaah karena dio naik pesawat B yang beda dengan ustad hehe.

      InsyaAllah dak kapok yuk, walau capek nian dan memang idealnyo cuma umroh tanpa embel-embel tur di negara lain. Biar fokus ^^

  24. Duh kebayang itu paspor hilang. Untunglah masih rezeki dan ketemu ya, bisa ketemu lagi dan bisa melanjutkan perjalanan. Ada yang kecurian juga dan untung juga ketemu lagi.

  25. Udah lama banget ngga baca tulisan omnduut. Pertanyaan oot dulu, nih kok namanya bisa dipanggil omnduut sih? hehee

    Btw, jadi TL umroh yang bawa jamaah dari berbagai usia rasanya gimana, kak? Palagi kalau udah tua-tua kan biasanyaa,,,,cenderung banyak maunya dan “kaya anak2” lagi gitu yaa

    Kudu sabar pastinya ya, besar hati. Sebab pahalanya gamain2 Insyaallah kalau ikhlas.

    Palagi ada drama hilang passpor. Duuh kebayang repotnya, ngurus jamaah dengan banyak problem.

    Barakallaah ya, kak

    • Haha, karena ponakan manggilnya itu. Artinya sih om gendut. Karena di antara adek-adekku, aku sendiri yang paling gendut dulu, walau sekarang adek bungksu BBnya jauh lebih banyak ketimbang aku. Tapi panggilan omnduut itu masih lekat. Sebetulnya, pertama kali ponakan ngechat pake WA mamanya, ejaannya itu “omedod” Haha sayang aku udah keburu pake “omnduut” padahal “omedod” lebih kece sih hwhw.

      Alhamdulillah lansia yang aku bawa enak. Malah yang usia tanggung, 50+ masih cukup muda-lah ya, kuat dan sehat malah yang banyak maunya hehehe.

      • Waah sama dong kaya tanteku. Dulu dipanggol membot (karena gendut) ya kebawa sampe sekarang orangnya udah langsing panggilannya msih membot hahaa

  26. Horor banget!

    Baru kali ini saya baca tulisan Mas Haryadi yang bikin deg-degan parah

    Story tellingnya nih, serasa saya ikutan di situ dan deg-degan nervous, bahkan mungkin jadi ngerecokin karena saya pasti gak bisa diem, ngomong terus dan wara-wiri yang bikin TL tambah bingung

    Apalagi waktu harus nunggu, wuah ….

    Sebaiknya paspor digantung di depan kaya name tag ya?

  27. Waah…seru juga ya pengalaman jadi TL menghadapi macam-macam karakter traveler, terutama jamaah Umroh. Kalau saya dan suami bikin kantong paspor Mas, jahit sendiri gitu. Digantungin di leher di balik baju. Aman jaya InsyaAllah. Kalau di tas/ kantong jaket takut jatuh. Lah…bisa-bisanya ditarok di kantong kursi pesawat. Duuh…pokoknya kudu melekat aja deh sama badan. Haha…

    Gitu ya…ada aja jamaah nakal, kabur pas Umroh. Lah, nanti pulangnya gimana tuh Mas? Nanti bisa-bisa malah kayak rombongan artis siapa gitu, dideportasi & black list.

    (Hani)

    • Nah iya bisa pakai kantong khusus yang bikin sendiri kayak gitu. lebih nyaman 🙂

      Soal jamaah yang kabur, macem-macem itu cara pulangnya. Ada yang sengaja terus menetap, ada yang keluar lewat negara lain.

  28. seru banget pengalamannya. Saya jadi ikut penasaran dan degdegan dari awal baca judul. Sampai akhirnya lega juga hehehe

    Semua itu beneran jadi pelajaran dan contoh kelak kalau ke luar negeri bisa belajar dan meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan ya

  29. oemji, ternyata tanggung jawab jadi Tour Leader itu bebannya lumayan besar dan bikin pressure ya. Jujur saya dulu sempet punya impian pengen jadi tour leader umroh, skrg jadi mikir2 lg deh hehe.

    Dan ngomongin soal paspor, saya pernah ngalamin paspor umroh ditahan gitu, ga ngerti kenapa.

    trus petugasnya cenderung agak2 ‘rese’ kayak cengengesan pake bhs arab, saya auto panik, untung ada salah seorang teman jamaah yang pintar bahasa arab dan kemudian melakukan nego, dan akhirnya saya pun bisa melanjutkan perjalanan. duh ada2 ajaa ya.

    • Ditahannya pas di imigrasi kah? wah penasaran juga aku kenapa sampe bisa ditahan begitu. Sebab selama visanya valid mestinya nggak ada masalah.

  30. Alo om ndut….ketemu lagi di sini setelah multiply mati suri dan kompasiana mengheningkan cipta. Bahkan kalau dipkir2 lagi era blog macam kita ini pun sudah hampir punah. Hehee…salam balik, Avis

  31. Ping balik: Pengalaman Terbang Bersama Saudia Airlines & Kemudahan Umroh Pakai Visa Transit | Omnduut

  32. Ping balik: TL Series: Perkara Keran Bocor dan Si Kuping Sensitif | Omnduut

  33. Wah, ini seri TL kedua yang saya baca. Baru terasa betapa pentingnya peran tour leader dalam perjalanan umroh. Memang perlu waktu untuk membangun kewaspadaan saat bepergian, Om. Dan mungkin nggak semua peserta tur yang pernah–apalagi sering–bepergian, terbiasa dengan suasana terminal, suasana kafe, dll. Apalagi mungkin nggak semuanya juga cari informasi sedikit-sedikit soal perjalanan umroh, entah dengan membaca atau nonton video. Semuanya seperti ditumpahkan ke tour leader.

    • Bener mas. Ibaratnya keselamatan dan kelancaran dalam perjalanan ada di bahu TL 😀 baru setelah tiba bebannya dibagi dengan muthawif, tapi memang muthawif lebih ke pelayanan ibadahnya.

Jika ada yang perlu ditanyakan lebih lanjut, silakan berkomentar di bawah ini.